Anda di halaman 1dari 46

i

LAPORAN PRAKTIKUM
LABORATORIUM METALURGI I

KOROSI LINGKUNGAN

Disusun oleh :
Nama Praktikan : Moebi Syahirul Alim
NPM : 3334180008
Kelompok :8
Rekan : 1. Rakha Agung Bhadrika
2. Tubagus Alwin Maulana
Tanggal Praktikum : 8 Oktober 2020
Tanggal Pengumpulan Lap. : 12 Oktober 2020
Asisten : Katarina Viviandesta

LABORATORIUM METALURGI FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
CILEGON-BANTEN
2020
ii

LEMBAR PENGESAHAN

Tanggal Masuk
Tanda Tangan Tanggal Revisi Tanda Tangan
Laporan

12 Okt 2020

Disetujui untuk Laboratorium Metalurgi FT UNTIRTA


Cilegon, Oktober 2020

(Katarina Viviandesta)

ii
iii

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Tujuan Percobaan ........................................................................... 1
1.3 Batasan Masalah ............................................................................ 1
1.4 Sistematikan Penulisan ................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Korosi ............................................................................................ 3
2.2 Faktor Penyebab Korosi ................................................................. 4
2.2.1 Faktor Gas Terlarut .............................................................. 4
2.2.2 Faktor Temperatur................................................................ 5
2.2.3 Faktor Ph ............................................................................. 5
2.2.4 Faktor Mikroba .................................................................... 6
2.2.5 Faktor Padatan Terlarut ........................................................ 6
2.3 Korosi Merata ................................................................................ 7
2.4 Jenis – Jenis Korosi ........................................................................ 8
2.5 Inhibitor Korosi ........................................................................... 10
BAB III METODE PERCOBAAN
3.1 Diagram Alir Percobaan ............................................................... 13
3.2 Alat dan Bahan............................................................................. 14
3.2.1 Alat yang digunakan ............................................................. 14
3.2.1 Bahan yang digunakan .......................................................... 14
3.3 Prosedur Percobaan ...................................................................... 14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan ........................................................................... 16
4.2 Pembahasan ................................................................................. 17
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

iii
iv

5.1 Kesimpulan .................................................................................. 24


5.2 Saran ............................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
LAMPIRAN A. CONTOH PERHITUNGAN .................................................... 26
LAMPIRAN B. JAWABAN PERTANYAAN DAN TUGAS KHUSUS ........... 28
LAMPIRAN C. BLANKO PERCOBAAN ........................................................ 37

iv
v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
Tabel 4.1 Data Hasil Pengamatan Korosi Lingkungan... ..................................... 16
Tabel 4.2 Data Laju Korosi Pada Sampel ........................................................... 17

v
vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
Gambar 2.1 Sel Korosi Sederhana ........................................................................ 4
Gambar 2.2 Skema Proses Korosi Merata ............................................................ 8
Gambar 3.1 Diagram Alir Percobaan Korosi Lingkungan .................................. 13
Gambar 4.1 Pengamatan Hari Dua ..................................................................... 20
Gambar 4.2 Pengamatan Hari Keempat .............................................................. 21
Gambar 4.3 Pengamatan Hari Keenam ............................................................... 21
Gambar 4.4 Diagram Pourbaix .......................................................................... 22
Gambar 4.5 Diagram Laju Korosi ...................................................................... 23
Gambar B.1 Mekanisme Terjadinya Korosi Merata ............................................ 29
Gambar B.2 Diagram Pourbaix .......................................................................... 31

vi
vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
Lampiran A. Contoh Perhitungan ....................................................................... 26
Lampiran B. Jawaban Pertanyaan dan Tugas Khusus ......................................... 28
B.1 Jawaban Pertanyaan ................................................................ 29
B.2 Tugas Khusus .......................................................................... 34
Lampiran C. Blanko Percobaan .......................................................................... 37

vii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Korosi merupakan proses ilmiah, yang terjadi karena logam berusaha
untuk kembali pada bentuknya semula di alam. Jadi, proses tidak bisa dihindari,
dan karena proses ini merugikan, maka diperlukan usaha untuk merekayasa
supaya korosi yang terjadi bisa berjalan selambat mungkin. Penggunaan material
logam dengan ketahanan korosi yang lebih baik merupakan salah satu pilihan
yang bisa ditempuh. Benda - benda Logam dalam lingkungan sekitar, seperti JPO,
landmark, tangka penyimpanan yang berada di lingkunagn luar akan cepat rusak
karena hujan, kabut, dan pengembunan yang relatif tinggi yang membawa bahan-
bahan pengoksida yang menyebabkan korosi yang merupakan salah satu faktor
yang mempercepat korosi pada lingkungan tersebut. Salah satu cara untuk
mengendalikan laju korosi ialah dengan penggunaan inhibitor. Inhibitor
merupakan metode perlindungan yang fleksibel, yaitu mampu memberikan
perlindungan dari lingkungan yang kurang agresif sampai pada lingkungan yang
tingkat korosifitasnya sangat tinggi, mudah diaplikasikannya, dan tingkat
keefektifannya paling tinggi apabila dilihat dari sisi biaya. Inhibitor yang saat ini
biasa digunakan adalah sodium nitrit, kromat, fosfat, dan garam seng.

1.2 Tujuan Percobaan


Pada Percobaan ini tujuannya adalah untuk mempelajari pengaruh inhibitor
terhadap lingkungan yang korosif.

1.3 Batasan Masalah


Pada Pada percobaan ini, permasalahan dibatasi pada pengamatan untuk
mempelajari pengaruh lingkungan yang kondisinya dibuat bervariasi agar dapat
diketahui kondisi lingkungan seperti apa yang paling berpengaruh terhadap proses
korosi yang dapat terjadi pada material paku. Variabel yang membatasi masalah
2

yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebasnya adalah pengaruh
lingkungan seperti media korosif dan inhibitor. Variabel terikatnya adalah laju
korosi serta selisih massa paku.

1.4 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan laporan ini terdiri dari lima bab sebagai kajian
utama. Bab I menjelaskan latar belakang, tujuan percobaan, batasan masalah, dan
sistematika penulisan laporan yang digunakan. Bab II berisi tinjauan pustaka yang
memuat teori singkat yang terkait dengan percobaan yang dilakukan. Bab III
menjelaskan mengenai metode penelitian yang dilakukan. Bab IV menjelaskan
mengenai data percobaan, dan pembahasan berdasarkan tinjauan pustaka dari data
yang telah diperoleh. Bab V menjelaskan mengenai kesimpulan dari percobaan
yang telah dilakukan, yang dilengkapi dengan saran seputar percobaan. Sebagai
kajian tambahan, di akhir laporan terdapat lampiran yang memuat contoh
perhitungan, jawaban pertanyaan dan tugas, gambar alat dan bahan yang
digunakan dalam praktikum serta blanko percobaaan.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Korosi
Korosi Merupakan penurunan mutu logam akibat adanya reaksi
elektrokimia dengan lingkungannya.Logam yang mengalami penurunan mutu
tidak hanya melibatkan reaksi kimia namun juga reaksi elektrokimia, yakni antara
logam-logam yang bersangkutan dengan terjadinya perpindahan elektron. Salah
satu proses perusakan material, khususnya logam, adalah karena adanya suatu
reaksi antara logam tersebut dengan lingkungan. Proses perusakan material yang
terjadi menyebabkan turunnya kualitas material logam tersebut. Korosi yang di
berdasarkan proses elektrokimia (electrochemical process) terdiri dari 4
komponen utama yaitu:
a. Anoda, umumnya akan terkorosi dengan melepaskan elektron-elektron
dari atom-atom logam netral untuk membentuk ion-ion yang bersangkutan.
Ion-ion ini tetap tinggal dalam larutan atau bereaksi membentuk hasil korosi
yang tidak larut. Reaksi pada anoda dapat dituliskan dengan persamaan
2.1(Jones , 1991).
M  Mz+ + ze- ................................................ (2.1)
Dengan z adalah valensi logam dan umumnya z = 1, 2, atau 3
b. Katoda, umumnya tidak mengalami korosi, walaupun mungkin akan
mengalami kerusakan dalam kondisi-kondisi tertentu. Reaksi yang terjadi
pada katoda berupa reaksi reduksi.
c. Elektrolit, adalah larutan yang mempunyai sifat menghantarkan listrik.
Elektrolit dapat berupa larutan asam, basa dan larutan garam. Larutan
elektrolit mempunyai peranan penting dalam korosi logam karena larutan ini
dapat menjadikan kontak listrik antara anoda dan katoda.
d. Antara anoda dan katoda harus ada hubungan listrik agar arus dalam sel
korosi dapat mengalir. Proses tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2.1
bentuk sel korosi basah sederhana berikut.
4

Hubungan
listrik

Anoda
Katoda

Elektrolit

Gambar 2.1 Sel Korosi Sederhana (Jones,1991)

2.2 Faktor Penyebab Korosi


Faktor yang berpengaruh terhadap korosi dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu yang berasal dari bahan itu sendiri dan dari lingkungan. Faktor dari bahan
meliputi kemurnian bahan, struktur bahan, bentuk kristal, unsur-unsur yang ada
dalam bahan, teknik pencampuran bahan, dan sebagainya. Faktor dari lingkungan
meliputi tingkat pencemaran udara, suhu, kelembaban, keberadaan zat-zat kimia
yang bersifat korosif, mikroba, dan sebagainya. Faktor penguapan dan pelepasan
bahan-bahan korosif ke udara dapat mempercepat proses korosi, yaitu (Roberge,
1999):

1 2.2.1 Faktor Gas Terlarut


Laju korosi sangat dipengaruhi oleh gas yang dapat larut dalam
air yang menyebabkan terjadinya korosi. Gas terlarut yang dapat
menyebabkan terjadinya korosi adalah sebagai berikut:
a. Oksigen (O2) adanya oksigen yang terlarut akan menyebabkan
korosi pada metal seperti laju korosi pada mild stell alloys akan
bertambah dengan meningkatnya kandungan oksigen. Kelarutan
oksigen dalam air merupakan fungsi dari tekanan, temperatur, dan
kandungan klorida. Untuk tekanan 1 atm dan temperatur kamar,
kelarutan oksigen adalah 10 ppm dan kelarutannya akan berkurang
5

dengan bertambahnya temperatur dan konsentrasi garam.


Sedangkan kandungan oksigen dalam kandungan minyak-air yang
dapat menghambat timbulnya korosi adalah 0,05 ppm atau kurang.
Korosi secara umum pada besi karena adanya kelarutan oksigen
dapat dilihat pada reaksi 2.2 dan 2.3 (Roberge, 1999).
Fe → Fe2- + 2e (anoda) ............................ (2.2)
O2 + 2H2O + 4e → 4 OH(katoda) .................... (2.3)
b. Karbondioksida (CO2), Jika dilarutkan dalam air maka akan
terbentuk asam karbonat (H2CO3) yang dapat menurunkan pH air
dan meningkatkan korosifitas, biasanya bentuk korosinya berupa
pitting yang secara umum reaksinya 2.4 dan 2.5.
CO2 + H2O → H2CO3 ...................................................... (2.4)
Fe + H2CO3 →Fe CO3 + H2 ............................................... (2.5)

2 2.2.2 Faktor Temperatur


Kenaikan temperatur pada umumnya dapat menambah laju korosi
walaupun kenyatannya kelarutan oksigen berkurang dengan meningkatnya
temperatur. Apabila metal pada temperatur yang tidak seragam, maka akan
besar kemungkinan terbentuk korosi. Hal ini terjadi karena makin tinggi
temperatur maka energi kinetik dari partikel-partikel yang bereaksi akan
meningkat sehingga melampaui besarnya harga energi aktivasi dan
akibatnya laju kecepatan reaksi (korosi) juga akan makin cepat, begitu juga
sebaliknya(Roberge, 1999).

3 2.2.3 Faktor pH
Besi dan baja akan terkorosi dalam suasana asam, tetapi sedikit
terkorosi dalam suasan basa. Sifat ini dapat dijelaskan dengan rangkaian
GGL (gaya gerak listrik) yang tersusun dari elemen-elemen dimana akan
terjadi pengurangan potensial pada elektroda negatif jika elemen tersebut
tercelup larutan asam. Potensi saat logam mulai terkorosi dapat dihitung
dengan persamaan Nernst 2.6(Roberge, 1999).
6

E = E⁰ - 0,059 pH ...................................... (2.6)


Adapun korosi dalam lingkungan Asam, Korosi logam dalam asam biasanya
menghasilkan gas hydrogen.
Fe + 2H+ → Fe2+ + H2 ............................................................. (2.7)
Pada basa ialah senyawa yang dapat menghasilkan ion OH - ion. OH- tidak
beraksi langsung dengan logam. Reaksi akan terjadi setelah logam
mengalami oksidasi.
Fe + 2OH- → Fe(OH)2 ..................................... (2.8)

4 2.2.4 Faktor Mikroba


Korosi yang dipengaruhi oleh mikroba merupakan suatu akibat dari
aktifitas mikroba. Mikroba yang mempengaruhi korosi antara lain bakteri,
jamur, alga, dan protoza. Fenomena korosi yang terjadi dapat disebabkan
adanya keberadaan dari bakteri tertentu. Jenis-jenis bakteri yang
menyebabkan korosi yaitu, bakteri reduksi sulfat (SRB) bakteri ini
merupakan bakteri jenis anaerob yang membutuhkan lingkungan bebas
oksigen atau lingkungan reduksi, bakteri ini bersirkulasi di dalam air aerasi
termasuk larutan klorin dan pengoksidasi lainnya, hingga mencapai kondisi
ideal untuk mendukung metabolisme. Bakteri ini tumbuh pada oksigen
rendah. Bakteri ini tumbuh pada daerah-daerah kanal, pelabuhan, dan
daerah air tenang yang tergantung pada lingkungannya. Bakteri ini
mereduksi sulfat menjadi sulfit, biasanya terlihat dari meningkatnya kadar
H2S atau besi sulfida. Bakteri jenis ini berisi enzim hidrogenase yang dapat
mengkonsumsi hidrogen. Contohnya: Thiobacillus thiooxidans. Bakteri
Oksidasi Sulfur-Sulfida, Bakteri jenis ini merupakan bakteri aerob yang
mendapatkan energi dari oksida sulfid atau sulfur. Beberapa tipe bakteri
aerob dapat mengoksidasi sulfur menjadi asam sulfurik dan nilai pH
menjadi 1.Contohnya: Genusdesulfovibrio atau Desulfotomaculum(Roberge,
1999).

2.2.5 Faktor Padatan Terlarut


7

Selain mikroba, faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya


reaksi korosi adalah faktor padatan terlarut. Padatan terlarut tersebut yaitu,
klorida (Cl), klorida menyerang lapisan mild steel dan lapisan stainless steel.
Padatan ini menyebabkan terjadinya pitting, crevice corrosion, dan juga
menyebabkan pecahnya alloys. Klorida biasanya ditemukan pada campuran
minyak dan air dalam konsentrasi tinggi yang akan menyebabkan proses
korosi. Proses korosi juga dapat disebabkan oleh kenaikan konduktivitas
larutan garam, dimana larutan garam yang lebih konduktif dapat
menyebabkan laju korosinya menjadi lebih tinggi. Kandungan klorin dalam
garam akan menyebabkan terjadinya korosi pada logam. Klorin yang
bereaksi pada besi dapat dapat dilihat pada reaksi 2.9(Roberge, 1999).
Fe + Cl2 → FeCl2 ................................................................. (2.9)
Sedangkan untuk tembaga reaksi yang terjadi:
Cu(s) → Cu2+ + 2e- ...................................... (2.10)
Karbonat (CO3) Kalsium karbonat sering digunakan sebagai pengontrol
korosi dimana film karbonat diendapkan sebagai lapisan pelindung
permukaan metal, tetapi dalam produksi minyak hal ini cenderung
menimbulkan masalah scale.

2.3 Korosi Merata


Korosi merata adalah bentuk korosi yang pada umumnya sering terjadi.
Hal ini biasanya ditandai dengan adanya reaksi kimia atau elektrokimia yang
terjadi pada permukaan yang bereaksi. Logam menjadi tipis dan akhirnya terjadi
kegagalan pada logam tersebut. Kerugian langsung akibat korosi merata berupa
kehilangan material konstruksi, keselamatan kerja, dan pencemaran lingkungan
akibat produk korosi dalam bentuk senyawa yang mencemarkan lingkungan.
Sedangkan kerugian tidak langsung, antara lain berupa penurunan kapasitas dan
peningkatan biaya perawatan (preventive maintenance). Korosi merata lebih
mudah diidentifikasi dibandingkan dengan bentuk-bentuk korosi lainnya sehingga
umur dari suatu logam dapat ditentukan dan proses korosi dapat dikendalikan.
Selain itu korosi merata dapat terlihat secara visual dari bentuk dan warna,
8

berbeda dengan korosi lainnya. Korosi dalam larutan electrolyte merupakan


proses elektrokimia. Teori ini didasarkan pada terbentuknya sel listrik bila
permukaan metal ditutupi electrolyte. Metal yang terkorosi meninggalkan metal di
daerah anoda sebagai kation metal yang larut atau diubah menjadi padatan. Reaksi
oksidasi anoda ini diikuti oleh reduksi oleh unsur-unsur pokok elektrolit di katoda
(Chamberlain, 1991).

Uniform

Gambar 2.2 Skema Proses Korosi Merata (Chamberlain, 1991)

Beda potensial antara anoda dan katoda merupakan gaya gerak listrik dari
aksi korosi. Besarnya arus ditentukan oleh beda potensial sirkuit terbuka antara
anoda dan katoda, besarnya polarisasi elektrokimia yang terjadi di anoda dan
katoda dan tahanan listrik larutan. Korosi besi dalam media asam dan larutan
garam netral ditulis menurut reaksi 2.11:
Fe Fe2+ + 2e- .......................................... (2.11)
Dalam larutan asam tanpa oksigen reaksi katoda:
2H+ + 2e- H2 .......................................... (2.12)
Dalam larutan garam netral, tidak terjadi pelepasan hidrogen dan reaksi katoda
merupakan reduksi oksigen larut:
O2 + 2H2O + 4e- 4(OH)- ................................. (2.13)
2Fe + O2 + 2H2O 2Fe(OH)2 ............................................ (2.14)

2.4 Jenis – Jenis Korosi


Korosi memiliki jenis yang beraneka ragam tergantung berdasarkan apa
korosi tersebut ditinjau. Ditinjau dari bentuk produk atau prosesnya, korosi dapat
dibedakan dalam beberapa jenis, di antaranya(Chamberlain, 1991):
9

a. Korosi lubang (pitting corrosion) adalah korosi lokal yang terjadi pada
permukaan yang terbuka akibat pecahnya lapisan pasif. Serangan korosi
yang membentuk lubang. Korosi lubang biasanya merupakan hasil dari
aksi sel korosi autokatalitik setempat. Dengan demikian kondisi korosi
yang dihasilkan didalam lubang cenderung mempercepat proses korosi.
b. Korosi celah (crevice corrosion) adalah korosi lokal yang terjadi pada
celah diantara dua komponen. Mekanisme tejadinya korosi celah ini
diawali dengan terjadi korosi merata diluar dan didalam celah, sehingga
terjadi oksidasi logam dan reduksi oksigen. Serangan korosi pada celah-
celah yang umumnya terjadi karena adanya jebakan air atau elektrolit
diantara celah, sambungan.
c. Korosi galvanik (galvanic corrosion) adalah Serangan korosi yang
terjadi apabila dua logam yang berbeda dihubungkan satu dengan yang
lain. Logam yang kurang mulia akan bertindak sebagai anoda dan yang
lebih mulia sebagai katoda. Kecenderungan terkorosi tergantung pada
jenis logam yang berkontak dan luas permukaan daerah katoda dan
anodanya. Logam yang mengalami korosi adalah logam yang memiliki
potensial yang lebih rendah dan logam yang tidak mengalami korosi
adalah logam yang memiliki potensial yang lebih tinggi.
d. Korosi retak tegang, akibat pengaruh hidrogen adalah bentuk korosi
dimana material mengalami keretakan akibat pengaruh lingkungannya.
Korosi retak tegang terjadi pada paduan logam yang mengalami tegangan
tarik statis di lingkungan tertentu, seperti baja tahan karat sangat rentan
terhadap lingkungan klorida panas, tembaga rentan dilarutkan amonia dan
baja karbon rentan terhadap nitrat. Korosi retak fatik terjadi akibat
tegangan berulang di lingkungan korosif, sedangkan korosi akibat
pengaruh hidrogen terjadi karena berlangsungnya difusi hidrogen kedalam
kisi paduan.
e. Korosi intergranular adalah bentuk korosi yang terjadi pada paduan
logam akibat terjadinya reaksi antar unsur logam di batas butirnya. Seperti
10

yang terjadi pada baja tahan karat austenitik apabila diberi perlakuan
panas.
f. Selective leaching adalah korosi yang terjadi pada paduan logam
karena pelarutan salah satu unsur paduan yang lebih aktif, seperti yang
biasa terjadi pada paduan tembaga - seng. Mekanisme terjadinya korosi
selective leaching diawali dengan terjadi pelarutan total terhadap semua
unsur. Salah satu unsur pemadu yang potensialnya lebih tinggi akan
terdeposisi, sedangkan unsur yang potensialnya lebih rendah akan larut ke
elektrolit. Akibatnya terjadi keropos pada logam paduan tersebut. Contoh
lain selective leaching terjadi pada besi tuang yang digunakan sebagai pipa
pembakaran. Berkurangnya besi dalam besi tuang akan menyebabkan
paduan tersebut menjadi berpori dan lemah, sehingga dapat terjadi pecah
pada pipa.
g. Korosi erosi adalah kombinasi antara fluida yang korosif dan
kecepatan aliran yang tinggi seperti pada pipa baja yang digunakan untuk
mengalirkan uap yang mengandung air. Logam yang telah kena erosi
akibat terjadi keausan dan menimbulkan bagian-bagian yang tajam dan
kasar. Bagian-bagian inilah yang mudah terserang korosi. Dan ketika ada
gesekan akan menimbulkan abrasi lebih berat lagi.

2.5 Inhibitor Korosi


Salah satu metode penghambat proses terjadinya korosi yaitu dengan
menggunakan inhibitor korosi. Inhibitor korosi adalah suatu zat kimia yang bila
ditambahkan ke dalam suatu lingkungan, dapat menurunkan laju korosi yang
terjadi pada lingkungan tersebut terhadap suatu logam didalamnya. Menurut
bahan dasar pembuatannya inhibitor korosi dapat dibedakan menjadi dua jenis
yaitu inhibitor yang terbuat dari bahan anorganik dan organik. Inhibitor korosi
organik, yaitu inhibitor korosi yang berasal dari bahan alami yang tersedia di
alam. inhibitor organik selain dapat menghambat laju korosi. Inhibitor alami
memiliki ciri non-toksik, murah, mudah didapatkan dan dapat diperbaharui. Saat
11

ini bidang inhibitor korosi sedang mengalami perubahan drastis dari sudut
pandang kompatibilitas lingkungan. Lembaga lingkungan di berbagai negara telah
memberlakukan aturan ketat dan peraturan untuk penggunaan dan pembuangan
inhibitor korosi. Peraturan lingkungan yang ketat mengharuskan inhibitor korosi
untuk menjadi ramah lingkungan dan aman. Berikut ini adalah beberapa senyawa
organik yang dapat digunakan sebagai inhibitor korosi(Yanuar, 2016):
a. Daun teh mememiliki beberapa kandungan penting yang sangat berguna
bagi manusia. Beberapa kandung yang dimaksud antara lain kafein,
theofilin, tanin, adenine, minyak atsiri, kuersetin, naringenin, dan natural
fluoride. Daun teh mengandung sekitar 2-4% senyawa kafein. Sedangkan di
dalam daun teh terdapat kandungan zat tanin sekitar 8-18%
didalamnya(Haryono, 2010).
b. Daun Jambu Biji (Psidium guajava) merupakan tanaman yang berasal
dari Amerika, banyak ditanam sebagai tanaman buah-buahan yang tumbuh
pada ketinggian 1-1.2 m diatas permukaan laut dan merupakan tanaman
perdu atau pohon kecil, tinggi tanaman umumnya 3-10 m. Kandungan kimia
yang terdapat dalam jambu biji yaitu buah, daun, dan kulit batang pohon
jambu biji mengandung tanin. Sedangkan pada bunganya tidak banyak
mengandung tanin. Daun Jambu biji juga mengandung zat lain seperti
minyak atsiri, asam ursolat, asam psidiolat, asam kratogolat, asam oleanolat,
asam guajaverin, dan vitamin. Daun jambu biji yang digiling halus diketahui
mempunyai kandungan tanin sampai 17%.
c. Kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan tanaman pangan turunan
kedelai jenis liar Glycine Ururiencis berbentuk semak yang tumbuh tegak.
Kandungan nutrisi yang terdapat dalam kedelai adalah energi, karbohidrat,
gula, serat, lemak, protein, asam amino, dll. Kandungan asam aminio dalam
kacang kedelai cukup tinggi yaitu sekitr 42% dari total berat keringnya.
d. Kopi (Coffea sp.) termasuk familia Rubiaceae dan merupakan tanaman
tropis yang banyak diperdagangkan di dunia. Tanaman kopi memiliki
kandungan senyawa kafein yang dapat digunakan sebagai bahan untuk
pembuatan inhibitor korosi dari bahan alami.
12

e. Tanin merupakan senyawa organik yang sangat kompleks dan banyak


terdapat pada bermacam-macam tumbuhan. Tanin merupakan suatu senyawa
kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang sukar dipidahkan. Tanin
kaya akan senyawa polifenol yang mampu menghambat proses oksidasi
sehingga laju korosi dapat menurun.
f. Kafein merupakan inhibitor organik sehingga, proses penginhibisiannya
disebabkan adsorbsi molekul dalam permukaan logam. Inhibitor teradsorbsi
pada permukaan logam membentuk lapisan pasif yang melindungi logam
terhadap korosi lebih lanjut. Kafein merupakan alkaloid yang mempunyai
cincin purin.
13

BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Diagram Alir Percobaan


Diagram alir pada praktikum korosi lingkungan ini ditunjukan dalam
Gambar 3.1 berikut :
Empat buah paku disiapkan

Paku dibersihkan dengan amplas

Empat botol dan paku yang diikat tali rafia disiapkan dan diberikan nomor 1-4

Botol ke 2 diisi Botol ke 3 diisi Botol ke 3 diisi


200 ml PDAM, 200 ml PDAM, 200 ml PDAM,
Botol ke 1 diisi 200 ml cuka, 200 ml air 200 ml air
200 ml PDAM, 10 ml inhibitor detergen (20 detergen (20
200 ml cuka (kopi) gram) gram) 10 ml
inhibitor

Korosi pada paku diamati setiap hari ke dua, lima, dan tujuh

Massa akhir paku ditimbang

Data Pengamatan

Pembahasan Literatur

Kesimpulan

Gambar 3.1 Diagram Alir Percobaan Korosi Lingkungan


14

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat-alat yang Digunakan
Alat-alat yang di gunakan dalam praktikum korosi lingkungan.
a. Botol Plastik dan Tali Rapia
b. Neraca Digital
c. Corong
d. Gelas Beker
e. Gelas Ukur 100 ml
3.2.2 Bahan-bahan yang Digunakan
Bahan yang digunakan pada praktikum korosi lingkungan.
a. Cuka
b. Detergen
c. Kopi
d. Paku

3.3 Prosedur Percobaan


Prosedur pada percobaan korosi lingkungan.
Pembuatan ekstrak kopi:
1. ¼ kopi dimasukkan ke dalam oven untuk dikeringkan dan ditumbuk
hingga halus.
2. 50 gram bubuk kopi dilarutkan ke dalam 200 ml air PAM
3. larutan bubuk di saring dari endapan menggunakan kertas saring, dan
menutup larutan dengan penutupan plastik selama 24 jam.
Pengamatan proses korosi pada paku:
1. Botol air mineral yang sudah diberi nomor ditempatkan pada tempat yang
disediakan.
2. Tiap botol mineral dimasukkan lingkungan yang berbeda. Botol I dan II
diisi dengan air PDAM (tanpa penambahan inhibitor), botol III dan IV
diisi dengan air PDAM sebanyak 500 ml dengan penambahan larutan
inhibitor sebanyak 10 ml.
3. Paku diamplas dan dibersihkan.
15

4. Massa awal paku di timbang.


5. Paku diikat dengan tali raffia dan paku dimasukkan ke dalam botol air
mineral.
6. Botol yang sudah berisi paku didiamkan selama tiga hari, dan diamati
setiap dua hari sekali.
16

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan


Dari percobaan yang telah di lakukan, maka di peroleh hasil percobaan yang
dilampirkan dalam Table 4.1 dan Table 4.2.
Tabel 4.1 Data Hasil Pengamatan Korosi Lingkungan
Tabel Percobaan
Hari/Tanggal
Conto I Conto II Conto III Conto IV
Jumat, 9
Oktober 2020

Minggu, 11
Oktober 2020

Selasa,13
Oktober 2020
17

Tabel 4.2 Data Laju Korosi Pada Sampel


Selisih
Massa Massa Laju
Massa Jumlah
Conto Awal (M0) Akhir (M1) Korosi
(∆M) Hari
(gram) (gram) (gram/hari)
(gram)
I 5,576 5,475 0,101 6 0,00474

II 5,399 5,340 0,059 6 0,00277

III 5,770 5,760 0,010 6 0,00047

IV 5,615 5,611 0,004 6 0,00019

4.2 Pembahasan
Korosi merupakan proses degradasi material yang terjadi secara alami akibat
reaksi antara logam dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang dapat
menyebabkan lingkungan korosif, diantaranya berupa pH, kemampuan oksidasi
(potensial kimia), temperatur lingkungan (transfer panas), kecepatan aliran fluida,
konsentrasi bahan korosif, dan lain sebagainya. Faktor-faktor tersebut berpotensi
untuk menginisiasi terjadinya korosi, dimana korosi akan menimpulkan dampak
merugikan dengan menurunkan kualitas mutu suatu logam, seperti menimbulkan
karat yang dapat merusak penampilan, hingga menurunnya kemampuan sifat fisik
suatu logam yang dapat memberikan kerugian secara finansial ataupun
membahayakan dalam segi keamanan penggunaan peralatan logam tersebut.
Korosi merupakan peristiwa alam yang tidak dapat dicegah. Namun, ada beberapa
langkah yang dapat dilakukan untuk mengendalikan korosi. Salah satu langkah
sederhana dan ekonomis adalah dengan menggunakan inhibitor korosi organik.
Dengan memanfaatkan senyawa-senyawa organik yang terdapat di alam yang
dapat digunakan sebagai inhibitor korosi, korosi pun dapat dikendalikan oleh
inhibitor korosi dengan menghambat laju korosi yang terjadi pada suatu logam.
Pada percobaan korosi merata yang telah dilaksankan, objek pengamatannya
adalah paku baja . Hala-hal yang akan diamati dari paku baja tersebut adalah
perubahan fisik, perubahan massanya dan laju korosi yang dialami oleh paku baja
tersebut. Paku tersebut akan mengalami kontak langsung dengan berbagai
18

lingkungan yang berbada. Terlebih dahulu empat buah paku diampelas guna
menghilangkan pengotor yang ada pada permukaannya, proses pengampelasan
dilakukan sampai permukaan paku bersih tanpa pengotor apapun. Kemudian
empat buah paku ini ditimbang dan dicatat masing-masing massanya. Kemudian
menempatkan paku tersebut ke dalam botol yang sudah berisi lingkungan yang
berbeda. Botol I berisi air PDAM + cuka, botol II berisi air PDAM + cuka +
inhibitor, botol III berisi air PDAM + air detergen, dan botol IV berisi air PDAM
+ air detergen + inhibitor. Semua paku tersebut dimasukan ke dalam botol yang
berisi larutan dengan posisi digantung sampai batas tali rapia. Pengamatan
dilakukan pada hari kedua, hari ke lima dan hari ke tujuh.
Pada pengukuran massa awal paku sebelum di tempatkan di lingkungan
yang berbeda memiliki maasa 5,576 gram pada conto pertama, untuk conto kedua
memiliki massa sebesar 5,399 gram, conto ketiga memiliki massa 5,770 gram, dan
untuk conto keempat sebesar 5,615 gram. Setelah pengamatan hari keenam
dilakukan penimbangan massa akhir dari masing masing paku, pada conto
pertama massa akhirnya 5,475 gram, untuk conto kedua massa akhir sebesar
5,340 gram, conto ke tiga memiliki massa akhir sebesar 5,760 gram dan pada
conto ke empat massa akhirnya sebesar 5,611 gram. Dengan menghitung selisih
massa awal percobaan dan akhir percobaan, diperoleh selisih massa conto pertama
sebesar 0,101 gram, conto kedua sebesar 0,059 gram, conto ketiga sebesar 0,010
gram, dan conto keempat sebesar 0,004 gram. Dengan pembagian selisih massa
paku dengan jumlah hari praktikum maka di peroleh laju korosi pada conto
pertama lingkungan asam laju korosinya sebesar 0,00474 gram/hari. Untuk conto
kedua yang lingkungannya asam dengan penambahan inhibitor, laju korosinya
0,00277 gram/hari. Untuk conto ketiga yang lingkungannya basa, laju korosinya
sebesar 0,00047 gram/hari. Sedangkan untuk conto keempat yang lingkungannya
basa dengan penambahan inhibitor , laju korosinya sebesar 0,00019 gram/hari.
Pengaruh inhibitor terlihat jika membandingkan laju korosi pada conto
pertama dengan conto kedua serta conto ketiga dengan conto keempat. Pada conto
kedua korosi berjalan lambat walaupun pada lingkungan asam, namun terlihat
jelas bahwa adanya lebih banyak karat pada bagian atas pakunya, Sedangkan
19

conto ke empat korosi berjalan paling lambat daripada ketiga conto lainnya. Ini
berarti inhibitor bekerja dengan baik pada conto keempat dengan didukung
lingkungan yang basa sehingga menurunkan laju korosi dan perubahan
strukturnya juga tidak parah. Lalu pada perbandingan conto pertama dan conto
ketiga yang tidak diberi inhibitor, mengalami laju korosi yang cukup tinggi, pada
conto pertama memiliki laju korosi paling cepat karena berada dilingkungan asam
dan tidak adanya pemberian inhibitor yang mengendalikan korosi, pada conto
pertama juga memiliki tampak karat yang sama pada conto kedua pada bagian
atas paku yang menggumpal. Untuk conto ketiga yang memiliki laju korosi yang
cukup tinggi tetapi tidak memiliki tampak karat yang begitu banyak pada paku.
Hal ini karena conto ketiga berada pada lingkungan basa yang notabennya
memiliki laju korosi yang lebih lambat dibandingkan lingkungan asam.
Pada pengamatan hari kedua conto pertama karat mulai terlihat cukup
banyak pada bagian ujung paku dan berwarna jingga, dan pada bagian badan paku
mulai berubah warna menjadi kehitam-hitaman di sekitar atas paku, belum
menjalar ke bagian bawah. Pada conto kedua juga timbul karat pada bagian atas
paku mirip seperti pada conto pertama, tetapi perbedaannya karat lebih condong
ke arah samping dan menggumpal. Untuk conto ketiga mengalami sedikit bagian
karat pada daerah sekitar tali rapia, dan untuk bagian badan paku tidak mengalami
perubahan warna. Pada conto ke empat sama seperti conto ketiga, tidak memiliki
karat yang terlalu banyak, hanya terdapat sedikit karat pada bagian tali rapia, dan
bagian badan paku sama seperti keadaan sebelum di letakkan di dalam botol, tidak
terdapat karat. Perbandingan hasil pengamatan hari ke dua dapat di lihat pada
Gambar 4.1.
20

.
Conto 1 Conto 2 Conto 3 Conto 4
Gambar 4.1 Pengamatan Hari Dua

Pada pengamatan hari kelima, conto pertama memiliki penambahan karat


pada bagian atas yang semakin meninggi, dan warna karatnya mulai menghitam,
bagian badan paku sudah hampir sepenuhnya berubah warna menjadi hitam,
korosi terjadi secara merata pada bagian badan paku. Larutan cuka merupakan
larutan elektrolit, larutan elektrolit adalah salah satu faktor untuk mempercepat
reaksi korosi, hal ini karena larutan elektrolit adalah media yang baik untuk
melangsungkan transfer muatan, sehingga elektron lebih mudah untuk diikat oleh
oksigen. Pada conto ke dua sama seperti conto pertama yang mengalami
perubahan warna sepenuhnya menjadi warna hitam di seluruh bagian paku, dan
karat pada bagian atas paku mengalami pembesaran. Conto ke tiga pada
lingkungan basa masih tidak ada perubahan yang signifikan, masih terdapat karat
di sekitar ikatan tali rapia, dan karat tidak timbul di bagian paku lainnya. Pada
larutan terjadi pengendapan detergen yang tidak larut oleh air. Conto ke empat
pada lingkungan basa dengan penambahan inhibitor, timbul karat di bawah ikatan
tali rapia, hal ini lah yang dapat memicu terjadinya korosi di sekitar ikatan tali
rapia. Hasil pengamatan hari ke lima dapat dilihat pada Gambar 4.2.
21

Conto 1 Conto 2 Conto 3 Conto 4


Gambar 4.2 Pengamatan Hari Keempat

Untuk Pengamatan hari ketujuh , conto pertama pada lingkungan asam


sudah sepenuhnya di selimuti oleh karat, warna karat semakin pekat. Pada
senyawa CH3COOH, unsur CH3COO akan lebih mudah tereduksi dibanding Fe,
sehingga oksida logam yang terbentuk akan semakin banyak. Selain itu, ion H +
yang bersifat reaktif juga akan membentuk oksida terlebih dahulu yang tentunya
akan mempercepat laju korosi pada permukaan logam. CH3COOH memiliki
konduktivitas yang tinggi. Pada conto ke dua karat juga sudah menyelubungi
seluruh paku, dengan karat di bagian atas yang menggumpal. Pada conto ketiga
sedikit mengalami korosi sampai hari ketujuh, hal ini membuktikan bahwa laju
korosi pada lingkungan basa terjadi berlangsung sangat lambat. Inhibitor bekerja
dengan baik pada lingkungan yang basa dan juga dari lingkungannya sendiri tidak
terlalu korosif.

Conto 1 Conto 2 Conto 3 Conto 4


Gambar 4.3 Pengamatan Hari Keenam
22

Pengaruh inhibitor yang kurang maksimal juga mungkin disebabkan oleh


penutupan botol yang tidak rapat sehingga udara tetap masuk, sehingga dapat
memicu laju korosi tetap berlangsung.

Gambar 4.4 Diagram Pourbaix Fe (Roberge, 1999)

Dapat dilihat pada diagram pourbaix Fe, pada potensi lebih positif dari -
0.6 dan pada pH sekitar di bawah 9, ion besi (Fe2+) adalah zat yang stabil. Hal ini
menunjukkan bahwa besi akan terkorosi pada kondisi ini. Di daerah lain dari
diagram ini, dapat dilihat bahwa korosi besi menghasilkan ion besi (Fe3+),
hidroksida besi [Fe(OH)3], hidroksida besi [Fe(OH)2], dan pada kondisi yang
sangat alkali menghasilkan ion kompleks HFeO2-. Pada pH diatas 10, besi akan
mengalami 3 kondisi, yaitu: pasifasi antara oksidasi Fe menjadi Fe 2O3, pasivasi
antara oksidasi Fe menjadi Fe3O4, dan kondisi stabil yang berada di daerah imun.
Ketahanan Fe pada kondisi tinggi diakibatkan oleh munculnya selaput pasif
protektif Fe2O3 dan Fe3O4 yang menghalangi terjadinya korosi lebih lanjut pada
besi (Roberge, 1999).
23

0.005 0.00474
0.0045
Laju Korosi (gram/hari)

0.004
0.0035
0.003 0.00277
0.0025
0.002
0.0015
0.001
0.00047
0.0005 0.00019
0
Conto I Conto II Conto III Conto IV
Conto

Gambar 4.5 Diagram Laju Korosi

Dapat dilihat pada Gambar 4.5 Laju korosi yang paling lambat terdapat pada
conto IV dengan laju korosi 0,00019 gram/hari, dan laju korosi tercepat pada
conto I dengan laju korosi sebesar 0,00474 gram.
24

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Setelah di lakukan praktikum korosi lingkungan di laboratorium metalurgi
I, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Penambahan inhibitor berhasil untuk pengendalian korosi.
2. Selisih massa terkecil terdapat pada conto IV sebesar 0,004 gram
dengan campuran 200 ml air PDAM di tambah larutan detergen dan
inhibitor kopi.
3. Laju korosi yang paling lambat terdapat pada conto IV dengan laju
korosi 0,00019 gram/hari, dan laju korosi tercepat pada conto I dengan
laju korosi sebesar 0,00474 gram/hari
4. Lingkungan asam lebih bersifat korosif dibandingkan dengan
lingkungan basa

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk praktikum selanjutnya adalah sebagi
berikut:
1. Variasi larutan ditambah, supaya mengetahui karakteristik korosi pada
larutan lain, seperti larutan cuka ditambah detergen dan inhibitor.
2. Melakukan Percobaan korosi lingkungan di sekitar laut untuk
mengetahui laju korosi di sekitarnya
3. Menggunakan sampel lain seperti komposit, keramik, atau polimer
supaya mengetahui korosi yang terjadi pada material tersebut.
25

DAFTAR PUSTAKA

Jones, D.A, 1991, Principle and Prevention of Corrosion. Mc. Millan Publishing
Company: New York.

Roberge, P. R, 1999, Handbook of Corrosion Engineering. McGrawHill


Companies, Inc.: New York.

Chamberlain, J Trethewey.KR, 1991, KOROSI Untuk Mahasiswa dan


Rekayasawan).PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Yanuar, Ardi Prasetia, dkk, 2016, Pengaruh Penambahan Inhibitor Alami


terhadap Laju Korosi pada Material Pipa dalam Larutan Air Laut Buatan, Jurnal
Teknik ITS. no 2 vol. 5.

Haryono, Gogot, dkk, 2010, Ekstrak Bahan Alam sebagai Inhibitor Korosi,
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan.
26

LAMPIRAN

LAMPIRAN A
CONTOH PERHITUNGAN
27

Lampiran A. Contoh Perhitungan


1. Menentukan selisih berat.
∆M = M0 – M1 .................................... (A.1)
a) Sampel 1 = [5,576 – 5,475] = 0,101 gram
b) Sampel 2 = [5,399 – 5,340] = 0,059 gram
c) Sampel 3 = [5,770 – 5,760] = 0,01 gram
d) Sampel 4 = [5,615 – 5,611] = 0,004 gram
Keterangan :
∆M = selisih massa; M0 = massa awal; M1 = massa akhir
2. Menghitung laju korosi
V = ∆M / Waktu................................... (A.2)
a) Sampel 1 = 0,101/6 = 0,01683 gram/hari
b) Sampel 2 = 0,059/6 = 0,00983 gram/hari
c) Sampel 3 = 0,010/6 = 0,00166 gram/hari
d) Sampel 4 = 0,004/6 = 0,00066 gram/hari
28

LAMPIRAN B
JAWABAN PERTANYAAN DAN TUGAS KHUSUS
29

Lampiran B. Jawaban Pertanyaan dan Tugas Khusus

B.1 Jawaban Pertanyaan

1. Sebutkan dan jelaskan empat jenis korosi beserta faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi laju korosi?
Jawab :
a. Uniform Corrosion (Korosi Seragam), Korosi ini merupakan korosi yang
disebabkan oleh reaksi kimia atau elektrokimia yang terjadi secara seragam
pada permukaan logam. Korosi ini dapat dicegah atau dikendalikan dengan
pemilihan material (termasuk coating), penambahan corrosion inhibitor
pada fluida atau menggunakan cathodic protection.
b. Galvanic corrosion , Korosi ini merupakan korosi yang disebabkan
karena adanya beda potensial antara dua logam yang berada pada fluida atau
media konduktif dan korosif.
c. Crevice corrosion , Korosi ini merupakan korosi yang terjadi di sela-sela
gasket, sambungan bertindih, sekrup-sekrup atau kelingan yang terbentuk
oleh kotoran-kotoran endapan atau timbul dari produk-produk karat.
d. Pitting corrosion , Korosi ini merupakan fenomena korosi dimana proses
korosi terjadi pada suatu area pada permukaan logam yang akhirnya
menyebabkan terjadinya lubang pada permukaan tersebut.
e. Erosion corrosion, Korosi ini merupakan korosi yang terjadi sebagai
akibat dari tingginya pergerakan relatif fluida korosif terhadap permukaan
logam.
f. Stress corrosion, Korosi ini merupakan korosi yang terjadi akibat
kombinasi antara beban atau stress pada logam dan media yang korosif.
Mekanisme korosi tegangan terjadi akibat adanya hubungan dari tiga faktor
komponen, yaitu bahan rentan terhadap korosi, adanya larutan elektrolit
(lingkungan) dan adanya tegangan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi laju korosi yaitu: suhu,
kecepatan aliran fluida, konsentrasi bahan korosif, PH dan oksigen(Jones,
1991).
2. Gambarkan dan jelaskan mekanisme korosi merata pada baja
30

Jawab :

Rust
Fe(OH)3 Fe(OH)3
Fe3O4

O2 O2
Fe(OH)2 Fe(OH)2

O2+H2O 4OH- HOH- O2+H2O+2e

electron current
electron current

Formation of Rust
Gambar B.1 Mekanisme Terjadinya Korosi Merata (Roberge, 1999)

a. Pada awalnya ada interaksi antara larutan berair dengan permukaan


baja yang bebas membentuk sel korosi mikro yang bersifat
elektrokimia, dimana butir kristal logam akan bertindak sebagai katoda
karena mempunyai energi yang relatif lebih rendah daripada unsur
karbon dan atau senyawa karbida dibatas butir.
b. Reaksi elektrokimia lebih lanjut akan terjadi antara butir kristal
sebagai anoda karena mempunyai energi yang lebih tinggi daripada
produk korosi tahap pertama.
c. Produk korosi yang sifatnya tidak melekat pada permukaan logam
dasar, akan mengakibatkan reaksi korosi secara elektrokimia berlangsung
berkelanjutan.
Adapun contoh korosi merata di dunia industri adalah:
a. Korosi merata pada pipa balast dapat dicegah dengan coating
b. Korosi pada lambung kapal dapat dicegah dengan proteksi katodik
c. Korosi pada kaleng minuman dapat dicegah dengan coating
d. Korosi pada pelat baja dapat dicegah dengan memberi inhibitor
e. Korosi pada profil baja dapat dicegah dengan memberi inhibitor
3. Berikan empat contoh, dan jelaskan mekanisme pengendalian korosi dalam
31

penerapan industri!

Jawab :

a. Membuat logam tahan korosi.


Metode ini dimaksudkan untuk memperoleh ketahanan korosi dari
logam dalam lingkungan tertentu. Metode ini akan melibatkan ahli
metalurgi. Ketahanan korosi dari logam dapat diperoleh karena
pada permukaan logam dapat dihindarkan adanya daerah-daerah
anodik dan katodik, atau menjadikan permukaan logam tertutup
oleh lapisan yang protektif seperti baja tahan karat dan sebagainya.
Metode ini akan mengakibatkan harga logam menjadi tinggi.

b. Membuat lingkungan menjadi tidak korosif.


Metode ini umumnya dilakukan dengan menggunakan zat kimia
yang ditambahkan ke dalam lingkungan elektrolit. Metode ini
cocok untuk lingkungan yang terbatas dan terkontrol. Zat kimia
yang ditambahkan dapat mempengaruhi reaksi di anoda, katoda
ataupun keduanya, sehingga proses korosi diperlambat. Zat kimia
yang ditambahkan disebut sebagai inhibitor.

c. Membalikkan arah korosi.


Tujuan metode ini adalah membalik arus arah korosi sehingga
proses korosi logam dikurangi atau bahkan ditiadakan sama sekali.
Metode ini umumnya disebut sebagai proteksi katodik, di mana
proses korosi dicegah dengan jalan memperlakukan logam yang
dilindungi sebagai katoda.

d. Memisahkan logam dari lingkungan.


Metode ini merupakan yang paling populer dan banyak digunakan.
Metode ini meliputi pelapisan dengan lapis lindung organik atau
anorganik (logam dan bukan logam). Teknik perlindungan dapat
dilakukan dengan pengecatan, semprot, lapis listrik, celup dan
sebagainya. Untuk proses lapis listrik (elektroplating), logam yang
32

umum digunakan untuk melapis adalah kadmium, krom, tembaga,


emas, timah putih, timah hitam, nikel, perak dan seng. Sedangkan
untuk paduan antara lain kuningan, perunggu, nikel-besi dan
sebagainya. Dilihat dari fungsi proteksinya, jenis logam pelindung
dapat dibagi menjadi dua. Golongan pertama adalah logam yang
bersifat sacrificial, yaitu logam yang bersifat lebih anodis dari
logam yang dilindungi sehingga akan habis terlebih dahulu.
Golongan kedua adalah logam yang betul-betul melindungi
sehingga bersifat katodis dan mengisolasi permukaan bahan agar
terpisah dari lingkungan.

4. Gambarkan dan jelaskan daerah-daerah pada diagram pourbaix Fe


Jawab :

FeO42-
Fe3+
Ε0 [V]

Fe2+

Fe

pH
Gambar B.2 Diagram Pourbaix Fe (Roberge, 1999)

Dapat dilihat pada diagram pourbaix Fe, pada potensi lebih positif
dari -0.6 dan pada pH sekitar di bawah 9, ion besi (Fe2+) adalah zat yang
stabil. Hal ini menunjukkan bahwa besi akan terkorosi pada kondisi ini. Di
daerah lain dari diagram ini, dapat dilihat bahwa korosi besi menghasilkan
ion besi (Fe3+), hidroksida besi [Fe(OH)3], hidroksida besi [Fe(OH)2], dan
pada kondisi yang sangat alkali menghasilkan ion kompleks HFeO 2-. Pada
pH diatas 10, besi akan mengalami 3 kondisi, yaitu: pasifasi antara
33

oksidasi Fe menjadi Fe2O3, pasivasi antara oksidasi Fe menjadi Fe3O4, dan


kondisi stabil yang berada di daerah imun. Ketahanan Fe pada kondisi
tinggi diakibatkan oleh munculnya selaput pasif protektif Fe 2O3 dan Fe3O4
yang menghalangi terjadinya korosi lebih lanjut pada besi (Roberge,
1999).
5. Sebutkan dan jelaskan jenis inhibitor beserta mekanismenya!
Jawab :
a. Inhibitor memasifkan Anoda
Salah satu contoh inhibitor yang memasifkan anoda adalah senyawa-
senyawa kromat, misalnya Na2C2O4 (Haryono, 2010).
Oksidasi : 2Fe + 2H2O  Fe2O3 + 6H+ + 6e ..................... (B.1)
Reduksi : 2CrO4 - + 10H+ + 6e  Cr2O3 + 5H2O ................ (B.2)
Redoks : Fe + 2CrO4= + 2H+  Fe2O3 + Cr2O3 + 3H2O .... (B.3)
Padatan atau endapan Fe2O3 dan Cr2O3 inilah yang kemudian bertindak
sebagai pelindung bagi logamnya. Lapisan endapan tipis saja, namun
cukup efektif untuk melindungi permukaan logam yang lemah dari
serangan zat-zat agresif .
b. Inhibitor mempasifkan katoda
Dua reaksi utama yang umum terjadi pada katoda diadalam medium
air, yaitu reaksi pembentukan hidrogen dari proton.
2 H+ + 2e  H2 ............................................................................. (B.4)
dan reaksi reduksi gas oksigen dalam suasana asam
O2 + 4 H+ + 4e  2H2O .................................. (B.5)
Karena bagi suatu sal korosi, reaksi reduksi oksidasi terbentuk oleh
pasangan reaksi reduksi dan reaksi oksidasi dengan kecepatan yang sama,
maka apabila reaksi reduksi (pada katoda) dihambat akan menghambat
pula reaksi oksidasi (pada anoda). Hal yang kedua adalah melalui
penutupan permukaan katoda oleh suatu senyawa kimia tertentu baik yang
dihasilkan oleh suatu reaksi kimia atau melalui pengaturan kondisi
larutan,misalnya pH. Secara umum terdapat 3 jenis inhibitor yang
mempasifkan katoda, yaitu jenis racun katoda, jenis inhibitor mengendap
34

pada katoda dan jenis penangkap oksigen. Inhibitor racun katoda pada
dasarnya berperan mengganggu rekasi pada katoda (Roberge, 1999).
c. Inhibitor Ohmik dan inhibitor pengendapan
Sebagai akibat lain daripada penggunaan inhibitor pembentuk lapisan
pada katoda maupun anoda adalah semakin bertambahnya tahanan
daripada rangkaian elektrolit. Lapisan yang dianggap memberikan
kenaikan tahanan yang memadai biasanya mencapai ketebalan beberapa
mikro inchi. Bila lapisan terjadi secara selektif pada daerah anoda, maka
potensial korosi akan bergeser kearah harga yang lebih positif, dan
sebaliknya potensial korosi akan bergeser ke arah yang lebih negatif
bilamana lapisan terjadi pada daerah katoda. Jenis inhibitor pengendapan
yang banyak digunakan adalah natrium silikat dan berbagai senyawa fosfat
yang pada umumnya baik digunakan untuk melindungi baja, keduanya
cukup efektif bila kondisi pH mendekati 7 dengan kadar Cl- yang rendah
(Haryono, 2010).

B.2 Tugas Khusus


1. Jelaskan laju korosi
Jawab:
Laju korosi adalah kecepatan rambatan atau kecepatan penurunan kualitas
bahan terhadap waktu. Menghitung laju korosi pada umumnya
menggunakan 2 cara yaitu metode kehilangan berat dan metode
Elektrokimia.
a. Metode kehilangan berat
Metode kehilangan berat adalah perhitungan laju korosi dengan
mengukur kekurangan berat akibat korosi yang terjadi. Metode ini
menggunakan jangka waktu penelitian hingga mendapatkan jumlah
kehilangan akibat korosi yang terjadi. Untuk mendapatkan jumlah
kehilangan berat akibat korosi digunakan rumus. Metode ini adalah
mengukur kembali berat awal dari benda uji (objek yang ingin diketahui laju
korosi yang terjadi padanya), kekurangan berat dari pada berat awal
35

merupakan nilai kehilangan berat. Kekurangan berat dikembalikan kedalam


rumus untuk mendapatkan laju kehilangan beratnya.
b. Metode Elektrokimia
Metode elektrokimia adalah metode mengukur laju korosi dengan
mengukur beda potensial objek hingga didapat laju korosi yang terjadi,
metode ini mengukur laju korosi pada saat diukur saja dimana
memperkirakan laju tersebut dengan waktu yang panjang (memperkirakan
walaupun hasil yang terjadi antara satu waktu dengan eaktu lainnya
berbeda). Kelemahan metode ini adalah tidak dapat menggambarkan secara
pasti laju korosi yang terjadi secara akurat karena hanya dapat mengukur
laju korosi hanya pada waktu tertentu saja, hingga secara umur pemakaian
maupun kondisi untuk dapat ditreatmen tidak dapat diketahui. Kelebihan
metode ini adalah kita langsung dapat mengetahui laju korosi pada saat di
ukur, hingga waktu pengukuran tidak memakan waktu yang lama. Metode
elektrokimia ini meggunakan rumus yang didasari pada Hukum Faraday dan
metode ini juga menggunakan pembanding dengan meletakkan salah satu
material dengan sifat korosif yang sangat baik dengan bahan yang akan diuji
hingga beda potensial yang terjadi dapat diperhatikan dengan adanya
pembanding tersebut. Berikut merupakan gambar metode yang dilakukan
untuk mendapatkan hasil pada penelitian laju korosi dengan metode
elektrokimia yang diuraikan diatas.

2. Jelaskan korosi intergranular


Jawab:
Intergranular corrosion kadang-kadang juga disebut
"intercrystalline korosi" atau "korosi interdendritik". Dengan adanya
tegangan tarik, retak dapat terjadi sepanjang batas butir dan jenis korosi ini
sering disebut "intergranular retak korosi tegangan (IGSCC)" atau hanya
"intergranular stress corrosion cracking". Mekanisme intergranular
corrosion : jenis serangan ini diawali dari beda potensial dalam komposisi,
seperti sampel inti “coring” biasa ditemui dalam paduan casting.
36

Pengendapan pada batas butir, terutama kromium karbida dalam baja


tahan karat, merupakan mekanisme yang diakui dan diterima dalam korosi
intergranular.

3. Jelaskan proteksi anodik dan katodik.


Jawab:
Dalam proses proteksi anodik dan katodik, kami menggunakan
permukaan untuk dilindungi (substrat) sebagai anoda atau katoda, yang
mengarah pada proses tersebut. Perlindungan pengorbanan adalah jenis
perlindungan katodik di mana kita menggunakan logam sebagai anoda
korban. Dalam proses ini, logam pengorbanan ini terkorosi sambil
menghindari korosi katoda.
37

LAMPIRAN C
BLANKO PERCOBAAN
38
39

Anda mungkin juga menyukai