LAPORAN PRAKTIKUM
LABORATORIUM METALURGI I
KOROSI LINGKUNGAN
Disusun oleh :
Nama Praktikan : Moebi Syahirul Alim
NPM : 3334180008
Kelompok :8
Rekan : 1. Rakha Agung Bhadrika
2. Tubagus Alwin Maulana
Tanggal Praktikum : 8 Oktober 2020
Tanggal Pengumpulan Lap. : 12 Oktober 2020
Asisten : Katarina Viviandesta
LEMBAR PENGESAHAN
Tanggal Masuk
Tanda Tangan Tanggal Revisi Tanda Tangan
Laporan
12 Okt 2020
(Katarina Viviandesta)
ii
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Tujuan Percobaan ........................................................................... 1
1.3 Batasan Masalah ............................................................................ 1
1.4 Sistematikan Penulisan ................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Korosi ............................................................................................ 3
2.2 Faktor Penyebab Korosi ................................................................. 4
2.2.1 Faktor Gas Terlarut .............................................................. 4
2.2.2 Faktor Temperatur................................................................ 5
2.2.3 Faktor Ph ............................................................................. 5
2.2.4 Faktor Mikroba .................................................................... 6
2.2.5 Faktor Padatan Terlarut ........................................................ 6
2.3 Korosi Merata ................................................................................ 7
2.4 Jenis – Jenis Korosi ........................................................................ 8
2.5 Inhibitor Korosi ........................................................................... 10
BAB III METODE PERCOBAAN
3.1 Diagram Alir Percobaan ............................................................... 13
3.2 Alat dan Bahan............................................................................. 14
3.2.1 Alat yang digunakan ............................................................. 14
3.2.1 Bahan yang digunakan .......................................................... 14
3.3 Prosedur Percobaan ...................................................................... 14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan ........................................................................... 16
4.2 Pembahasan ................................................................................. 17
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
iii
iv
iv
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 4.1 Data Hasil Pengamatan Korosi Lingkungan... ..................................... 16
Tabel 4.2 Data Laju Korosi Pada Sampel ........................................................... 17
v
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Sel Korosi Sederhana ........................................................................ 4
Gambar 2.2 Skema Proses Korosi Merata ............................................................ 8
Gambar 3.1 Diagram Alir Percobaan Korosi Lingkungan .................................. 13
Gambar 4.1 Pengamatan Hari Dua ..................................................................... 20
Gambar 4.2 Pengamatan Hari Keempat .............................................................. 21
Gambar 4.3 Pengamatan Hari Keenam ............................................................... 21
Gambar 4.4 Diagram Pourbaix .......................................................................... 22
Gambar 4.5 Diagram Laju Korosi ...................................................................... 23
Gambar B.1 Mekanisme Terjadinya Korosi Merata ............................................ 29
Gambar B.2 Diagram Pourbaix .......................................................................... 31
vi
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran A. Contoh Perhitungan ....................................................................... 26
Lampiran B. Jawaban Pertanyaan dan Tugas Khusus ......................................... 28
B.1 Jawaban Pertanyaan ................................................................ 29
B.2 Tugas Khusus .......................................................................... 34
Lampiran C. Blanko Percobaan .......................................................................... 37
vii
1
BAB I
PENDAHULUAN
yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebasnya adalah pengaruh
lingkungan seperti media korosif dan inhibitor. Variabel terikatnya adalah laju
korosi serta selisih massa paku.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Korosi
Korosi Merupakan penurunan mutu logam akibat adanya reaksi
elektrokimia dengan lingkungannya.Logam yang mengalami penurunan mutu
tidak hanya melibatkan reaksi kimia namun juga reaksi elektrokimia, yakni antara
logam-logam yang bersangkutan dengan terjadinya perpindahan elektron. Salah
satu proses perusakan material, khususnya logam, adalah karena adanya suatu
reaksi antara logam tersebut dengan lingkungan. Proses perusakan material yang
terjadi menyebabkan turunnya kualitas material logam tersebut. Korosi yang di
berdasarkan proses elektrokimia (electrochemical process) terdiri dari 4
komponen utama yaitu:
a. Anoda, umumnya akan terkorosi dengan melepaskan elektron-elektron
dari atom-atom logam netral untuk membentuk ion-ion yang bersangkutan.
Ion-ion ini tetap tinggal dalam larutan atau bereaksi membentuk hasil korosi
yang tidak larut. Reaksi pada anoda dapat dituliskan dengan persamaan
2.1(Jones , 1991).
M Mz+ + ze- ................................................ (2.1)
Dengan z adalah valensi logam dan umumnya z = 1, 2, atau 3
b. Katoda, umumnya tidak mengalami korosi, walaupun mungkin akan
mengalami kerusakan dalam kondisi-kondisi tertentu. Reaksi yang terjadi
pada katoda berupa reaksi reduksi.
c. Elektrolit, adalah larutan yang mempunyai sifat menghantarkan listrik.
Elektrolit dapat berupa larutan asam, basa dan larutan garam. Larutan
elektrolit mempunyai peranan penting dalam korosi logam karena larutan ini
dapat menjadikan kontak listrik antara anoda dan katoda.
d. Antara anoda dan katoda harus ada hubungan listrik agar arus dalam sel
korosi dapat mengalir. Proses tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2.1
bentuk sel korosi basah sederhana berikut.
4
Hubungan
listrik
Anoda
Katoda
Elektrolit
3 2.2.3 Faktor pH
Besi dan baja akan terkorosi dalam suasana asam, tetapi sedikit
terkorosi dalam suasan basa. Sifat ini dapat dijelaskan dengan rangkaian
GGL (gaya gerak listrik) yang tersusun dari elemen-elemen dimana akan
terjadi pengurangan potensial pada elektroda negatif jika elemen tersebut
tercelup larutan asam. Potensi saat logam mulai terkorosi dapat dihitung
dengan persamaan Nernst 2.6(Roberge, 1999).
6
Uniform
Beda potensial antara anoda dan katoda merupakan gaya gerak listrik dari
aksi korosi. Besarnya arus ditentukan oleh beda potensial sirkuit terbuka antara
anoda dan katoda, besarnya polarisasi elektrokimia yang terjadi di anoda dan
katoda dan tahanan listrik larutan. Korosi besi dalam media asam dan larutan
garam netral ditulis menurut reaksi 2.11:
Fe Fe2+ + 2e- .......................................... (2.11)
Dalam larutan asam tanpa oksigen reaksi katoda:
2H+ + 2e- H2 .......................................... (2.12)
Dalam larutan garam netral, tidak terjadi pelepasan hidrogen dan reaksi katoda
merupakan reduksi oksigen larut:
O2 + 2H2O + 4e- 4(OH)- ................................. (2.13)
2Fe + O2 + 2H2O 2Fe(OH)2 ............................................ (2.14)
a. Korosi lubang (pitting corrosion) adalah korosi lokal yang terjadi pada
permukaan yang terbuka akibat pecahnya lapisan pasif. Serangan korosi
yang membentuk lubang. Korosi lubang biasanya merupakan hasil dari
aksi sel korosi autokatalitik setempat. Dengan demikian kondisi korosi
yang dihasilkan didalam lubang cenderung mempercepat proses korosi.
b. Korosi celah (crevice corrosion) adalah korosi lokal yang terjadi pada
celah diantara dua komponen. Mekanisme tejadinya korosi celah ini
diawali dengan terjadi korosi merata diluar dan didalam celah, sehingga
terjadi oksidasi logam dan reduksi oksigen. Serangan korosi pada celah-
celah yang umumnya terjadi karena adanya jebakan air atau elektrolit
diantara celah, sambungan.
c. Korosi galvanik (galvanic corrosion) adalah Serangan korosi yang
terjadi apabila dua logam yang berbeda dihubungkan satu dengan yang
lain. Logam yang kurang mulia akan bertindak sebagai anoda dan yang
lebih mulia sebagai katoda. Kecenderungan terkorosi tergantung pada
jenis logam yang berkontak dan luas permukaan daerah katoda dan
anodanya. Logam yang mengalami korosi adalah logam yang memiliki
potensial yang lebih rendah dan logam yang tidak mengalami korosi
adalah logam yang memiliki potensial yang lebih tinggi.
d. Korosi retak tegang, akibat pengaruh hidrogen adalah bentuk korosi
dimana material mengalami keretakan akibat pengaruh lingkungannya.
Korosi retak tegang terjadi pada paduan logam yang mengalami tegangan
tarik statis di lingkungan tertentu, seperti baja tahan karat sangat rentan
terhadap lingkungan klorida panas, tembaga rentan dilarutkan amonia dan
baja karbon rentan terhadap nitrat. Korosi retak fatik terjadi akibat
tegangan berulang di lingkungan korosif, sedangkan korosi akibat
pengaruh hidrogen terjadi karena berlangsungnya difusi hidrogen kedalam
kisi paduan.
e. Korosi intergranular adalah bentuk korosi yang terjadi pada paduan
logam akibat terjadinya reaksi antar unsur logam di batas butirnya. Seperti
10
yang terjadi pada baja tahan karat austenitik apabila diberi perlakuan
panas.
f. Selective leaching adalah korosi yang terjadi pada paduan logam
karena pelarutan salah satu unsur paduan yang lebih aktif, seperti yang
biasa terjadi pada paduan tembaga - seng. Mekanisme terjadinya korosi
selective leaching diawali dengan terjadi pelarutan total terhadap semua
unsur. Salah satu unsur pemadu yang potensialnya lebih tinggi akan
terdeposisi, sedangkan unsur yang potensialnya lebih rendah akan larut ke
elektrolit. Akibatnya terjadi keropos pada logam paduan tersebut. Contoh
lain selective leaching terjadi pada besi tuang yang digunakan sebagai pipa
pembakaran. Berkurangnya besi dalam besi tuang akan menyebabkan
paduan tersebut menjadi berpori dan lemah, sehingga dapat terjadi pecah
pada pipa.
g. Korosi erosi adalah kombinasi antara fluida yang korosif dan
kecepatan aliran yang tinggi seperti pada pipa baja yang digunakan untuk
mengalirkan uap yang mengandung air. Logam yang telah kena erosi
akibat terjadi keausan dan menimbulkan bagian-bagian yang tajam dan
kasar. Bagian-bagian inilah yang mudah terserang korosi. Dan ketika ada
gesekan akan menimbulkan abrasi lebih berat lagi.
ini bidang inhibitor korosi sedang mengalami perubahan drastis dari sudut
pandang kompatibilitas lingkungan. Lembaga lingkungan di berbagai negara telah
memberlakukan aturan ketat dan peraturan untuk penggunaan dan pembuangan
inhibitor korosi. Peraturan lingkungan yang ketat mengharuskan inhibitor korosi
untuk menjadi ramah lingkungan dan aman. Berikut ini adalah beberapa senyawa
organik yang dapat digunakan sebagai inhibitor korosi(Yanuar, 2016):
a. Daun teh mememiliki beberapa kandungan penting yang sangat berguna
bagi manusia. Beberapa kandung yang dimaksud antara lain kafein,
theofilin, tanin, adenine, minyak atsiri, kuersetin, naringenin, dan natural
fluoride. Daun teh mengandung sekitar 2-4% senyawa kafein. Sedangkan di
dalam daun teh terdapat kandungan zat tanin sekitar 8-18%
didalamnya(Haryono, 2010).
b. Daun Jambu Biji (Psidium guajava) merupakan tanaman yang berasal
dari Amerika, banyak ditanam sebagai tanaman buah-buahan yang tumbuh
pada ketinggian 1-1.2 m diatas permukaan laut dan merupakan tanaman
perdu atau pohon kecil, tinggi tanaman umumnya 3-10 m. Kandungan kimia
yang terdapat dalam jambu biji yaitu buah, daun, dan kulit batang pohon
jambu biji mengandung tanin. Sedangkan pada bunganya tidak banyak
mengandung tanin. Daun Jambu biji juga mengandung zat lain seperti
minyak atsiri, asam ursolat, asam psidiolat, asam kratogolat, asam oleanolat,
asam guajaverin, dan vitamin. Daun jambu biji yang digiling halus diketahui
mempunyai kandungan tanin sampai 17%.
c. Kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan tanaman pangan turunan
kedelai jenis liar Glycine Ururiencis berbentuk semak yang tumbuh tegak.
Kandungan nutrisi yang terdapat dalam kedelai adalah energi, karbohidrat,
gula, serat, lemak, protein, asam amino, dll. Kandungan asam aminio dalam
kacang kedelai cukup tinggi yaitu sekitr 42% dari total berat keringnya.
d. Kopi (Coffea sp.) termasuk familia Rubiaceae dan merupakan tanaman
tropis yang banyak diperdagangkan di dunia. Tanaman kopi memiliki
kandungan senyawa kafein yang dapat digunakan sebagai bahan untuk
pembuatan inhibitor korosi dari bahan alami.
12
BAB III
METODE PERCOBAAN
Empat botol dan paku yang diikat tali rafia disiapkan dan diberikan nomor 1-4
Korosi pada paku diamati setiap hari ke dua, lima, dan tujuh
Data Pengamatan
Pembahasan Literatur
Kesimpulan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Minggu, 11
Oktober 2020
Selasa,13
Oktober 2020
17
4.2 Pembahasan
Korosi merupakan proses degradasi material yang terjadi secara alami akibat
reaksi antara logam dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang dapat
menyebabkan lingkungan korosif, diantaranya berupa pH, kemampuan oksidasi
(potensial kimia), temperatur lingkungan (transfer panas), kecepatan aliran fluida,
konsentrasi bahan korosif, dan lain sebagainya. Faktor-faktor tersebut berpotensi
untuk menginisiasi terjadinya korosi, dimana korosi akan menimpulkan dampak
merugikan dengan menurunkan kualitas mutu suatu logam, seperti menimbulkan
karat yang dapat merusak penampilan, hingga menurunnya kemampuan sifat fisik
suatu logam yang dapat memberikan kerugian secara finansial ataupun
membahayakan dalam segi keamanan penggunaan peralatan logam tersebut.
Korosi merupakan peristiwa alam yang tidak dapat dicegah. Namun, ada beberapa
langkah yang dapat dilakukan untuk mengendalikan korosi. Salah satu langkah
sederhana dan ekonomis adalah dengan menggunakan inhibitor korosi organik.
Dengan memanfaatkan senyawa-senyawa organik yang terdapat di alam yang
dapat digunakan sebagai inhibitor korosi, korosi pun dapat dikendalikan oleh
inhibitor korosi dengan menghambat laju korosi yang terjadi pada suatu logam.
Pada percobaan korosi merata yang telah dilaksankan, objek pengamatannya
adalah paku baja . Hala-hal yang akan diamati dari paku baja tersebut adalah
perubahan fisik, perubahan massanya dan laju korosi yang dialami oleh paku baja
tersebut. Paku tersebut akan mengalami kontak langsung dengan berbagai
18
lingkungan yang berbada. Terlebih dahulu empat buah paku diampelas guna
menghilangkan pengotor yang ada pada permukaannya, proses pengampelasan
dilakukan sampai permukaan paku bersih tanpa pengotor apapun. Kemudian
empat buah paku ini ditimbang dan dicatat masing-masing massanya. Kemudian
menempatkan paku tersebut ke dalam botol yang sudah berisi lingkungan yang
berbeda. Botol I berisi air PDAM + cuka, botol II berisi air PDAM + cuka +
inhibitor, botol III berisi air PDAM + air detergen, dan botol IV berisi air PDAM
+ air detergen + inhibitor. Semua paku tersebut dimasukan ke dalam botol yang
berisi larutan dengan posisi digantung sampai batas tali rapia. Pengamatan
dilakukan pada hari kedua, hari ke lima dan hari ke tujuh.
Pada pengukuran massa awal paku sebelum di tempatkan di lingkungan
yang berbeda memiliki maasa 5,576 gram pada conto pertama, untuk conto kedua
memiliki massa sebesar 5,399 gram, conto ketiga memiliki massa 5,770 gram, dan
untuk conto keempat sebesar 5,615 gram. Setelah pengamatan hari keenam
dilakukan penimbangan massa akhir dari masing masing paku, pada conto
pertama massa akhirnya 5,475 gram, untuk conto kedua massa akhir sebesar
5,340 gram, conto ke tiga memiliki massa akhir sebesar 5,760 gram dan pada
conto ke empat massa akhirnya sebesar 5,611 gram. Dengan menghitung selisih
massa awal percobaan dan akhir percobaan, diperoleh selisih massa conto pertama
sebesar 0,101 gram, conto kedua sebesar 0,059 gram, conto ketiga sebesar 0,010
gram, dan conto keempat sebesar 0,004 gram. Dengan pembagian selisih massa
paku dengan jumlah hari praktikum maka di peroleh laju korosi pada conto
pertama lingkungan asam laju korosinya sebesar 0,00474 gram/hari. Untuk conto
kedua yang lingkungannya asam dengan penambahan inhibitor, laju korosinya
0,00277 gram/hari. Untuk conto ketiga yang lingkungannya basa, laju korosinya
sebesar 0,00047 gram/hari. Sedangkan untuk conto keempat yang lingkungannya
basa dengan penambahan inhibitor , laju korosinya sebesar 0,00019 gram/hari.
Pengaruh inhibitor terlihat jika membandingkan laju korosi pada conto
pertama dengan conto kedua serta conto ketiga dengan conto keempat. Pada conto
kedua korosi berjalan lambat walaupun pada lingkungan asam, namun terlihat
jelas bahwa adanya lebih banyak karat pada bagian atas pakunya, Sedangkan
19
conto ke empat korosi berjalan paling lambat daripada ketiga conto lainnya. Ini
berarti inhibitor bekerja dengan baik pada conto keempat dengan didukung
lingkungan yang basa sehingga menurunkan laju korosi dan perubahan
strukturnya juga tidak parah. Lalu pada perbandingan conto pertama dan conto
ketiga yang tidak diberi inhibitor, mengalami laju korosi yang cukup tinggi, pada
conto pertama memiliki laju korosi paling cepat karena berada dilingkungan asam
dan tidak adanya pemberian inhibitor yang mengendalikan korosi, pada conto
pertama juga memiliki tampak karat yang sama pada conto kedua pada bagian
atas paku yang menggumpal. Untuk conto ketiga yang memiliki laju korosi yang
cukup tinggi tetapi tidak memiliki tampak karat yang begitu banyak pada paku.
Hal ini karena conto ketiga berada pada lingkungan basa yang notabennya
memiliki laju korosi yang lebih lambat dibandingkan lingkungan asam.
Pada pengamatan hari kedua conto pertama karat mulai terlihat cukup
banyak pada bagian ujung paku dan berwarna jingga, dan pada bagian badan paku
mulai berubah warna menjadi kehitam-hitaman di sekitar atas paku, belum
menjalar ke bagian bawah. Pada conto kedua juga timbul karat pada bagian atas
paku mirip seperti pada conto pertama, tetapi perbedaannya karat lebih condong
ke arah samping dan menggumpal. Untuk conto ketiga mengalami sedikit bagian
karat pada daerah sekitar tali rapia, dan untuk bagian badan paku tidak mengalami
perubahan warna. Pada conto ke empat sama seperti conto ketiga, tidak memiliki
karat yang terlalu banyak, hanya terdapat sedikit karat pada bagian tali rapia, dan
bagian badan paku sama seperti keadaan sebelum di letakkan di dalam botol, tidak
terdapat karat. Perbandingan hasil pengamatan hari ke dua dapat di lihat pada
Gambar 4.1.
20
.
Conto 1 Conto 2 Conto 3 Conto 4
Gambar 4.1 Pengamatan Hari Dua
Dapat dilihat pada diagram pourbaix Fe, pada potensi lebih positif dari -
0.6 dan pada pH sekitar di bawah 9, ion besi (Fe2+) adalah zat yang stabil. Hal ini
menunjukkan bahwa besi akan terkorosi pada kondisi ini. Di daerah lain dari
diagram ini, dapat dilihat bahwa korosi besi menghasilkan ion besi (Fe3+),
hidroksida besi [Fe(OH)3], hidroksida besi [Fe(OH)2], dan pada kondisi yang
sangat alkali menghasilkan ion kompleks HFeO2-. Pada pH diatas 10, besi akan
mengalami 3 kondisi, yaitu: pasifasi antara oksidasi Fe menjadi Fe 2O3, pasivasi
antara oksidasi Fe menjadi Fe3O4, dan kondisi stabil yang berada di daerah imun.
Ketahanan Fe pada kondisi tinggi diakibatkan oleh munculnya selaput pasif
protektif Fe2O3 dan Fe3O4 yang menghalangi terjadinya korosi lebih lanjut pada
besi (Roberge, 1999).
23
0.005 0.00474
0.0045
Laju Korosi (gram/hari)
0.004
0.0035
0.003 0.00277
0.0025
0.002
0.0015
0.001
0.00047
0.0005 0.00019
0
Conto I Conto II Conto III Conto IV
Conto
Dapat dilihat pada Gambar 4.5 Laju korosi yang paling lambat terdapat pada
conto IV dengan laju korosi 0,00019 gram/hari, dan laju korosi tercepat pada
conto I dengan laju korosi sebesar 0,00474 gram.
24
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setelah di lakukan praktikum korosi lingkungan di laboratorium metalurgi
I, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Penambahan inhibitor berhasil untuk pengendalian korosi.
2. Selisih massa terkecil terdapat pada conto IV sebesar 0,004 gram
dengan campuran 200 ml air PDAM di tambah larutan detergen dan
inhibitor kopi.
3. Laju korosi yang paling lambat terdapat pada conto IV dengan laju
korosi 0,00019 gram/hari, dan laju korosi tercepat pada conto I dengan
laju korosi sebesar 0,00474 gram/hari
4. Lingkungan asam lebih bersifat korosif dibandingkan dengan
lingkungan basa
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk praktikum selanjutnya adalah sebagi
berikut:
1. Variasi larutan ditambah, supaya mengetahui karakteristik korosi pada
larutan lain, seperti larutan cuka ditambah detergen dan inhibitor.
2. Melakukan Percobaan korosi lingkungan di sekitar laut untuk
mengetahui laju korosi di sekitarnya
3. Menggunakan sampel lain seperti komposit, keramik, atau polimer
supaya mengetahui korosi yang terjadi pada material tersebut.
25
DAFTAR PUSTAKA
Jones, D.A, 1991, Principle and Prevention of Corrosion. Mc. Millan Publishing
Company: New York.
Haryono, Gogot, dkk, 2010, Ekstrak Bahan Alam sebagai Inhibitor Korosi,
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan.
26
LAMPIRAN
LAMPIRAN A
CONTOH PERHITUNGAN
27
LAMPIRAN B
JAWABAN PERTANYAAN DAN TUGAS KHUSUS
29
1. Sebutkan dan jelaskan empat jenis korosi beserta faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi laju korosi?
Jawab :
a. Uniform Corrosion (Korosi Seragam), Korosi ini merupakan korosi yang
disebabkan oleh reaksi kimia atau elektrokimia yang terjadi secara seragam
pada permukaan logam. Korosi ini dapat dicegah atau dikendalikan dengan
pemilihan material (termasuk coating), penambahan corrosion inhibitor
pada fluida atau menggunakan cathodic protection.
b. Galvanic corrosion , Korosi ini merupakan korosi yang disebabkan
karena adanya beda potensial antara dua logam yang berada pada fluida atau
media konduktif dan korosif.
c. Crevice corrosion , Korosi ini merupakan korosi yang terjadi di sela-sela
gasket, sambungan bertindih, sekrup-sekrup atau kelingan yang terbentuk
oleh kotoran-kotoran endapan atau timbul dari produk-produk karat.
d. Pitting corrosion , Korosi ini merupakan fenomena korosi dimana proses
korosi terjadi pada suatu area pada permukaan logam yang akhirnya
menyebabkan terjadinya lubang pada permukaan tersebut.
e. Erosion corrosion, Korosi ini merupakan korosi yang terjadi sebagai
akibat dari tingginya pergerakan relatif fluida korosif terhadap permukaan
logam.
f. Stress corrosion, Korosi ini merupakan korosi yang terjadi akibat
kombinasi antara beban atau stress pada logam dan media yang korosif.
Mekanisme korosi tegangan terjadi akibat adanya hubungan dari tiga faktor
komponen, yaitu bahan rentan terhadap korosi, adanya larutan elektrolit
(lingkungan) dan adanya tegangan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi laju korosi yaitu: suhu,
kecepatan aliran fluida, konsentrasi bahan korosif, PH dan oksigen(Jones,
1991).
2. Gambarkan dan jelaskan mekanisme korosi merata pada baja
30
Jawab :
Rust
Fe(OH)3 Fe(OH)3
Fe3O4
O2 O2
Fe(OH)2 Fe(OH)2
electron current
electron current
Formation of Rust
Gambar B.1 Mekanisme Terjadinya Korosi Merata (Roberge, 1999)
penerapan industri!
Jawab :
FeO42-
Fe3+
Ε0 [V]
Fe2+
Fe
pH
Gambar B.2 Diagram Pourbaix Fe (Roberge, 1999)
Dapat dilihat pada diagram pourbaix Fe, pada potensi lebih positif
dari -0.6 dan pada pH sekitar di bawah 9, ion besi (Fe2+) adalah zat yang
stabil. Hal ini menunjukkan bahwa besi akan terkorosi pada kondisi ini. Di
daerah lain dari diagram ini, dapat dilihat bahwa korosi besi menghasilkan
ion besi (Fe3+), hidroksida besi [Fe(OH)3], hidroksida besi [Fe(OH)2], dan
pada kondisi yang sangat alkali menghasilkan ion kompleks HFeO 2-. Pada
pH diatas 10, besi akan mengalami 3 kondisi, yaitu: pasifasi antara
33
pada katoda dan jenis penangkap oksigen. Inhibitor racun katoda pada
dasarnya berperan mengganggu rekasi pada katoda (Roberge, 1999).
c. Inhibitor Ohmik dan inhibitor pengendapan
Sebagai akibat lain daripada penggunaan inhibitor pembentuk lapisan
pada katoda maupun anoda adalah semakin bertambahnya tahanan
daripada rangkaian elektrolit. Lapisan yang dianggap memberikan
kenaikan tahanan yang memadai biasanya mencapai ketebalan beberapa
mikro inchi. Bila lapisan terjadi secara selektif pada daerah anoda, maka
potensial korosi akan bergeser kearah harga yang lebih positif, dan
sebaliknya potensial korosi akan bergeser ke arah yang lebih negatif
bilamana lapisan terjadi pada daerah katoda. Jenis inhibitor pengendapan
yang banyak digunakan adalah natrium silikat dan berbagai senyawa fosfat
yang pada umumnya baik digunakan untuk melindungi baja, keduanya
cukup efektif bila kondisi pH mendekati 7 dengan kadar Cl- yang rendah
(Haryono, 2010).
LAMPIRAN C
BLANKO PERCOBAAN
38
39