MA. boleh dikatakan Agung jika seandainya perilaku mereka sungguh bisa dicontoh dan
dipercaya. Tapi bagaimana mungkin Agung kalau boss MA sendiri itu tidak mencerminkan sifat
keagungan yang disandangnya. Kepercayaan masyarakat sudah rapuh, siapa lagi yang bisa
diteladani atau yang bisa memberi teladan.Disinyalir bahwa banyak perkara yang ditangani MA
sekarang dikerjakan oleh orang-orang diluar badan MA dan dilakukan seperti proyek pekerjaan
rumah,bahkan diselesaikan ditempat parkir oleh sopir-sopir MA. lalu putusan tinggal dicap oleh
boss dikantor sebagai keputusan akhir. Bagaimana bisa mempercayai keabsahan dan legalitas
persoalan kalau kinerja MA begini. Bahkan ini dianggap sebagai pretasi luarbiasa MA
menyelsaikan puluhan ribu perkara. Boleh jadi memang demikian adanya karena sekarang bukan
rahasia lagi bahwa hasil perkara ditentukan oleh tawaran duit. Sejauh itukah tujuan pengadilan.
dulu mereka meminta gaji dinaikkan karena dianggap kerja keras dan tdk sesuai dengan gaji
mereka lalu disetujui pemerintah, tapi kenyataan bahwa tidak mampan dengan kenaikan tapi
justru terang-terangan memperjual belikan putusan perkara.Dimana kita haris mencari keadilan
dan keagungan? apakah dengan doa saja bagi orang yang tidak mampu dan buta hukum? Semoga
roh dan tulang belulang pediri bangsa ini dengan niat murni bangkit menghukum para penjahat
bangsa ini, mudah-mudahan orang orang yang berniat jahat terhadap kebenaran yang masih
minum air dari tanah air Indonesia, makan dari hasil bumi indonesia, tidur di alam indonesia,
menghirup napas di indonesia dan subur tumbuh hidup dan di Indonesia. kebarat-ketimur- ke
utara dan keselatan mencari hidup tidak akan mendapatkan sesuatu. Ujung jarinya akan tumpul
seperti linggis tumpul dimana ditancapkan mencari nafkah, tidak akan bertunas bagai pucuk
segar,air sumurnya akan kering ditimbah turunanya, bagaikan terganjal batu sungai tidurnya,
bagaikan kutu ayam menggangu istirahatnya dan akhiratnya.
2 BADAN HUKUM
Secara Yudridis bahwa KY tidak berhak mengontyrol MA. namun apakah MA sebagai lembaga
HUKUM yang paling tertinggi tidak akan tersentuh HUKUM juga?. Lahirnya KY sebagai badan
yang mengontrol kinerja penegak HUKUM adalah karena kesepakatan bersama untuk tidak
menjadikan MA sebagai sarang penyamun dengan identitas berpura-pura sebagai malaekat
penyelamat yang penuh dengan kebijaksanaan.Yang seharusnya bertanggung jawab adalah
pemimpin bangsa ini bahwa SBY harus memberikan kewenagan ke KY ya atau tidak sebagai
lembaga kontrol, sehingga MA bisa mengkoreksi diri.Berlarut-larutnya kasus MA dan KY
karena tugas dan tanggung jawab KY tidak jelas dan tegas. Lembaga apapapun yang dibentuk di
negara ini, sperti Komisi yudisial, komisi kejaksaan, ataupun namanya tidak pernah mampu
menjalankan tugasnya tanpa kewenangan, tugas dan komitmen yang diberikan oleh pemimpin
bangsa ini kepada mereka.
Hal dasar yang mutlak kita ketahui adalah bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang
merdeka dan independen. Maka jangan sampai hal ini dilampaui oleh Lembaga lainnya. MA itu
lembaga yang sakral, pengawasan & Kontrol itu wajib dibutuhkan. Dengan adanya Kocok Ulang
seakan Independensi, kemandirian, kebebasan telah dirusak. KY sekaan menjadi Quasi dalam
Sistem Peradilan di Indonesia. Yang perlu di ingat bahwa Perpu itu dikeluarkan dalam keadaan
darurat atau kegentingan yang memaksa.
Sebenarnya kita sudah tidak selayaknya menyebut negara kita sebagai negara hukum (staatrecht).
Jual beli "putusan" di lembaga peradilan sudah merupakan hal yang biasa. Hukum hanya
diberlakukan bagi rakyat kecil yang tak punya uang untuk membeli "putusan". Habis itu, DPR
pun sudah tidak punya rasa malu, apalagi harga diri. Dengan "meminta" kenaikan gaji, apa yang
dimaui pemerintah, DPR tinggal "OK-OK" saja. Lihat, bagaimana nasib "hak angket" yang
merupakan kepentingan pokok rakyat, "kandas" oleh persetujuan kenaikan gaji DPR. DPR sudah
tidak layak disebut sebagai wakil rakyat. Mereka kini menjadi lembaga resmi yang meligitimasi
kemauan pemerintah. Mereka hanya menghitung-hitung, apakah pengeluaran mereka waktu
kampanye sudah "kembali" atau belum. Kini bukti sudah tidak dapat diingkari lagi, bahwa rakyat
hanya diperlukan ketika kampanye saja. Sebaiknya ke depan kita nggak usah ikut-ikutan milih.
Atau kalo mereka bagi-bagi uang, terima saja, tapi nggak usah milih. Karena ujung-ujungnya
"uang" yang menjadi "hukum" di negeri ini, baik Pemerintah - Peradilan - DPR (legislatif)yang
saling berkonspirasi menguras habis kekayaan bumi pertiwi.
6HARUS DIJAWAB
menjadi seorang boss dari MA,apakah itu untuk ambisi dan kesejahteraan pribadi...atau untuk
keadilan dan kesejahteraan rakyat?Kalo memang untuk rakyat itu adalah tugas yang luhur yang
hanya diperuntukkan kepada orang2 yang berhati luhur pula.Bukan pada seseorang yang mudah
tersinggung karena dia harus diperiksa,dan merasa dipandang rendah kredibilitasnya karena
keadilan sedang BERUSAHA ditegakkan......??Anda memusuhi keadilan, berarti Anda
memusuhi rakyat,dan Anda memusuhi Tuhan!!!!
7REKONSILIASI
saya sebagai Alumni UUI menyarankan kpd Bpk. Busyro Muqoddas dan Bpk. Artidjo Alkotsar
agara berada di posisi yg bs sebagai mediator dlm masalah ini..tp itu alternatif terburuk loh pak..
yang pertama Tegakkan Hukum sesuai hkm yg berlaku, krn KY ada krn adanya aturan yg
melahirkan KY,,dan bkn hak MA u/ membubarkan KY,jd gt aje al fakir b'bicara
Sebagai bekas anak didik Busro Muqoddas, saya sangat paham betul karakter beliau dan
kepeduliannya terhadap tegaknya peradilan yang bersih di Indonesia. Dukungan moral dari
seluruh Alumni UII dan KAHMI sangat kuat. Brantas hakim-hakim yang nakal dan bantai mafia
peradilan.Selamat menjalankan amanah yang diberikan oleh rakyat kepada anda dan teman-
teman. Komisi Yudisial harus tetap berdiri tegak berdampingan dengan KPK, lembaga-lembaga
yang Insyaallah peduli akan tegaknya supremasi hukum di bumi Indonesia...
Dalam memutus perkara, hakim tidak boleh diintervensi oleh siapapun, kata Ketua IKAHI - Joko
Sarwoko. Kecuali, Intervensi Uang, Intervensi Ketua MA, Intervensi Mafia Peradilan, Intervensi
Penguasa, Intervensi Santet, Intervensi Keluaga, Intervensi Komisi III DPR, Intervensi MK, ada
lagi?