Anda di halaman 1dari 3

4.1.

Konsekuensi alergi untuk fenotipe CRSwNP

Hasil dari penelitian ini menunjukkan tidak ada dampak alergi pada fenotipe
CRSwNP. Keparahan gejala CRSwNP dinilai secara fungsional dengan Visual
Analogue Scale (VAS) dan secara fisik dinilai berdasarkan ukuran polip dan stadium
CT Lund-Mackay. Penemuan ini bisa saja bias terhadap pasien yang secara spesifik
membandel dengan indikasi pembedahan karena resistensi terhadap kortikoterapi.
Namun, usia dan rasio jenis kelamin sama pada kedua kelompok. Temuan yang
sebanding dilaporkan oleh Li et al. pada tahun 2010 yaitu pasien yang menerima
perawatan medis untuk CRSwNP [17] . Asma lebih sering dikaitkan dengan alergi
pada kausus ini karna bertanggung jawab dengan respon peradangan yang umum
terjadi di saluran pernapasan ketika terjadinya sensitisasi alergi.

Tingkat alergi sebesar 26,3% ini sebanding dengan nilai yang dilaporkan pada
populasi secara umum [19] . Saat ini profil sensitisasi sebanding dengan yang
dijelaskan dalam studi epidemiologi Prancis REALIS 2011 tentang rinitis alergi.
[20] . CRSwNP sering dikaitkan dengan alergi karna mempengaruhi kepekaan atau
sensistisasi. Prevalensi alergi pada CRSwNP masih kontroversial. Beberapa penulis
melaporkan tingkat skin-prick test positif lebih tinggi pada pneumallergen yang
sering ditemukan di CRSwNP [12] . Tinjauan literatur Wilson dkk pada tahun 2014
menekankan bahwa skin-prick test positif tidak secara sistematis memiliki korelasi
dengan gejala klinis alergi. [21] . Demikian juga, pada 1104 kasus rinosinusitis
kronis, Rank et al. tidak menemukan peningkatan peradangan selama musim serbuk
sari [22] . Dan dengan tindak lanjut selama 5.8 tahun, Bonfils dan Malinvaud tidak
menemukan kerusakan fungsional yang dini atau yang lebih parah pada periode
paparan alergen pada 63 pasien yang ditangani dengan pembedahan untuk CRSwNP,
bahkan meskipun dikaitkan dengan alergi [19]. Pada akhirnya tinjauan sistematis uji
terapeutik imunoterapi anti-alergen spesifik terhadap pasien alergi yang menderita
rinosinusitis kronis dengan atau tanpa polip tidak ditemukan adanya perbaikan pada
gejala rinositis setelah desensitisasi.
4.2 Konsekuensi alergi untuk endotipe CRSwNP
Secara keseluruhan, hasil saat ini tidak ditemukan adanya perbedaan yang terkait
dengan alergi immunoglobulin, sitokin dalam darah atau jaringan. Menurut status
alergi kadar eosinofil dalam darah dan jaringan (hidung dan polip) tidak berbeda.
Satu-satunya peningkatan yang signifikan pada kasus alergi yaitu IgE total pada
darah; dalam praktik klinis ini sesuai dengan mekanisme hipersensitivitas IgE
dependent yang terlihat pada reaksi alergi [12]. Disisi lain tingkat IgE pada sekresi
hidung berhubungan dengan reaksi inflamasi pada mukosa. Dalam beberapa
penelitian, produksi IgE lokal terbukti tidak bergantung pada status alergi. [3].
Menurut Bachert dkk. Stimulasi poliklonal limfosit jaringan B di CRSwNP
dipengaruhi oleh aksi alergen local dan tidak terkait dengan sensitisasi alergen pada
skin-prick test [8]. Terlepas dari status alerginya pada penelitian ini menjelaskan
kemanjuran pengobatan anti-IgE yang ditargetkan (omalizumab) untuk CRSwNP. [3]
. Produksi lokal IgA di CRSwNP juga dilaporkan terjadi pada pasien alergi dan non-
alergi, yang menyebabkan degranulasi selektif menjadi protein sitotoksik oleh
eosinofil. [9]. Kadar interleukin ProTh2 (IL-5, IL-9) tidak tergantung pada status
alergi. IL-5 menjadi peran utama dalam perekrutan dan kelangsungan hidup eosinofil
jaringan [24]. IL-9 terlibat dalam asma dan berkontribusi pada produksi jaringan IgE
[14] . IL-9 juga terlibat bersama IL-5 mengenai kelangsungan hidup eosinofil[10] .
Alergi yang tidak mempengaruhi ekspresi protein dapat membuktikan bahwa tidak
adanya hubungan patofisiologis antara alergi dan CRSwNP.

ECP dan EDN yang dilepaskan oleh eosinofil jaringan merupakan respons
terhadap stimulasi sitokin proTh2. Sitotoksisitas berkontribusi pada perubahan polip
yang mendasari kelainan epitel hidung. Mereka terbukti diproduksi secara berlebih
dalam CRSwNP [7,12]. Tingkat darah dan jaringan yang tidak berubah dalam kasus
alergi dalam seri ini kompatibel dengan hasil sekresi hidung yang dilaporkan oleh
König et al. pada 45 pasien [13] .
Hipotesis yang mengesampingkan alergi sebagai faktor patofisiologis di
CRSwNP diperkuat oleh pengukuran gabungan darah dan jaringan yang diteliti saat
ini. Hasil ini sebanding dengan yang ada di literatur untuk populasi dari berbagai asal
geografis. Identifikasi terbaru dari beberapa endotipe yang mendasari presentasi
klinis tertentu memperlihatkan kompleksitas dari mekanisme inflamasi imun yang
mendasari CRSwNP. Dalam penelitian Tomassen et al., berdasarkan adanya polip
dan asma pada 173 pasien yang dirawat dengan rinosinusitis kronis di berbagai
negara Eropa terdiri dari beberapa subkelompok yang diidentifikasi dengan ekspresi
diferensial dari IL-5, dan beberapa penanda gentik seperti; penanda proTh2 (IgE,
ECP), penanda Th1 (IFN-), penanda Th17 (IL- 17, IL-22) dan neutrofil (IL-6, IL-8)
[7]. Dan dalam studi multicenter, Wang et al. menemukan spesifisitas endotipik
menurut asal geografis pasien dari berbagai belahan dunia seperti pada: Benelux,
China, Jepang dan Australia [11] . Namun, belum ada studi yang dapat menemukan
spesifisitas endotipik menurut status alergi. Studi lebih lanjut diperlukan untuk
mengidentifikasi biomarker yang paling efektif sebagai acuan dalam
mengkarakterisasi pasien dengan CRSwNP [25]. Jika pendekatan endotipe akan
digunakan untuk acuan pilihan pengobatan dan tindak lanjut maka pengambilan
sampel harus dimasukkan dalam praktik klinis secara rutin. Pengambilan sampel
sekresi hidung akan memungkinan terjadi perawatan yang dipersonalisasi.

Anda mungkin juga menyukai