Anda di halaman 1dari 119

TUGAS BESAR

PEMBANGUNAN PEDESAAN DI NAGARI JAWI-JAWI


KECAMATAN TALANG, KABUPATEN SOLOK

Dosen :

Harne Julianti Tou, S.T, M.T

Disusun Oleh :

Hapil Rahmat Jivi 1310015311049

Fina Juliyenti 1810015311006

Nandita Febrina Exson 1810015311012

Riki Fernanda 1810015311048

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS BUNG HATTA
PADANG
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa sansekerta, deca yang berarti
tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa atau
village yang diartikan sebagai “a groups of houses or shops in a country area,
smallerthan and town“. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memilikikewewenangan untuk mengurus rumah tangganya berdasarkan hak asal-
usul dan adat istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasional dan berada di
Daerah Kabupaten.
Desa menurut H.A.W. Widjaja dalam bukunya yang berjudul “Otonomi Desa”
menyatakan bahwa desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai susunan asli berdasarkasan hak asal-usul yang bersifat istimewa.
Administrasi desa yang berada di Sumatera Barat disebut nagari dengan
berlandaskan pada Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 Tahun
2018. Nagari adalah kesatuan masyarakat hukum adat secara geneologis dan
historis, memiliki batas-batas dalam wilayah tertentu, memiliki harta kekayaan
sendiri, berwenang memilih pemimpinnya secara musyawarah serta mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan filosofi dan sandi adat,
Adat Basandi Syara’ – Syara’ Basandi Kitabullah dan/atau berdasarkan asal usul
dan adat istiadat setempat dalam wilayah Provinsi Sumatera Barat
Pembangunan pedesaan menurut Mubijrto (J.T Jayadinata, 2006, hal 15)
mengemukakan bahwa pembangunan pedesaan (rural development) sebagai salah
satu cara mengatasi ketidakmerataan antara pembangunan perkotaan yang selalu
lebih cepat dan dimanja dengan pembangunan desa yang terlantar.
Kabupaten Solok merupakan kabupaten yang mempunyai 14 kecamatan
dimana setiap kecamatan mempunyai beberapa nagari sebagai unit pemerintahan
terendah. Di Kecamatan Talang, Nagari jawi-jawi menjadi salah satu dari 10 desa
budaya nasional yang diatur langsung oleh Kementrian Pariwisata. Nagari ini
terletak di pinggang Gunung Talang, berada pada ketinggian ± 1.500 meter dari
permukaan laut dengan morfologi daerah yang berbukit – bukit.
Berdasarkan komponen penyusun desa menurut (Muhammad, 1995) perlu
diidentifikasi untuk mengetahui masalah dan potensi yang ada pada Nagari Jawi-
Jawi diantaranya adalah sumber daya pertanian dan lingkungan, ekonomi wilayah
pedesaan, kelembagaan sosial pedesaan, sumber daya manusia dan sarana
prasarana fisik.
1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran
1.2.1. Maksud

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keadaan desa dari
karakteristik, masalah dan potensi yang ada Nagari Jawi-Jawi, Kecamatan
Gunung Talang, Kabupaten Solok terkait pertanian, wisata, ekonomi, dan
sosial budaya serta tipologi Nagari Jawi-Jawi yang merupakan Desa
Budaya yang ada di Kabupaten Solok sehingga dapat merekomendasikan.
1.2.2. Tujuan
Penyusunan laporan ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik,
masalah dan potensi di Nagari Jawi-Jawi terkait tipologi, pola
permukiman, aspek demografi, pertanian, pariwisata , ekonomi, sosial
budaya, sarana dan prasarana.
1.2.3. Sasaran
 Teridentifikasi karakteristik yang terdapat di Nagari Jawi – jawi terkait
tipologi, pola permukiman dan aspek fisik
 Teridentifikasi masalah dan potensi sarana dan prasarana yang ada di
Nagari Jawi-Jawi
 Teridentifikasi masalah dan potensi pertanian, pariwisata dan
demografi. dalam ekonomi dan sosial budaya di Nagari Jawi-Jawi,
Kecamatan Gunung Talang.
1.3. Ruang Lingkup
1.3.1. Ruang Lingkup Wilayah
a. Ruang Lingkup Makro
Kecamatan Gunung Talang adalah sebuah kecamatan di
Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Pusat pemerintahan kecamatan ini
berada di Nagari Talang. Kecamatan Gunung Talang ini memiliki luas
38.500 Ha, dimana didalamnya terdapat 8 nagari dan 32 jorong.
Berikut ini merupakan batas administrasi Kecamatan Gunung Talang:
Sebelah Utara : Kecamatan Kubung
Sebelah Selatan : Kecamatan Pesisir Selatan
Sebelah Barat : Kota Padang
Sebelah Timur : Kecamatan Lembang Jaya
Untuk lebih jelas batasnya, dapat dilihat pada peta Kecamatan
Gunung Talang berikut ini.
b. Ruang Lingkup Mikro
Nagari Jawi – jawi terletak di Kecamatan Gunung Talang,
Kabupaten Solok. Nagari ini mempunyai luas 1.736,2 Ha, dan memiliki
4 Jorong. Berikut merupakan batas administrasi Nagari Jawi – jawi :
Sebelah Utara : Nagari Cupak
Sebelah Selatan : Nagari Koto Gaek Guguak
Sebelah Barat : Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang
Sebelah Timur : Nagari Koto Gadang Guguak dan Nagari
Talang
Untuk lebih jelas batasnya, dapat dilihat pada peta Nagari Jawi – jawi
berikut ini.
1.3.2 Ruang Lingkup Materi
 Analisis Kependudukan
 Analisis Kondisi Fisik Alami
 Analisis Sarana dan Prasarana
 Analisis Sosial Budaya dan Ekonomi
1.4. Metodologi
Metodologi meliputi uraian tahapan pelaksanaan studi dan uaraian analisa.
Adapun tahapan yang dilakukan dalam studi ini meliputi tahap pembuatan design
survei sebagai panduan dalam pelaksanaan survei, metode pengumpulan data
(survei primer dan sekunder), analisa dan pengolahan data serta penyusunan
laporan.

1.4.1. Metode Pengumpulan Data


a. Metode Primer

Metode pengumpulan data yang dilakukan secara langsung dari


sumber asli. Metode ini dapat dilakukan dengan cara:
 Observasi
Observasi yang berarti pengamatan, bertujuan untuk
mendapatkan data tentang suatu masalah, sehingga diperoleh
pemahaman atau sebagai alat re-checkingin atau pembuktian
terhadap informasi/keterangan yang diperoleh sebelumnya. Dalam
arti yang luas observasi sebenarnya tidak hanya terbatas kepada
pengamatan yang dilakukan, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
 Wawancara
Melakukan wawancara adalah satu metode yang digunakan
untuk mendapatkan data ekonomi yang tidak diketahui sebelumnya
saat melakukan observasi ataupun pada data sekunder, dimana
melakukan tahap wawancara kepada key person yang memilki
kepentingan dan peranan masing-masing.

b. Metode Sekunder
Berbeda dengan survei primer, survei sekunder ini adalah
survei yang di lakukan ke instansi dengan perolehan berupa data
sekunder, termasuk juga di dalamnya literatur dan standar-standar.
Dengan kegiatan pengumpulan data tertulis yang diperoleh pada
instansi terkait seperti: (Kantor BPS, Kantor Camat, Kantor Wali
Nagari, dll) dan diperoleh dari bacaan yang terkait dengan
perencanaan ini.
c. Skateholder
Adapun stakeholder atau responden yang akan dituju untuk
melakukan kegiatan wawancara pada saat survei adalah terdiri dari:
1. Dinas atau Instansi
Untuk instansi pemerintah, stakeholder yang dituju yaitu:
 Kantor Badan Pusat Statistik (BPS)
 Kantor Wali Nagari Nagari Jawi-Jawi
 Kantor Kecamatan Gunung Talang
2. Pihak Swasta atau Masyarakat
Adapun responden yang akan dituju yaitu:
 Petani
 Pedagang pengumpul hasil pertanian
 Pengusaha Industri Mikro
 Stakeholder/pengurus yang mengelola tempat pariwisata
ataupun penggiat
 Budayawan/sesepuh yang berpengaruh dalam Nagari Jawi-
Jawi sebagai salah satu dari 10 Desa Budaya yang ada di
Indonesia
1.4.2. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan adalah metode analisa kualitatif dan
kuantitatif deskriftif. Metode kualitatif menggunakan standar yang ada
pada studi literatur lalu disesuaikan pada kondisi yang ada di lokasi studi.
Sedangkan kuantitatif menggunakan perhitungan dengan standar yang
sudah ditentukan.
1.5.1. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang, tujuan dan sasaran, ruang lingkup wilayah, ruang
lingkup materi, sistematika penulisan.

BAB II STUDI LITERATUR


Berisikan pengertian desa, pedesaan,pembangunan pedesaan, meteri
ekonomi, serta standar-standar yang digunakan dalam analisis.

BAB III GAMBARAN UMUM NAGARI


Pada bagian ini diuraikan gambaran umum dari kawasan/desa yang menjadi
wilayah studi.

BAB IV ANALISIS
Berisikan analisis fisik, penduduk, ekonomi, sarana, parasarana serta
potensi dan masalah

BAB V PENUTUP
Berisikan kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan kawasan Nagari
Jawi – jawi.
BAB II

STUDI LITERATUR

2.1 Bersumber Dari Bahan Diktat Pembangunan Pedesaan, Diktat Sanitasi


Lingkungan, Undang-Undang, dan Situs Web Internet

2.1.1 Kebijakan Terkait

a. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang


Pemerintahan Daerah

Menurut Undang-Undang No.22 Tahun 1999 yang menjelaskan tentang


Pemerintahan Daerah yang menjelaskan tentang pengertian desa yaitu Desa
atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan
adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional
dan berada di Daerah Kabupaten.

b. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang


Penataan Ruang

Menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan


Ruang yang menjelaskan terkait Kawasan perdesaan adalah wilayah yang
mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya
alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi.
c. Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Menurut Undang-Undang No.6 Tahun 2014 yang menjelaskan tentang


pengertian desa yaitu desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional
yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

d. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 Tahun 2018


Tentang Nagari

Menurut Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 Tahun


2018 yang menjelaskan tentang pengertian nagari, Nagari adalah kesatuan
masyarakat hukum adat secara geneologis dan historis, memiliki batas-
batas dalam wilayah tertentu, memiliki harta kekayaan sendiri, berwenang
memilih pemimpinnya secara musyawarah serta mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan filosofi dan sandi adat, Adat
Basandi Syara’ – Syara’ Basandi Kitabullah dan/atau berdasarkan asal usul
dan adat istiadat setempat dalam wilayah Provinsi Sumatera Barat.

2.1.2 Desa dan Tipologi Desa


a. Pengertian Desa
Kata “desa” sendiri berasal dari bahasa India yakni “swadesi” yang
berarti tempat asal, tempat tinggal, negeri asal, atau tanah leluhur yang
merujuk pada satu kesatuan hidup, dengan satu kesatuan norma, serta
memiliki batas yang jelas (Soetardjo,1984:15, Yuliati, 2003 : 24).

Desa : Satu kesatuan hukum, dimana bertempat tinggal sama masyarakat yang
berkuasa dan mengadakan pemerintahan sendiri.
Wilayah Pedesaan : Sebuah interaksi dinamis antara sistem yang secara
struktural terdiri dari 5 komponen (subsistem) yang
menyusun desa.
 5 Komponen yang menyusun desa tersebut (Muhammad, 1995) adalah:
1. Komponen sumber daya pertanian dan lingkungan
2. Komponen perekonomian wilayah pedesaan
3. Komponen kelembagaan sosial pedesaan
4. Komponen sumber daya manusia
5. Komponen sarana dan prasarana fisik

 Menurut Ilham Prastya dalam situsnya https://www.ayoksinau.com/definisi-


desa-lengkap-beserta-pendapat-para-ahli-ayoksinau-com/, berikut pengertian desa
menurut para ahli:
1. Sutardjo Kartohadikusumo

Menurut Sutardjo Kartohadikusumo, Desa adalah suatu kesatuan


hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa
mengadakan pemerintahan sendiri.
2. C.S. Kansil

Menurut C.S. Kansil, Desa adalah suatu wilayah yang ditempati


oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di
dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi
pemerntahan terendah langsung dibawah camat dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia
3. Bintarto

Menurut Bintarto, desa adalah kesatuan atau perwujudan dari


geografi, ekonomi, sosial, politik, dan kultural dalam hubungan serta
pengaruhnya terhadap daerah yang lainnya yang terdapat di dalam suatu
daerah tertentu.
4. Paul H. Landis
Menurut Paul H. Landis, desa menurut Paul H. Landis adalah
daerah dimana hubungan pergaulannya ditandai dengan derajat intensitas
yang tinggi dengan jumlah penduduk kurang dari 2500 orang.
5. Rifhi Siddiq

Menurut Rifhi Siddiq, desa merupakan suatu wilayah yang


memiliki tingkat kepadatan penduduk rendah yang dihuni oleh penduduk
yang memiliki interaksi sosial yang sifatnya homogen dan memiliki
matapencaharian dalam bidang agraris serta mereka mampu berinteraksi
dengan wilayah lainnya.
6. Kamus Besar Bahasa Indonesia
Menurut KBBI, desa merupakan Kata Benda yang dapat diartikan
sebagai Sekelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan,
kampung, dusun Udik atau dusun (dalam arti daerah pedalaman sebagai
lawan dari kota).
7. Bambang Utoyo
Menurut Bambang Utoyo, desa adalah tempat sebagian besar
penduduk yang bermata pencarian di bidang pertanian dan menghasilkan
bahan makanan.
b. Unsur – Unsur Desa

Adapun unsur-unsur sebuah desa adalah :

 Daerah Tanah yang produktif, lokasi, luas dan batas yang merupakan
lingkungan geografis.

 Penduduk, Jumlah penduduk, pertambahan penduduk, pertambahan


penduduk persebaran penduduk dan mata pencaharian penduduk.

 Tata Kehidupan Pola tata pergaulan dan ikatan ikatan pergaulan


warga desa termasuk seluk beluk kehidupan masyarakat desa. (R.
Bintarto, 1977:15)

c. Fungsi dan Potensi Desa


a. Fungsi Desa

 Dalam hubungan dengan kota desa merupakan Heterland atau


daerah dukung

 Desa berfungsi sebagai lumbung bahan mentah dan tenaga kerja

 Merupakan desa agraris, desa industri

 Sutopo Yuwono Salah satu peran pokok desa terletak di bidang


ekonomi

 Daerah pedesaan merupakan produksi pangan dan produksi


eksport.

b. Potensi Desa, Potensi Fisik dan Non Fisik

 Potensi Fisik Tanah, Air, Iklim, Manusia, Hutan

 Potensi Non Fisik Gotong Royong, Kekeluargaan, Lembaga


Sosial,

Potensi antara desa tidak sama karena lingkungan geografis dan


keadaan penduduknya berbeda dan corak kehidupannya juga berbeda,
maju mundurnya desa akan tergantung pada beberapa faktor yaitu :
potensi desa, interaksi desa dengan kota atau antara desa dengan desa
dan lokasi desa terhadap daerah disekitarnya yang lebih maju.” (Aziz,
Ridwan. 2010. https://kenalilahilmu.wordpress.com/2010/09/22/desa-
dan-kota-dalam-kajian-sosiologi/, 04 Mei 2020)

d. Tipe – Tipe Desa


Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 11 Tahun 1972
tentang pelaksanaan klasifikasi dan tipologi desa di Indonesia, maka dapat
digolongkan desa dalam tiga tingkatan yakni desa swadaya, desa swakarsa
dan desa swasembada.
1. Desa Swadaya
Desa swadaya merupakan desa yang paling terbelakang dengan
budaya kehidupan yang masih tradisional sangat terkait dengan adat
istiadat atau sering kita sebut sebagai desa tradisional. Desa ini
biasanya mempunyai tingkat kesejahteraan yang rendah, sarana yang
minim serta sangat tergantung pada alam. Pada sisi lain desa swadaya
masih tergantung pada sektor ekonomi primer atau budidaya serta
kurang mengoptimalkan potensi alam. Secara umum ciri-ciri desa
swadaya adalah sebagai berikut:

a. > 50 % penduduk bermata pencaharian di sektor primer (Berburu,


menangkap ikan, dan bercocok tanam secara tradisional).

b. Produksi desa sangat rendah dibawah Rp 50 juta / tahun.

c. Adat Istiadat masih mengikat kuat.

d. Pendidikan dan keterampilan rendah, kurang dari 30 % yang lulus


SD

e. Prasarana masih sangat kurang

f. Kelembagaan formal maupun informal kurang berfungsi dengan


baik

g. Swadaya masyarakat masih sangat rendah sehingga kerap kali


pembangunan desa selalu menunggu dari atas.

2. Desa Swakarsa

Desa swakarya telah mengalami perkembangan agak maju


dibandingkan dengan desa swadaya dan ini telah memiliki landasan
untuk berkembang lebih baik serta penduduknya relatif lebih
kosmopolit. Secara umum ciri-ciri desa swakarya adalah sebagai
berikut :

a. Mata Pencaharian penduduk mulai berkembang dari sector primer


ke industri, penduduk desa mulai menerapkan teknologi pada
usaha taninya, dan perkembangan kerajinan serta sektor sekunder
mulai berkembang .

b. Produksi desa masih pada tingkat sedang, yaitu Rp 50-100 juta tiap
tahun.

c. Adat istiadat dalam keadaan transisi dimana dominasi adaptasi


mulai luntur.

d. Kelembagaan formal maupun informal mulai berkembang ada 4-6


lembaga yang hidup.

e. Keterampilan masyarakat dan pendidikannya pada tingkat sedang


30-60 % telah lulus SD bahkan ada beberapa yang lulus sekolah
lanjutan.

f. Prasarana dan sarana baik.

g. Penduduk sudah punya inisiatif sendiri melalui swadaya dan


gotong royong dalam membangun desa.

3. Desa Swasembada

Desa swasembada merupakan desa yang memiliki kemandirian


lebih dalam segala hal terkait dengan aspek sosial dan ekonominya.
Desa ini mulai berkembang dan maju dengan petani yang tidak terikat
pada adat istiadat lagi. Selain itu sarana dan prasarana telah lengkap
namun tidak selengkap kota serta perekonomian telah mengarah pada
industri dan jasa. Perdagangan dan sektor sekunder telah berkembang
sehingga secara umum Desa Swasembada dapat dicirikan sebagai
berikut:

a. Mata pencaharian penduduk sebagian besar di sector jasa dan


perdagangan, atau lebih dari 55 % penduduk bekerja di sektor
tersier.
b. Produksi telah tinggi, penghasilan seluruh usaha yang ada di desa
diatas 100 juta pertahun.

c. Adat istiadat tidak mengikat lagi meskipun sebagian masyarakat


masih menggunakannya.

d. Kelembagaan telah berjalan sesuai dengan fungsinya dan telah ada


7-9 lembaga yang hidup.

e. Pendidikan dan keterampilan telah tinggi 60 % telah lulus


SD,sekolah lanjutan bahkan telah lulus perguruan tinggi.

f. Prasarana dan sarana baik.

g. Penduduk sudah punya inisiatif sendiri melalui swadaya dan


gotong royong dalam membangun desa.

e. Tipologi desa
Tipologi desa menurut Undang-Undang No.5 Tahun 1975 tersebut
dimulai dengan bentuk (pola) yang paling sederhana sampai bentuk
permukiman yang paling kompleks namun masih tetap dikategorikan
sebagai permukiman dalam bentuk desa. Bentuk yang paling sederhana
disebut sebagai permukiman sementara, misalnya hanya tempat
persinggahan dalam satu perjalanan menurut kebiasaan orang-orang yang
sering berpindah-pindah.
 Tipologi Desa Secara Menyeluruh :
 Berdasarkan letak/posisi geografis:
a. Morfologi/ topologi wilayah/ kawasan
- Perdesaan di pesisir pantai
- Perdesaan di dataran rendah
- Perdesaan di dataran tinggi
- Perdesaan di pegunungan
b. Aliran sungai rivers valley
- Perdesaan di hilir (down-stream)
- Perdesaan di tengah (mid-stream) (Tambahkan ke gambaran
umum)
- Perdesaan di hulu (up-stream)
c. Aksesibilitas wilayah
- Perdesaan dengan akses tinggi / pada akses utama wilayah
- Perdesaan dengan akses sedang / ada akses dengan akses
utama wilayah
- Perdesaan terisolasi, remote / kurang atau tidak ada hubungan
d. Pada pulau-pulau kecil

Perdesaan pada pulau-pulau kecil


 Berdasarkan kegiatan ekonomi atau produksi
a. Perdesaan pertanian lahan basah
- Sawah tadah hujan
- Sawah beririgasi biasa
- Sawah pasang surut
b. Perdesaan pertanian lahan kering
c. Perdesaan perkebunan besar
- Dengan PIR (Perkebunan Inti Rakyat)
- Non – PIR
d. Perdesaan perkebunan rakyat
e. Perdesaan nelayan (perikanan tangkap)
f. Perdesaan tambak / perikanan budidaya (TIR dan non TIR)
g. Perdesaan peternakan:
- Dataran tinggi
- Dataran rendah
h. Perdesaan kehutanan
i. Perdesaan pertambangan
- Pertambangan besar
- Pertambangan rakyat
j. Perdesaan pariwisata
 Berdasarkan perkembangan kekhususan
- Perdesaan konvensional, asli
- Perdesaan resseletmen (permukiman kembali)
- Perdesaan transmigrasi
- Perdesaan maju / relatif maju
- Perdesaan tertinggal / relative miskin
- Perdesaan semi urban / mulai bergeser mengarah urban
- Perdesaan dekat perkotaan
- Perdesaan di perbatasan Negara
- Perdesaan suku terasing
- Perdesaan endemik penyakit tertentu
- Perdesaan langganan bencana
 Banjir
 Letusan Gunung Berapi
 Gempa
 Kebakaran Hutan
 Longsor dan Abrasi Sungai
 Gelombang Laut dan Abrasi Laut
 Berdasarkan lay-out
o Berpola clustered (gathered) : terkumpul
o Berpola scattered (terpencar/berpencar)
o Ribbon system
o Concentrated ribbom system
o Hamlet system : dukuh/dusun
o Village system
 Tipologi desa sesuai dengan mata pencahariannya adalah sebagai
berikut
1. Desa Pertanian, adalah desa yang dilandasi oleh mayoritas pekerjaan
dari penduduknya adalah pertanian tanaman budidaya.

2. Desa Peternakan adalah desa dimana penduduknya mempunyai mata


pencaharian utama peternakan.

3. Desa Industri, terbagi 2 yaitu :

a. Desa industri yang memproduksi alat pertanian secara


tradisional maupun modern, sistem upah sesuai dengan
“manajemen” masing-masing, juga memproduksi komponen
suku cadang.

b. Desa Industri yang memproduksi barang-barang kerajinan dan


bahan pakaian jadi konveksi.
 Tipologi desa berdasarkan tempat tinggal :

oDesa Pegunungan

oDesa Pantai

oDesa Perbatasan

oDesa Dataran Rendah

oDesa Sungai (“Diktat Pembangunan Pedesaan,” 2020)

f. Pola Pemukiman Desa


Pola pemukiman desa dipengaruhi oleh beberapa hal seperti bentuk
wilayah, kegiatan ekonomi dan kegiatan sosial. Desa yang berada di
pinggir pantai memiliki pola pemukiman yang berbeda dengan desa yang
berada di pegunungan. Begitu pula dengan desa yang ekonominya maju,
pada umumnya desa yang seperti ini akan melakukan pembangunan rumah
di sepanjang jalan utama desa. Pembagunan ini ditujukan untuk kegiatan
ekonomi, misalnya membuat ruko atau toko. Lain halnya desa yang
berekonomi tradisional. Desa yang seperti ini pada umumnya,
pembangunan rumah ditujukan sebagai tempat tinggal sehingga
pembangunannya tidak tergantung dengan jalan utama. Terkait pola
pemukiman desa ini, tiga tokoh yaitu Bintaro, N. Daljuni dan Paul H.
Landis memberikan sejumlah gambaran yang dapat dilihat pada penjelasan
berikut ini:
1. Bintaro berpendapat bahwa pola pemukiman
penduduk desa ada enam macam yakni:
A. Pola memanjang jalan merupakan pola permukiman yang biasa
terjadi pada daerah datar yang terdapat sarana transportasi jalan raya
yang menghubungkan satu tempat ke tempat lainnya. Masyarakat
membandang pembangunan di pinggir jalan akan mempermudah
perjalanan bila hendak pergi ke tempat lain. Selain itu pergerakan
pendistribusian barang dan jasa juga relatif lebih mudah daripada di
dalam perkampungan.
B. Pola memanjang sungai merupakan pola permukiman yang biasa
terjadi pada daerah pinggir sungai. Pada umumnya, permukiman ini
terjadi karena peran sungai tersebut dipandang penting bagi
kehidupan penduduk, misalnya sebagai sarana transportasi, ekonomi
atau perternakan ikan.
C. Pola memanjang pantai merupakan pola permukiman yang dilakukan
oleh para nelayan di daerah pesisir pantai dimana penduduknya
sangat bergantung dengan hasil dari menangkap ikan di laut.
D. Pola memanjang pantai dan sejajar jalan kereta api merupakan pola
permukiman yang biasanya dilakukan oleh penduduk yang punya
profesi ganda yakni sebagian ada yang sebagai nelayan dan ada juga
yang sebagai pedagang.
E. Pola radial merupakan pola permukiman yang terjadi di lereng
gunung merapi. Biasanya mereka tinggal di pinggir-pinggir sungai
yang bermuara dari gunung berapi.
F. Pola tersebar merupakan pola permukiman yang terjadi di daerah
yang tingkat kesuburan tanahnya berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya,
perhatikan gambar di bawah ini.

Gambar 2.1
Pola permukiman penduduk desa oleh Bintaro

Gambar A : Pola memanjang jalan


Gambar B : Pola memanjang sungai
Gambar C : Pola memanjang pantai
Gambar D : Pola memanjang pantai dan sejajar jalan kereta
api
Gambar D : Pola radial
Gambar D : Pola tersebar

Sumber: Sabtanti Rahayu, hal.50-52

2.  N. Daljuni berpendapat bahwa pola pemukiman desa ada empat


macam yakni:
A. Pola desa linier merupakan pola permukiman yang sejejar mengikuti
jalan maupun alur sungai. Pola seperti ini umumnya terjadi pada
daerah dataran rendah.
B. Pola desa yang memanjang mengikuti garis pantai terjadi umumnya
pada kehidupan para nelayan.
C. Pola desa terpusat terjadi pada daerah pegunungan. Ada sesuatu yang
menarik di penduduk dengan pola ini dimana biasanya dalam satu
kampung masih terikat dalam satu hubungan kekerabatan.
D. Pola desa yang mengelilingi fasilitas tertentu terjadi pada daerah
dataran rendah yang memiliki fasilatas umum misalnya mata air,
balai desa dll. Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar di bawah ini:

Gambar 2.2
Pola permukiman penduduk desa oleh N. Daljuni

Sumber: Sabtanti Rahayu, hal.50-52

3. Paul H. Landis berpendapat bahwa pola pemukiman desa ada empat


macam yakni:
A. The Farum Village Type merupakan pola permukiman penduduk
yang mengumpul dimana disekelilingnya terdapat lahan pertanian.
B. The Nebulous Farm Type merupakan pola pemukiman desa yang
mengumpul dimana disekelilingnya terdapat lahan pertanian. Oleh
karena jumlah penduduknya meningkat, maka sebagian ada yang
tinggal di luar desa.
C. The Arranged Isolated Farm Type merupakan pola pemukiman desa
yang sangat dekat dengan jalan utama desa dan dekat dengan pusat
perdagangan. Desa akan dikelilingi oleh lahan pertanian dengan jarak
antar rumah pun tidak terlalu jauh.
D. The Pure Isolated Type merupakan pola pemukiman desa yang
berpencar-pencar dengan disertai lahan pertaniannya masing-masing.
Penduduk pada desa ini akan berkumpul pada sebuah pusat
perdagangan. Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar di bawah ini.

Gambar 2.3
Tipe pedesaan menurut Paul H. Landis

Gambar A : The Farum Village Type


Gambar B : The Nebulous Farm Type
Gambar C : The Arranged Isolated Farm Type
Gambar D : The Pure Isolated Type

Sumber: Sabtanti Rahayu, hal.50-52

2.1.3 Kondisi Fisik Desa


A. Luas Lahan
Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala pertanian dan skala
pertanian mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian.
 Jika lahan makin luas tidak efisien karena lemahnya pengawasan
terhadap penggunaan faktor produksi seperti bibit, pupuk, dll, dan juga
terbatasnya persediaan tenaga kerja serta persediaan modal.
 Lahan dengan luas yang sempit lebih efisien karena lahan tersebut
menjadi teratur
 Tetapi jika luas lahan terlalu kecil, maka akan lebih tidak efisien lagi
B. Penggunaan Lahan
 Penggunaan lahan berdasarkan saluran irigasi
a. Lahan basah : lahan yang menggunakan
irigasi
b. Lahan kering/tegalar : lahan yang tidak
menggunakan irigasi
 Penggunaan Lahan
1. Pemukiman
2. Kegiatan Ekonomi
 Penggunaan Lahan Berdasarkan Kegiatan Ekonomi
1. Pertanian Primitive
a. Pertanian berpindah
b. Pertanian menetap
2. Pertanian Maju
a. Pertanian bahan makanan
b. Perkebunan
3. Perikanan dan Peternakan
a. Perikanan laut yang ekstraktif
b. Perikanan darat yang reproduktif
c. Peternakan
- Perikanan Laut
2. Perikanan pantai
3. Perikanan laut dangkal
4. Perikanan laut dalam
5. Perikanan ikan paus
- Perikanan Darat
6. Perikanan darat kolam
7. Perikanan dalam tambak
4. Kehutanan
a. Cagar alam
b. Hutan lindung
c. Hutan produksi
d. Hutan rekreasi
C. Topografi Lahan
Klasifikasi menurut topografi yang juga menggambarkan macam usaha
pertanian :
- Daerah Pantai = tambak perikanan
- Dataran Rendah
 Irigasi : tanaman yang memerlukan ketersediaan air yang
cukup (padi)
 Non irigasi : palawija
- Dataran tinggi : kentang, apel, kobis, tanaman sayur mayor dan
buah-buahhan
D. Kesuburan Lahan Pertanian
Kesuburan lahan pertanian akan menentukan produktivitas tanaman,
tentunya ini juga berkaitan dengan struktur dan tekstur tanah untuk
menentukan macam tanah seperti tanah liat, grumosol. Alluvial, dll, dan
macam tanah inilah yang akhirnya menentukan macam tanaman. (“Diktat
Pembangunan Pedesaan,” 2020)
2.1.4 Ekonomi dan Sosial Desa
Dalam definisi klasik, secara ekonomi kawasan perdesaan dikategorikan
sebagai wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian sedangkan
kawasan perkotaan dikategorikan sebagai wilayah dengan kegiatan utama di
sektor jasa dan perdagangan. Definisi tersebut masih banyak digunakan
hingga saat ini. Namun munculnya kawasan perdesaan dengan perekonomian
yang ditopang oleh kegiatan industri kecil seperti kerajinan, pariwisata,
definisi tersebut dirasa belum dapat mewakili keseluruhan tipologi kawasan
perdesaan. Oleh karenanya muncul istilah-istilah seperti desa-kota yang
berusaha mendefinisikan kawasan-kawasan perdesaan yang dianggap
memiliki ciri-ciri perkotaan baik secara fisik maupun sosial dan ekonomi
(Suhardjo, 2008)
Menurut kamus besar bahasa indonesia ekonomi pedesaan adalah
ekonomi yg berdasarkan hasil produksi dari daerah pedesaan, biasanya
bersifat tradisional. Pendapatan rumah tangga pertanian ditentukan oleh
tingkat upah sebagai penerimaan faktor produksi tenaga kerja. Nilai sewa
tanah sebagai penerimaan dari penguasaan asset produktif lahan pertanian.
Dengan demikian tingkat pendapatan rumah tangga pedesaan sangat
dipengaruhi oleh tingkat penguasaan faktor produksi.
a. Pertanian
Desa pertanian adalah sekelompok masyarakat yang mayoritasnya
penghasilan atau bekerja sebagai petani yang menghasilkan beras yang
berkualitas baik untuk dipasarkan.
Desa pertanian adalah suatu desa yang mayoritas didaerah tersebut
masih terdapat banyak lahan yang diperuntukkan untuk penanaman padi, ada
sebagian masyarakat yang tidak hanya bekerja sebagai petani, mereka
kebanyakan memiliki pekerjaan sampingan untuk menambah kebutuhan
rumah tangga.
Desa pertanian adalah suatu sektor utama yang dapat meningkatkan
pendapatan suatu daerah, yang rata-ratanya daerah tersebut belum dipadati
permukiman atau kepadatan penduduk, sehingga lahan tersebut masih banyak
dan difungsikan sebagai penanaman padi , hal tersebut yang dinamankan desa
pertanian.
Desa pertanian adalah sektor pertanian yang menuntut para petani
dapat menghasilkan beras yang berkwalitas tinggi sehingga hasil beras
indonesia dapat diekspor keberbagai negara dengan didukung oleh pemerintah
yang memiliki kewenangan. Tentunya kwalitas beras yang baik itu di dukung
oleh benih yang unggul dan dapat secara tanggap para petani menyikapi hama
yang dapat merusak padi, hama tersebut dapat diketahui sebagai berikut hama
wereng,hama tikus dan hama lainnya yang dapat merusak kwalitas dari beras
tersebut.
1. Ciri-ciri Serta Indikator Penilaian Desa Pertanian
Adapun ciri-ciri dari desa pertanian adalah sebagai berikut :
a. Memiliki irigasi yang baik
b. Menggunakan benih yang unggul
c. Bermodal menengah
d. Berasaskan tenaga kerja
e. Masih memiliki lahan yang luas

Sedangkan untuk indikatornya yaitu :


a. Bahan
b. Modal
c. Benih
d. Pemasaran
e. Transportasi
f. Teknologi
g. Manajemen
h. Tenaga Kerja
2. Pola Desa Pertanian
a. Pola pertanian di negara-negara maju yang memiliki tingkat efisiensi
tinggi dengan kapasitas produksi dan rasio output per tenagan kerja juga
tinggi.
b. Pola pertanian yang tidak efisiensi bahkan masih bersifat substansi yang
umumnya terdapat dinegara-negara berkembang.
3. Ciri – ciri produk pertanian :
 Produk pertanian adalah musiman.
 Produk pertanian bersifat segar dan muda rusak.
 Produk pertanian bersifat “bulki” artinya volumenya besar tetapi
nilai relatif kecil.
 Lebih mudah terserang hama dan penyakit.
 Produk pertanian tidak selalu mudah didistribusikan ke lain tempat.
 Bersifat lokal dan kondisional.
 Produk pertanian mempunyai kegunaan yang beragam.
 Produk pertanian dapat dipakai sebagai bahan baku produk lain di
samping juga dapat dikonsumsi langsung.
4. Masalah pemasaran komoditi pertanian:
a. Tidak tersedianya komoditi pertanian dalam jumlah yang cukup
kontinu.
b. Harga komoditi sering berfluktuasi.
c. Tidak efisiennya para pelaku pasar dalam melakukan kegiatan
d. Tidak memadainya fasilitas
e. Kurang lengkapnya informasi pasar
f. Kurangnya kolaborasi sesama produsen

Pemasaran hasil pertanian adalah aktivitas yang berlangsung mulai


dari tingkat petani produsen sampai tingkat konsumen.
5. Pelaku pemasaran :
1. Petani produsen
2. Pedagang perantara
a. Pedagang pengumpul
b. Pedagang besar
c. Pengecer
3. Konsumen
6. Penyaluran hasil produksi :
1. Jalur tataniaga langsung
Petani (produsen)  konsumen
2. Jalur tataniaga semi langsung
Petani (produsen)  pedagang pengecer  konsumen
3. Jalur tataniaga tidak langsung
a. Petani (produsen)  pedagang pengumpul  pedagang antar
daerah  pedagang besar  pedagang pengecer  konsumen.
b. Petani (produsen) cabang supermarket supermarket 
konsumen.
c. Petani (produsen)  pedagang pengumpul pedagang khusus
 konsumen
7. Kegiatan Agribisnis :
1. Pengadaan dan penyaluran sarana produksi dan
peralatan pertanian
2. Usaha tani
3. Pengolahan hasil pertanian atau agroindustri
4. Pemasaran hasil pertanian

 Pengertian Agribisnis
- Satu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau
keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan
pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas
- Konsep yang utuh, mulai dari proses produksi, mengolah hasil,
pemasaran dan aktifitas lain yang berkaitan dengan kegiatan
pertanian.

Transformasi sektor pertanian ke sektor industri disebut


AGROINDUSTRI
 Pentingnya Agroindustri :
a. mampu meningkatkan pendapatan petani
b. mampu menyerap banyak tenaga kerja
c. mampu mendorong tumbuhnya industri lain
d. mempu meningkatkan devisa
 Permasalahan Agroindustri :
a. kurang tersedianya bahan baku yang cukup dan kontiyu
b. kurang konsistennya kebijakan pemerintah terhadap agroindustri
c. kurangnya fasilitas permodalan (perkreditan)
d. keterbatasan pasar
e. lemahnya infrastruktur
f. kurangnya perhatian terhadap penelitian dan pengembangan
g. lemahnya keterkaitan industri hilir dan hulu
h. kualitas produksi dan prosesing yang belum mampu bersaing
i. lemahnya entrepreneurship
B. Industri

Desa industri merupakan desa yang mata pencaharian utamanya adalah


penduduk yang bekerja di bidang industri baik berukuran kecil maupun besar.
Desa industri sudah tidak lagi sulit ditemukan terutama di jaman modern
seperti ini. Seperti daerah yang menghasilkan barang lokal berkualitas dan
juga desa yang bisa menghasilkan Dusaha dan menjadikannya sebagai potensi
mendapatkan pendapatan utama. Industri pedesaan berlokasi di pedesaan dan
memanfaatkan sumber daya pedesaan.
Industri pedesaan diperlukan untuk memajukan produktivitas (tidak
hanya output tapi juga ketenagakerjaan), selain itu juga untuk mengurangi
kesenjangan sosial, pendapatan, pelayanan antara desa dan kota, karena
pertanian merupakan sektor utama di desa tapi memiliki keterbatasan
sehingga perlunya inovasi atau terobosan.
 Industri menurut UU Perindustrian No 5 Tahun 1984 :

Kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang


setengah jadi dan barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi
untuk penggunaannya termasuk kegiatan rancang bangunan dan
perekayaan industri.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian Indonesia


No.19/M/I/1986, industri dibedakan menjadi:
1. Industri kimia dasar: misalnya industri semen, obat-obatan, kertas,
pupuk, dsb
2. Industri mesin dan logam dasar: misalnya industri pesawat terbang,
kendaraan bermotor, tekstil, dll
3. Industri kecil: industri roti, kompor minyak, makanan ringan, es,
minyak goreng curah, dll

4. Aneka industri: industri pakaian, industri makanan dan minuman, dan


lain-lain.
 Tantangan/permasalahan industri pedesaan : pemasaran produk

Kendala industri pedesaan dalam menangkap pasar yang lebih luas :


1. Keterbatasan kemampuan pengelola dalam pengahlian
2. Keterbatasan modal
3. Keterbatasan teknologi
4. Keterbatasan akses informasi
 Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemasaran :
1. Industri pedesaan harus bersaing dengan yang lain
2. Ciri pasar yang selalu berubah (perubahan selera) /
keinginan pasar
 Persoalan lainnya dalam industri pedesaan :
1. Dalam menghadapi tengkulak atau pedagang, sehingga harga rendah
2. Kurang dan tidak ada kolaborasi antar sesame produsen dalam
memasarkan produk.
 Industri pedesaan secara spatial :
1. Yang tersebar lokasi
2.Mengelompok → lebih mudah dikelola dan lebih efesien
C. Penilaian Kegiatan Ekonomi Pedesaan

Penilaian kegiatan ekonomi desa, dilakukan beberapa


teknik dasar yakni:
1.) Produktifitas
Penilaian produktifitas bertujuuan untuk mengetahui ratio output
dengan input. Sehingga dapat dinilai apakah produktifitas itu tinggi
atau rendah. Semakin tinggi nilai produktifitas menandakan bahwa
kegiatan ekonomi tersebut bernilai positif atau memberikan dampak
yang baik baggi masyarakat pedesaan misalnya pendapatan.
Produktifitasdilakukan dengan membandingkan faktor-faktor output
dengan faktor-faktor input.

PRODUKTIFITAS = OUTPUT/INPUT
 Input sama dengan faktor-faktor produksi berupa:
1. Tanah (land) dengan satuan `Ha
2. Tenaga kerja (labour) dengan satuan jiwa
3. Modal (capital) dengan satuan Rupiah (Rp)
 Output merupakan hasil produksi, yakni :
1. Hasil panen dengan satuan Ha atau Ton/Kg
2. Upah (wage) / barang (goods) dengan satuan Rupiah (Rp) atau
unit
3. Penjualan
 Jenis Produktifitas :
1. Pertanian
- Jumlah panen (ton) / luas lahan (ha)
- Jumlah panen (ton) / luas tanam (ha)
2. Pendapatan
- PDRB (Rp) / Tenaga kerja (jiwa)
- Penjualan (Rp) / Modal yang digunakan (Rp)
2.) Pola usaha tani dan pohon industri.

Pola usaha usaha tani bertujuan untuk dapat menilai suatu


usaha secara cost (biaya) dan benefit (keuntungan) sehingga diketahui
kapan usaha tersebut balik modal dan berapa besar keuntungan yang
akan diperoleh dalam suatu waktu. Cara menghitungnya dengan
melakuka pengurangan keuntungan dengn biaya transport. Jadi biaya-
biaya produksi bergantung pada usaha yang dilakukan. Penilaian
pohon industri bertujuan untuk menilai industri lanjutan yang mungkin
dikembangkan didesa tersebut dengan mengacu kepada komoditi yang
ada. Setelah ditentukan industri lanjutan apa yang akan dikembangkan,
selanjutnya industri akan dikembangkan tersebut dinilai dengan pola
usaha tadi dengan mempertimbangkan biaya-biaya produksi.
Gambar 2.4 Straw board
Pohon Industri Padi

Padi

Merang Pulp

Fulfural

Abu

Padi Sekam
Husk border

abrasive
Gabah Lain
katul
Absorbert
Katul
Pressing aid

Ampas
Minyak
makanan
Beras

Minyak
industri
2.1.5 Sarana Desa
a. Pendidikan
 Tujuan pendidikan secara makro:
1. Sebagai alat untuk mempercepat modernisasi, kemajuan dan
perkembangan
2. Berfungsi untuk pencerahan / pengetahuan / penyadaran bagi
komunitas orang banyak:
- Sehingga mampu member kontribusi
- Lebih mudah mengatur kepada yang telah berpengetahuan
- Lebih mudah tumbuh dengan hanya member rangsangan
3. Berfungsi untuk meningkatka kohesi (persatuan dan kesatuan)

4. Berfungsi untuk melanjutkan, melestarikan budaya nasional

 Prinsip pendidikan pedesaan


1. Pendidikan harus mendatangi petani karena petani sudah repot
dengan urusan-urusannya
2. Harus bersifat khas, sesuai dengan kebutuhan dan minat petani

3. Harus mengindahkan kenyataan bahwa petani itu sudah dewasa,


sukar mudah, sukar bagi yang berpengalaman
4. Harus disesuaikan dengan waktu-waktu senggang petani
5. Setiap cara kerja baru atau yang diubah haruslah secara teknis baik
dan teruji secara ekonomi
Dalam pendidikan, hal–hal yang diperlukan dalam perencanaan adalah
standar jarak dan lokasi sekolah, luas sekolah dan halamannya, jumlah murid
untuk setiap kelas, serta jumlah guru dan pegawai lainnya. Sebagai contoh,
untuk mengetahui beberapa jumlah ruang yang dibutuhkan dapat digunakan
perhitungan seperti dibawah ini (ESCAP, 1979, Halaman 325).

P x R ud x R d d
K=
M xG
Dengan keterangan ;

P = Jumlah penduduk dalam jangkauan pencapaian

R ud = Persentase anak – anak yang berumur sekolah dasar, yang terdaftar


sebagai murid dalam setahun ditargetkan 100 %, < 100%, > 100 %

M = Jumlah murid per kelas

G = Jumlah kelompok murid untuk tiap ruang ( giliran: pagi dan siang )

K = Jumlah ruang
Tabel 2.1
Standar Sarana Pendidikan
Jumlah Kebutuhan per satuan sarana
Standar Radius
No Jenis Sarana Penduduk
Luas Lantai min Luas lahan min 2
(m /jiwa) pelayanan
(Jiwa)
1 TK 1000 216 1.200 0,28 500
2 SD 1.500 233 3.600 1,25 1000
3 SMP 4.500 2.282 2.700 1,88 1000
4 SMA 13.500 3.835 5000 2,6 3000
Sumber : SNI (Standar Nasional Inndonesia) 03-1733-2004

b. Kesehatan
Sarana kesehatan berfungsi memberikan pelayanan kesehatan
kesehatan kepada masyarakat, memiliki peran yang sangat strategis dalam
mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat sekaligus untuk
mengendalikan pertumbuhan penduduk. Dasar penyediaan sarana ini
adalah didasarkan jumlah penduduk yang dilayani oleh sarana tersebut.
Dasar penyediaan ini juga akan mempertimbangkan pendekatan
desain keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Tentunya
hal ini dapat terkait dengan bentukan grup bangunan/blok yang nantinya
terbentuk sesuai konteks lingkungannya. Sedangkan penempatan
penyediaan fasilitas ini akan mempertimbangkan jangkauan radius area
layanan terkait dengan kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk
melayani pada area tertentu.
 Beberapa faktor yang menjadi penyebab masalah kesehatan di desa:
1. Kondisi kehidupan yang tidak sehat
2. Ketidakcukupan nutrisi, kurang gizi

Perencanaan pelayanan kesehatan untuk pedesaan dibeberapa negara


ESCAP umumnya bergantung pada sumber daya yang berbeda. Dalam
memperbesar daya guna sarana layanan kesehatan diberikan beberapa standar,
yaitu jarak maksimum suatu fasilitas, luas bangunan, jenis peralatan, dan jumlah
perawat, bidan serta dokter untuk tiap jenis fasilitas. Berikut tabel pelayanan
kesehatan.
Tabel 2.2
Standar Kebutuhan Sarana Kesehatan
Jumlah Kebutuhan per satuan sarana
Standar Radius
Jenis Sarana Penduduk
No pelayanan
Luas Lantai min Luas lahan min (m2/jiwa)
(Jiwa)
1 Posyandu 1.250 36 40 0,048 500

Balai Pengobatan 200


2 1000 150 0,12 1000
warga

Klinik / Rumah
3 10.000 1.500 1600 0,1 4000
Bersalin
4 Puskesmas 30.000 150 1.200 0,06 1.500
6 Praktk dokter 5000 18 - - 1500
7 Toko obat - 120 1000 0,025 1500
Sumber : SNI (Standar Nasional Inndonesia) 03-1733-2004

Tabel 2.3
Ukuran Penduduk dan Kebutuhan Ruang Fasilitas Kesehatan
Penduduk
No. Jenis pendukung Lokasi Luas tanah (m2)
minimum
Di tengah kelompokperumahan tidak
1. Balai kesehatan 3.000 3.000
menyeberang jalan lingkungan
Balai kesehatan ibu
dan anak dan rumah Di tengah kelompok perumahan tidak
2. 10.000 1.600
bersalin (BKIA dan menyeberang jumlah jalan lingkungan
rumah bersalin)
Dipusat lingkungan,mengelompok dengan
3. Puskesmas 30.000 1.200
pelayanan pemerintahan dan social
Puskesmas dan balai
4. 120.000 Dapat dipusat kecamatan 2.400
pengobatan
5. Rumah sakit wilayah 240.000 Di tempat yang tenang tidak ditempat
sumber penyakit 26.400
Penduduk
No. Jenis pendukung Lokasi Luas tanah (m2)
minimum
Tempat dokter Di tengah kelompok perumahan tidak
6. 5.000 26.400
praktek menyeberang jalan lingkungan
Bersatu dengan
7. Apotek 10.000 di pusat RW/lingkungan tempat tinggal
350
Sumber : DPMB, dalam buku ajar pembangunan pedesaan Harne Julianti Tou, ST, MT, 2020

C. Peribadatan
Sarana peribadatan merupakan sarana kehidupan untuk mengisi
kebutuhan rohani yang perlu disediakan di lingkungan perumahan yang
direncanakan selain sesuai peraturan yang ditetapkan, juga sesuai dengan
keputusan masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena berbagai macam
agama dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat penghuni yang
bersangkutan, maka kepastian tentang jenis dan jumlah fasilitas
peribadatan yang akan dibangun baru dapat dipastikan setelah lingkungan
perumahan dihuni selama beberapa waktu. Pendekatan perencanaan yang
diatur adalah dengan memperkirakan populasi dan jenis agama serta
kepercayaan dan kemudian merencanakan alokasi tanah dan lokasi
bangunan peribadatan sesuai dengan tuntutan planologis dan religius.
Dasar penyediaan ini juga akan mempertimbangkan pendekatan
desain keruangan unit-unit atau kelompok lingkungan yang ada. Hal ini
dapat terkait dengan bentukan grup bangunan / blok yang nantinya lahir
sesuai konteks lingkungannya. Penempatan penyediaan fasilitas ini akan
mempertimbangkan jangkauan radius area layanan terkait dengan
kebutuhan dasar sarana yang harus dipenuhi untuk melayani area tertentu.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel kebutuhan sarana peribadatan
dibawah ini:
Tabel 2.4
Kebutuhan Sarana Peribadatan
Kebutuhan per satuan
Jumlah sarana
Standard Radius
No Jenis Sarana Penduduk Luas Luas
(m2/jiwa) Pelayanan
Pendukung (jiwa) Lantai Lahan
Min. (m2) Min. (m2)
100 bila
Musholla/
1. 250 45 bangunan 0,36 100 m’
langgar
tersendiri
2. Mesjid Warga 2.500 300 600 0,24 1.000 m’
Mesjid
3. lingkungan 30.000 1.800 3.600 0,12
(kelurahan)
Mesjid
4. 120.000 3.600 5.400 0,03
Kecamatan
Tergantun Tergantun
Tergantung sistem
Sarana ibadah g g
5. kekerabatan / - -
agama lain kebiasaan kebiasaan
hirarki lembaga
setempat setempat
Sumber : SNI 03-1733-2004

2.1.6 Utilitas Desa


a. Air Bersih
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi
sangat penting bagi kehidupan manusia, untuk memajukan kesejahteraan
umum, dan berperan juga sebagai faktor utama pembangunan. Untuk itu air
perlu dilindungi agar tetap dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan
manusia serta makhluk lainnya.
Air merupakan elemen yang paling melimpah diatas bumi, yang
meliputi 70% permukaannya dan berjumlah kira-kira 1,4 juta km2. Apabila
dituangkan merata diseluruh permukaan bumi akan terbentuk lapisan
dengan kedalaman kira-kira 3 km. Namun hanya sebagian kecil saja dari
jumlah ini yang benar-benar dimanfaatkan, yaitu kira-kira hanya 0,003%.
Sebagian besar air, kira-kira 97% ada dilaut, dan kadar garamnya terlalu
tinggi untuk kebanyakan keperluan. Dari 3% sisa yang ada, hampir
semuanya tersimpan dalam lapisan kutub atau sangat dalam dibawah tanah.
Ketersediaan air bersih sebagai salah satu utilitas kota sangat
berpengaruh bagi pertumbuhan dan perkembangan kota, karena air bersih
merupakan suatu kebutuhan penduduk yang harus dipenuhi dan tidak dapat
dihilangkan. Namun seiring dengan perkembangan kota yang ditandai
dengan bertambahnya jumlah penduduk tidak dapat diimbangi dengan
penyediaan air bersih yang cukup sehingga hal ini menyebabkan tidak
terpenuhinya kebutuhan penduduk akan air bersih.
Howe, 1979;131 Natural Resource Economic, mengatakan bahwa air
bersih memegang suatu peranan penting bagi perkembangan suatu kota.
Hal ini dapat dimaklumi mengingat air bersih merupakan kebutuhan yang
sangat vital bagi manusia.
1) Sumber Air Bersih
Sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan air minum ialah :
- Air Hujan yang biasanya sebelum jatuh ke permukaan bumi akan
mengalami pencemaran sehingga tidak memenuhi syarat apabila langsung
diminum
- Air permukaan tanah yaitu, rawa, sungai, danau yang tidak dapat
diminum sebelum melalui pengolahan, karena gampang tercemar.
- Air dalam tanah yang terdiri dari sumur dangkal dan air sumur dalam
2) Proses Pengolahan Air Bersih
Proses pengolahan air bersih antara lain:
a. Pra Pengendapan
Pengumpulan dan pengendapan pendahuluan dari air baku
yang diambil dari sungai atau sumber-sumber lainnya.

b. Proses Aerasi
Mengusahakan agar air tersebut mengalami kontak secara
luas dengan udara, untuk mengurangi dan menghilangkan rasa, bau
dan gas beracun.
c. Proses Pemurnian Air
Proses ini dilakukan dalam suatu bak besar dimana air yang
telah mengalami proses aerasi tadi dicampur dengan bahan-bahan
yang dapat memurnikan air.
d. Proses Pengendapan
Setelah mengalami proses pemurnian, maka air ini akan
mengalami proses pengendapan kembali dengan mengalirkan ke
tanki pengendapan (pembersihan).
e. Proses Penyaringan Air
Penyaringan air dengan filter yang terdiri dari lapisan-lapisan
pasir ketebalan 2 sampai dengan 5 kaki dan dibawahnya terdapat
kerikil.
f. Pencampuran chlor
Setelah pemberian chlor maka dikirim ketempat
penyimpanan, selanjutnya disalurkan pada pemakai setelah
diadakan pemeriksaan kualitas air.
Gambar 2.5
Bagan Distribusi Air Bersih

IPA

Sumber air Pengolahan Reservoir Konsumen


Distribusi
Sumber : Diktat Sanitasi Lingkungan

3) Kriteria Perencanaan Air Bersih


Kriteria perencanaan air bersih sesuai dengan kategori kota
berdasarkan jumlah penduduk (jiwa) antara lain:
a. Kota Metropolitan
o Memiliki jumlah penduduk lebih dari 1 juta jiwa
o Diupayakan standar pemenuhan kebutuhan air bersih di kota tersebut
sebesar 120 liter/jiwa/hari.
b. Kota Besar
o Memiliki jumlah penduduk lebih besar dari 500.000 jiwa sampai dengan
1 juta jiwa
o Diupayakan standar pemenuhan kebutuhan air bersih di kota tersebut
sebesar 100 liter/jiwa/hari.
c. Kota Sedang
o Memiliki jumlah penduduk lebih besar dari 100.000 jiwa sampai dengan
500.000 jiwa.
o Diupayakan standar pemenuhan kebutuhan air bersih di kota tersebut
sebesar 90 liter/jiwa/hari.
d. Kota Kecil
o Memiliki jumlah penduduk lebih dari 20.000 sampai dengan 100.000
jiwa
o Diupayakan standar pemenuhan kebutuhan air bersih di kota tersebut
sebesar 60 liter/jiwa/hari.
e. Kota Semi Urban
o Memiliki jumlah penduduk lebih dari 3.000 sampai denga 20.000 jiwa.
o Diupayakan standar pemenuhan kebutuhan air bersih di kota tersebut
sebesar 45 liter/jiwa/hari.
Tabel 2.5
Kriteria Perencanaan Air Bersih
Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk
(jiwa)
>1.00
No. Uraian 500.000- 100.000- 20.000- <20.0
0.000
1.000.00 500.000 100.000 00
Metr
0 Besar Sedang Kecil Desa
o
Konsumsi Unit
1. 190 170 150 130 30
Sambungan (SR) l/o/h
Konsumsi Unit Hidran
2. 30 30 30 30 30
Umum (HU) l/o/h
4. Kehilangan Air 20-30 20-30 20-30 20-30 20-30
5. Faktor Maksimum Day 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1
7. Jumlah Jiwa per SR 5 5 5 5 5
8. Jumlah Jiwa per HU 100 100 100 100 100
Sisa Tekan di Jaringan
9. 10 10 10 10 10
Distribusi (mka)
10. Jam Operasi 24 24 24 24 24
50:50
50:50- 70:30
12. SR : HU - 80:20:00 70:30:00
80:20 :00
80:20
**) **)
13. Cakupan Pelayanan (*) **) 90 **) 90 **) 90
90 70
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 1998
Keterangan :
*) tergantung survey sosek
**) 60% perpipaan, 30% non perpipaan
***)25% perpipaan, 45% non perpipaan
4) Sistem Pelayanan Air Bersih di Perkotaan
Dalam pemanfaatan sumber air perkotaan yang dikenal dengan
pelayanan umum, dalam pelayanan umum air bersih perkotaan dikenal
dengan 3 pola jaringan yaitu:
a. Sistem Pengelolahan Air Baku
Merupakan Instalasi Pengolahan (IPA) baku menjadi air yang siap
untuk diberikan pada pihak konsumen atau yang membutuhkan air.
b. Sistem Transmisi
Merupakan penyaluran air bersih transportasi air baku ke sistem
pengolahan atau sistem transportasi air bersih dari sistem pengolahan air
baku ke tempat penampungan (reservoir). Cara pengangkutannya bisa
dilakukan dengan gravitasi/dengan pompanisasi.
c. Sistem Distribusi
Merupakan penyaluran air bersih dari reservoir sampai ke daerah-
daerah pelayanan, sistem distribusi ini merupakan sistem yang paling
penting dalam penyediaan air bersih.
o Sistem air bersih terdiri atas:
a.) Sistem Perpipaan
Pemanfaatan kapasitas terpasang dari sistem intalasi yang ada
serta masih rendahnya sambungan rumah yang mengakibatkan
rendahnya cakupan pelayanan penduduk terhadap air bersih.
b.) Sistem Non Perpipaan
Terdiri atas sumur bor dan sumur pompa atau menjadikan sungai
sebagai sumber air bersih. Penggunaan air bersih non perpipaan dengan
memanfaatkan air tanah dangkal memiliki kualitas fisik dan kimia yang
cukup baik, sedangkan kualitas mikrobiologis pada umumnya rendah.
Menurut hirarkinya pipa-pipa yang digunakan dalam sistem
distribusi air bersih ini adalah:
a. Pipa Induk
Merupakan pipa distribusi pada jaringan terluar yang
menghubungkan blok-blok pelayanan dalam kota. Pipa ini tidak dapat
digunakan untuk melayani kapling rumah. Pipa yang digunakan disini
adalah pipa yang mempunyai ketahanan yang tinggi.
b. Pipa Cabang
Pipa cabang ini dipakai untuk menyadap air langsung dari pipa
induk kemudian dilarikan ke suatu blok pelayanan. Jenis pipa ini
sebaiknya sama dengan pipa induk.
c. Pipa Service
Pipa ini melayani sambungan langsung dari rumah. Mengingat
adanya keharusan demikian, maka pada dasarnya tiga segi yang paling
penting untuk diperhatikan dalam hal penyediaan air minum, yaitu:
1. Segi Kualitas
Terpenuhinya syarat-syarat kualitas agar dapat digunakan aman
tanpa khawatir akan terinfeksi oleh kuman-kuman penyakit.
2. Segi Kuantitas
Tersedianya dalam jumlah yang cukup dan dapat dipergunakan
setiap waktu.
3. Segi Kontinuitas
Kondisi tersedianya air secara terus menerus dengan jumlah
yang tidak terbatas
Tabel 2.6
Standar Kebutuhan Air Bersih Untuk Fasilitas Perkotaan
No Jenis Pemakaian Kebutuhan
1 Sambungan Rumah 150 L/org/hari
2 Hidran Umum 30 L/org/hari
3 Sekolah 10 L/murid/hari
4 Kantor 10 Liter/pegawai/hari
5 Rumah Sakit 200 L/tt/hari
6 Puskesmas 2000 L/unit/hari
7 Pasar 12 m3/Ha/hari
8 Restoran 100 L/kursi/hari
9 Hotel/ Penginapan 150 L/tt/hari
Sumber: Dinas PU

Tabel 2.7
Klasifikasi Kategori Kota Dan Kebutuhan Air Bersih
Jumlah Kebutuhan Air
Jumlah Penduduk Jenis Kota
(L/org/hari)
> 2.000.000 Metropolitan > 210
1.000.000 – 2.000.000 Metropolitan 150 – 210
500.000 – 1.000.000 Besar 120 – 150
100.000 – 500.000 Besar 100 – 150
20.000 – 100.000 Sedang 90 – 100
3.000 – 20.000 Kecil 60 – 100
Sumber: Puslitbangkim Dep.PU

5) Pola Jaringan Distribusi Air Bersih


1. Pola Grid
Pola bisa dilihat dari mengikuti pola jaringan jalan tetapi tidak
selamanya cocok. Apabila ingin membuat pola grid, lihat juga struktur
geografis kota tersebut (jika kotanya belum jadi), kalau kotanya sudah
jadi biasa ambil pola jalannya saja. Kelemahan dari pola ini apabila ada
titik yang rusak/bocor, maka akan sulit diselesaikan karena saling
terpengaruh.
2. Pola Radial
Pola ini baiknya digunakan untuk daerah squatter/daerah yang
terpisah-pisah, untuk tiap daerah supply dan demandnya berbeda-beda.
3. Pola Tree
Pola ini lebih muda, tinggal menyediakan pipa utama,
reservoirnya sudah ada. Kalau ada kerusakan bisa cepat diperbaiki tetapi
proyeksi/perkiraan jumlah penduduknya juga harus benar.
b. Listrik
Prasarana listrik dibutuhkan untuk sumber energi dan penerangan.
Berikut kebijakan penyediaan energi di Indonesia:
 Pengadaan energi dalam negeri
 Pengadaan untuk ekspor guna menunjang neraca
pembayaran
 Pengembangan sumber-sumber
 Penghematan minyak bakar
 Kelesarian lingkungan
 Peningkatan ketahanan nasional
Sumber-sumber energi listrik:
1) Minyak : PLTU, PLTG, PLTD
2) Panas Bumi : PLTP
3) Batu bara : PLTU
4) Nuklir : PLTN
5) Air : PLTA
c. Telekomunikasi
Jaringan telekomunikasi membantu memperlancar komunikasi antar
manusia dengan jarak yang jauh. Berikut arti penting jaringan
telekomunikasi:
 Sebagai salah satu ‘Stimulan’ pertumbuhan ekonomi
wilayah
 Peranan penting dalam pengembangan kualitas masyarakat (sosial-
kebudayaan)
Macam-macam jaringan telekomunikasi:
- Dilihat dari bentuk fisik:
1. Open Wire
2. Kabel Bersisolasi
3. Kabel Koalisial
4. Kabel Serat Optik
- Dilihat dari cara pemasangannya:
1. Jaringan atas tanah
2. Jaringan bawah tanah, jenisnya:
 Kabel tanam langsung
 Kabel duct
 Kabel laut

2.2 Bersumber Dari Bahan Jurnal


2.2.1 Kondisi Fisik Desa
a. Jurnal Community-based spatial arrangement for sustainable village
environmental improvement – case study of Candirejo Village,
Borobudur, Indonesia (Titin Fatimah)
Studi ini berfokus pada efek pengaturan tata ruang yang diprakarsai
oleh masyarakat desa terhadap peningkatan lingkungan desa berkelanjutan
di Desa Candirejo, Borobudur, Kabupaten Magelang. Berdasarkan kasus
ini diperolehlah data sebagai berikut:
1. Desa agraris di mana orang kebanyakan hidup dari bertani. Beberapa
potensi pertanian dimanfaatkan untuk paket wisata pertanian seperti
pertanian organik, panen buah, dan sebagainya. Berdasarkan pekerjaan,
sebagian besar penduduk adalah petani dan masih menjalani gaya hidup
tradisional.
2. Daerah pedesaan jawa pada umumnya memiliki karakteristik khusus
dalam pola tata ruang desa. Area pemukiman di sebuah desa biasanya
terdiri dari rumah-rumah dan diantara ruang yang khas dengan nuansa
vernakular. Berikut ini adalah bentuk ruang vernakular, yang
berkontribusi dalam membentuk pemandangan pemukiman manusia di
desa di Jawa:
 Plataran: halaman untuk kegiatan publik / tempat bermain untuk
anak-anak di lingkungan.
 Kebon: tanah di sekitar rumah yang ditanami biasanya oleh
wanita rumah tangga dengan sayuran, pohon buah-buahan kecil
atau tanaman terkait medis.
 Kebonan: lebih besar dari kebon, tidak selalu di sekitar rumah
tetapi masih di dalam desa, ditanami dengan pohon buah besar
seperti pisang, salak atau pohon untuk bahan bangunan seperti
bambu.
 Tegal / ladang: lahan tinggi, umumnya terletak di luar desa dan
ditanami tanaman pangan seperti jagung.
 Sawah: lahan basah / sawah
 Alas: hutan atau hutan belantara, relatif jauh dari desa. Jenis
tanah ini biasanya milik publik.
3. Beberapa elemen yang membentuk pola tata ruang desa yaitu bangunan
(rumah, fasilitas umum, kios, kandang, lumbung padi, dll), pekarangan
(plataran, kebon dan kebonan), jalan sirkulasi/ruang lalu lintas (jalan,
jalur), vegetasi (pohon, perkebunan bawah, tanaman hijau).
Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah penelitian kualitatif
dengan menggunakan metodologi penelitian grounded. Pengumpulan data
terutama dilakukan melalui observasi lapangan dan wawancara mendalam.
Studi literatur digunakan sebagai sumber data sekunder. Penelitian ini
dilakukan melalui investigasi lapangan longitudinal untuk mengetahui
kondisi desa saat ini dan sejarah perkembangan desa. Beberapa sesi
wawancara dengan penduduk desa dilakukan untuk mendapatkan data
tentang pembangunan pedesaan dan perbaikan lingkungan. Orang yang
diwawancarai dipilih dari orang-orang kunci dalam proses pembangunan
desa, seperti mantan kepala desa, tetua desa, kepala koperasi pariwisata,
dan tokoh masyarakat penting lainnya. Kompilasi data sekunder, yang
meliputi kliping koran, artikel, laporan kegiatan, buku, dan sebagainya,
juga dilakukan untuk mendukung analisis. Selain itu, untuk menentukan
keadaan lapangan dalam bentuk penataan ruang perumahan pedesaan dan
bagaimana mereka berubah dari waktu ke waktu, pemetaan lapangan dan
analisis terkait.

2.2.2 Sosial Ekonomi Desa

1. Ekonomi Desa di Sektor Pariwisata


a. Analysis of Sustainable Tourism Village Development at Kutoharjo
Village, Kendal Regency of Central Java (Mega Sesotyaningtyasa*,
Asnawi Manaf)
Elemen yang menarik adalah elemen yang dapat memicu pariwisata
untuk mengetahui (Warpani & Warpani, 2006). Berdasarkan elemen yang
menarik ini, masyarakat akan diamati sebagai objek kegiatan yang
bertentangan dengan kebiasaan sosial, budaya, dan populasi total dari
kawasan wisata.
Pengembangan pariwisata akan berkelanjutan jika pengembangan
terdiri dari tiga aspek penting: lingkungan, sosial, dan ekonomi (Fennell,
2003; Baker, 2006; Mowforth & Munt, 2007; Risteski et al., 2012). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Desa Kutoharjo memiliki berbagai elemen
spektakuler yang berpotensi untuk mendukung pengembangan kawasan
wisata di desa ini.
Analisis yang digunakan yaitu dengan analisis studi kelayakan
Penelitian ini menunjukkan bahwa pengembangan Desa Kutoharjo
menggunakan Public Private Community Partnership (PPCP). Selain itu
juga menggunakan analisis kelayakan sosial – ekonomi untuk menentukan
kelayakan pengembangan desa wisata berdasarkan nilai sosial ekonomi
dengan perhitungan Net Present Value (NPV) dan Benefit Cost Ratio
(BCR), dalam analisis sosial ekonomi, upaya ini memberikan peluang
untuk pekerjaan baru yang akan mempekerjakan banyak pekerja lokal,
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan pendapatan
lokal, serta ekonomi lokal. Dan analisis yang terakhir yaitu analisis
kelayakan finansial.

2. Ekonomi Desa di Sektor Pertanian


a. Jurnal Human wetland dependency and socio-economic evaluation of
wetland functions through participatory approach in rural India
(Malabika BISWAS, Nihar R. SAMAL, Pankaj K. ROY, Asis
MAZUMDAR)
Lahan basah umumnya ekosistem yang sangat produktif, menyediakan
berbagai hal penting manfaat bagi lingkungan. Manfaat-manfaat ini
terutama pengendalian banjir, resapan air tanah,dan pengurangan polusi
(Bhattacharya et al. 2008) karena lahan basah bertindak sebagai sistem
penyaringan air (Boyer dan Polasky 2004).
Wilayah studi terletak di Bhomra Beel, tempat tersebut merupakan
lahan basah dataran banjir yang terletak di pedesaan India bagian timur.
Dari kasus ini didapatkan informasi bahwa:
- Ketergantungan dan produktifitas ekonomi dari lahan basah
- Mata pencaharian masyarakat yang tinggal di dalam layanan sekitar
lahan basah
- Model linear regresi berganda merupakan dasar untuk refleksi
pentingnya dalam mata pencaharian
- Populasi perempuan tidak mendapat manfaat dari penangkapan ikan
dan pertanian
- Keterlibatan pria dan wanita terhadap atribut lahan basah berbeda
- Pekerjaan utama laki-laki adalah bertani dan dalam populasi
perempuan adalah peternakan
Metode analisis yang digunakan dalam kasus ini adalah penggumpulan
data dengan cara survei formal (primer) dengan wawancara, di analisis
menggunakan statistik dekriptif yaitu dengan analisis statistik dan analisis
cluster.
b. Jurnal Industri Pertanian Sebagai Leading Sector Perekonomian
Nasional (Siti Hapsah)
Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat berlimpah yang
tidak ada duanya, ditambah lagi dengan budaya bertani yang telah
mengakar di masyarakat, membuat sektor pertanian pada saat itu menjadi
andalan (leading sector) dalam perekonomian nasional. Sektor pertanian
merupakan tulang punggung pembangunan nasional.
Berdasarkan data statistik yang ada, saat ini sekitar 75% penduduk
Indonesia tinggal di wilayah pedesaan. Lebih dari 54 % diantaranya
menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian, dengan pendapatan yang
relatif rendah. Hal ini dikaitkan dengan faktor luas lahan yang dimiliki,
kebijakan pemerintah dalam pemberian insentif kepada petani, dsb.
Sebagai akibat dari kondisi tersebut, maka petani Indonesia berada pada
posisi sulit, dimana tingkat kesejahteraannya yang rendah juga tingkat
kesulitan yang dialami dalam berinteraksi dengan bank dalam mendapatkan
kredit modal.
Banyak kendala yang sebenarnya dulu, sekarang, atau mungkin
sampai di masa depan. Kendala yang banyak ditemui petani dikarenakan
ketidaktahuan dan ketidakpahaman mengenai apa yang harus dilakukan
seharusnya. Selain untuk tujuan memenuhi kebutuhannya sehari-hari, para
petani biasanya tidak mempunyai orientasi yang luas. Kendala tersebut
pada akhirnya berakibat pada rendahnya produktivitas. Adapun kendala
tersebut diantaranya adalah yang berkaitan dengan teknologi pertanian,
kelembagaan, permodalan, pengolahan dan pascapanen, pemasaran,
koordinasi, infrastruktur, informasi, perijinan, lahan, pembinaan dan
penyuluhan, dan terakhir kembali kepada kendala kualitas SDM (petani)
yang masih rendah. Hal-hal yang dikatakan menjadi penghambat dalam
upaya menempatkan pertanian sebagai leading sector dalam pembangunan
nasional. Kendala yang dialami berkaitan dengan teknologi pertanian,
dimana teknologi di bidang pertanian belum berkembang secara baik,
sehingga produktivitas pertanian sangat rendah.
Masalah pembangunan pertanian yang berkelanjutan merupakan suatu
hal yang seharusnya. Namun, hal tersebut tidak terlepas dari upaya
meningkatkan kualitas SDM yang akan menunjang pada berbagai upaya
yang dilakukan. Peningkatan SDM tidak dibatasi pada peningkatan
produktivitas semata, tetapi juga pada peningkatan kemampuan para petani
agar dapat lebih berperan dalam berbgai proses pembangunan. Adapun
program-program yang bisa dilakukan secara konkrit, realible dan
workable yang bisa dilaksanakan bertahap dan berkelanjutan. Program-
program tersebut, diantaranya meliputi:
a. Program peningkatan produksi sebagai dasar dari pembangunan
pertanian. Untuk mendorong peningkatan produksi hasil pertanian baik
jumlah maupun mutunya. Tujuan dari program ini antara lain: dalam upaya
1) mewujudkan swasembada dan ketahanan pangan nasional, khususnya
beras;
2) meningkatkan volume ekspor hasil-hasil pertanian, sekaligus
substitusi impor;
3) menyediakan bahan baku industri pengolahan; dan
4) mewujudkan diversifikasi pangan dan gizi.
b. Program pengembangan SDM, melalui
1) berbagai pelatihan, penataan tenaga, penataan sistem penyuluhan,
pemagangan dan studi banding bagi petani dan pelaku agribisnis;
2) pengembangan inkubator agribisnis;
3) sosialisasi program dan kebijaksanaan bagi instansi mitra pertanian;
dan
4) penguatan tenaga-tenaga peneliti terutama di bidang budi daya,
bioteknologi, pascapanen, mutu hasil, dll.
c. Program pengembangan sarana dan prasarana untuk memenuhi
kebutuhan yang urgen, dasar dan mendesak; rehabilitasi, mobilisasi dan
peningkatan mutu sarana dan prasarana di seluruh wilayah dalam rangka
optimalisasi; dan lebih mengembangkan sistem informasi yang dapat
diakses oleh semua instansi agribisnis.
d. Program pengembangan usaha dengan maksud untuk merangsang
meningkatnya investasi pada sektor agribisnis, berkembangnya
kelembagaan usaha, pengembangan kemitraan, peningkatan mutu hasil,
pengembangan asosiasi-asosiasi komoditas dan profesi agribisnis, sistem
informasi pasar, penguatan jaringan pasar sehingga dapat mengembangkan
kerjasama regional dan antar bangsa.
e. Program pengembangan teknologi pertanian, yang berhubungan dengan
rekayasa dalam sektor pertanian. Dilakukannya berbagai penelitian dalam
upaya peningkatan jumlah dan kualitas hasil pertanian.
f. Program penataan asset dan kelembagaan pertanian, ditujukan untuk
perluasan lahan pertanian, dan terutama penataan pola distribusi sarana
produksi seperti pupuk, benih, dll. Program ini bisa dilakukan dengan
inventarisasi dan pemetaan asset dan faktor produksi pertanian, baik
jumlah, mutu, lokasi dan sifatnya; pengadaan dan redistribusi/relokasi asset
dan kelembagaan untuk mendorong optimalisasi, efektivitas, dan efisiensi;
dan bisa dilakukan pula modernisasi asset dan kelembagaan pertanian.
g. Program peningkatan nilai tambah, daya saing dan pemasaran, berkaitan
dengan industrialisasi pertanian dan penanganan pascapanen.
h. Program pembangunan pertanian di wilayah terpencil, yang sulit
tersentuh tangan-tangan ahli. Dapat dilakukan dengan penataan tata ruang
pembangunan pertanian di daerah tersebut. Sehingga dapat dipromosikan
adanya peluang investasi, inventarisasi dan identifikasi potensi pertanian
yang tersedia di wilayah tersebut.
2.2.3 Pembangunan Desa dan Wisata Berkelanjutan
1. Pembangunan Desa Berkelanjutan
a. Jurnal Transformative Social Innovations for Sustainable Rural
Development: An Analytical Framework to Help Community-Based
Initiatives (Karina Castro – Arce , Frank Vanclay)
Tata pemerintahan terkait ke bawah dan inovasi sosial bersama –
sama terdiri dari bagaimana praktik perencanaan berkontribusi pada
pengembangan wilayah sosial – ekologis. Berbagi kekuasaan dan
pengambilan keputusan partisipatif memfasilitasi perencanaan yang lebih
fleksibel, inklusif dan efektif. Kerangka analisis kami sangat membantu
dalam memahami bagaimana inisiatif inovasi sosial mendorong
transformasi dan berkontribusi dalam pembangunan pedesaan
berkelanjutan.
Tantangan konstan dalam praktik perencanaan regional adalah
bagaimana menerapkan kebijakan dan proyek pembangunan secara
efektif yang dapat membawa keberlanjutan bagi daerah pedesaan.
Meskipun partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan telah banyak
di bahas, ketegangan antara inisiatif dari bawah ke atas dan struktur dari
atas ke bawah masih sulit untuk direkonsiliasi (Butler et al., 2015;
Molden el al., 2017; Taylor dan de Loe, 2012). Dengan meningkatnya
pengalaman ketegangan ini oleh daerah pedesaan, ada kekhawatiran yang
berkembang tentang bagaimana inisiatif pembangunan pedesaan
mengelola ketegangan ini (lihat LEADER / CLLD, Program Uni Eropa
mis. Dax,2006; Dax et al., 2016; Pires et al., 2014). Dengan
menggabungkan isi literatur tentang tata kelola adaptif sistem sosial –
ekologi (SES), inovasi sosial dan menjembatani organisasi, kami
mempertimbangkan bagaimana sistem pemerintahan daerah dapat diubah
menjadi sistem adaptif yang memfasilitasi praktik perencanaan, yang
mencakup dari bawah ke atas (bottom – up) dan kolaborasi atas ke bawah
(top – down).
Tujuan akhir dari perencanaan dan proses tata pengelolaan
regional adalah untuk mencapai perkembangan sosial – ekologis.
Pendapatan tingkat tinggi, menyeluruh, seperti keberlanjutan, ketahanan,
dan kesejahteraan masyarakat, adalah yang di harapkan. Untuk mencapai
hasil yang luar biasa ini, diperlukan transformasi dalam sistem
pemerintahan dan manusia. Pemerintahan daerah yang transformatif
melibatkan perubahan dalam aturan, praktik perencanaan, dan tata
pengelolaan struktue. Inovasi sosial dalam pengembangan cara – cara
baru untuk bekerja bersama untuk mencapai tujuan sosial. Karena itu,
inovasi sosial berpotensi untuk dipupuk menjadi transformasi regional
yang berkontribusi pada perkembangan sosial – ekologis. Tetapi tidak
semua inisiatif inovasi sosial bersifat transformatif. Penelitian
menunjukkan bahwa inovasi sosial transformatif dikembangkan melalui
mekanisme tata pengelolaan yang terhubung ke bawah.
2. Pembangunan Wisata Berkelanjutan
a.Jurnal Analysis of Sustainable Tourism Village Development at
Kutoharjo Village, Kendal Regency of Central Java (Mega
Sesotyaningtyasa*, Asnawi Manafb)
Petrevska & Dimitrov (2013) menganggap bahwa perencanaan
pengembangan pariwisata akan memicu pertumbuhan ekonomi secara umum
dan berkontribusi pada perencanaan penggunaan lahan yang lebih baik, dan
menarik populasi ke daerah-daerah baru di mana pariwisata sedang
berkembang. Pengembangan pariwisata akan berkelanjutan jika
pengembangan terdiri dari tiga aspek penting: lingkungan, sosial, dan
ekonomi (Fennell, 2003; Baker, 2006; Mowforth & Munt, 2007; Risteski et
al., 2012).
 Unsur pariwisata
- Elemen yang menarik
Elemen yang menarik adalah elemen yang dapat memicu
pariwisata untuk mengetahui (Warpani & Warpani, 2006).
Berdasarkan elemen yang menarik ini, masyarakat akan diamati
sebagai objek kegiatan yang bertentangan dengan kebiasaan sosial,
budaya, dan populasi total dari kawasan wisata.
- Elemen prasyarat
Layanan transportasi, sebagai elemen prasyarat untuk
pengembangan pariwisata.
- Elemen pendukung
Informasi dan materi promosi tentang dalam bentuk selebaran,
brosur, kalender dan media internet tersedia.
- Elemen fasilitas layanan
Sebagai contoh fasilitas ini adalah jaringan akomodasi dan utilitas.
Jaringan utilitas seperti jalan masuk, air bersih, dan listrik.
 Tantangan dalam pengembangan desa wisata
- Kumuh
Daerah kumuh merupakan masalah krusial untuk pariwisata.
Pengunjung akan lebih memilih untuk mengunjungi dan tinggal di daerah
yang rapi daripada di tempat-tempat dengan daerah kumuh. Penduduk
desa harus didorong untuk menjaga kebersihan lingkungannya dengan
menjaga limbah organik dan anorganik.

- Masalah Sampah
Masalah lain yang ditemukan di desa adalah kurangnya fasilitas tempat
sampah, fasilitas pengelolaan limbah, serta, kantong sampah, tempat
sampah, dan gerobak sampah. Penduduk desa kurang memiliki
pengetahuan dan pemahaman untuk menjaga lingkungan mereka
berkelanjutan.
- Masalah sistem drainase yang kurang lancar
Karena penanganan sampah yang tidak tepat, sampah menghalangi
sungai dan menghalangi air mengalir di sungai. Akibatnya, air hujan
mengalir ke jalan raya dan menyebabkan banjir di area perumahan
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif menggunakan
paradigma dominan fenomenologis (Bungin, 2010). Data dikumpulkan
dengan menggunakan dua teknik, yaitu: (a) pengumpulan data primer
melalui pengamatan lapangan dan wawancara dengan masyarakat setempat,
(b) pengumpulan data sekunder melalui studi literatur dan survei
kelembagaan. Pengumpulan data dilakukan untuk keterlibatan masyarakat
dalam kegiatan pariwisata, manfaat pengembangan desa wisata ke
lingkungan perumahan, dan kesempatan bagi warga negara untuk
mendapatkan penghasilan tetap. Data yang terkumpul kemudian dianalisis
dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Metode
kualitatif deskriptif diterapkan untuk menganalisis potensi daerah sebagai
desa wisata berdasarkan anatomi pariwisata. Metode deskriptif kuantitatif
digunakan untuk menilai kelayakan finansial dari pengembangan pariwisata
(Rasio Biaya Manfaat, Nilai Sekarang Bersih dan Periode Payback), aspek
ekonomi dan sosial pariwisata (Gittinger, 1986; Mangkosoebroto, 2000;
Munandar, 2002). Anatomi pariwisata dinilai berdasarkan ketersediaan
unsur-unsurnya (Soekadijo, 1997; Warpani & Warpani, 2006).

b. Jurnal Impact Of Local Community Participation And Relations


Quality In Sustainable Rural Tourism In Rural Areas, Sarawak. That's
A Moderate Effect Of Self-Efficacy (Fong Sook Fun a, *, Lo May Chiun
b, Peter Songan c, Vikneswaran Nair d)
Desa Wisata adalah wilayah pelestarian alam lingkungan ekosistim serta
simpul budaya tradisional masyarakat dengan tidak menghambat
perkembangan warganya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya
melalui usaha kepariwisataan.
Wisata pedesaan terletak di pedesaan terpencil, jauh dari tetangga
(Pesonen, et al., 2011). Penelitian baru-baru ini melaporkan bahwa
pariwisata pedesaan adalah alat yang semakin populer dari lembaga
pembangunan ekonomi negara yang dulu meningkatkan pendapatan
penduduk pedesaan (Pakurar & Olah, 2008).
Pariwisata diakui sebagai mesin pertumbuhan utama untuk
pembangunan sosial-ekonomi dan pengentasan kemiskinan terutama di
pedesaan. Meskipun demikian, pariwisata memiliki dampak negatif pada
destinasi pedesaan ini. Akibatnya, sikap dan perilaku masyarakat setempat
terhadap persepsi pengembangan pariwisata adalah salah satu indikator
penting untuk pengembangan pariwisata berkelanjutan (Choi & Sirakaya,
2006).
Pariwisata telah diakui karena kontribusinya yang luas terhadap
perekonomian di banyak negara tempat pariwisata berkontribusi pada
diversifikasi ekonomi, profitabilitas, dan peluang kerja untuk suatu negara
(Ismail & Turner, 2008).
Pariwisata berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai “pariwisata
yang dikembangkan dan dipelihara di suatu daerah (komunitas atau
lingkungan) sedemikian rupa sehingga tetap layak selama periode tak
terbatas dan tidak menurunkan atau mengubah lingkungan (manusia atau
fisik) di mana ia ada sedemikian rupa sehingga melarang pengembangan
yang sukses dan kesejahteraan dari kegiatan dan proses lain (Butler, 1991).
Dimensi sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan sering digunakan untuk
mengukur keberlanjutan pariwisata pedesaan (WTO, 2004). Beberapa
literatur yang telah difokuskan dimensi-dimensi ini meliputi yang berikut ini:
- Sosial

Murphy (1985) mendefinisikan pariwisata sebagai acara


sosial budaya untuk semua pemangku kepentingan. Namun,
pariwisata Perkembangan di daerah pedesaan telah menyebabkan
perubahan struktur masyarakat secara positif (Lankford, 1994) dan
secara negatif (Ap & Crompton, 1993). Karenanya, penting bahwa
dampak sosial pariwisata harus dipertimbangkan secara
menyeluruh proses perencanaan sehingga manfaat dapat
dioptimalkan (Brunt & Courtney, 1999).
- Ekonomi
Aspek ekonomi positif dari pengembangan pariwisata
pedesaan meningkatkan kesempatan kerja dan ekonomi
pertumbuhan (Akkawi, 2010). Sebaliknya, pengembangan
pariwisata pedesaan dapat membawa dampak ekonomi negatif
seperti peningkatan harga tanah ke tujuan wisata pedesaan lainnya
(Ap & Crompton, 1998). Manfaat yang diperoleh minoritas
populasi inang akan mengarah pada sikap dan persepsi negatif di
antara para pemangku kepentingan (Easterling, 2004). Karenanya,
kesetaraan dalam distribusi manfaat sangat penting agar
masyarakat setempat memiliki persepsi positif menuju pariwisata
pedesaan di komunitas mereka.
Pembentukan partisipasi masyarakat membutuhkan pemberdayaan
masyarakat lokal. Dan pemberdayaan masyarakat ini adalah kunci utama
untuk kesejahteraan masyarakat dan pariwisata berkelanjutan (Sutawa,
2012). Partisipasi masyarakat harus diwujudkan dalam banyak aspek yaitu
melibatkan penduduk dalam perencanaan pariwisata, membangun proses
yang efektif dalam perencanaan pariwisata, dan memperkuat pendidikan
ekologis dan perencanaan pariwisata (Wang, Yang, Chen, Li, & Yang,
2010).
Ada beberapa strategi dan kebijakan yang telah dipilih oleh masyarakat
untuk mengembangkan desa wisata yaitu:
 Perhatikan prioritas pariwisata: wisata religi dan manajemen
lingkungan: limbah, sanitasi, jalan, taman
 Menyediakan lingkungan yang rapi
 Kontrol vendor dan pengaturan parkir kendaraan
 Berikan simbol agama melalui penggunaan pakaian agama khusus pada
waktu-waktu tertentu
 Mengembangkan lingkungan yang berkelanjutan dan kawasan wisata
alam yang indah . Selain itu, bidang bisnis yang sesuai untuk menarik
pengunjung adalah:
- Fasilitas dasar untuk pengunjung: akomodasi, rumah tinggal, dan
restoran
- Fasilitas wisata dasar yang menawarkan tema seperti pertanian
organic
- Desa kerajinan tangan
- Budaya desa etnis tradisional yang menarik
- Kegiatan terorganisir dan terintegrasi dengan baik antara
masyarakat desa dan pengunjung
- Industri makanan khas yang memenuhi permintaan wisatawan: ikan
momoh, sup jeroan kerbau, rawon, sate kerbau, pecel, getah kacang
kedelai, bubur saren (bubur beras ketan), es cendol, wedang ronde,
wedang ceblung, kerupuk kerbau
- Agrowisata berbagai buah yang memungkinkan pembeli memilih
dan memetik buah langsung dari pohon

c. Jurnal Pengembangan Permukiman Tradisional Minangkabau, Sebagai


Desa Wisata Berbasis Budaya Di Nagari Rao-Rao, Kabupaten Tanah
Datar (Era Triana dan I NengahTela)
Astra dan Semadi (2014) menyatakan konsep wisata budaya dapat
dilihat dari dua sudut. Sudut yang pertama ialah wisata budaya lebih
cenderung kepada para pengunjung untuk pergi ke suatu destinasi karena
didorong oleh faktor budaya dan aktivitas yang dilakukan mereka disuatu
kawasan yang berkait dengan budaya (Smith, 1997). Dorongan tersebut
adalah keinginan (experiencing) pengalaman budaya dalam kelompok
masyarakat setempat. Dari sudut yang kedua pula ialah wisata budaya
disebabkan himpunan produk yang diklasifikasikan sebagai budaya yang
ditawarkan disuatu kawasan.
Wahyudi (2006) menyatakan pada dasarnya, kawasan perlindungan
budaya hanyalah merupakan benda yang tidak hidup yang tidak dapat
"berbicara apa-apa" atau diam. Hal seperti ini tidak mampu menarik
perhatian para wisatawan. Kawasan pelestarian budaya hanya dapat menarik
minat wisatawan apabila sudah dikemas dan di kembangkan menjadi objek
wisata.
Perencanaan kawasan wisata adalah dengan mengatur dan
mengembangkan kawasan dan pusat pergerakan penunjang aktivitas
wisatawan sehingga kerusakan-kerusakan yang terdapat di lingkungan
sekitar akibat pembangunan dapat dikurangkan seminimum mungkin serta
dapat memenuhi kepuasan pengunjung. Gunn (1994) menyatakan bahwa
faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan dalam
membangun kawasan pariwisata adalah ketersediaan daya tarik wisatawan,
pelayanan dan fasiltas pendukung untuk wisatawan.
Untuk metode analisis yang digunakan dalam metode pengumpulan data
yang dilakukan adalah survey lapangan, observasi, wawancara dan sebaran
kuesioner mencakup pengunjung, masyarakat setempat dan pihak
pemerintah. Metode pengumpulan data yang diperoleh melalui survey secara
langsung dari sumbernya, yaitu dilakukan dengan observasi, wawancara (in
depth interview), dan kuesioner. Observasi dilakukan berdasarkan variabel
daya tarik pariwisata, fasilitas pendukung pariwisata, dan karakteristik
masyarakat. Stakeholder dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga yaitu
masyarakat, pemerintah dan wisatawan. Wawancara (in depth interview)
akan dilakukan pada responden masyarakat dan pemerintah, sedangkan
penyebaran kuesioner akan dilakukan pada responden wisatawan.
Penyebaran kuesioner dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi
faktor keberlanjutan pariwisata budaya dari sisi kepuasan wisatawan.
Sedangkan untuk metode dalam melakukan analisis adalah dengan metode
kualitatif pembobotan dan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses,
Opportunities, dan Threats).

2.3 Standar-standar Analisis


1. Kependudukan
Informasi mengenai jumlah penduduk menurut jenis kelamin penting
untuk diketahui terutama untuk mengetahui banyaknya orang yang tinggal di
suatu wilayah pada waktu tertentu. Informasi mengenai jumlah penduduk ini
dapat digunakan untuk merencanakan pelayanan sosial ekonomi seperti
pendidikan, kesehatan, sandang, pangan, dan papan serta kebutuhan sosial
dasar lainnya sesuai dengan kebutuhan penduduk.
a. Laju Pertumbuhan Penduduk
Untuk mencari laju pertumbuhan penduduk dapat digunakan
rumus sebagai berikut :

r = P1 – P0

P0

Sumber : Rumusstatistic.co

Keterangan :
P1 = Jumlah penduduk tahun akhir
P0 = Jumlah penduduk tahun awal
r = Laju pertumbuhan penduduk
b. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk
Sementara itu untuk mencari rata - rata laju pertumbuhan
penduduk dari tahun 2015 sampai 2019 dapat menggunakan rumus
sebagai berikut.

r = r1 + r2 + r3 + r4 x 100

Sumber : Rumusstatistic.com

Keterangan :
r = Rata-rata laju pertumbuhan penduduk

r1 = Laju pertumbuhan penduduk tahun pertama

r2 = Laju pertumbuhan penduduk tahun kedua


n = Banyaknya tahun
c. Fertilitas
1. Pengukuran Fertilitas Tahunan
- Tingkat fertilitas kasar (crude birth rate) merupakan banyaknya
kelahiran hidup pada suatu tahun tertentu tiap 1000 penduduk.

CBR = crude birth rate/tingkat fertilitas kasar.


B = jumlah kelahiran pada tahun x.
Pm = jumlah penduduk pada pertengahan tahun x.
k = 1000
- Tingkat fertilitas umum (general fertility rate) membandingkan
jumlah kelahiran dengan jumlah penduduk wanita usia 15-49
tahun.

GFR = general fertility rate/tingkat fertilitas umum.


B = jumlah kelahiran pada tahun x.
Pf(15-49) = jumlah penduduk wanita berumur 15-49 tahun pada
pertengahan tahun x.
k = 1000
- Tingkat fertilitas menurut umur (age specific fertility rate),

ASFRi = age specific fertility rate/tingkat kelahiran menurut


umur.
Bi = jumlah kelahiran bayi pada kelompok umur i.
Pi = jumlah wanita kelompok umur i pada pertengahan tahun x.
k = 1000
2. Pengukuran Fertilitas Kumulatif
Tingkat fertilitas total (total fertility rate) mengukur jumlah
kelahiran hidup tiap 1000 wanita hingga akhir masa reproduksinya.
Dalam praktiknya, TFR dihitung dengan cara menjumlahkan ASFR.
Jika umur tersebut berjenjang lima tahun, maka rumus TFR:

Gross reproduction rate (GRR) menghitung jumlah kelahiran


bayi perempuan oleh 1000 wanita sepanjang masa reproduksinya,
dengan asumsi bahwa tidak ada seorang wanita yang meninggal
sebelum mengakhiri masa reproduksinya. Kelemahan dari perhitungan
ini adalah mengabaikan kemungkinan wanita meninggal sebelum
mengakhiri masa reprodukinya. GRR dihitung dengan:

ASFRfi = tingkat fertilitas menurut umur ke-i dari kelompok


berjenjang 5 tahunan.

Net reproduction rate (NRR) menghitung jumlah kelahiran


bayi perempuan oleh sebuah kohor (angkatan) dari 1000 wanita
dengan memperhitungkan kemungkinan wanita-wanita tersebut
meninggal sebelum mengakhiri masa reproduksinya.
d. Mortalitas
1. Pengukuran Angka Mortalitas
Angka kematian kasar (crude death rate) merupakan jumlah
kematian pada tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk pada
pertengahan tahun tersebut. Angka kematian ini dinyatakan untuk per
1000 orang:

CDR = angka kematian kasar/crude death rate.

D = jumlah kematian pada tahun x.

P = jumlah penduduk pada pertengahan tahun x.

k = 1000

- Angka kematian menurut umur (age specific death rate)


merupakan jumlah kematian pada suatu kelompok umur dan
pada tahun tertentu dibagi dengan jumlah penduduk pada
kelompok umur yang sama dan pada pertengahan tahun yang
sama.

ASDR = angka kematian menurut umur/age specific death rate.

Di = jumlah kematian penduduk berumur i pada tahun x.

Pi = jumlah penduduk berumur i pada pertengahan tahun x.

k = 1000

- Angka kematian bayi (infant mortality rate) sebagai indikator


dalam menentukan kesehatan masyarakat, dihitung dengan
jumlah kematian bayi berumur di bawah satu tahun pada tahun
tertentu dibagi dengan jumlah kelahiran pada tahun tersebut.
e. Proyeksi jumlah penduduk
Untuk memproyeksikan jumlah penduduk 5 tahun yang akan
datang digunakan metode proyeksi penduduk Model Eksponensial
yang sesuai dengan keadaan internal di nagari. Model eksponensial ini
digunakan untuk memperkirakan kebutuhan dan perkembangan
penduduk di masa yang akan datang di. Rumus dari model
eksponensial adalah :

Pt = Po (1 + r )n

Sumber : Rumusstatistic.com

Keterangan :
Pt = Jumlah penduduk pada tahun t
Po = Jumlah penduduk pada tahun awal
r = Laju pertumbuhan pendudukan
n = Selisih tahun
f. Sex Ratio
Berdasarkan penduduk menurut jenis kelamin, maka analisis
selanjutnya yang dapat dilakukan adalah analisis sex ratio. Analisis
sex ratio ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan banyaknya
penduduk laki - laki dengan penduduk perempuan.

Sex ratio = Jumlah penduduk laki – laki X 100%

Sumber : Rumusstatistic.com

2. Sarana
Untuk menilai kondisi bangunan, maka bisa dianalisis dengan merujuk
pada data RTLH tentang kondisi bangunan menurut BPS. Terdapat 4
komponen yaitu luas lantai, dinding, lantai dan atap bangunan, lebih jelasnya
bisa dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.8
Analisis Kondisi Bangunan Sarana
Berdasarkan Standar Indikator Bangunan RTLH menurut BPS
No Komponen Variabel Standar Kondisi Eksisting Penilaian
Baik > 8 m2/orang
1 Luas Lantai
Buruk < 8 m2/orang    
Baik Semen/Keramik
2 Material Lantai
Buruk Bambu/tanah/kayu murah    
Baik Beton
3 Dinding
Buruk bilik bamboo/ rotan/rumbia/ kayu kelas IV    
Baik Genteng/seng
4 Atap
Buruk Bambu/rumbia/kayu kualitas rendah    
Sumber : Diktat Pendataan Rumah Tidak Layak Huni Hal 49

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa kondisi eksisting


digunakan kesesuaian pada variabel terkait sehingga penilaian terhadap
komponen dapat diketahui.

3. Utilitas
a. Air Bersih
Cara Menghitung Kebutuhan Air Bersih
a) Kebutuhan sambungan rumah tangga (sr)
1. Penduduk terlayani
= cakupan pelayanan (%) x jumlah penduduk (jiwa)
2. Sambungan rumah tangga
= penduduk terlayani x konsumsi unit sambungan (l/h)

b) Kebutuhan non domestik (l/h)

= cakupan pelayanan (standar 30%) x kebutuhan sambungan rumah tangga


(l/h)

c) Kebutuhan seluruh kota (l/h)

= kebutuhan sambungan rumah tangga (l/org/hari) + kebutuhan non domestik

d) Kebocoran / kehilangan air bersih (l/h)

= 30% x kebutuhan seluruh kota


e) Cadangan kebakaran (l/h)

= 10% x kebutuhan seluruh kota

f) Total kebutuhan seluruh kota (l/h)

= kebutuhan seluruh kota + kebocoran + cadangan kebakaran

g) Kebutuhan air rata-rata perhari (l/h)


total kebutuhan seluruh kota
=
24 jam x 60 menit x 60 detik

h) Kebutuhan air pada hari maksimal (l/h)

= 1,1 x kebutuhan rata-rata perhari

i) Kebutuhan air pada jam maksimal


= 1,5 x kebutuhan rata-rata perhari

b. Listrik
Cara Menghitung Kebutuhan Listrik
 Populasi yang terlayani = 100% × Jumlah penduduk
 Kebutuhan Domestik (RT) = 672 jiwa × 450 VA
 Kebutuhan Listrik Sarana = 40% × Kebutuhan Domestik (RT)
 Total Kebutuhan Listrik di Perumahan = Kebutuhan domestik +
Kebutuhan listrik sarana
c. Telekomunikasi
Cara Menghitung Kebutuhan Telekomunikasi
 P (pertumbuhan Jumlah Pelanggan Seluler)
= X . Pt
= 80% (standar) × Jumlah Penduduk
 T (Pertumbuhan Kapasitas Trafik)

T = P 10−3
Ket : T = Trafik
P = jumlah pelanggan seluler
 = erlang (33 mErlang)
 B (Perhitungan Jumlah Base Tranceiver Station (BTS))

T
B=
A
Ket : A = Kapasitas 1 BTS = 44,7 erlang
T = Trafik
 Perhitungan Jumlah Menara (M)

M=B
3
Ket : B = Kebutuhan BTS

BAB III
GAMBARAN UMUM
3.1. Gambaran Umum Mikro
3.1.1. Kondisi Fisik
a. Batas Administrasi

Nagari Jawi – jawi terletak di Kecamatan Gunung Talang,


Kabupaten Solok. Nagari ini mempunyai luas 1736,2 Ha. Berikut batas
administrasi Nagari Jawi – jawi :
Sebelah Utara : Nagari Gantung Ciri
Sebelah Selatan : Nagari Koto Gaek Guguak dan Nagari
Koto Gadang Guguak
Sebelah Barat : Kota Padang
Sebelah Timur : Nagari Talang

Untuk lebih jelas batasnya, dapat dilihat pada Gambar 3.1 Peta
Aministrasi Nagari Jawi – jawi Kecamatan Gunung Talang berikut ini.
b. Tutupan Lahan
Tutupan Lahan di Nagari Jawi – jawi, Kecamatan Gunung
Talang, Kabupaten Solok ini terdiri atas hutan, ladang, lahan
campuran, permukiman, pertanian, sawah, semak belukar dan sungai.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.1
Tutupan Lahan di Nagari Jawi – jawi
No.
Tutupan Lahan Luas ( Ha ) Persentase ( % )
1. Hutan Lahan Kering Primer 469,7 Ha 27 %
2. Ladang / Tegalan 44 Ha 3%
3. Lahan Campuran 32 Ha 2%
4. Permukiman 22,3 Ha 1%
5. Pertanian Lahan Kering 629,4 Ha 36 %
6. Sawah 522 Ha 30 %
7. Semak Belukar 9 Ha 1%
8. Sungai 8 Ha 0%
Total 1.736,4 Ha 100 %
Sumber : RTRW Kabupaten Solok Tahun 2012 - 2031

Gambar 3.2
Tutupan Lahan di Nagari Jawi - jawi

1% 0%
Hutan Lahan Kering Ladang / Tegalan
Primer
27%
30% Lahan Campuran Permukiman
Pertanian Lahan Kering Sawah
Semak Belukar Sungai
3%
2%
1%
36%

Sumber: RTRW Kabupaten Solok Tahun 2012 – 2031


Berdasarkan tabel dan diagram diatas, dapat di ketahui bahwa
tutupan lahan yang dominan di Nagari Jawi – jawi adalah Pertaian
Lahan Kering seluas 629,46 Ha dengan persentase 36%. Sedangkan
untuk tutupan lahan yang paling sedikit adalah untuk sungai yakni
hanya 0% saja atau seluas 8,05 Ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 3.3 Peta Tutupan Lahan di Nagari Jawi – jawi berikut
ini.
c. Jenis Tanah
Untuk jenis tanah yang ada di Nagari Jawi – jawi, Kecamatan
Gunung Talang, Kabupaten Solok ini hanya terdapat dua jenis tanah,
untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel berikut ini :

Tabel 3.2
Jenis Tanah di Nagari Jawi – jawi
No. Jenis Tanah Luas ( Ha ) Persentase ( % )
1. Andosol 313,60 Ha 18 %
2. Kambisol 1422,61 Ha 82 %
Total 1.736,2 100 %
Sumber : RTRW Kabupaten Solok Tahun 2012 – 2031

Gambar 3.4
Jenis Tanah di Nagari Jawi - jawi

18%

Andosol
Kambisol

82%

Sumber: RTRW Kabupaten Solok Tahun 2012 – 2031

Berdasarkan tabel dan diagram di atas, dapat diketahui bahwa


jenis tanah yang ada di Nagari Jawi – jawi ada dua jenis, yakni
Andosol dengan luas 313,60 Ha atau 18% dari luas kawasan, dan satu
lagi tanah dengan jenis kambisol yang memiliki luas 1.422,61 Ha atau
82% dari luas kawasan. Yang artinya jenis tanah kambisol inilah yang
mendominasi di Nagawi Jawi – jawi. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 3.5 Peta Jenis Tanah di Nagari Jawi – jawi berikut
ini.
d. Morfologi
Kondisi morfologi yang ada di Nagara di Jawi – jawi ini bisa
dikatakan beragam. Hal ini di karenakan Nagari Jawi – jawi berada
dekat dengan daerah pegunungan. Untuk melihat lebih jelas tentang
morfologi di Nagari Jawi – jawi dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.3
Morfologi di Nagari Jawi – jawi
No. Morfologi Luas ( Ha ) Persentase ( % )
1. Dataran 366,58 Ha 21 %
2. Gunung / Pegunungan 1,36 Ha 0%
3. Perbukitan Landai 521,13 Ha 30 %
4. Perbukitan Sedang 693,47 Ha 40 %
5. Perbukitan Terjal 153,66 Ha 9%
Total 1.736,19 100 %
Sumber : RTRW Kabupaten Solok Tahun 2012 – 2031

Gambar 3.6
Morfologi di Nagari Jawi - jawi

9%
Dataran
21%
Gunung / Pegunungan
Perbukitan Landai
0%
Perbukitan Sedang
40% Perbukitan Terjal

30%

Sumber: RTRW Kabupaten Solok Tahun 2012 – 2031

Berdasarkan tabel dan diagram di atas, dapat diketahui bahwa


terdapat 5 jenis morfologi di Nagari Jawi – jawi. Dengan jenis
morfologi yang paling dominan adalah Perbukitan Sedang seluas
693,47 Ha atau 40% dari luas kawasan. Sedangkan untuk jenis
morfologi yang paling sedikit di Nagari Jawi – jawi adalah Gunung /
Pegunungan seluas 1,36 Ha atau 0% dari luas kawasan. Untuk lebih
jelasnya dapat di lihat pada Gambar 3.7 Peta Morfologi Nagari Jawi –
jawi berikut ini.
e. Curah Hujan
Curah hujan di Nagari Jawi – jawi, Kecamatan Gunung Talang,
Kabupaten Solok ini bervariatif. Di bagian barat Nagari Jawi – jawi
curah hujan berkisar antara 2.500 – 3.000mm/tahun. Pada bagian
tengah Nagari Jawi – jawi curah hujan berkisar antara 2.000 – 2.300
mm/tahun. Dan pada bagian timur Nagari Jawi – jawi curah hujan
kurang dari 2.000 mm/tahun.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.8 Peta Curah
Hujan Nagari Jawi – jawi berikut ini.
f. Kelerengan
Kelerengan di Nagari Jawi – jawi, Kecamatan Gunung Talang,
Kabupaten Solok ini beragam. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 3.4
Kelerengan di Nagari Jawi – jawi
No. Kelerengan Luas ( Ha ) Persentase ( % ) Keterangan
1. 0–8% 366,58 Ha 21 % Datar
2. 8 – 15 % 521,13 Ha 30 % Landai
3. 15 – 25 % 693,47 Ha 40 % Agak Curam
4. 25 – 40 % 153,66 Ha 9% Curam
5. >40 % 1,36 Ha 0% Sangat Curam
Total 1.736,2 100 %
Sumber: RTRW Kabupaten Solok Tahun 2012 – 2031

Gambar 3.9
Kelerengan di Nagari Jawi - jawi
0%
9% 0-8%
21% 8 - 15 %
15 -25 %
25 - 40 %
40% >40 %
30%

Sumber: RTRW Kabupaten Solok Tahun 2012 – 2031

Berdasarkan tabel dan diagram diatas, diketahui bahwa


terdapat 5 jenis kelerengan dengan klasifikasi yang berbeda – beda.
Untuk kelerengan yang mendominasi di Nagari Jawi – jawi adalah
kelerengan yang berkisar antara 15 – 25 % dengan luas 693,47 Ha
atau 40% dari keseluruhan wilayah, artinya 40% wilayah di Nagari
Jawi – jawi memiliki kelerengan yang di kategorikan agak curam.
Sedangkan untuk kelerengan yang >40 % hanya seluas 1,36 Ha atau
0% artinya sangat sedikit sekali wilayah dengan kelerengan yang
sangat curam di Nagari Jawi – jawi. Untuk lebih jelasnya dapat di
lihat pada Gambar 3.10 Peta Kelerengan Nagari Jawi – jawi berikut:
g. Topografi
Topografi atau ketinggian yang ada di Nagari Jawi – jawi,
Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok ini beragam. Untuk
lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.5
Topografi di Nagari Jawi – jawi
No. Topografi Luas ( Ha ) Persentase ( % )
1. 650 – 851 714,59 Ha 41 %
2. 851 – 1.100 638,85 Ha 37 %
3. 1.101 – 1.350 220,40 Ha 13 %
4. 1.351 – 1.600 104,73 Ha 6%
5. 1.601 – 1.850 57, 63 Ha 3%
Total 1.736,2 Ha 100 %
Sumber: RTRW Kabupaten Solok Tahun 2012 – 2031

Gambar 3.11
Topografi di Nagari Jawi - jawi
3%
6%
650 - 851
13% 851 - 1.100
1.101 - 1.350
41%
1.351 - 1.600
1.601 - 1.850

37%

Sumber: RTRW Kabupaten Solok Tahun 2012 – 2031

Berdasarkan tabel dan diagram diatas, dapat diketahui bahwa


topografi atau ketinggian di Nagari Jawi – jawi itu beraneka ragam.
Mulai dari topografi 650 – 850 mdpl dengan luas 714,59 Ha atau 41%
dari luas wilayah yang terbentang dari bagian timur hingga ke barat
Nagari Jawi – jawi. Hingga ketinggian 1.601 – 1.850 mdpl dengan luas
57,63 Ha atau hanya 3% dari luas wilayah yang terletak dekat dengan
bukit barisan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambat 3.12
Peta Topografi Nagari Jawi – jawi berikut ini.
h. Pola Pemukiman
Pola pemukiman adalah tempat manusia bermukim dan
melakukan aktivitas sehari – hari. Bentuk penyebaran penduduk dapat
dilihat berdasarkan kondisi alam dan aktivitas penduduk. Pola
pemukiman ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti : a) Relief
atau bentuk pemukaan bumi, seperti pegunungan, dataran rendah,
pantai dan perbukitan; b) Kesuburan Tanah; c) Keadaan Iklim; dan d)
Kultur Penduduk seperti budaya penduduk akan mempengaruhi pola
pemukiman penduduk.
Untuk pola pemukiman di Nagari Jawi – jawi yang di terapkan
oleh masyarakat setempat adalah pola pemukiman linier atau pola
pemukiman memanjang. Pola pemukiman linier ini ada yang
memanjang mengikuti jalan, memanjang mengikuti jalur kereta api,
memanjang mengikuti pantai dan memanjang mengikuti sungai. Pola
pemukiman linier yang diterapkan di Nagari Jawi – jawi adalah pola
pemukiman linier yang memanjang mengikuti jalan, karena banyak
masyarakat yang membangun rumah mengikuti jalan di Nagari Jawi –
jawi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.13 Pola
Pemukiman dan Gambar 3.14 Peta Lokasi Permukiman di Nagari Jawi
– jawi berikut ini.
Gambar 3.13
Pola Pemukiman
3.1.2. Kependudukan
Informasi mengenai jumlah penduduk menurut jenis kelamin
penting untuk diketahui terutama untuk mengetahui banyaknya orang
yang tinggal di suatu wilayah pada waktu tertentu. Informasi
mengenai jumlah penduduk ini dapat digunakan untuk merencanakan
pelayanan sosial ekonomi seperti pendidikan, kesehatan, sandang,
pangan, dan papan serta kebutuhan sosial dasar lainnya sesuai dengan
kebutuhan penduduk.

Berdasarkan data dalam Profil Nagari Jawi – jawi Guguk 2019,


pada tahun 2019 penduduk di Nagari Jawi – jawi berjumlah 3.447
jiwa yang tersebar di 4 jorong, yaitu: Jorong Pakan Jumat, Jorong
Balai Oli, Jorong Tangah Padang dan Jorong Pinang Sinawa.
A. Kependudukan Menurut Jenis Kelamin Per Jorong

Berikut ini akan disajikan informasi kependudukan tentang


jumlah penduduk menurut jenis kelamin per jorong di Nagari Jawi
– jawi, untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.6
Kependudukan Menurut Jenis Kelamin Per Jorong di Nagari Jawi –
jawi
Jumlah penduduk
No. Jorong
Laki – laki Perempuan Total
1. Jorong Balai Oli 486 498 984
2. Jorong Pakan Jumat 524 537 1.061
3. Jorong Tangah Padang 422 458 880
4. Jorong Pinang Sinawa 249 273 522
Jumlah 1.681 1.766 3.447
Sumber: Profil Nagari Jawi – jawi Guguak 2019
Gambar 3.14
Kependudukan Menurut Jenis Kelamin Per Jorong di Nagari Jawi -
jawi

Jorong Balai Oli


15%
29% Jorong Pakan Jumat
Jorong Tangah Padang
26% Jorong Pinang Sinawa

31%

Sumber: Profil Nagari Jawi – jawi Guguak 2019

Berdasarkan tabel dan diagramdiatas, dapat diketahui


bahwa jumlah penduduk di Nagari Jawi – jawi sebanyak 3.447
jiwa yang tersebar di 4 jorong yang ada di Nagari Jawi – jawi.
Untuk jumlah penduduk terbanyak ada di Jorong Pakan Jumat
yakni sebanyak 1.061 jiwa atau 31% dari jumlah penduduk di
Nagari Jawi - jawi, sedangkan jumlah penduduk paling sedikit ada
di Jorong Pinang Sinawa yakni hanya 522 jiwa atau hanya 15%
dari jumlah penduduk di Nagari Jawi - jawi.
B. Kependudukan Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

Berikut ini akan disajikan informasi kependudukan tentang


jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di
Nagari Jawi – jawi, untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 3.7
Kependudukan Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
di Nagari Jawi - jawi
Jenis Kelamin
No. Kelompok Umur Jumlah
Laki – laki Perempuan
1. 0 – 11 Bulan 11 15 26
2. 1 – 5 Tahun 75 96 171
3. 5 – 6 Tahun 36 58 94
4. 7 – 12 Tahun 179 126 305
5. 13 – 15 Tahun 77 95 172
Jenis Kelamin
No. Kelompok Umur Jumlah
Laki – laki Perempuan
6. 16 – 18 Tahun 102 112 214
7. 19 – 25 Tahun 171 191 362
8. 26 – 34 Tahun 161 139 300
9. 35 – 49 Tahun 389 318 707
10. 50 – 54 Tahun 113 215 328
11. 55 – 59 Tahun 136 147 283
12. 60 – 64 Tahun 103 139 242
13. 65 – 69 Tahun 74 61 135
14. >70 Tahun 64 44 108
Jumlah 1.691 1.756 3.447
Sumber: Profil Nagari Jawi – jawi Guguak 2019

Gambar 3.15
Piramida Penduduk
>70 Tahun

65 – 69 Tahun

60 – 64 Tahun

55 – 59 Tahun

50 – 54 Tahun

35 – 49 Tahun

26 – 34 Tahun

19 – 25 Tahun

16 – 18 Tahun

13 – 15 Tahun

7 – 12 Tahun

5 – 6 Tahun

1 – 5 Tahun

0 – 11 Bulan

Jenis Kelamin Laki – laki Jenis Kelamin Perempuan

Sumber: Profil Nagari Jawi – jawi Guguak 2019

Berdasarkan tabel dan diagram diatas, dapat diketahui bahwa


jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Nagari Jawi –
jawi yang paling banyak memilik umur 35 – 49 tahun dengan
jumlah 707 jiwa. Sedangkan menurut jenis kelamin, jumlah
penduduk laki – laki berjumlah 1.691 jiwa dan jumlah penduduk
perempuan berjumlah 1.756 jiwa. Berdasarkan data tersebut, pada
tahun 2019 rasio jenis kelamin Nagari Jawi – jawi sebesar 100,07%
yang artinya setiap 100 penduduk perempuan terdapat 100
penduduk laki – laki.

C. Laju Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk adalah besaran persentase


perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu
tertentu dibandingkan dengan penduduk pada waktu sebelumnya.
Secara umum laju pertumbuhan penduduk menggambarkan
perubaha yang dipengaruhi oleh pertumbuhan alamiah maupun
karena migrasi penduduk yang dikenal dengan istilah Lahir Mati
Pindah Datang (LAMPID).

Berikut ini merupakan tabel laju pertumbuhan penduduk


Nagari Jari – jawi Per Jorong pada tahun 2019.
Tabel 3.8
Laju Pertumbuhan Penduduk Nagari Jawi – jawi
Jumlah Penduduk
No. Jorong Selisih
Tahun 2018 Tahun 2019
1. Jorong Balai Oli 949 984 12
2. Jorong Pakan Jumat 960 1.061 -54
3. Jorong Tangah Padang 901 880 68
4. Jorong Pinang Sinawa 503 522 28
Jumlah 3.313 3.447 54
Sumber: Profil Nagari Jawi – jawi Guguak 2019
Gambar 3.16
Laju Pertumbuhan Penduduk di Nagari Jawi - jawi
1200
1000
800
600
400
200
0
O li at g a
lai um an aw
J d iS n
Ba n Pa
g aka ah ng
r on P ng ina
Jo ng a P
oro n gT on
g
J ro r
Jo Jo

Sumber: Profil Nagari Jawi – jawi Guguak 2019

Berdasarkan tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa


laju pertumbuhan penduduk di Nagari Jawi – jawi dari tahun 2018
ke tahun 2019 mengalami peningkatan di setiap jorong nya, kecuali
di Jorong Tangah Padang yang mengalami penurunan sebanyak 21
jiwa. Jumlah penduduk pada tahun 2018 adalah 3.313 jiwa,
kemudia pada tahun 2019 jumlah penduduk menjadi 3.447 jiwa.
Peningkatan penduduk yang terjadi dari tahun 2018 ke tahun 2019
adalah sebanyak 134 jiwa.
D. Rasio Ketergantungan

Rasio ketergantungan atau rasio beban tanggungan (


Dependency Ratio) adalah angka yang menyatakan perbandingan
antara banyaknya penduduk usia non – produktif ( penduduk di
bawah 15 tahun dan penduduk diatas 65 tahun ) degan banyaknya
penduduk usia produktif ( penduduk usia 15 – 64 tahun ).

Rasio ketergantungan dapat diguakan sebagai indikator yang


secara kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu daerah.
Semakin tinggi persentas dependency ratio menunjukkan semakin
tinggi beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif
untuk membiayai hidup penduduk yang tidak produktif.
Dependency ratio penduduk Nagari Jawi – jawi dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 3.9
Rasio Ketergantungan ( Dependency Ratio ) Penduduk Nagari Jawi –
jawi
Jumlah Penduduk Tahun 2019 Jumlah
No. Jorong Rasio
Anak Tua Produktif
Ketergantungan
1. Jorong Balai Oli 130 104 750 948
2. Jorong Pakan Jumat 276 62 723 1.061
3. Jorong Tangah Padang 232 71 577 880
4. Jorong Pinang Sinawa 130 24 368 522
Rata – rata 768 261 2.418 3.447
Sumber: Profil Nagari Jawi – jawi Guguak 2019

Gambar 3.17
Rasio Ketergantungan di Nagari Jawi - jawi
800
600
400
200
0
li at g a
O m an aw
alai Ju Pa
d iS n
B an ah ng
ng ak na
r o g P ang P i
Jo n T
ro ng ng
Jo r o ro
Jo Jo

Anak Tua Produktif

Sumber: Profil Nagari Jawi – jawi Guguak 2019

Berdasarkan tabel dan diagram diatas, dapat di ketahui bahwa


rasio ketergantungan penduduk di Nagari Jawi – jawi sebesar 3 – 5,
yang artinya setiap 100 penduduk produktif ( 15 – 64 tahun )
mempunyai beban sebanyak 3 – 5 orang yang di anggap belum
produktif atau sudah tidak produktif lagi.
3.1.3. Sarana dan Prasarana
A. Sarana
a. Sarana Pendidikan

Sarana pendidikan adalah semua fasilitas yang diperlukan


dalam proses belajar mengajar, baik yang bergerak maupun
yang tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan dapat
berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan efisien. Untuk
sarana pendidikan yang ada di Nagari Jawi – jawi dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
Tabel 3.10
Sarana Pendidikan di Nagari Jawi – jawi
Sarana Pendidikan
No. Tingkatan Sarana Jumlah
Nama Sarana Pendidikan
Pendidikan
a. Harapan Pertiwi Pinang Sinawa
1. Paud b. Restu Bunda III Tangah Padang 3
c. Restu Buda II Balai Oli
a. TK Pertiwi Jawi – jawi
2. Taman Kanak – Kanak 2
b. TK Rhaudatul Jannah
a. SD 22 Jawi – jawi
3. Sekolah Dasar b. SD 11 Jawi – jawi 3
c. SD 23 Jawi – jawi
Total 8
Sumber: Profil Nagari Jawi – jawi Guguak 2019

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa jenjang


pendidikan yang ada di Nagari Jawi – jawi hanya jenjang
pendidikan Paud, Taman Kanak – kanak dan Sekolah Dasar.
Dengan total jumlah sarana pendidikan yang ada di Nagari
Jawi – jawi yaitu 8 unit yang terdiri atas 3 Paud, 2 Tk dan 3 SD
yang tersebar di Nagari Jawi – jawi. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 3.18 Peta Sarana Pendidikan Nagari Jawi
– jawi berikut ini.
b. Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan berfungsi untuk melakukan upaya


kesehatan dasar atau upaya kesehatan penunjang. Selain itu,
sarana kesehatan dapat juga digunakan untuk kepentingan
pendidikan dan pelatihan serta penelitian, pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan. Untuk sarana
kesehatan di Nagari Jawi – jawi dapat dilihat pada tabel berikut
ini.

Tabel 3.11
Sarana Kesehatan di Nagari Jawi – jawi
No. Sarana Kesehatan Jumlah
1. Puskesmas -
2. Puskesmas Pembantu 1
3. Polindes 2
4. Posyandu 4
Total 7
Sumber: Kecamatan Gunung Talang Dalam Angka 2017

Jadi berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa jumlah


sarana kesehatan di Nagari Jawi – jawi ada 7 sarana, yang
terdiri atas 1 Puskesmas Pembantu, 2 Polindes dan 4
Posyandu. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar
3.19 Peta Sarana Kesehatan Nagari Jawi – jawi berikut ini.
B. Prasarana
a. Prasarana Air Bersih
Keluarga yang menggunakan prasarana air bersih yang
tersedia di Nagari Jawi-Jawi sebesar 54% dari jumlah
keluarga, untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.12
Penggunaan Air Bersih Di Nagari Jawi-Jawi
N
Jenis Prasarana Ada/Tidak Kondisi Jumlah KK
o
1 Penampung Air Hujan Ada Baik 5
2 DAM Ada Baik 2
3 Sumur Gali Ada Baik 157
4 Sumur Pompa Tidak - -
5 Hydrant Umum Tidak - -
6 Mata Air Ada Baik 201
7 Air Sungai Ada Baik 25
8 Perpipaan Ada Baik 557
9 Pansimas ada Baik 70 KK
Sumber : Profil Nagari Jawi-Jawi Tahun 2019

b. Prasarana Telekomunikasi
Prasarana telekomunikasi seperti Tower Telekomunikasi
tidak ada di Nagari Jawi-Jawi.
c. Prasarana Jaringan Listrik
Jika dilihat pada google street map, prasarana jaringan
listrik di Nagari Jawi-Jawi Sudah terlayani.
3.1.4. Aspek Ekonomi
A. Sektor Pertanian
B. Sektor Pariwisata

C. Sektor Industri

BAB IV

ANALISIS KAWASAN STUDI

4.1 Analisis Kependudukan

4.1.1 Analisis Jumlah Penduduk Lima Tahun Terakhir


DAFTAR PUSTAKA

a. Peraturan Perundang-undangan

Pemerintah Indonesia. 1975. Undang - Undang No.5 Tahun 1975 tentang


Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. LN. 1975/ No.39, TLN NO. 3064,
LL SETNEG : 7 HLM. Sekretariat Negara. Jakarta
Pemerintah Indonesia. 1984. Undang - Undang No.5 Tahun 1984 tentang
Perindustrian. Lembaran RI Tahun 1984, No. 22. Sekretariat Negara. Jakarta
Pemerintah Indonesia. 1999. Undang - Undang No.22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah. Lembaran RI Tahun 1999, No. 60. Sekretariat Negara.
Jakarta
Pemerintah Indonesia. 2007. Undang - Undang No.26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang. Lembaran RI Tahun 2007, No. 68. Sekretariat Negara. Jakarta
Pemerintah Indonesia. 2014. Undang - Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa.
Lembaran RI Tahun 2014, No. 7. Sekretariat Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 1986. Keputusan Menteri Perindustrian Indonesia
No.19/M/I/1986 Tentang Perindustrian.
Republik Indonesia. 2002. Keputusan Menteri Pertanian Nomor.
170/Kpts/OT.210/3/2002 Tentang Pelaksanaan Stansarisasi Nasional di Bidang
Pertanian.
Republik Indonesia. 2007. Peraturan Menteri Pertanian Nomor:
58/Permentan/OT.140/8/2007 Tentang Pelaksanaan Sistem Standarisasi Nasional
di Bidang Pertanian.
Pemerintah Indonesia. 2018. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat No.7
Tahun 2018 tentang Nagari. Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Barat Tahun
2018, No. 7. Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Barat. Padang
ISBN 978-979-540-097-4 Panduan Teknologi Budidaya Hazton pada Tanaman
Padi
SNI 03-1733-2004 Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan
b. Buku

Bintarto ,R. 1977. Pengantar Geografi Kota, Yogyakarta: Spring.

Julianti Tou, Harne, 2019, Diktat Perkuliahan Sanitasi Lingkungan


Julianti Tou, Harne, 2020, Diktat Perkuliahan Pembangunan Pedesaan
Kartohadikoesoemo, Soetardjo. 1984. Desa. Jakarta: Balai Pustaka
Rahayu, Saptanti dkk. 2009. Nuansa Geografi 3 : untuk SMA / MA Kelas
XII.Surakarta: PT. Widya Duta Grafika.

Yuliati, Yayuk dan Mangku Poernomo. 2003. Sosiologi Pedesaan. Jakarta:Lapera


c. Jurnal
Sesotyaningtyasa Mega, Asnawi Manaf. 2018. Analysis of Sustainable Tourism
Village Development at Kutoharjo Village, Kendal Regency of Central Java.
Scient Direct. 1-7
Biswas Malabika, Nihar R. Samal, Pankaj K. Roy, Asis Mazumdar. 2017. Human
wetland dependency and socio-economic evaluation of wetland functions through
participatory approach in rural India. Scient Direct, 55(71-82), 1-12
Hapsah Siti. Industri Pertanian Sebagai Leading Sector Perekonomian Nasional.
1-18
Castro Karina, Frank Vanclay. 2020. Transformative Social Innovations for
Sustainable Rural Development: An Analytical Framework to Help Community-
Based Initiatives. Scient Direct. 74(45-54), 1-10
Fun a Fong Sook, Lo May Chiun b, Peter Songan c, Vikneswaran Nair d. 2014.
Impact Of Local Community Participation And Relations Quality In Sustainable
Rural Tourism In Rural Areas, Sarawak. Scient Direct, 144(60-65), 1-6
Triana Era, I Nengah Tela. 2019. Pengembangan Permukiman Tradisional
Minangkabau, Sebagai Desa Wisata Berbasis Budaya Di Nagari Rao-Rao,
Kabupaten Tanah Datar. Jurnal REKAYASA, 08(02), 1-9
d. Situs Web
Prastya Ilham. 2020. Definisi Desa Lengkap Beserta Pendapat Para Ahli.
https://www.ayoksinau.com/definisi-desa-lengkap-beserta-pendapat-para-ahli
ayoksinau-com/ (diakses tanggal 4 Mei 2020)
Aziz Ridwan. 2010. Desa dan Kota dalam Kajian Sosiologi.
https://kenalilahilmu.wordpress.com/2010/09/22/desa-dan-kota-dalam-kajian-
sosiologi/ (diakses tanggal 04 Mei 2020)

DESAIN SURVEI NAGARI JAWI-JAWI

1.1. Latar Belakang

Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa sansekerta, deca yang berarti
tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa atau
village yang diartikan sebagai “a groups of houses or shops in a country area,
smallerthan and town“. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memilikikewewenangan untuk mengurus rumah tangganya berdasarkan hak
asal-usul dan adat istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasional dan
berada di Daerah Kabupaten.

Desa menurut H.A.W. Widjaja dalam bukunya yang berjudul “Otonomi Desa”
menyatakan bahwa desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai susunan asli berdasarkasan hak asal-usul yang bersifat istimewa.

Administrasi desa yang berada di Sumatera Barat disebut nagari dengan


berlandaskan pada Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 Tahun
2018. Nagari adalah kesatuan masyarakat hukum adat secara geneologis dan
historis, memiliki batas-batas dalam wilayah tertentu, memiliki harta kekayaan
sendiri, berwenang memilih pemimpinnya secara musyawarah serta mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan filosofi dan
sandi adat, Adat Basandi Syara’ – Syara’ Basandi Kitabullah dan/atau
berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat dalam wilayah Provinsi
Sumatera Barat

Pembangunan pedesaan menurut Mubijrto (J.T Jayadinata, 2006, hal 15)


mengemukakan bahwa pembangunan pedesaan (rural development) sebagai
salah satu cara mengatasi ketidakmerataan antara pembangunan perkotaan
yang selalu lebih cepat dan dimanja dengan pembangunan desa yang terlantar.

Kabupaten Solok merupakan kabupaten yang mempunyai 14 kecamatan


dimana setiap kecamatan mempunyai beberapa nagari sebagai unit
pemerintahan terendah. Di Kecamatan Talang, Nagari jawi-jawi menjadi salah
satu dari 10 desa budaya nasional yang diatur langsung oleh Kementrian
Pariwisata. Nagari ini terletak di pinggang Gunung Talang, berada pada
ketinggian ± 1.500 meter dari permukaan laut dengan morfologi daerah yang
berbukit – bukit.

Berdasarkan komponen penyusun desa menurut (Muhammad, 1995) perlu


diidentifikasi untuk mengetahui masalah dan potensi yang ada pada Nagari
Jawi-Jawi diantaranya adalah sumber daya pertanian dan lingkungan, ekonomi
wilayah pedesaan, kelembagaan sosial pedesaan, sumber daya manusia dan
sarana prasarana fisik.
1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran
1.2.1. Maksud

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keadaan desa dari
karakteristik, masalah dan potensi yang ada Nagari Jawi-Jawi,
Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok terkait pertanian,
wisata, ekonomi, dan sosial budaya serta tipologi Nagari Jawi-Jawi
yang merupakan Desa Budaya yang ada di Kabupaten Solok sehingga
dapat merekomendasikan.
1.2.2. Tujuan

Penyusunan laporan ini bertujuan untuk mengidentifikasi


karakteristik, masalah dan potensi di Nagari Jawi-Jawi terkait tipologi,
pola permukiman, aspek demografi, pertanian, pariwisata , ekonomi,
sosial budaya, sarana dan prasarana.
1.2.3. Sasaran
 Teridentifikasi karakteristik yang terdapat di Nagari Jawi – jawi
terkait tipologi, pola permukiman dan aspek fisik
 Teridentifikasi masalah dan potensi sarana dan prasarana yang ada di
Nagari Jawi-Jawi
 Teridentifikasi masalah dan potensi pertanian, pariwisata dan
demografi. dalam ekonomi dan sosial budaya di Nagari Jawi-Jawi,
Kecamatan Gunung Talang.
1.3. Metode Pengumpulan Data
1.3.1. Metode Primer

Metode pengumpulan data yang dilakukan secara langsung dari


sumber asli. Metode ini dapat dilakukan dengan cara:
 Observasi

Observasi yang berarti pengamatan, bertujuan untuk


mendapatkan data tentang suatu masalah, sehingga diperoleh
pemahaman atau sebagai alat re-checkingin atau pembuktian
terhadap informasi/keterangan yang diperoleh sebelumnya. Dalam
arti yang luas observasi sebenarnya tidak hanya terbatas kepada
pengamatan yang dilakukan, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
 Wawancara

Melakukan wawancara adalah satu metode yang digunakan


untuk mendapatkan data ekonomi yang tidak diketahui sebelumnya
saat melakukan observasi ataupun pada data sekunder, dimana
melakukan tahap wawancara kepada key person yang memilki
kepentingan dan peranan masing-masing.
1.3.2. Metode Sekunder

Berbeda dengan survei primer, survei sekunder ini adalah survei


yang di lakukan ke instansi dengan perolehan berupa data sekunder,
termasuk juga di dalamnya literatur dan standar-standar. Dengan
kegiatan pengumpulan data tertulis yang diperoleh pada instansi
terkait seperti: (Kantor BPS, Kantor Camat, Kantor Wali Nagari, dll)
dan diperoleh dari bacaan yang terkait dengan perencanaan ini.
1.3.3. Skateholder

Adapun stakeholder atau responden yang akan dituju untuk


melakukan kegiatan wawancara pada saat survei adalah terdiri dari:
1. Dinas atau Instansi

Untuk instansi pemerintah, stakeholder yang dituju yaitu:


 Kantor BPS
 Kantor Wali Nagari
 Kantor Camat Talang
2. Pihak Swasta atau Masyarakat

Adapun responden yang akan dituju yaitu:


 Petani
 Pedagang pengumpul hasil pertanian
 Pengusaha Industri Mikro
 Stakeholder/pengurus yang mengelola tempat pariwisata
ataupun penggiat
 Budayawan/sesepuh yang berpengaruh dalam Nagari Jawi-Jawi
sebagai salah satu dari 10 Desa Budaya yang ada di Indonesia
1.3.4. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan adalah metode analisa kualitatif dan


kuantitatif deskriftif dengan pada metode kualitatif Menggunakan
standar yang ada pada studi literatur lalu di sesuaikan pada kondisi
yang ada di lokasi studi. Pada kuantitatif digunakan perhitungan
dengan standar yang sudah ditentukan.
1.4. List Wawancara
A. Di isi oleh Bapak Wali Nagari:
1. Apa saja pekerjaan masyarakat di Nagari Jawi – jawi, Bapak/ibu?
2. Pekerjaan apa yang mendominasi di Nagari Jawi-Jawi, Bapak/ibu?
3. Jenis pertanian apa yang menjadi penunjang terbesar bagi Nagari Jawi
– jawi, Bapak/ibu?
4. Jenis wirausaha apa yang diminati masyarakat Nagari Jawi – jawi,
Bapak/ibu?
5. Dari sektor Industri, Industri apa yang terdapat di Nagari Jawi – jawi,
Bapak/ibu?
6. Apa potensi lahan yang dimiliki di Nagari Jawi – jawi, Bapak/ibu?
7. Penggunaan lahan apa saja yang ada di Nagari Jawi – jawi,
Bapak/ibu?
8. Faktor apa yang menjadikan Nagari Jawi-Jawi sebagai Desa Budaya?
9. Peninggalan budaya apa saja yang ada di Nagari Jawi-Jawi
10. Kegiatan/event apa saja yang diselenggarakan demi kelestarian
budaya yang ada di Nagari Jawi-Jawi?
11. Bagaimana keadaan sarana dan prasarana di Nagari Jawi-Jawi
12. Apakah sarana dan prasarana telah memadai di Nagari Jawi – jawi,
Bapak/ibu?
13. Apakah sarana dan prasarana yang telah memadai sangat membantu
meningkatkan produktivitas dari sektor pertanian dan pariwisata?
B. Di isi oleh Pemilik Industri:
1. Apakah jenis industri yang sedang Bapak/ibu tekuni?
2. Sudah berapa lama Bapak/ibu menekuni industri ini?
3. Kenapa Bapak/ibu tertarik dengan industri tersebut?
4. Apakah industri tersebut salah satu dari ciri khas Nagari Jawi – jawi ?
5. Apakah industri yang Bapak/ibu dirikan membutuhkan modal atau
biaya yang besar?
6. Berapa modal yang Bapak/ibu butuhkan untuk mendirikan industri
ini?
7. Berapa jumlah karyawan yang Bapak/ibu butuhkan?
8. Berapa gaji pokok yang diterima oleh karyawan Bapak/ibu?
9. Apa saja bahan baku yang Bapak/ibu butuhkan dalam proses industri?
10. Apakah bahan baku yang dibutuhkan tersebut tersedia di Nagari jawi-
jawi Bapak/ibu?
11. Bagaimana cara Bapak/ibu mendapatkan bahan baku tersebut, apakah
dengan di import, memiliki kepemilikan sendiri atau kerjasama
dengan penduduk lokal?
12. Dengan menggunakan moda transportasi apa bahan baku tersebut
diangkut?
13. Berapa biaya yang dikeluarkan unuk proses angkut bahan baku?
14. Berapa biaya yang Bapak/ibu keluarkan dalam proses produksi?
15. Alat dan bahan apa saja yang Bapak/ibu gunakan dalam proses
produksi?
16. Apakah Bapak/ibu menggunakan teknologi untuk proses
pengolahannya?
17. Berapa produksi yang dihasilkan dalam sehari?
18. Berapa lama proses produksi barang industri Bapak/ibu?
19. Berapa keuntungan bersih yang Bapak/ibu dapatkan dari industri ini?
20. Apakah industri yang Bapak/ibu kelola mendapatkan bantuan dari
pemerintah daerah?
21. Jika iya, Bantuan apa saja yang telah Bapak/ibu peroleh?
22. Berapa kali bantuan tersebut Bapak/Ibu peroleh?
23. Apakah bantuan tersebut secara rutin diberikan atau hanya apabila
dibutuhkan saja ?
24. Apakah Bapak/Ibu mendapatkan pelatihan khusus dari pemerintah
berupa lembaga/instansi atau perorangan terkait proses pengelolaan
industri ini?
25. Jika ada pelatihan khusus, berapa lama pelatihan yang Bapak/ibu
dapatkan?
26. Apakah karyawan di industri Bapak/ibuk diberikan pelatihan terlebih
dahulu sebelum melakukan proses produksi?
27. Jika ada pelatihan, berapa lama pelatihan yang didapatkan karyawan
Bapak/ibu tersebut?
28. Dalam mengelola industri ini, apakah Bapak/ibu menjalin kerjasama
dengan pihak lain?
29. Bagaimana proses pemasaran produk/hasil industri ini? Apakah target
pasar sampai ke luar negeri atau hanya lokal saja?
30. Bagaimana sistem pembayaran apabila ingin membeli produk industri
Bapak/ibu?
C. Di isi oleh Karyawan Industri :
1. Jenis industri apa Bapak/ibu bekerja?
2. Pada bagian apa Bapak/ibu bekerja?
3. Kenapa Bapak/ibu tertarik bekerja dibagian itu?
4. Apakah Bapak/ibu memiliki skill khusus di bidang tersebut?
5. Kenapa Bapak/ibu memilih bekerja di bidang industri dari pada
wirausaha dan pertanian?
6. Apakah pekerjaan ini merupakan pekerjaan utama Bapak/ibu atau
pekerjaan sampingan?
7. Berapa gaji yang Bapak/ibu peroleh dari pekerjaan ini?

D. Penggiat/pengelola Wisata Budaya di Nagari Jawi-Jawi


1. Apa saja kegiatan budaya/keadatan yang ada di Nagari Jawi-Jawi?
2. Apakah ada hari tertentu untuk melakukan kegiatan tersebut?
3. Kegiatan/event budaya apa saja yang menjadikan Nagari Jawi-Jawi
menjadi Desa Budaya?
4. Peninggalan budaya apa saja yang ada di Nagari Jawi-Jawi?
5. Kenapa bapak/ibu menjadi penggiat budaya?
6. Bagaiamana cara bapak/ibu melestarikan budaya di Nagari Jawi-Jawi?
7. Seiring berjalannya waktu bagaiamana cara bapak/ibu mengenalkan
budaya pada generasi-generasi muda ?
8. Apakah ada partisipasi dari masyarakat yang ada di Nagari Jawi-Jawi
dalam kegiatan/event budaya?
9. Apakah kegiatan pelaksanaan kegiatan/event budaya yang dilaksanakan
mendapat bantuan dari pemerintah?
10. Bagaimana upaya mengenalkan Nagari Jawi-Jawi sebagai desa budaya
keluar daerah?
11. Selain wisata budaya apakah ada atraksi lain ?
12. Fasilitas apa saja yang menunjang atraksi yang ada di Nagari Jawi-
Jawi?
13. Apakah ada kendala selama Bapak/ibu menjadi penggiat budaya?
14. Apa saja wisata yang ada di Nagari Jawi-Jawi?
15. Apakah wisata yang ada tersebut berkaitan dengan nilai budaya yang
ada di Nagari Jawi-Jawi?
16. Berapa banyak pengunjung perhari yang mengunjungi tempat wisata
yang ada di Nagari Jawi-Jawi?
17. Bagaimana upaya Bapak/ibu dalam mengenalkan tempat wisata yang
ada di Nagari Jawi-Jawi?
18. Bagaimana akses menuju tempat wisata yang ada di Nagari Jawi-Jawi?
19. Bagaimana sistem pengelolaan tempat wisata yang ada di Nagari Jawi-
Jawi?
20. Apakah ada kendala selama Bapak/ibu mengelola tempat wisata
tersebut?

E. Di isi oleh Pengunjung Wisata


1. Apa pekerjaan anda?
2. Apa pendidikan formil terakhir anda?
3. Berapakah pendapatan anda dalam 1 bulan?
4. Darimana anda tahu Nagari Jawi-Jawi?
5. Apa alasan yang membuat anda datang ke sini ?
6. Dengan siapa anda datang ke sini?
7. Bagaimana akses menuju tempat wisata yang ada di Nagari Jawi-Jawi
dari tempat anda berasal?
8. Apa yang dominan anda lakukan di sini?
9. Bagaimana dengan fasilitas yang ada pada tempat wisata ini?
10. Sudah berapa kali anda berkunjung ke Nagari Jawi-Jawi ?
11. Bila ini bukan kunjungan pertama, kapan anda terakhir kali ke sini?
12. Kapan waktu kunjungan yang sering anda lakukan?
13. Berapa lama anda ingin berada di Nagari Jawi-Jawi?
F. Di isi oleh petani:
1. Berapa luas lahan pertanian, Bapak/ibu?
2. Jenis tanaman apa yang Bapak/ibu tanam di lahan tersebut?
3. Berapa modal untuk mengisi lahan pertanian, Bapak/ibu?
4. Berapa lama waktu proses penanaman, perawatan hingga panen,
Bapak/ibu?
5. Alat apa saja yang digunakan untuk proses penanaman, perawatan
hingga panen, Bapak/ibu?
6. Pupuk, pestisida dan alat apakah yang digunakan untuk lahan
pertanian, Bapak/ibu?
7. Dari mana ibu/bapak memperoleh pupuk pestisida dan alat tersebut?
8. Dimana hasil pertanian atau panen Bapak/ibu dijual?
9. Berapakah jumlah rata-rata hasil produksi yang Bapak/ibu dapatkan
dalam sekali panen?
10. Berapa kali bapak/ibu panen dalam setahun?
11. Butuh berapa tenaga kerjakah Bapak/ibu untuk menanam dan
memanen lahan pertanian tersebut?
12. Apakah permasalahan yang dapat membuat panen gagal, Bapak/ibu?
13. Pernahkah pemerintah memberi bantuan berupa perlengkapan atau
bahan-bahan untuk pertanian Bapak/ibu?
14. Apakah ada kelembagaan usaha kelompok tani Bapak/ibu?
15. Pernahkan Bapak/ibu mendapat sosialisasi tentang pertanian atau
program tanam dengan baik?
16. Apa yang di dapatkan dengan mengikuti kelembagaan usaha
kelompok tani ?
Checklist Data Nagari Jawi - jawi

N Jenis Data Deskripsi Teknik Metode Sumber Data


o Pengumpulan Data Analisis
yang
Digunanaka
n
A Kebijakan Dan Acuan Penggunaanya sebagai acuan dan Survey Sekunder : a. Bappeda
Metode
. a. RTRW Kabupaten Solok kebijakan dalam penyusunan laporan. Pengambilan data Kabupaten
analisis
Tahun pada instansi terkait Solok
yang di
b. Kecamatan dalam Angka b. Badan Pusat
gunakan
Tahun 2020 Statistik
adalah
c. Profil Desa Jawi-Jawi Kecamatan
kualitaif dan
Talang
kuantitatif
c. Kantor
yang
Kecamatan
dipaparkan
d. Desa Jawi-
dengan
Jawi
narasi yang
mendeskrifti
kan
karakteristik
desa.
B Data Lokasi 1. Letak Geografis, Survey Primer : Metode Bappeda Kabupaten
. 1. Aspek fisik Penggunaanya untuk Pengambilan data analisis Solok dan hasil
N Jenis Data Deskripsi Teknik Metode Sumber Data
o Pengumpulan Data Analisis
yang
Digunanaka
n
1.1. Letak Geografis mengetahui letak Desa Jawi- dengan melakukan menggunaka observasi langsung.
1.2. Guna lahan Jawi dalam peta observasi lapangan n GIS untuk
1.3. Jenis tanah 2. Guna lahan, Penggunaannya ( pengamatan wilayah melihat
1.4. Hidrologi untuk mengetahui studi ) tipologi desa
1.5. Topografi penggunaan lahan yang ada di dan kondisi
1.6. Klimatologi Desa Jawi-Jawi. Survey Sekunder : fisik desa
3. Jenis Tanah Data jenis tanah Pengambilan data sehingga
digunakan untuk mengetahui pada instansi terkait hasilnya bisa
jenis tanah yang ada di Desa dilihat dalam
Jawi- bentuk peta.
4. Hidrologi, Data Hidrologi
digunakan untuk mengetahui
sumber air yang ada di Desa
Jawi-Jawi
5. Topografi ,Data topografi
digunakan untuk dapat
mengetahui keadaan
kelerengan yang ada di Desa
Jawi-Jawi
N Jenis Data Deskripsi Teknik Metode Sumber Data
o Pengumpulan Data Analisis
yang
Digunanaka
n
6. Klimatologi, Data
Klimatologi digunakan untuk
mengetahui besar curah hujan
yang ada di Desa Jawi-Jawi

2. Aspek Sarana Penggunaannya untuk mengetahui : Survey Primer : Metode Profil Desa Jawi-Jawi
2.1. Pendidikan 1. Jenjang tingkatan di Desa Pengambilan data analisis yang tahun 2020 dan
2.1.1. Jenjang/Tingkat Jawi-Jawi seperti SD, SMP, dengan melakukan digunakan observasi lapangan
an SMA. observasi lapangan adalah
2.1.2. Jumlah 2. Jumlah sarana pendidikan ( pengamatan wilayah kuantitatif
yang tersebar di Desa Jawi- studi ) deskriftif
Jawi untuk
Survey Sekunder : menghitung
Pengambilan data kebutuhan
pada instansi terkait berdasarkan
2.2. Peribadatan Penggunaannya untuk mengetahui: Survey Primer : Profil Desa Jawi-Jawi
standar dan
2.2.1. Jenis 1. Jenis sarana peribadatan yang Pengambilan data tahun 2020 dan
melihat
2.2.2. Jumlah ada di Desa Jawi-Jawi seperti dengan melakukan observasi lapangan
sebarannya
Masjid, Musholla dan Surau observasi lapangan
N Jenis Data Deskripsi Teknik Metode Sumber Data
o Pengumpulan Data Analisis
yang
Digunanaka
n
2. Jumlah sarana peribadatan ( pengamatan wilayah serta
yang tersebar di Desa Jawi- studi ) jangakauan
Jawi pelayananann
Survey Sekunder : ya
Pengambilan data menggunaka
pada instansi terkait n GIS
2.3. Kesehatan Penggunaannya untuk mengetahui: Survey Primer : Profil Desa Jawi-Jawi
2.3.1. Jenis/Tingkatan 1. Jenis/Tingkatan sarana Pengambilan data tahun 2020 dan
2.3.2. Jumlah kesehatan seperti Posyandu, dengan melakukan observasi lapangan
Poskesdes, dan Puskesmas di observasi lapangan
Desa Jawi ( pengamatan wilayah
2. Jumlah sarana kesehatan yang studi )
tersebar di Desa Jawi
Survey Sekunder :
Pengambilan data
pada instansi terkait
3. Prasarana Penggunaan data air bersih untuk Survey Primer : kuantitatif Profil Desa Jawi-Jawi
3.1 Air Bersih mengetahui tersedianya dan kebutuhan Pengambilan data deskriptif dan
layanan air bersih dengan melakukan untuk
observasi lapangan menghitung
N Jenis Data Deskripsi Teknik Metode Sumber Data
o Pengumpulan Data Analisis
yang
Digunanaka
n
( pengamatan wilayah kebutuhan
studi ) berdasarkan
Survey Sekunder : standar.
Pengambilan data
pada instansi terkait

3.2. Jaringan Listrik Untuk mengetahui tersuplainya dan Survey Primer : Observasi lapangan
3.1.1 Ada/Tidak menghitung kebutuhan jaringan listrik Pengambilan data dari kelompok Desa
Terlayaninya Suplai di Desa Jawi-Jawi dengan melakukan Jawi-Jawi
Listrik observasi lapangan
( pengamatan wilayah
studi )

Survey Sekunder :
Pengambilan data
pada instansi terkait
N Jenis Data Deskripsi Teknik Metode Sumber Data
o Pengumpulan Data Analisis
yang
Digunanaka
n

3.3 Telekomunikasi Penggunaan data Telekomunikasi Survey Primer : Observasi lapangan


digunakan untuk menghitung Pengambilan data dari kelompok Desa
kebutuhan jaringan Telekomunikasi dengan melakukan Jawi-Jawi
dan ketersediaan jaringan observasi lapangan
telekomunikasi ( pengamatan wilayah
studi)
D Sosial budaya, Ekonomi dan
Pariwisata
4.1 Sosial Budaya Untuk mengetahui kearifan Survey Primer : Observasi lapangan
4.1.1 Peninggalan- kebudayaan di Nagari Jawi-jawi yang Pengambilan data dari kelompok Desa
peninggalan Budaya menjadikan Nagari tersebut menjadi dengan melakukan Jawi-Jawi
4.1.2 Langkah Pelestarian Desa Budaya yang di kelola oleh observasi lapangan
Budaya pemerintah pusat dan wawancara
4.1.3 Event/kegiatan ( pengamatan wilayah
studi )
N Jenis Data Deskripsi Teknik Metode Sumber Data
o Pengumpulan Data Analisis
yang
Digunanaka
n
4.2 Ekonomi Untuk mengetahui kondisi dan Survey Primer : metode Observasi lapangan
4.2.1 Pendapatan sektor mengidentifikasi ekonomi desa di Pengambilan data analisis yang dari kelompok Desa
industri berdasarkan jenis Nagari Jawi-jawi dengan melakukan digunakan Jawi-Jawi dan Profil
industrinya observasi lapangan metode Desa Jawi-Jawi
4.2.2 Pohon industri industri dan wawancara kuantitatif
4.2.3 Pola pengolahan ( pengamatan wilayah dan
industri studi ) kualititatif.
4.2.4 Pendapatan Sektor Survey Sekunder :
Pertanian dan Pariwisata Pengambilan data
4.2.5 Pohon Industri pada instansi terkait
pertanian
4.2.6 Pola penjualan hasil
tani
E Pariwisata Untuk mengetahui karakteristik alasan Survey Primer : metode Observasi lapangan
 Karakteristik orang-orang untuk berkunjung ke sana. Pengambilan data analisis yang dari kelompok Desa
Pengunjung dengan melakukan digunakan Jawi-Jawi dan Profil
 Fasilitias observasi lapangan kualitatif Desa Jawi-Jawi
 Macam-macam dan wawancara dengan
atraksi ( pengamatan wilayah mendeskripsi
N Jenis Data Deskripsi Teknik Metode Sumber Data
o Pengumpulan Data Analisis
yang
Digunanaka
n
 Aksesibiltas studi ) kan
Survey Sekunder : karakteristik
Pengambilan data pariwisata
pada instansi terkait yang ada di
Nagari Jawi-
Jawi
F Demografi Data demografi digunakan untuk Survey Sekunder : Metode Profil Desa Jawi-Jawi
 Penduduk Menurut Usia dan mengetahui data kependudukan di Pengambilan data analisis yang
Jenis Kelamin Desa Jawi. Data tersebut digunakan pada instansi terkait digunakan
 Penduduk Menurut Mata untuk menganalisis kebutuhan sarana kuantitatif
pencaharian dan prasarana di masa mendatang deskriftif
 Penduduk Menurut dengan memproyeksikan serta melihat dengan cara
Pendidikan sex ratio, bonus demografi, dan menghitung

 Penduduk Menurut Usia proyeksi penduduk di lima tahun ke dan

Produktif depan membaca

 Penduduk Menurut Usia pola pada

Tenaga Kerja keadaan


demografi.
Sumber : Kelompok Nagari Jawi – jawi Tahun 2020

Anda mungkin juga menyukai