Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN MENINGITIS

Dosen Pembimbing : Devi Ratnasari, M.Kep

Disusun oleh :
Dina Agusti
(KHGC17069)

Kelas : 3B

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES KARSA HUSADA GARUT
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
MENINGITIS

A. Pengertian
Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan
piamatter di otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh
bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga
terjadi. (Donna D.,1999).

Meningitis adalah suatu peradangan pada selaput otak mengenai sebagian atau
seluruh selaput otak (meningen) yang melapisi otak dan medula spinalis ditandai
dengan adanya sel darah putih cairan serebrospinal. (Suriadi : 2001 : 201).

Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan


spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat.
(Suriadi & Yuliani 2001).

B. Etiologi.
1. Bacterial meningitis (meningitis karena bakteri)
Acute bacterial meningitis biasanya terjadi ketika bakteri masuk ke dalam
aliran darah dan berpindah ke otak dan tulang belakang. Meningitis ini dapat
pula terjadi ketika bakteri secara langsung menyerang membran akibat dari
infeksi telinga, sinus atau kerusakan tengkorak.
Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan acute bacterial meningitis secara
umum antara lain:
a. Streptococcus pneumonia (pneumococcus). Bakteri ini paling umum
menyebabkan meningitis pada bayi, anak-anak dan orang dewasa. Jenis
bakteri ini juga yang bisa menyebabkan infeksi pneumonia, telinga dan
rongga hidung (sinus).
b. Neisseria meningitidis (meningococcus). Bakteri ini merupakan
penyebab kedua terbanyak setelah Streptococcus pneumoniae. Meningitis
ini umumnya terjadi ketika bakteri dari infeksi saluran pernapasan atas
masuk ke dalam peredaran darah. Infeksi ini bersifat sangat menular.
c. Haemophilus influenzae (haemophilus). Sebelum tahun 1990an, bakteri
haemophilus influenzae tipe b (Hib) menjadi penyebab utama meningitis
akibat bakteri pada anak-anak. Pemberian vaksin Hib telah membuktikan
terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan
bakteri jenis ini. Meningitis jenis ini terjadi cenderung berasal dari infeksi
saluran pernapasan atas, infeksi telinga atau sinusitis.
2. Viral meningitis (meningitis akibat virus)
Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptic meningitis. Viral
meningitis biasanya ringan dan sering hilang dengan sendirinya dalam dua
minggu. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang
disebabkan oleh virus, seperti : campak, mumps, herpes simplek dan herpes
zoster.
Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi
pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan
otak. Peradangan terjadi pada seluruh kortek serebri dan lapisan otak.
Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi
tergantung pada jenis sel yang terlibat.
3. Chronic meningitis
Bentuk meningitis kronis terjadi ketika organisme menyerang
membran dan cairan disekitar otak. Meskipun meningitis akut menyerang
secara tiba-tiba, meningitis kronis berkembang dalam dua minggu atau lebih.
Tanda dan gejala meningitis kronis serupa dengan meningitis akut.
Meningitis jenis ini langka.
4. Fungal meningitis (meningitis akibat jamur)
Meningitis jenis ini relatif tidak biasa dan menyebabkan meningitis
kronis. Dapat menyerupai acute bacterial meningitis. Cryptococcal
meningitis adalah bentuk umum dari infeksi jamur yang mempengaruhi
sistem saraf pusat pada mereka yang mengalami penurunan sistem imun,
seperti AIDS. Dapat mengancam jiwa jika tidak segera diobati. Gejala
klinisnya bervariasi tergantung dari sistem kekebalan tubuh yang akan
berefek pada respon inflamasi. Respon inflamasi yang ditimbulkan pada
klien dengan menurunnya sistem imun antara lain: demam atau tidak demam,
sakit kepala, mual, muntah dan menurunnya status mental.

C. Manifestasi Klinis.
1. Tanda dan gejala meningitis secara umum :
a. Aktivitas/istirahat ; Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan,
gerakan involunter, kelemahan, hipotonia.
b. Sirkulasi ; Riwayat endokarditis, abses otak, TD ↑, nadi ↓, tekanan nadi
berat, takikardi dan disritmia pada fase akut.
c. Eliminasi ; Adanya inkontinensia atau retensi urin.
d. Makanan/cairan ; Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek,
mukosa kering.
e. Higiene ; Tidak mampu merawat diri.
f. Neurosensori ; Sakit kepala, parsetesia, kehilangan sensasi, “Hiperalgesia”
meningkatnya rasa nyeri, kejang, gangguan oenglihatan, diplopia,
fotofobia, ketulian, halusinasi penciuman, kehilangan memori, sulit
mengambil keputusan, afasia, pupil anisokor, hemiparese, hemiplegia,
tanda ”Brudzinski” positif, rigiditas nukal, refleks babinski posistif,
refkleks abdominal menurun, refleks kremasterik hilang pada laki-laki.
g. Nyeri/kenyamanan ; Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler,
fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh.
h. Pernafasan ; Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas ↑, letargi dan gelisah.
i. Keamanan ; Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis,
abdomen atau kulit, pungsi lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia
sel sabit, imunisasi yang baru berlangsung, campak, chiken pox, herpes
simpleks. Demam, diaforesios, menggigil, rash, gangguan sensasi.
j. Penyuluhan/pembelajaran ; Riwayat hipersensitif terhadap obat, penyakit
kronis, diabetes mellitus.
2. Tanda dan gejala meningitis secara khusus :
a. Anak dan Remaja
1) Demam
2) Mengigil
3) Sakit kepala
4) Muntah
5) Perubahan pada sensori
6) Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal)
7) Peka rangsang
8) Agitasi
9) Dapat terjadi: Fotophobia (apabila cahaya diarahkan pada mata pasien
(adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI), Delirium, Halusinasi,
perilaku agresi, mengantuk, stupor, koma.
b. Bayi dan Anak Kecil ; Gambaran klasik jarang terlihat pada anak-anak
usia 3 bulan dan 2 tahun.
1) Demam
2) Muntah
3) Peka rangsang yang nyata
4) Sering kejang (sering kali disertai menangis dengan nada tinggi) 5)
Fontanel menonjol.
c. Neonatus :
1) Tanda-tanda spesifik : Secara khusus sulit untuk didiagnosa serta
manifestasi tidak jelas dan spesifik tetapi mulai terlihat berperilaku
buruk dalam beberapa hari, seperti a) Menolak untuk makan.
b) Kemampuan menghisap menurun.
c) Muntah atau diare
d) Tonus buruk
e) Kurang gerakan.
f) Menangis buruk.
g) Leher biasanya lemas.
2) Tanda-tanda non-spesifik :
a) Hipothermia atau demam
b) Peka rangsang.
c) Mengantuk.
d) Kejang.
e) Ketidakteraturan pernafasan atau apnea.
f) Sianosis.
g) Penurunan berat badan.

D. Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf
baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui
nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan
dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong
perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di
dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan
penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan
metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat
purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga
menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri
dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari
peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak),
edema serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi
meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps
sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada
sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel
dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.
E. Komplikasi
Komplikasi serius, mulai dari kerusakan saraf permanen, kerusakan otak,
gagal ginjal, syok, hingga kematian. Sebaliknya, penanganan yang cepat dan
tepat akan memperbesar potensi kesembuhan. Komplikasi lain yang dapat
ditimbulkan antara lain :
1. Hidrosefalus obstruktif
2. MeningococcL Septicemia ( mengingocemia)
3. Sindrome water-friderichen (septik syok DIC,perdarahan adrenal bilateral)
4. SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
5. Efusi subdural
6. Kejang
7. Edema dan herniasi serebral
8. Cerebral palsy
9. Gangguan mental
10. Attention deficit disorder
11. Abses otak
12. Koma
13. Kehilangan fungsi saraf
14. Kehilangan pendengaran dan penglihatan
15. Syok
16. KID (Kongesti Intravaskuler Diseminata)
17. Henti nafaS
18. Kematian.

F. Pemeriksaan penunjang yag dapat dilakukan berupa :


 Fungsi Lumbal
 CT Scan
 MRI
 Pemeriksaan laboratorium.
 Pemeriksaan rangsangan meningeal
 Pemeriksaan tanda kernig.
 Pem. Tanda Brudzinski I (Brudzinski Leher)
 Pem. Tana brudzinski II (Brudzinski llateral tungkai)

G. Penatalaksanaan Medis
1. Farmakologis
a. Obat anti inflamasi :
1) Meningitis tuberkulosa
2) Isoniazid 10 – 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500 gr
selama 1 ½ tahun.
3) Rifamfisin 10 – 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1 tahun.
4) Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1 – 2 kali
sehari, selama 3 bulan.

b. Meningitis bacterial, umur < 2


bulan 1) Sefalosporin generasi ke 3.
2) ampisilina 150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6 kali sehari.
3) Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.
4) Meningitis bacterial, umur > 2 bulan
a) Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.
b) Sefalosforin generasi ke 3.
c. Pengobatan simtomatis :
1) Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 – 0.6/mg/kg/dosis
kemudian klien dilanjutkan dengan.
2) Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
3) Turunkan panas
a) Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.
b) Kompres air PAM atau es.
d. Pengobatan suportif :
1) Cairan intravena.
2. Perawatan
a. Pada waktu kejang :
1) Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.
2) Hisap lender.
3) Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi.
4) Hindarkan penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh).
b. Bila penderita tidak sadar lama :
1) Beri makanan melalui sonda
2) Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah posisi
penderita sesering mungkin
3) Cegah kekeringan kornea dengan boor water atau saleb antibiotika
c. Pada inkontinensia urine lakukan katerisasi, dan jika ada inkontinensia
alvi lakukan lavement.
d. Pemantauan ketat :
1) Tekanan darah
2) Respirasi
3) Nadi
4) Produksi air kemih
5) Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini adanya DC.
3. Terapi Anti Mikroba
a. Antibiotika : Ampisilin/IV, 400 mg/kg BB/hari.
b. Khloramfenikol, 100 mg/kgBB/hari.
c. Mempertahankan hidrasi optimal dengan pemberian cairan Dorrow
glukosa secara intravena dengan kekuatan tetesan :
1) 50 cc/jam/diatas 20 kg BB
2) 25 cc/jam/5-20 kg BB, dan 3) 10 cc/jam/kurang dari 25 kg BB
4) Mencegah dan mengobati komplikasi.
5) Mengontrol kejang : Pemberian terapi anti epilepsi ;
a) Natrium fenobarbital/parenteral dengan dosis awal 7 mg/kg BB
b) Difenilhidantoin /IV, 5mg/kgBB/hari
c) Diazepam(valium)/IV, 0,5 mg/kgBB.
d) Mengurangi meningkatnya tekanan intra kranial.
e) Mengontrol suhu badan.

H. Pengkajian Keperawatan.
1. Survey Primer (Prmari Survey)
a) Jalan nafas (Airway) : kaji adanya penupukan sekret.
 Chin
 Suction
 Guedel airway
 Intubasi trachea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada
posisi netral.
b) Pernafasan (breathing) : Breathing

Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas,


penggunaan otot bantu apas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan yang sering didapatkan pada klien meningitis disertai
adanya gangguan pada sistem pernapasan. Palpasi thoraks hanya
dilakukan apabila terdapat deformitas pada tulang dada pada klien
dengan efusi pleura masif (jarang terjadi pada klien dengan
meningitis). Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada
klien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer di
paru.

c) Sirkulasi : Circulationtekanan darah dapat normal atau meningkat,


hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung
normla pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa
pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
d) Dissability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon
terhadap nyeri atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak
dianjurkan mengukur GCS.

e) Eksposure

Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua
cidera yang mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau
tulang belakang, maka imobilisasi in line harus dikerjakan
(Muttaqin, 2008).

f) Folley Catheter
Kaji indikasi dipasang tidak dipasang, jumlah urine, dan warna
urine output.
2. Survey Sekunder (secondary survey).
a) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital


(TTV). Pada klien dengan meningitis biasanya didapatkan peningkatan
suhu tubuh lebih dari normal, yaitu 38-41oC, dimulai dari fase
sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan ini
biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen
yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut
nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK.

a. Tingkat kesadaran

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya


berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila
klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting
untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
memantau pemberian asuhan keperawatan.

b. Fungsi serebri
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai
gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik yang
pada klien meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.

c. Pemeriksaan saraf kranial


1) Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan fungsi
penciuman.
2) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada
meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi subdural yang
menyebabkan terjadinya peningkatan TIK.
3) Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien
meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa
kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang telah mengganggu
kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan
didapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien meningitis
mengeuh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap
cahaya.
4) Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis
pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku
kuduk (regiditas nukal)
9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
d. Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada
meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.

e. Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau
periosteum derajat refleks pada respons normal. Refleks patologis akan
didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma.

Adanya refleks Babinski (+) merupakan tanda adanya lesi UMN.


f. Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia. Pada
keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada
anak dengan meningitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi.
Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis.
Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.

g. Sistem sensorik
Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi raba,
nyeri, dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaa tubuh.
Sensasi proprioseptif dan diskriminatif normal.

b) Pengkajian Riwayat (anamnesis).


1) Keluhan utama :
Yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya untuk
meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi, kejang, dan
penurunan tingkat kesadaran.
2) Riwayat penyakit saat ini :

Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui jenis kuman penyebab. Pada
pengkajian klien dengan meningitis, biasanya didapatkan keluhan yang
berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan gejala
awal tersebut biasanya sakit kepala dan demam. Sakit kepala dihubungkan
dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan
dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan gangguan memori biasanya
merupakan awal adanya penyakit.

3) Riwayat penyakit dahulu :

Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkingkan adanya


hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah
klien mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis,
anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat
trauma kepala, dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.

c) Pemeriksaan Diagnostik.
1. Analisis CSS dari fungsi lumbal :
a) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel
darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip
terhadap beberapa jenis bakteri.
b) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah
putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya
negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
2. Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
3. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )
4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi
bakteri )
5. Elektrolit darah : Abnormal .
6. ESR/LED : meningkat pada meningitis
7. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah
pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
8. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak
ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
9. Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.

I. Diagnosa Keperawatan.

1. Gangguan perfusi serebra berhubungan dengan peningkatan tekanan


intrakranial
2. Nyeri akut berhubungan dengan adanya iritasi lapisan otak
3. Potensial terjadinya injuri berhubungan dengan adanya kejang, perubahan
status mental dan penurunan tingkat kesadaran
4. Resiko tinggi infeksi terhadap penyebaran diseminata hematogen dari
patogen, stasis cairan tubuh, penekanan respons inflamasi (akibat-obat),
pemajanan orang lain terhadap patogen
5. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan iritasi korteks serebral, kejang
lokal, kelemahan umum, paralisis parestesia, ataksia, vertigo
6. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sekret pada saluran nafas
7. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
8. Gangguan pola nafas berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran 9.
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi penyakit (Herdman,
2009).

K. Intervensi keperawatan.
1. Gangguan perfusi serebra berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial

Tujuan :
a. Pasien kembali pada keadaan status neurologis sebelum sakit
b. Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris
Kriteria hasil :
a. Tanda – tanda vital dalam batas normal
b. Rasa sakit kepala berkurang
c. Kesadaran meningkat
d. Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda –
tanda tekanan intrakranial yang meningkat
Rencana Tindakan :
Intervensi Rasional
Pasien bed rest total dengan posisi tidur Perubahan pada tekanan intakranial
terlentang tanpa bantal akan dapat meyebabkan resiko untuk
terjadinya herniasi otak
Monitor tanda-tanda status neurologis Dapat mengurangi kerusakan otak lebih
dengan GCS. lanjut
Monitor tanda-tanda vital seperti TD, Pada keadaan normal autoregulasi
Nadi, Suhu, Resoirasi dan hati-hati pada mempertahankan keadaan tekanan darah
hipertensi sistolik sistemik berubah secara fluktuasi.
Kegagalan autoreguler akan
menyebabkan kerusakan vaskuler
cerebral yang dapat dimanifestasikan
dengan peningkatan sistolik dan diiukuti
oleh penurunan tekanan diastolik.
Sedangkan peningkatan suhu dapat
menggambarkan perjalanan infeksi.
Monitor intake dan output hipertermi dapat menyebabkan
peningkatan IWL dan meningkatkan
resiko dehidrasi terutama pada pasien
yang tidak sadra, nausea yang
menurunkan intake per oral
Bantu pasien untuk membatasi muntah, Aktifitas ini dapat meningkatkan
batuk. Anjurkan pasien untuk tekanan intrakranial dan intraabdomen.
mengeluarkan napas apabila bergerak Mengeluarkan napas sewaktu bergerak
atau berbalik di tempat tidur. atau merubah posisi dapat melindungi
diri dari efek valsava
Kolaborasi Berikan cairan perinfus Meminimalkan fluktuasi pada beban
dengan perhatian ketat. vaskuler dan tekanan intrakranial,
vetriksi cairan dan cairan dapat
menurunkan edema cerebral
Monitor AGD bila diperlukan Adanya kemungkinan asidosis disertai
pemberian oksigen. dengan pelepasan oksigen pada tingkat
sel dapat menyebabkan terjadinya
iskhemik serebral
Berikan terapi sesuai advis dokter Terapi yang diberikan dapat
seperti: Steroid, Aminofel, Antibiotika. menurunkan permeabilitas kapiler,
menurunkan edema serebri,
menurunkan metabolik sel / konsumsi
dan kejang.

2. Potensial terjadinya injuri berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status


mental dan penurunan tingkat kesadaran

Tujuan :
- Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan
kesadaran
Rencana tindakan :
Intervensi Rasional
Mandiri monitor kejang pada tangan, Gambaran tribalitas sistem saraf pusat
kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya memerlukan evaluasi yang sesuai
dengan intervensi yang tepat untuk
mencegah terjadinya komplikasi.
Persiapkan lingkungan yang aman Melindungi pasien bila kejang terjadi
seperti batasan ranjang, papan
pengaman, dan alat suction selalu
berada dekat pasien.
Pertahankan bedrest total selama fae Mengurangi resiko jatuh / terluka jika
akut vertigo, sincope, dan ataksia terjadi
Kolaborasi Berikan terapi sesuai advis Untuk mencegah atau mengurangi
dokter seperti; diazepam, phenobarbital, kejang. Catatan : Phenobarbital dapat
dll. menyebabkan respiratorius depresi dan
sedasi.

3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret


pada saluran nafas Tujuan :

- Jalan napas pasien kembali efektif

Kriteria hasil :
a. Frekuensi napas 16-20 kali/menit
b. Tidak menggunakan otot bantu napas
c. Tidak ada suara tambahan
d. Dapat mendemonstrasikan cara batuk efektif
e. Sesak napas berkurang Rencana tindakan :
Intervensi Rasional
Kaji fungsi paru, adanya bunyi napas Memantau dan mengatasi komplikasi
tambahan,perubahan irama dan potensial. Pengkajian fungsi pernapasan
kedalaman, penggunaan otot-otot dengan interval yang teratur adalah
aksesoris, warna, dan kekentalan penting karena pernapasan yang tidak
sputum. efektif dan adanya kegagalan, akibat
adanya kelemahan atau paralisis pada
otot-otot interkostal dan diafragma
berkembang dengan cepat.
Atur posisi fowler dan semifowler Peninggian kepala tempat tidur
memudahkan pernapasan, meningkatkan
ekspansi dada, dan meningkatkan batuk
lebih efektif.
Ajarkan cara batuk efektif Klien berada ada risiko tinggi bila tidak
dapat batuk dengan efektif untuk
membersihkan jalan napas dan
mengalami kesulitan dalam menelan,
sehingga menyebabkan aspirasi saliva
dan mencetuskan gagal napas akut.
Lakukan fisioterapi dada : vibrasi dada Terapi fisik dada membantu
meningkatkan batuk lebih efektif.
Lakukan persiapan lendir di jalan napas Pengisapan mungkin diperlukan untuk
mempertahankan kepatenan jalan napas
menjadi bersih.
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily Lynn. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC. Corwin,
Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC. Herdman, T. 2009.
Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2012 –

2014. Jakarta : EGC Jeferson, Thomas. 2004. Ventriculoperitoneal Shunt. Thomas


Jeferson
University Hospital.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan

Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika. Nurarif, Amin Huda dan Hardhi
Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan

Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA (North

America Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC. Yogyakarta :

Mediaction Publishing. Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf edisi IV. Tangerang :
Gramedia Pustaka

Utama. Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner

& Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester,

dkk. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai