Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, manusia
mempunyai tugas menjadi hamba yang selalu beribadah kepada Allah. Sedangkan sebagai makhluk
sosial, manusia harus berinteraksi dengan orang lain, baik dalam lingkup masyarakt bahkan sampai pada
lingkup berbangsa dan bernegara.
Kewajiban membela Negara merupakan kewajiban seluruh warga Negara yang ada di negeri ini, dalam
rangka menyelamatkan Negara dari berbagai ancaman, tantangan maupun gangguan terhadap
kadaulatan Negara.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana akhlak terhadap bangsa dan negara?
2. Bagaimana akhlak seorang warga negara terhadap pemimpin atau pemerintah?
3. Bagaimana Ajaran Islam tentang tuntutan membangun bangsa dan negara?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui akhlak terhadap bangsa dan negara
2. Untuk mengetahui akhlak seorang warga negara terhadap pemimpin atau pemerintah
3. Untuk mengetahui ajaran Islam tentang tuntutan membangun bangsa dan negara
BAB II
PEMBAHASAN
“Hai Nabi, Kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. jika ada dua puluh orang yang sabar
diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus
orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir,
disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti”
Maka dalam hal ini membala Negara adalah mutlak wajib bagi seorang muslim dan sebagai warga
Negara, sebagaimana ungkapan yang menyatakan “Cinta Negara sebagian dari Iman”.
Membela Negara itu bukan hanya ketika Negara terancam oleh pihak luar (penjajah) tetapi juga ketika
nagara ini terancam dari dalam, misalnya pemberontakan, penghianatan, dan penyelewengan. Kita
harus membela Negara kita dari hal-hal tersebut, supaya Negara ini tidak hancur oleh tangan-tangan
yang tidak bertanggung jawab dan yang selalu berbuat kejahatan-kejahatan.
Untuk mengatasi segala kemungkinan kehancuran Negara ini dari kejahatan-kejahatan, Rasulullah
memberikan dasar-dasar pembelaan Negara sebagaimana terdapat dalam Hadits yang diriwayatkan
oleh Muslim,
. َوان لـَـ ْم يَــستــطِ ـيع فـَـبقـَـلبـِـه وذلك اضْ عـَـفُ االيـْـ َمان, فـَاءنْ لـَ ْم يـَـسْ تـَـطِ يـْع فـبـِـلـِـ َسانـِـه,ِمـَـنْ َراى مـِـنـْكـ ُ ْم مـُـنكـرً ا فـَـلـيـُغــ ّيـِرْ هُ بـِـ َيــده
)(رواه مسلم
Artinya : barang siapa melihat kemungkaran (kejahatan) maka rubahlah dengan tangannya (dicegah
dengan kekuatannya), apabila tidak mampu maka rubahlah dengan mulutnya (dicegah dengan nasehat,
melaporkan dsb), apabila tidak mampu maka cegahlah dengan hatinya (membenci perbuatan tersebut)
yang demikian itu adalah selemah-lemah iman,”(HR. Muslim).
”Berpegang teguhlah kamu sekalian dengan agama Allah,janganlah kamu bercerai-berai,ingatlah akan
nikmat Allah atas kamu sekalian,ketika(dulu) bermusuh-musuhan,maka Allah lunakkan hatimu,Allah
menjadikan kamu karena nikmat Allah,orang-orang yang bersaudara ketika itu kamu telah berada ditepi
jurang neraka,lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya,demikian Allah menerangkan ayat-
ayatnya,kepadamu,agar kamu mendapat petunjuk.”(Q.S. Ali imron:103)
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Kita wajib ta’at kepada pemimpin selama pemimpin tersebut berada di jalan Allah SWT dan rasul-Nya,
apabila ia tidak berada dijalan Allah maka kita tidak wajib untuk ta’at kepadanya.
2. Kriteria Pemimpin Yang Harus di Ta’ati
Tidak semua pemimpin wajib kita ta’ati, tapi hanya pemimpin yang memiliki kriteria tertentu saja,
diantara kriteria- criteria tersebut adalah :
a. Pemimpin tersebut berada di jalan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Kita wajib ta’at kepada seorang pemimpin selama dia berada dijalan Allah dan Rasul-nya, apabila aturan-
aturan yang dikeluarkan bertentangan dan tidak sesuai dengan aturan dan syari’at agama maka kita
tidak wajib ta’at kepadanya sebab Nabi SAW menjelaskan bahwa tidak ada keta’atan apabila untuk
maksiat kepada Allah SWT, sebagaimana hadist beliau,
السـَنـْ ُع والطاعـة: عــنْ ابـْ ن عـمر رضي هللا عـنه عن النبي صلى هللا عليه وسلم
المسـلـم فيـما احـبّ وكره مالم يــ ُ ْؤمـر يمع ْــصيـة فاِنْ امــر فال سـم ْـ َع
ِ على المـَرْ ِء
)عـلــي ِه وال طاعة (رواه الترمذى
Artinya : Dari Nabi SAW bersabda : “ seorang muslim wajib mendengar dan menta’ati (seorang
pemimpin) terhadap apa yang disenangi atau yang dibenci, selama tidak diperintahkan untuk melakukan
maksiat, maka tidak wajib mendengarkan dan tidak wajib menta’ati perintah tersebut “ (HR. Thirmidzi)
b. Aturan-aturannya tidak menyebabkan perbuatan syirik.
Apabila aturan-aturan yang dikeluarkan pemerintah dapat menyebabkan atau mengajak serta
mendorong masyarakat melakukan perbuatan syirik, maka kita tidak wajib menta’ati perintah tersebut.
Sebab syirik merupakan dosa besar dan dosanya tidak diampuni oleh Allah SWT. Dijelaskan dalam Al-
Qur’an surat Luqmanayat 15
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di
dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, Kemudian Hanya kepada-Kulah
kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan.”
Ayat di atas menjelaskan apabila kedua orang tuanya mengajak anaknya untuk melakukan perbuatan
syirik maka anak tersebut tidak wajib ta’at kepada kedua orang tuanya. Demikian halnya dengan
pemimpin yang mengajak masyarakatnya atau guru mengajak muridnya untuk melakukan perbuatan
syirik atau maksiat lainnya maka masyarakat tersebut tidak wajib ta’at pada pemimpinnya dan murid
tersebut tidak wajib ta’at pada gurunya.
c. Pemimpin yang memiliki akhlak mulia
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memberikan contoh teladan yang baik terhadap
masyarakatnya, dia tidak hanya pandai member perintah tapi juga pandai melakukan bahkan member
contoh kepada orang lain.
d. Pemimpin yang jujur dan adil.
Dia tidak menipu rakyat untuk kepentingan pribadinya dan tidak berlaku dzalim kepada mereka untuk
memperkaya diri sendiri.
e. Pemimpin yang bijaksana.
Yakni pemimpin yang mengutamakan kepentingan rakyatnya diatas kepentingannya sendiri, dan setiap
kebijakan yang dikeluarkan dalam rangka memberikan kesejahteraan masyarakat, bukan malah
menyengsarakan mereka.
f. Pemimpin yang mempunyai keahlian yang cukup dalam memimpin
Pemimpin yang memiliki kemampuan untuk mengurus yang dipimpinnya, baik lingkup organisasi,
lembaga pendidikan, kota, Negara, dan sebagainya. Jika tidak maka tunggulah saat kehancurannya,
sebagaimana hadis Nabi :
)ـير أهْ ـلـِـ ِه فـَـانـْـتــَظـِ ُر السـَاع ِة (رواه البخارى
ِ َاذ وُ سـِدَ االء مـْـ ُر الى غـ
Artinya: “ apabila suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah
kehancurannya.” (HR.Bukhori)
Dalam ayat lain Allah Berfirman, dalam surat Ar-Rahman ayat 33,
“Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka
lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan(ilmu pengetahuan dan teknologi)”.
BAB III
KESIMPULAN