MAKALAH Fiqh Muamalah Klmpok 2 PDF
MAKALAH Fiqh Muamalah Klmpok 2 PDF
Disusun oleh:
Kelompok 2
Dosen Pembimbing:
IRWIN SETIAWAN
Puji syukur penyusun panjatkan atas kehadirat Allah YME. Salawat dan
salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW baserta
keluarga, sahabat, serta pengikutnya yang setia.
Alhamdulillah wasyukurillah, berkat rahmat allah dan taufik-Nya penyusun
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hukum Jual Beli”. Makalah ini
dimaksud untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqih Muamalah II di
jurusan Hukum Ekonomi Syariah pada Institut Agama Islam Negeri Bukittinggi.
Mengingat kemampuan penyusun yang masih terbatas, maka penyusun
menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan-
kekurangan.oleh karena itu, penyusun mengharapkan saran-saran dan kritikan
yang sifatnya membangun guna perbaikan dimasa yang akan datang dalam
penyusunan makalah selanjutnya.
Akhirnya penyusun mengharapkan agar makalah ini bermanfaat bagi semua
pihak bagi penyusun khususnya dan bagi penbaca pada umumnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI …………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………....
B. Rumusan Masalah………………………………………….……...
C. Tujuan Penulisan…………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan Beberapa Kaidah Fiqih Tentang Jual Beli?
2. Sebutkan Macam-macam Jual Beli
3. Bagaimana Jual Beli Saham dan Istishna’
4. Bagaimana Jual Beli Buah yang ada di Pohon
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Beberapa Kaidah Fiqih Tentang Jual Beli?
2. Untuk Mengetahui Macam-macam Jual Beli
3. Untuk Mengetahui Jual Beli Saham dan Istishna’
4. Untuk Mengetahui tentang Jual Beli Buah yang ada di Pohon
BAB II
PEMBAHASAN
Jual beli atau perdagangan dalam istilah fiqh disebut al-ba’I yang menurut
etimologi berarti menjual atau mengganti. Wahbah al-Zuhaily mengartikan
secara bahasa dengan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kata al-Ba.i
dalam Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yaitu kata al-Syira
(beli).Dengan demikian, kata al-ba’I berarti jual, tetapi sekalius juga berarti
beli.1
Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yang masing
definisi sama.
Sebagian ulama lain memberi pengertian :
a) Ulama Sayyid Sabiq
Ia mendefinisikan bahwa jual beli ialah pertukaran harta dengan harta atas
dasar saling merelakan atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat
dibenarkan. Dalam definisi tersebut harta dan, milik, dengan ganti dan dapat
dibenarkan.Yang dimaksud harta harta dalam definisi diatas yaitu segala yang
dimiliki dan bermanfaat, maka dikecualikan yang bukan milik dan tidak
bermanfaat.Yang dimaksud dengan ganti agar dapat dibedakan dengan hibah
(pemberian), sedangkan yang dimaksud dapat dibenarkan (ma’dzun fih) agar
dapat dibedakan dengan jual beli yang terlarang.
b) Ulama hanafiyah
Iamendefinisikan bahwa jual beli adalah saling tukar harta dengan harta
lain melalui Cara yang khusus. Yang dimaksud ulama hanafiyah dengan kata-
kata tersebut adalah melalui ijab qabul, atau juga boleh melalui saling
memberikan barang dan harga dari penjual dan pembeli
c) Ulama Ibn Qudamah
1
Al-Zuhaily Wahbah, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Damaskus, 2005), juz 4
Menurutnya jual beli adalah saling menukar harta dengan harta dalam
bentuk pemindahan milik dan pemilikan.Dalam definisi ini ditekankan kata
milik dan pemilikan, karena ada juga tukar menukar harta yang sifatnya tidak
haus dimiliki seperti sewa menyewa.2
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa jual beli ialah suatu
perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara ridha
di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain
menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan
syara’ dan disepakati.Inti dari beberapa pengertian tersebut mempunyai
kesamaan dan mengandunghal-hal antara lain :
a. Jual beli dilakukan oleh 2 orang (2 sisi) yang saling melakukan tukar
menukar.
b. Tukar menukar tersebut atas suatu barang atau sesuatu yang dihukumi
seperti barang, yakni kemanfaatan dari kedua belah pihak.
c. Sesuatu yang tidak berupa barang/harta atau yang dihukumi sepertinya
tidak sah untuk diperjualbelikan.
d. Tukar menukar tersebut hukumnya tetap berlaku, yakni kedua belah pihak
memilikisesuatu yang diserahkan kepadanya dengan adanya ketetapan jual beli
dengan kepemilikan abadi.
2
Ibid
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari
Tuhanmu”
3
Abu Ishaq al-Syathibi, Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syariah, (Beirut : Daral-ma’rifah, 1975), hal.
56.
3. Jual beli dengan perbuatan, yaitu mengambil dan memberikan barang
tanpa ijab kabul. Misalnya seseorang mengambil mie instan yang sudah
bertuliskan label harganya. Menurut sebagian ulama syafiiyah hal ini
dilarang karena ijab kabul adalah rukun dan syarat jual beli, namun
sebagian syafiiyah lainnya seperti Imam Nawawi membolehkannya.
C. Dinjau dari segi hukumnya
Jual beli dinyatakan sah atau tidak sah bergantung pada pemenuhan syarat dan
rukun jual beli yang telah dijelaskan di atas. Dari sudut pandang ini, jumhur
ulama membaginya menjadi dua, yaitu:
Sedangkan fuqaha atau ulama Hanafiyah membedakan jual beli menjadi tiga,
yaitu:
Menurut jumhur fuqaha, jual beli istisna’ itu sama dengan salam, yakni jual
beli sesuatu yang belum ada pada saat akad berlangsung (bay’ al-ma’dum).
Menurut fuqaha Hanafiah, ada dua perbedaan penting antara salam dengan
istisna’, yaitu:
4
Ibid
yang baru akan di buat oleh pembuat barang. Dalam istisna’, bahan baku dan
pekerjaan penggarapannya menjadi kewajiban pembuat barang. Jika bahan baku
di sediakan oleh pemesan, maka akad tersebut berubah menjadi ijarah.
A. SUBJEK
B. SALAM
C. ISTISHNA
D. ATURAN DAN KETERANGAN
Pokok Kontrak
a) Muslam Fiihi
b) Mashnu’
c) Barang di tangguhkan dengan spesifikasi.
d) Harga
e) Di bayar saat kontrak
a) Kontrak Pararel
b) Salam Pararel
c) Istishna’ Pararel
Baik salam pararel maupun istishna’ pararel sah asalkan kedua kontrak secara
hukum adalah terpisah.
Praktek jual beli sudah berkembang sedemikian rupa dengan berbagai cara
dan motif. Baik itu untuk meningkatkan keuntungan atau mencari kemudahan
dan sebagainya. Salah satu bentuk jual beli tersebut adalah membeli buah-
buahan yang masih di atas pohon. Praktek demikian marak karena berbagai
alasan, misalnya penjual sedang membatuhkan uang, sementara pembeli
berharap keuntungan lebih jika membeli buah yang masih dipohon.
Faktor saling membutuhkan menjadi motif jual beli buah-buahan yang masih
dipohon. Misalnya seseorang membeli jeruk yang masih di atas pohon dalam
waktu satu tahun dengan ketentuan akan mengambilnya 3 kali. Bolehkan yang
demikian dilakukan?
Sebenarnya praktek demikian bukanlah hal baru, namun sekarang marak
kembali dilakukan. Ketidaktahuan akan hukumnya juga menjadi faktor lain jual
beli yang demikian berkembang. Dalam sebuah riwayat dari Jabir disebutkan
sebagai berikut:
Artinya: “Nabi saw melarang dari dijualnya buah sampai tusyaqqih. Maka
dikatakan, apa tusyaqqih? Beliau bersabda: “memerah atau menghijau dan bisa
dimakan”. (HR. Bukhari)
Maksud dari hadits ini adalah ukuran kelayakan buah untuk dikonsumsi
atau telah nampak masak dan enak. Tentu saja ukuran layak dikonsumsi masing-
masing buah jelas berbeda. Bahkan hampir bisa dipastiakan bahwa tidak
mungkin buah dalam satu pohon langsung masak secara menyeluruh.
Lebih lanjut lagi mengenai persoalan ini, dalam riwayat lain Rsulullah
SAW menjelaskan demikian:
ش ْيئًا ل َِّم تَأْ ُخذُ َما َل أَخِّ يْكَ بِّغَي ِّْر َحق
َ ُصابَتْهُ َجائِّ َحة فَلَ تَحِّ َّل لَكَ أ َ ْن ت َأ ْ ُخذَ مِّ ْنه
َ َ إِّ ْن بِّعْتَ ِّألَخِّ يْكَ ت َْم ًرا فَأ.
َ ُان أَ ْو يَ ْج َه ُل حالَه
ص َّح ِّ س َاوى فِّيه األ َ ْم َر َ َ طهُ أَ ْو يَت
َ لح َوهُ َو مِّ َّما يَ ْند ُُر ا ْختِّل
ِّ ص َّ ( َولَ ْو بَ ْي َع ث َ َمر )أ َ ْو زَ ْرع بَ ْعدَ بُد ِّو ال
َّزان (كَتينِّ ْث َل َيت َ َمي ُ ق أَ ْو مِّ َّما ( َي ْغلِّبُ تُلحِّ قُهُ وا ْختِّلط حا ِّدثَة ِّب ْال َم ْو ُجو ِّد ) ِّب َحي ِّ طل ْ واْل
ِّ ْ ِّواْلبْقاء ْ َِّبش َْرطِّ الق
ِّ ْ ط ِّع
ْ َط ال ُم ْشت َري )يُ ْعنَى أ َ َحدَ ال ُمت َعاقِّديْنَ َويوافِّقُهُ األُخ ََر (ق
ط َع ثَ َم ِّر ِّه )أَ ْو َ ص َّح إِّ َّل أ َ ْن يُ ْشت ََرِّ ََوقِّثاء ) َوبِّطيخ (لَ ْم ي
ُ عه
َ زَ ْر
“(Seandainya dijual buah-buahan) atau tanaman yang sudah matang, dan
termasuk buah-buahan atau tanaman yang jarang tercampur dengan yang lain,
atau bisa tercampur dan tidak, atau tidak diketahui keadaannya, maka
penjualannya sah dengan syarat dipetik, ditetapkan di pohon atau tanpa syarat
apapun, sedangkan buah-buahan atau tanaman yang (biasanya matangnya
beriringan, dan yang baru tercampur dengan yang sudah ada), sekira keduanya
tidak dapat dibedakan), (seperti buah tir, ketimun), dan semangka, (maka
penjualannya tidak sah, kecuali pembeli mensyaratkan) maksudnya salah satu
pihak yang bettransaksi dan pihak yang lain setuju (pemetik buah) atau
tanamannya.”
A. Kesimpulan
jual beli itu diperbolehkan dalam Islam.Hal ini dikarenakan jual beli adalah
sarana manusia dalam mencukupi kebutuhan mereka, dan menjalin silaturahmi
antara mereka.Namun demikian, tidak semua jual beli diperbolehkan.Ada juga
jual beli yang dilarang karena tidak memenuhi rukun atau syarat jual beli yang
sudah disyariatkan. Rukun jual beli adalah adanya akad (ijab kabul), subjek
akad dan objek akad yang kesemuanya mempunyai syarat-syarat yang harus
dipenuhi, dan itu semua telah dijelaskan di atas.Walaupun banyak perbedaan
pendapat dari kalangan ulama dalam menentukan rukun dan syarat jual beli,
namun pada intinya terdapat kesamaan, yang berbeda hanyalah perumusannya
saja, tetapi inti dari rukun dan syaratnya hampir sama.
B. Saran