Lapkas Abses Hepar
Lapkas Abses Hepar
ABSES HEPAR
Disusun Oleh:
CAROLINA 123307019
HARYATIK 123307047
FAKULTA
S
KEDOKTE
RAN
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR SMF ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
RSU ROYAL PRIMA MEDAN
2017
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Abses
Hepar” yang disusun dalam rangka untuk memenuhi persyaratan mengikuti
kepaniteraan senior di bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSU. Royal Prima Medan.
Terima kasih kepada dokter pembimbing dr. Faisal Rozi, Sp. PD, yang
telah membimbing, mengarahkan, dan memberikan ilmu kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari kesempurnaan, untuk
itu penulis mengharapkan kritik serta saran. Semoga dengan adanya laporan kasus
ini dapat memberikan manfaat dan menambah pengetahuan semua pihak.
Penulis
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 3
2.1. Anatomi Hati.................................................................................... 3
2.2. Fisiologi Hati.................................................................................... 5
2.3. Vaskularisasi Hati............................................................................ 9
2.4. Histologi Hati................................................................................... 9
2.5. Regenerasi Hati................................................................................ 11
2.6. Definisi Abses Hepar....................................................................... 11
2.7. Etiologi Abses Hepar....................................................................... 12
2.8. Klasifikasi Abses Hepar................................................................... 13
2.9. Epidemiologi Abses Hati.................................................................16
2.10. Faktor Risiko Abses Hati............................................................... 17
2.11. Patofisiologi Abses Hati................................................................. 18
2.12. Manifestasi Klinis Abses Hati........................................................ 19
2.13. Diagnosis Abses Hati..................................................................... 22
2.13.1. Anamnesis Abses Hati......................................................... 23
2.13.2. Pemeriksaan Klinis Abses Hati............................................ 23
2.13.3. Pemeriksaan Penunjang Abses Hati..................................... 24
2.14. Kriteria Diagnosis Abses Hati........................................................ 28
2.15. Differential Diagnosis Abses Hati.................................................. 29
2.16. Penatalaksanaan Abses Hati........................................................... 30
2.17. Komplikasi Abses Hati................................................................... 36
2.18. Prognosis Abses Hati..................................................................... 36
BAB 3 LAPORAN KASUS PASIEN........................................................ 38
PENDAHULUAN
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi
bakteri, parasit, maupun jamur yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang
ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam
parenkim hati.
Abses hati merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara
yang berkembang seperti di Asia terutama Indonesia. Prevalensi yang tinggi
biasanya berhubungan dengan sanitasi yang buruk, status ekonomi yang rendah
serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus urbanisasi menyebabkan bertambahnya
kasus abses hati di daerah perkotaan.
Secara umum abses hati dibagi menjadi 2 yaitu abses hati amebik dan
abses hati piogenik di mana kasus abses hati amebik lebih sering terjadi dibanding
abses hati piogenik.
Abses hati amebik biasanya disebabkan oleh infeksi Entamoeba
hystolitica sedangkan abses hati piogenik disebabkan oleh infeksi
Enterobacteriaceae, Streptococci, Klebsiella, Candida, Salmonella, dan golongan
lainnya. Abses hati sering timbul sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran
empedu.
Abses hati piogenik merupakan kasus yang relatif jarang, pertama kali
ditemukan oleh Hipppocrates (400 SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh
Bright pada tahun 1936.
Hampir 10% penduduk dunia terutama penduduk dunia berkembang
pernah terinfeksi Entamoeba histolytica tetapi 10% saja dari yang terinfeksi
menunjukkan gejala. Insidensi penyakit ini berkisar sekitar 5-15 pasien pertahun.
Individu yang mudah terinfeksi adalah penduduk di daerah endemik ataupun
wisatawan yang ke daerah endemik di mana laki – laki lebih sering terkena
dibanding perempuan dengan rasio 3:1 hingga 22:1 dan umur tersering pada
dekade empat.
Gejala tersering yang dikeluhkan oleh pasien dengan amebiasis hati adalah
berupa nyeri perut kanan atas, demam, hepatomegali dengan nyeri tekan atau
Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fissura
segmentalis yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial
dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum
falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen.
Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada
permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa
Metabolisme protein Protein serum yang disintesis oleh hati termasuk albumin
Sintesis protein
serta α dan β globulin (γ globulin tidak).
Faktor pembekuan darah yang disintesis oleh hati adalah
fibrinogen (I), protrombin (II), dan faktor V, VII, VIII,
IX, dan X. Vitamin K diperlukan sebagai kofaktor pada
sintesis semua faktor ini kecuali faktor V.
Pembentukan urea Urea dibentuk semata-mata dalam hati dari NH3, yang
Penyimpanan protein kemudian diekskresi dalam kemih dan feses.
(asam amino) NH3 dibentuk dari deaminsasi asam amino dan kerja
bakteri usus terhadap asam amino.
Penyimpanan vitamin dan Vitamin yang larut lemak (A, D, E, K) disimpan dalam
mineral hati; juga vitamin B12, tembaga dan besi.
Hati terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hati,
sisanya adalah sel-sel epitelial sistem empedu dan sel-sel non parenkim yang
termasuk di dalamnya endotelium, sel kupffler, dan sel stellata yang berbentuk
seperti bintang. Hepatosit dipisahkan oleh sinusoid yang melingkari eferen vena
hepatika dan duktus hepatikus. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan
sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain
sel yang membatasi saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan
sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan penghubung
dan desmosom yang saling bertautan dengan sebelahnya. Sinusoid hati merupakan
lapisan endotelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh ruang Disse (ruang
perisinusoidal).
2. Abses pyogenik
Abses hati pyogenik dapat disebabkan infeksi dapat berasal dari sistem
porta dan hematogen melalui arteri hepatika. Infeksi yang berasal dari
abdomen dapat mencapai hati melalui embolisasi melalui vena porta.
Infeksi intraabdomen ini biasanya berasal dari appendisitis, divertikulitis,
inflammatory bowel disease dan pylephlebitis. Sementara itu infeksi
secara hematogen biasanya disebabkan oleh bakteremia dari endokarditis,
sepsis urinarius, dan intravenous drug abuse.
Penjelasan :
1. Amuba yang masuk menyebabkan peradangan hepar sehingga
mengakibatkan infeksi
2. Kerusakan jaringan hepar menimbulkan perasaan nyeri
3. Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami gangguan
tidur atas pola tidur.
4. Abses menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga menimbulkan
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
5. Metabolisme nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi energi
menurun sehingga dapat terjadi intoleransi aktifitas fisik.
3. Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan meliputi IHA (Indirect
Hemagglutination), GDP (Gel Diffusion Precipitin), ELISA (Enzyme-
linked Immunosorbent Assay), counterimmunelectrophoresis, indirect
immunofluorescence, dan complement fixation. IHA dan GDP merupakan
prosedur yang paling sering digunakan.
a. IHA dianggap positif jika pengenceran melampaui 1 : 128.
Sensitivitasnya mencapai 95%. Bila tes tersebut diulang,
sensitivitasnya dapat mencapai 100%. IHA sangat spesifik untuk
amubiasis invasif. Tetapi, hasil yang positif bisa didapatkan sampai
20 tahun setelah infeksi mereda.
b. GDP meskipun dapat mendeteksi 95% abses hepar karena amuba.
Juga mendeteksi colitis karena amuba yang non-invasif. Jadi, tes
ini sensitif, tetapi tidak spesifik untuk abses amuba hepar. Namun
demikian, GDP mudah dilaksanakan, dan jarang sekali tetap positif
4. Pemeriksaan radiologis
USG memiliki sensitivitas yang sama dengan CT scan dalam
mengidentifikasi abses hepar. Rendahnya biaya dan sifat non-radiasi
membuat USG menjadi pilihan untuk mendiagnosis abses hepar. Abses
hepar amebik biasanya besar dan multipel. Menurut Middlemiss (I964)
gambaran radiologis dari abses hati adalah sebagai berikut :
Peninggian dome dari diafragma kanan.
Berkurangnya gerak dari dome diafragma kanan.
Pleural efusion.
Kolaps paru.
Abses paru.
a. CT scan:
Hipoekoik
Massa oval dengan batas tegas
Non-homogen
c. MRI
Terapi Non-Farmakologi
1. Makan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Karbohidrat 40-50 kkal/kgBB
Protein 1-1,5 g/kgBB
2. Makanan dalam bentuk lunak
3. Bed rest
4. Menghindari faktor risiko yang dapat memperberat, misalnya konsumsi
alkohol.
Antibiotik
Meropenem IV 500-1000 mg IV 10-40 mg/kg Nyeri lokasi
(Merrem) 3 x 1 pada 3x1 injeksi, gangguan
keadaan berat gastrointestinal,
dosis dapat gangguan liver,
ditingkatkan pusing, kejang
hingga 2000 mg
Iminipenem dan IV 500-1000 mg IV 15-25 mg/kg Nyeri lokasi
cilastatin na 3-4 x 1 2-4 x 1 injeksi, gangguan
(Primaxin) (dosis maksimum gastrointestinal,
4 gr/hari) gangguan liver,
gangguan renal,
gangguan
hematologi
Cefuroxime PO 250-500 IV/IM 50-100 Gangguan
(Ceftin) mg/hari pada mg/kg/hari 3x1 hematologi,
keadaan berat gangguan
dapat gastrointestinal,
ditingkatkan reaksi lokal injeksi
hingga 1000 mg
2x1
I. IDENTITAS
Nama : Ny. Rosmala Batubara
Umur : 65 tahun
No. RM : 044078
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal MRS : 16 Februari 2017 : 10.47
II. ANAMNESA
Autoanamnesa/Alloanamnesa
Keluhan Utama : Sakit perut kanan atas
Telaah : Seorang perempuan berusia 65 tahun, datang ke
IGD RS. Royal Prima dengan keluhan sakit perut
kanan atas. Sakit perut kanan atas dirasakan lebih
kurang 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Dan
memberat 1 hari ini, nyeri dirasakan terus-menerus
dan seperti ditusuk-tusuk. Nyeri dirasakan menjalar
sampai ke bahu kanan dan punggung. Nyeri sangat
menggangu saat aktivitas, dan Os lebih nyaman
saat tidur dengan posisi terlentang. Os juga
mengalami demam (+) 1 minggu ini. Demam tidak
terus-menerus disertai menggigil (+), kejang (-).
Os mengaku demam turun dengan obat penurun
demam. Sakit kepala (+) bersamaan jika os
demam. Os juga mengeluhkan mual (+) dan rasa
menyesak (+), namun tidak sampai menimbulkan
muntah (-). Os juga mengaku nafsu makan
Lapkas Ilmu Penyakit Dalam Page 36
Abses Hati
menurun karena mual. Perut kembung bila sehabis
makan. BAK (+) lancar berwarna kuning jernih.
BAB (+) normal, 1x sehari, warna kuning,
konsistensi lunak, tidak disertai dengan lendir dan
darah. Os sudah berobat namun keluhan tidak
membaik.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat mengeluhkan hal yang sama tahun 2014 dan dirawat
- Riwayat Hipertensi
- Riwayat Diabetes Mellitus
- Riwayat liver abses
Riwayat Pemakaian Obat :
- Obat gula dan obat darah tinggi (os. lupa nama obatnya)
- Sudah pernah dilakukan Punksi tahun 2014
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Keluhan serupa (-)
Riwayat Alergi :
- Pasien menyangkal adanya alergi makanan dan obat-obatan
tertentu
B. Status Generalis
Kepala : Normocephali, rambut hitam dan distribusi
merata, tidak terdapat jejas
Leher
Inspeksi : Jejas (-), pembesaran KGB (-), massa (-)
Palpasi : Deviasi trakhea (-), Nyeri tekan (-), TVJ dalam
batas normal, TVJ R-2 mH2O. Pembesaran
kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar
thyroid (-), kaku kuduk (-)
Thorax (Paru)
a. Depan
Inspeksi : Bentuk simetris fusiformis, pergerakan nafas
dinding dada kanan dan kiri sama, retraksi sela iga
(-) , spider nevi (-).
Palpasi : Stem fremitus normal ki = ka, nyeri tekan (-)
Perkusi : Batas Paru Hati Relatif ICS V LMCD/Absolut
ICS VI LMCD, Sonor pada kedua lapangan paru.
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kesan normal
Batas jantung kanan: linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri: sesuai ictus cordis terletak pada
ICS 5-6 linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung S1, S2 normal
Bunyi tambahan (-)
Abdomen
a. Inspeksi
Bentuk : Simetris kiri = kanan
Gerakan Lambung/usus : Tidak terlihat
b. Auskultasi
Peristaltik usus : + normal
c. Palpasi
Dinding abdomen : massa (-), hepar teraba, lien tidak teraba. Nyeri
tekan (+) daerah perut kanan atas
Hati
Pembesaran :-
Permukaan :-
Pinggir :-
Ekstremitas
a. Superior : Akral hangat +/+
b. Inferior : Edema (-/-), akral hangat +/+
Kesimpulan Pemeriksaan : Mukosa mulut kering (+), nyeri tekan regio abdomen
kuadran kanan atas, palpasi hepar permukaan hpear licin, ludwig sign (+). Pada
perkusi didapatkan peningkatan batas paru-hati relatif/absolut tanpa peranjakan.
V. DIAGNOSA BANDING
Abdominal Pain ec Susp. Liver abses + Hipertensi + DM tipe II
DIABETIC
LIVER FUNCTION
Pemeriksaan Hasil Satuan Normal
Bilirubin Total 0.9 mg/dL 0.2 - 1.5
SGOT 20 U/L 0 – 31
SGPT 42 U/L 14 – 59
Ginjal kanan dan kiri : Ukuran normal, parenkim homogen. Batas tekstur
parenkim dengan central echocomplek jelas. Sistem
pelvokalises tidak melebar. Tidak tampak echostone.
Kesimpulan :
Lesi hipoekhoik dihepar lobus kanan ec suggestive hepatoma DD/ Abses.
Aru, W. Sudoyo, dkk.(2006). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 Edisi
Empat.Jakarta : Balai Penerbitan FK-UI.
Iida H, Aihara T, Ikuta S, Yamanaka N. Risk of abscess formation after liver
tumor radiofrequency ablation: A review of 8 cases with a history of
enterobiliary anastomosis. Hepatogastroenterology 2014;61:1867–1870.
Keshav, Satish. Structure and function. In : The Gastrointestinal System at A
Glance. United Kingdom : Ashford Colour Press, Gosport. 2004. Chapter
27-28.
Lardière-Deguelte S, Ragot E, Armoun K, Piardi T, Dokmak S, Bruno O, et al.
Hepatic abscess: diagnosis and management. J Visc Surg 2015;152: 231–
243. doi: 10.1016/j.jviscsurg.2015.01.013
Lin YT, Liu CJ, Chen TJ, Chen TL, Yeh YC, Wu HS, et al. Pyogenic liver
abscess as the initial manifestation of underlying hepatocellular
carcinoma. Am J Med 2011;124:1158–1164. doi:
10.1016/j.amjmed.2011.08.012
Malik AA, Bari SVL, Rouf KA, Wani KA. Pyogenic liver abscess: changing
patterns and approach. World J Gastrointes Surg. 2010;2(12):395e401.
Paulsen F. & J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi Umum
dan Muskuloskeletal. Penerjemah Brahm U. Penerbit EGC : Jakarta
Peralta, Ruben. Liver Abscess. Dominica: www.emedicine.medscape.com. 2008
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, Jakarta 2006 ; 462 – 463
Salahi R, Dehghani SM, Salahi H, Bahadur A, Abbasy HR, Salahi F. Liver
abscess in children: a large single centre experience. Saudi J
Gastroenterol. 2011;17(3):199e202.
Sherwood, Lauralee. Sistem Pencernaan. Dalam: Fisiologi Manusia dari Sel ke
Sistem edisi 2. Jakarta : EGC. 2001. Hal 565.
Strong, R. Hepatectomy for Pyogenic Liver Abscess. Brisbane:
www.pubmedcentral.nih.gov 2005