Anda di halaman 1dari 25

CBD

SEROTINUS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Program Pendidikan Profesi


Dokter Bagian Ilmu Kandungan dan Kebidanan
di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

Disusun oleh:
Sofi Alfiani
30101307334

Pembimbing:
dr. Gunawan Kuswondo, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2018
KEHAMILAN POST TERM (SEROTINUS)

A. Definisi Kehamilan Postterm


Menurut definisi yang dirumuskan oleh American College of Obstetricians and
Gynecologists (2004), kehamilan postterm adalah kehamilan yang berlangsung lebih
dari 42 minggu (294 hari) yang terhitung sejak hari pertama siklus haid terakhir
(HPHT).
B. Patogenesis Kehamilan Postterm
Penyebab pasti dari kehamilan postterm sampai saat ini masih belum diketahui
dengan pasti. Teori-teori yang pernah diajukan untuk menerangkan penyebab terjadinya
kehamilan postterm antara lain:
1. Teori progesteron. Berdasarkan teori ini, diduga bahwa terjadinya kehamilan
postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron melewati
waktu yang semestinya.
2. Teori oksitosin. Rendahnya pelepasan oksitosin dari neurohipofisis wanita hamil
pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu fakor penyebab terjadinya
kehamilan postterm.
3. Teori kortisol/ACTH janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga
produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen. Proses ini
selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada
kasus-kasus kehamilan dengan cacat bawaan janin seperti anensefalus atau
hipoplasia adrenal, tidak adanya kelenjar hipofisis janin akan menyebabkan kortisol
janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan berlangsung lewat bulan.
4. Treori syaraf uterus. Berdasarkan teori ini, diduga kehamilan postterm terjadi pada
keadaan tidak terdapatnya tekanan pada ganglion servikalis, seperti pada kelainan
letak, tali pusat pendek, dan masih tingginya bagian terbawah janin.
5. Teori heriditer. Pengaruh herediter terhadap insidensi kehamilan postterm telah
dibuktikan pada beberapa penelitian sebelumnya. Kitska et al (2007) menyatakan
dalam hasil penelitiannya bahwa seorang ibu yang pernah mengami kehamilan
postterm akan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kehamilan postterm
pada kehamilan berikutnya. Hasil penelitian ini memunculkan kemungkinan bahwa
kehamilan postterm juga dipengaruhi oleh faktor genetik.
Adanya pengaruh genetik terhadap kehamilan postterm tersebut telah dibuktikan
pada penelitian Biggar et al (2010). Biggar et al (2010) melakukan penelitian tentang
penyebab terjadinya kehamilan postterm dan telah membuktikan adanya pengaruh
sistem imunitas terhadap inisiasi persalinan secara spontan. Biggar et al (2010)
menemukan bahwa antigen HLA A dan B pada janin postterm lebih memiliki persamaan
dengan antigen maternal-nya dibanding janin aterm. Kemungkinan pada kehamilan
postterm terjadi “keterlambatan” sistem imunitas maternal dalam mengenali antigen
paternal yang terdapat pada sel janin yang masuk ke dalam sirkulasi maternal melalui
mikrosirkulasi transplasental, khususnya antigen HLA tipe A dan B. Keterlambatan ini
menyebabkan tertundanya proses cascade yang dibutuhkan untuk mengawali terjadinya
tahapan persalinan secara spontan.
C. Diagnosis Kehamilan Postterm
Tidak jarang seorang bidan mengalami kesulitan dalam menentukan diagnosis
karena diagnosis ditegakkan berdasarkan umur kehamilan, bukan terhadap kondisi
kehamilan. Diagnosis dapat ditentukan melalui (Prawirohardjo, 2008) :

a. Riwayat Haid

Diagnosis tidak sulit untuk ditegakkan apabila hari pertama haid terakhir (HPHT)
diketahui dengan pasti. Untuk riwayat haid yang dapat dipercaya, diperlukan beberapa
kriteria antara lain,

1) Penderita harus yakin betul dengan HPHT-nya

2) Siklus 28 hari dan teratur

3) Tidak minum pil anti hamil setidaknya 3 bulan terakhir

Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus Naegele.


Berdasarkan riwayat haid, seseorang penderita yang ditetapkan sebagai kehamilan dan
persalinan postterm kemungkinan adalah sebagai berikut:

1) Terjadi kesalahan dalam menetukan tanggal haid terakhir atau akibat menstruasi
abnormal.

2) Tanggal haid terakhir diketahui jelas, tetapi terjad kelambatan ovulasi.

3) Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang berlangsung
lewat bulan (keadaan ini sekitar 20-30% dari seluruh penderita yang diduga kehamilan
postterm).

b. Riwayat Pemerikasaan Antenatal

1) Tes Kehamilan

Bila pasien melakukan tes imunologik sesudah terlambat 2 minggu, maka dapat
diperkirakan kehamilan memang telah berlangsung 6 minggu.

2) Gerak Janin

Gerak janin atau quickening pada umumnya dirasakan ibu pada umur kehamilan 18-20
minggu. Pada primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan 18 minggu, sedangkan
pada multigravida pada 16 minggu. Petunjuk umum untuk menentukan persalinan
adalah quickening ditambah 22 minggu pada primigravida atau ditambah 24 minggu
pada multigravida.

3) Denyut Jantung Janin (DJJ)

Dengan stetoskop Laenec DJJ dapat didengar mulai umur 18-20 minggu, sedangkan
dengan Doppler dapat terdengar pada umur kehamilan 10-12 minggu.

Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan postterm bila didapat 3 atau lebih dari 4
kriteria hasil pemeriksaan sebagai berikut:

1) Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif.

2) Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler.

3) Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerakan janin pertama kali.


4) Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop
Laennec.

c. Tinggi Fundus Uteri

Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial dalam sentimeter dapat
bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang tiap bulan. Lebih dari 20
minggu, tinggi fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara kasar.

d. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Bila telah dilakukan pemeriksaan ultrasonografi serial terutama sejak trimester


pertama,hamper dapat dipastikan usia kehamilan. Pada trimester pertamapemeriksaan
panjang kepala-tungging (crown-rump length/CRL) memberikan ketepatan kurang
lebih 4 hari dari taksiran persalinan.

e. Pemeriksaan Radiologi

Dapat dilakukan dengan melihat pusat penulangan. Gambaran epifiisis femur bagian
distal paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu, epifisis tibia proksimal
terlihat setelah umur kehamilan 36 minggu dan epifisis kuboid pada kehamilan 40
minggu.

f. Pemeriksaan Laboratorium

1) Kadar lesitin/spinngomielin

Bila lesitin/spinngomielin dalam cairan amniom kadarnya sama, maka umur kehamilan
sekitar 22-28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar spingomielin: 28-32 minggu, pada
kehamilan genap bulan rasio menjadi 2:1 . Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk
menentukan kehamilan postterm, tetapi hanya digunakan untuk menentukan apakah
janin cukup umur/matang untuk dilahirkan yang berkaitan dengan mencegah kesalahan
dalam tindakan pengakhiran kehamilan.

2) Aktivitas tromboplastin cairan amniom


Hastwell berhasil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu pembekuan
darah. Aktifitas ini meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan. Pada umur
kehamilan 41-42 minggu ATCA berkisar antara 45-65 detik, pada umur kehamilan
lebih dari 42 minggu didapatkan ATCA kurang dari 45 detik. Bila didapatkan ATCA
antara 42-46 detik menunjukkan bahwa kehamilan berlangsung lewat waktu.

3) Sitologi cairan amnion

Pengecatan nile bluesulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan amnion. Bila jumlah
sel yang mengandung lemak melebihi 10% maka kehamilan diperkirakan 36 minggu
dan apabila 50% atau lebih maka umur kehamilan 39 minggu atau lebih.

4) Sitologi vagina

Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik > 20%) mempunyai sensitivitas


75%.

D. Permasalahan Kehamilan Postterm


1. Perubahan pada Plasenta
Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi pada
kehamilan postterm dan meningkatnya risiko pada janin. Penurunan fungsi plasenta
dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Perubahan yang
terjadi pada plasenta sebagai berikut :
o Penimbunan kalsium. Pada kehamilan postterm terjadi peningkatan penimbunan
kalsium pada plasenta. Hal ini dapat menyebabkan gawat janin dan bahkan
kematian janin intrauterin yang dapat meningkat sampai 2-4 kali lipat. Timbunan
kalsium plasenta meningkat sesuai dengan progesivitas degenerasi plasenta. Namun,
beberapa vili mungkin mengalami degenerasi tanpa mengalami klasifikasi.
o Selaput vaskulosinsisial menjadi tambah tebal dan jumlahnya berkurang. Keadaan
ini dapat menurunkan mekanisme transpor plasenta.
o Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan fibrinoid,
fibrosis, trombosis intervili, dan infark vili.
o Perubahan Biokimia. Adanya insufisiensi plasenta menyebabkan protein plasenta
dan kadar DNA di bawah normal, sedangkan konsentrasi RNA meningkat, transpor
kalsium tidak terganggu, aliran natrium, kalium dan glukosa menurun.
Pengangkutan bahan dengan berat molekul tinggi seperti asam amino, lemak, dan
gama globulin biasanya mengalami gangguan sehingga dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan janin intrauterin.
2. Pengaruh pada Janin
Pengaruh kehamilan postterm terhadap janin sampai saat ini masih
diperdebatkan. Beberapa ahli menyatakan bahwa kehamilan postterm menambah
bahaya pada janin, sedangkan beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa bahaya
kehamilan postterm terhadap janin terlalu dilebihkan. Kiranya kebenaran terletak di
antara keduanya. Fungsi Plasenta mencapai puncak pada kehamilan 38 minggu. Dan
kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat dibuktikan
dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi Plasenta
berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin resiko 3 kali. Akibat dari proses
penuaan plasenta, pemasokan makanan dan oksigen akan menurun di samping adanya
spasme arteri spiralis. Sirkulasi utero plasenter akan berkurang dengan 50 % menjadi
hanya 250 ml/menit. Beberapa pengaruh kehamilan postterm terhadap janin antara
lain sebagai berikut :
 Berat Janin.
Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka terjadi penurunan
berat janin. Dari penelitian vorherr tampak bahwa sesudah umur kehamilan 36
minggu grafik rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan tampak adanya enurunan
sesudah 42 minggu. Namun, seringkali pula plasenta masih dapat berfungsi dengan
baik sehingga berat janin bertambah terus sesuai dengan bertambahnya umur
kehamilan. Zwerdling menyatakan bahwa rata-rata berat janin >3.600 gram sebesar
44,5 % pada kehamilan postterm, sedangkan pada kehamilan genap bulan (term)
sebesar 30,6 %. Resiko persalinan bayi dengan berat lebih dari 4000 gram pada
kehamilan postterm tingkat dua sampai 4 kali lebih besar dari kehamilan term.
 Sindroma postmaturitas. Dapat dikenali pada neonatus dengan ditemukannya
beberapa tanda seperti gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput seperti
kertas, atau hilangnya lemak subkutan, kuku tangan dan kaki panjang, tulang
tengkorak lebih keras, hilangnya verniks kasiosa dan lanugo, maserasi kulit terutama
daerah lipat paha dan genital luar, warna coklat kehijauan atau kekuningan pada kulit
dan tali pusat, muka tampak menderita dan rambut kepala banyak atau tebal. Tidak
seluruh nenonatus kehamilan postterm menunjukkan tanda postmaturitas tergantung
fungsi plasenta. Umumnya didapat sekitar 12-20 % neonatus dengan tanda
postmaturitas pada kehamilan postterm. Berdasarkan derajat insufisiensi plasenta
yang terjadi, tanda postmaturitas ini dapat dibagi dalam 3 stadium :
 Stadium 1 : Kulit kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit
kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
 Stadium 2 : Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium pada kulit.
 Stadium 3 : Pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat.
 Gawat janin atau kematian perinatal. Menunjukkan angka meningkat setelah
kehamilan 42 minggu atau lebih, sebagian besar terjadi intrapartum. Umumnya
disebabkan oleh :
1)      makrosomia yang dapat menyebabkan terjadinya distosia pada persalinan,
fraktur klavikula, palsi Erb-Duchene, sampai kematian bayi.
2)      Insufisiensi plasenta yang berakibat :
a)      Pertumbuhan Janin terhambat
b)      Oligohidramnion : Terjadi kompresi tali pusat, keluar mekonium yang
kental, perubahan abnormal jantung janin.
c)      Hipoksia janin
d)     Keluarnya mekonium yang berakibat dapat terjadi aspirasi mekonium pada
janin.
e.       Cacat bawaan pada janin terutama akibat hipoplasia adrenal dan
anensefalus.
Kematian Janin akibat kehamilan postterm terjadi pada 30 % sebelum
persalinan, 55 % dalam persalinan dan 15 % pasca natal.Komplikasi yang dapat
dialami oleh bayi baru lahir ialah suhunya tidak stabil, hipoglikemi, polisitemi dan
kelainan neurologik.
3. Pengaruh pada Ibu
Persalinan postmatur dapat menyebabkan distosis karena aksi uterus tidak
terkoordinir, Janin besar, Moulding kepala kurang.
Maka akan sering dijumpai : partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu
dan perdarahan postpartum. Hal ini akan menaikan angka mordibitas dan mortalitas.

E. Penatalaksanaan Kehamilan Postterm


Kehamilan postterm atau serotinus merupakan masalah yang banyak di jumpai dan
sampai saat ini pengelolaannya masih belum memuaskan dan masih banyak perbedaan
pendapat. perlu ditetapkan terlebih dahulu bahwa pada setiap kehamilan postterm
dengan komplikasi spesifik seperti diabetes mellitus, kelainan faktor reshus atau
isoimunisasi, preeklamsia atau eklampsia, dan hipertensi kronis yang menigkatkan
risiko terhadap janin, kehamilan jangan dibiarkan berlangsung lewat bulan. Demikian
pula pada kehamilan dengan faktor risiko lain seperti primitua, infertilitas, riwayat
obstetri yang jelek. Tidak ada ketentuan atau aturan yang pasti dan perlu
dipertimbangkan masing-masing kasus dalam pengelolaan kehamilan postterm.
Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat dalam pengelolaan kehamilan
postterm. Beberapa kontrversi dalam pengelolaan kehamilan postterm antara lain
adalah:
a) Apakah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara aktif yaitu dilakukan induksi setelah
ditegakkan diagnosis postterm ataukah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara
ekspektatif atau menunggu.
b) Bila dilakukan pengelolaan aktif, apakah kehamilan sebaiknya diakhiri pada usia
kehamilan 41 atau 42 minggu.
Pengelolaan secara aktif yaitu dengan melakukan persalinan anjuran pada usia
kehamilan 41 atau 42 minggu untuk memperkecil risiko terhadap janin.
Pengelolaan pasif/menunggu/espektatif didasarkan pada pandangan bahwa
persalinan anjuran yang dilakukan semata-mata atas dasar postterm mempunyai risiko
atau komplikasi cukup besar terutama risiko persalinan operatif sehingga menganjurkan
untuk dilakukan pengawasan secara terus menerus terhadap kesejahteraan janin, baik
secara biofisik maupun biokimia sampai persalinan berlangsung dengan sendirinya atau
timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilan.
Sebelum mengambil langkah, beberpa hal yang perlu diperhatikan dalam
pengelolaan kehamilan postterm atau serotinus adalah :
1) Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan (serotinus)
atau bukan. Dengan demikian, penatalaksanaan ditujukan kepada dua variasi dari
postterm ini.
2) Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin.
a) Pemeriksaan kardiotokografi seperti nonstress test (NST) dan contraction stress
test dapat mengetahui kesejahteraan janin sebagai reaksi terhadap gerak janin atau
kontraksi uterus .bila didapat hasil reaktif, maka nilai spesifisitas 98,9%
menunjukkan kemungkinan janin baik. Pemeriksaan ultrasonografi untuk
menentukan besar janin, Denyut jantung janin, gangguan pertumbuhan janin,
keadaan dan derajat kematangan plasenta, jumlah (indeks carian amnion) dan
kualitas air ketuban.
b) Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan seperti pemeriksaan kadar
estriol.
c) Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (normal rata-rata 7 kali/20 menit)
atau secara objektif dengan tokografi (normal 10 kali / 20 menit).
d) Amnioskopi. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin keadaan
janin masih baik. Sebaliknya, air ketuban sedikit dan mengandung mekonium akan
mengalami risiko 33% asfiksia.
3) Periksa kematangan serviks dengan skor bishop. Kematangan serviks ini memegang
peranan penting dalam pengelolaan kehamilan postterm. Sebagian besar kepustaakaan
sepakat bahwa induksi persalinan dapat segera dilaksanakan baik pada usia 41 minggu
maupuan 42 minggu bilamana serviks telah matang.
Pada umumnya penatalaksanaan sudah dimulai sejak umur kehamilan mencapai 41
minggu dengan melihat kematangan serviks, mengingat dengan bertambahnya umur
kehamilan, maka dapat terjadi keadaan yang kurang menguntungkan, seperti janin
tumbuh makin besar atau sebaliknya, terjadi kemunduran fungsi plasenta dan
oligohidramnion. Kematian janin neonatus meningkat 5-7% pada persalinan 42 minggu
atau lebih (Mochtar, 2010).
4) Bila serviks telah matang (dengan nilai bishop > 5) dilakukan induksi persalinan dan
dilakukan pengawasan intrapartum terhadap jalannya persalinan dan keadaan janin.
Induksi pada serviks yang telah matang akan menurunkan risiko kegagalan ataupun
persalinan tindakan.
5) Bila serviks belum matang, perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut apabila kehamilan
tidak diakhiri :
a) NST dan penilain volume kantong amnion. Bila keduanya normal, kehamilan dapat
dibiarkan berlanjut da penilain janin dilanjutkan seminggu dua kali.
b) Bila ditemukan oligohidramnion (< 2 cm pada kantong yang vertikal atau indeks
cairan amnion < 5) atau dijumpai deselerasi variabel pada NST, maka dilakukan
induksi persalinan.
c) Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes pada kontraksi (CST)
harus dilakukan. Bila hasil CST positif, terjadi deselerasi lambat berulang
variabilitas abnormal (<5/ 20 menit) menunjukkan penurunan fungsi plasenta janin,
mendorong agar janin segera dilahirkan dengan mempertimbangkan bedah sesar.
Sementara itu, bila CST negative kehamilan dapat dibiarkan berlangsung dan
penilaian janin dilakukan lagi 3 hari kemudian.
d) Keadaan serviks (skor Bishop) harus dinilai ulang setiap kunjungan pasien dan
kehamilan dapat diakhiri bila serviks matang.
6) Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri.

Pengelolaan persalinan pada kehamilan postterm mencakup:


a. Pemantauan yang baik terhadap kontraksi uterus dan kesejahteraan janin.
Pemakaian alat monitor janin secara kontinu sangat bermanfaat.
b. Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama persalinan.
c. Persiapan oksigen dan tindakan seksio sesarea bila sewaktu-waktu terjadi
kegawatan janin
d. Cegah terjadinya aspirasi mekonium dengan segera mengusap wajah neonatus
dan penghisapan pada tenggorokan saat kepala lahir dilanjutkan resusitasi
sesuai prosedur pada janin dengan cairan ketuban bercampur mekonium.
e. Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda postmaturitas
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2018

A. IDENTITAS
1. Nama penderita : Ny. H
2. Umur : 24 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SMA
6. Pekerjaan : Swasta
7. Status : Menikah
8. Alamat : Katonsari, Demak
9. Tanggal Masuk : 29 November 2018
10. Masuk Jam : 02.30 WIB
11. Ruang : VK
12. Kelas : JKN Non PBI

B. ANAMNESA
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 29 November 2018
pukul 02.30 WIB.
1. Keluhan Utama :
Pasien hamil 42 minggu usia 24 tahun datang dengan keluhan perut terasa
kenceng-kenceng dan dirasa sejak 1 minggu yang lalu, lalu dirasa hilang timbul
belum keluar air ketuban dan lendir darah.
2. Riwayat Kehamilan Sekarang
Pasien G1P0A0 hamil 42 minggu usia 24 tahun datang dengan keluhan perut
terasa kenceng-kenceng dan dirasa sejak 1 minggu yll, lalu dirasa hilang timbul
belum keluar air ketuban dan lendir darah.
3. Riwayat Kehamilan
HPHT : 4 Februari 2018
HPL : 11 November 2018
± 1 bulan setelah terlambat haid pasien melakukan tes kehamilan di bidan dengan
test pack kehamilan dan hasilnya positif.
4. Riwayat ANC
ANC dilakukan rutin di bidan setelah pasien dinyatakan hamil.
5. Riwayat Obstetri
G1P0A0
G1: hamil sekarang

6. Riwayat Menstruasi
- Menarche : 12 tahun
- Siklus haid : 28 hari
- Lama haid : 7 hari
- Dismenore : (-)
- HPHT : 4 Februari 2018
7. Riwayat KB: (-)
8. Riwayat Perkawinan : pernah menikah 1 (satu) kali dengan lama pernikahan 1 tahun
9. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
- Riwayat Penyakit Paru : disangkal
- Riwayat DM : disangkal
10. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
- Riwayat Penyakit Paru : disangkal
- Riwayat DM : disangkal
- Riwayat serotinus :+
11. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang karyawan swasta, suami pasien bekerja sebagai
buruh. Kesan ekonomi cukup, biaya pengobatan ditanggung BPJS.

C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign :
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 78 x/menit TB : 155 cm
RR : 20 x/menit BB : 68 Kg
Suhu : 36,4 0C
b. Status Internus
- Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
- Mulut : Bibir sianosis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-)
- Tenggorokan : Faring hiperemesis (-), pembesaran tonsil (-)
- Leher : Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
- Kulit : Turgor baik, ptekiae (-)
- Mamae : Simetris, benjolan abnormal (-), hiperpigmentasi areola (-),
puting menonjol (+), besar cukup
- Paru :
 Inspeksi : Hemithorax dextra dan sinistra simetris
 Palpasi : Stem fremitus dextra dan sinistra sama, nyeri tekan (-)
 Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
 Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)
- Jantung :
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : Redup
 Auskultasi: Suara jantung I dan II murni, reguler, suara tambahan (-)
- Abdomen :
 Inspeksi : Cembung, striae gravidarum (+), bundle ring (-)
 Palpasi : teraba bagian-bagian janin
 Perkusi : tidak dilakukan
 Auskultasi: denyut jantung janin (+)
- Extremitas :
Superior Inferior
Oedem -/- -/-
Varises -/- -/-
Reflek fisiologis +/+ +/+
Reflek patologis -/- -/-
c. Status Obstetri
- Abdomen
 Inspeksi : Perut tampak membesar, striae gravidarum (+), linea nigra
(+), bekas operasi (-)
 Palpasi : nyeri tekan (-), teraba bagian janin:
 Leopold 1 : bulat besar lunak, bokong
 Leopold 2: tahanan memanjang di kiri (puki)
 Leopold 3 : bulat besar keras, kepala
 Leopold 4 : belum masuk PAP
 TFU : 32 cm.
 His : jarang.
 Auskultasi : DJJ 12-11-12.
 Punctum maximum: Puki
- PF Anogenitalia
 Inspeksi : lendir (-)  darah (-)
 air ketuban (-) luka parut (-)
 varices (-) oedem vagina (-)
 Anus: hemoroid (-)
 Interna/ Vagina toucher :
 Vulva : tenang
 Portio : tebal, kaku
 Penipisan : 20%
 Pembukaan : -
 Kulit ketuban : (+)
 Sarung tangan : lendir (+), darah (-)
 Penurunan kepala di Bidang Hodge : -3

 Bishop’s Pelvic Score


Skor
0
Pendataran serviks 20%
0
Pembukaan serviks 0
Penurunan kepala dari 0
-3
hodge III
0
Konsistensi serviks Keras
Posisi serviks sumbu Posterior 0
Total Bishop’s Score adalah 0
 Bila nilai > 8, maka induksi persalinan kemungkinan besar akan
berhasil
 Bila nilai > 5, dapat dilakukan drip oksitosin
 Bila nilai < 5, dapat dilakukan pematangan serviks terlebih dahulu,
kemudian lakukan pengukuran PS lagi.

D.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah
Pemeriksaan Hematologi
a. Hb                : 13,3 gr/dl
b. Hematokrit   : 39,8 %
c. Leukosit       : 12.49  /uL
d. Trombosit       : 233.000 /uL
e. APTT : 26.5 detik
f. PPT : 8,1 detik
g. Gol. Darah   :B
h. HbsAg          : negatif
i. GDS             : 90
Pemeriksaan USG
- Tampak janin intra uterin letak dan dinding baik, tampak janin dengan struktur jelas
- Berdasarkan pengukuran biometri sesuai dengan usia hamil 42 minggu
- Selama pemeriksaan tampak jelas detak jantung janin
kesan :
- Janin intrauterin letak baik, dengan struktur janin tampak jelas sesuai dengan usia
hamil 42 minggu.

F. RESUME
Pasien G1P0A0 hamil 43 minggu, datang dengan keluhan perut terasa kenceng-
kenceng dan dirasa sejak 1 minggu yll, lalu dirasa hilang timbul belum keluar air
ketuban dan lendir darah
 Riwayat Menstruasi
Menarche : 12 tahun
Siklus haid : 28 hari
Lama haid : 7 hari
Dismenore : (-)
HPHT : 4 Februari 2018
 Riwayat Kehamilan
HPHT : 4 Februari 2018
HPL : 11 November 2018
± 1 bulan setelah terlambat haid pasien melakukan tes kehamilan di bidan dengan
test pack kehamilan dan hasilnya positif.
 Riwayat Obstetri
G1P0A0
G1: hamil sekarang
 Riwayat KB: (-)
 Riwayat Perkawinan : pernah menikah 1 (satu) kali dengan lama pernikahan 1
tahun
PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign :
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 78 x/menit TB : 155 cm
RR : 20 x/menit BB : 68 Kg
Suhu : 36,4 0C
b. Status Obstetri
- Abdomen
 Inspeksi : Perut tampak membesar, striae gravidarum (+), linea nigra
(+), bekas operasi (-)
 Palpasi : nyeri tekan (-), teraba bagian janin:
 Leopold 1 : bulat besar lunak, bokong
 Leopold 2: tahanan memanjang di kiri (puki)
 Leopold 3 : bulat besar keras, kepala
 Leopold 4 : belum masuk PAP
 TFU : 31 cm.
 His : jarang.
 Auskultasi : DJJ 12-11-12.
 Punctum maximum: Puki

- PF Anogenitalia
 Inspeksi : lendir (-)  darah (-)
 air ketuban (-) luka parut (-)
 varices (-) oedem vagina (-)
 Anus: hemoroid (-)
 Interna/ Vagina toucher :
 Vulva : tenang
 Portio : tebal, kaku
 Penipisan : 20%
 Pembukaan : -
 Kulit ketuban : (+)
 Sarung tangan : lendir (+), darah (-)
 Penurunan kepala di Bidang Hodge : -3
 Bishop’s Pelvic Score
Skor

0
Pendataran serviks 20%
Pembukaan serviks 0 0
Penurunan kepala 0
-3
dari hodge III
0
Konsistensi serviks Keras
Posisi serviks sumbu Posterior 0
Total Bishop’s Score adalah 0
 Bila nilai > 8, maka induksi persalinan kemungkinan besar akan
berhasil
 Bila nilai > 5, dapat dilakukan drip oksitosin
 Bila nilai < 5, dapat dilakukan pematangan serviks terlebih dahulu,
kemudian lakukan pengukuran PS lagi.

G. DIAGNOSA AWAL
Wanita 24 tahun G1P0A0, gravida 42 minggu janin tunggal hidup intra uterin letak
kepala, puki, belum inpartu dengan serotinus

H. SIKAP
1. Pasien rawat inap
2. Pengawasan: KU, Vital Sign, Hb, PPV
3. Bishop’s score 0 atau <5 maka perlu dilakukan pematangan serviks terlebih
dahulu menggunakan oksitosin drip Oksitosin drip 5 U oksitosin dalam 500cc
RL di mulai 12 tpm dinaikkan 4 tetes tiap 15 menit sampai maksimal 40tpm,
dengan memperhatikan evaluasi ibu dan janin.
4. Apabila pematangan serviks gagal ada indikasi akhiri kehamilan maka
dilakukan akhiri kehamilan dengan tindakan sectio cesaria (SC)
5. Tindakan SCTP

I. PROGNOSA
Kehamilan : ad bonam
Persalinan : ad bonam
J. EDUKASI
1. Memberitahu kepada pasien dan keluarga resiko kehamilan lewat bulan.
2. Memberitahu akan dilakukan pematangan serviks untuk melunakkan serviks
agar mempermudah penurunan kepala janin
3. Memberitahu akan dilakukannya terminasi kehamilan secara sectio cesaria (SC)
bila pematangan serviks gagal.
K. DIAGNOSA AKHIR
P1A0 post sectio caesarea transperitoneal profunda (SCTP) atas indikasi
serotinus gagal induksi.
FOLLOW UP
29-11-2018 S : kencang-kencang hilang Dilakukan pematangan
02.30 timbul serviks terlebih dahulu
O: TD : 110/80mmHg menggunakan oksitosin drip
N : 80x/menit drip 5 U oksitosin dalam 500cc
RR : 20x/menit RL di mulai 12 tpm dinaikkan
S : 36,70C 4 tetes tiap 15 menit sampai
BB : 68 kg maksimal 40tpm, dengan
TB : 155 memperhatikan evaluasi ibu
His : - dan janin.
DJJ : 12-11-12
PPV : -
VT ϴ blm ada pembukaan,
kepala di bidang hodge 3-
Sarung tangan lendir (+),
darah (+)
Kulit ketuban (+)
29-11-2018 S: - Tidak ada kemajuan
10.00 O : TD : 110/70 persalinan.
N : 82x/menit Edukasi keluarga untuk
RR : 20x/menit dilakukannya akhiri persalinan
S : 36,50C dengan operasi sectio cesaria
His : - (SC)
DJJ : 11-11-12 Inf. RL 20 tpm
PPV : - Premedikasi ceftriaxone
VT ϴ blm ada pembukaan, Pasang DC
kepala di bidang hodge 3-
Sarung tangan lendir (+),
darah (+) Kulit ketuban (+)
29-11-2018 S : nyeri post SC Inf.RL + oksitosin 20
11.00 O : TD : 120/80 tpm
N : 89x/menit ceftriaxone 2x1 gram
RR : 20x/menit Inj Ketorolac 1 Ampul
S : 36,70C
A : P1A0 post SC H.0
P : Monitor KU, TTV, PPV
pasien
30-11-2018 S :nyeri post SC
09.00 O : TD : 120/70,
N : 82x/menit,
RR : 20x/ menit,
S : 36,9 0C
A : post SC H.1
P : ajari teknik relaksasi

31-11-2018 S : pasein merasa sudah baikan Aff infus,DC


09.30 O : TD : 120/80, Pulang
N : 80x/menit, Kontrol
RR : 20x/ menit,
S : 36,6 0C
A : post SC H.2
P : motivasi menjaga
kebersihan sekitar luka operasi

DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro GH, Wibowo B. Kelainan dalam lamanya kehamilan. Dalam
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. eds. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1999.

2. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY, et.al.
2012. Possterm pregnancy. Obstetri Williams. Terjemahan Brahm U. Pendit, dkk.
Edisi 23, Vol. 1. EGC. Jakarta,
3. Pernoll ML. Benson & Pernoll handbook of obstetric and gynecology. 10 th ed.
Boston: McGraw-Hill companies, 2001.
4. Hastwell GB. Accelerated clotting time: an amniotic fluid of fetal maturity. 1978
5. Standar pelayanan medic Obstetri dan Ginekologi. POGI. 2006
6. Vorherr H. Placental insufficiency in relation to postterm pregnancy and fetal
maturity. Am J Obstet Gynecol 1972; 112-8
7. Saifuddin AB, Adriaansz G, Wiknjosastro GH, Waspodo D. eds. Buku acuan
nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: yayyasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2001
8. Drife J, Magowan BA. Ed. Clinical obstetrics and gynecology: Prolonged
pregnancy. Saunders, London 2004: 317-8
9. James DK, Mahomed K, Stone P, Wijngaarden W, Hill :M. Evidence based
obstetrics: Prolonged pregnancy. Saunders. Elsevier science. 2003: 348

Anda mungkin juga menyukai