Tersusun
Tersusun
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luka merupakan suatu bentuk kerusakan jaringan pada kulit yang
disebabkan oleh kontak fisika (dengan sumber panas), hasil dari tindakan medis,
maupun perubahan kondisi fisiologis. Ketika terjadi luka, tubuh secara alami
melakukan proses penyembuhan luka melalui kegiatan bioseluler dan biokimia
yang terjadi secara berkesinambungan. Luka dapat menyebabkan gangguan pada
fungsi dan struktur anatomi tubuh. Luka juga merupakan suatu diskontinuitas dari
suatu jaringan. Angka kejadian luka memiliki prevalensi mencapai jutaan kasus
per tahunnya. Hasil penyembuhan luka yang terganggu seperti luka akut yang
penanganannya terlambat dan luka kronis pada umumnya luka tersebut akan gagal
untuk maju ke tahapan penyembuhan luka yang normal. Luka tersebut seringkali
memasuki kondisi imflamasi patologis karena proses tertunda, tidak lengkap atau
proses penyembuhan luka yang tak terkoordinasi. Pada luka kronis seperti ulkus
yang berhubungan dengan iskemia, diabetes Melitus dan penyakit stasis vena.
Luka yang tidak sembuh mempengaruhi sekitar 3 sampai 6 juta masyarakat di
Amerika Serikat, dimana 85% dijumpai pada usia diatas 65 tahun.
Berdasarkan waktu dan proses penyembuhannya, luka dapat
diklasifikasikan menjadi luka akut dan kronik. Luka akut merupakan cedera
jaringan yang dapat pulih kembali seperti keadaan normal dengan bekas luka yang
minimal dalam rentang waktu 8-12 minggu. Penyebab utama dari luka akut adalah
cedera mekanikal karena faktor eksternal, dimana terjadi kontak antara kulit
dengan permukaan yang keras atau tajam, luka tembak, dan luka pasca operasi.
Penyebab lain luka akut adalah luka bakar dan cedera kimiawi, seperti terpapar
sinar radiasi, tersengat listrik, terkena cairan kimia yang besifat korosif, serta
terkena sumber panas. Sementara luka kronik merupakan luka dengan proses
pemulihan yang lambat, dengan waktu penyembuhan lebih dari 12 minggu dan
terkadang dapat menyebabkan kecacatan. Ketika terjadi luka yang bersifat kronik,
neutrofil dilepaskan dan secara signifikan meningkatkan ezim kolagenase yang
bertnggung jawab terhadap destruksi dari matriks penghubung jaringan.3 Salah
satu penyebab terjadinya luka kronik adalah kegagalan pemulihan karena kondisi
fisiologis (seperti diabetes melitus (DM) dan kanker), infeksi terus-menerus, dan
rendahnya tindakan pengobatan yang diberikan.
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena adanya
kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi secara berkesinambungan.
Penggabungan respon vaskuler, aktivitas seluler, dan terbentuknya senyawa kimia
sebagai substansi mediator di daerah luka merupakan komponen yang saling
terkait pada proses penyembuhan luka. Metode penyembuhan luka telah
mengalami perkembangan beberapa tahun terakhir. Metode yang dikembangkan
berupa suatu produk atau stimulant terhadap proses biologis tubuh dalam
menkompensasi luka melalui beberapa tahapan: hemostasis, inflamasi, proliferasi,
dan remodeling. Sasaran dalam proses biologis tubuh menkompensasi luka
adalah komponen-komponen yang berperan dalam tahapan penyembuhan luka.
1.4 Manfaat
PEMBAHASAN
Pada kejadian luka kulit yang terbuka disebut vulneratio operta. Dikenal
beberapa bentuk, yakni dalam bentuk insisi adalah luka yang disebabkan benda
tajam, tepi luka yang terjadi rata dengan kerusakan yang sedikit sekali. Luka insisi
ini dapat terjadi pada muskulus, tendon, pembuluh darah, dan saraf yang disertai
dengan pendarahan. Pada luka sobek yang dikenal sebaga luka laserasi terjadi
akibat benda tumpul yang menyobek jaringan berakibat dengan kulit yang terlepas
bahkan kadang bisa terjadi sebagian kulit hilang. Bilamana terjadi kejadian luka
yang disertai kehilangan jaringan disebut dengan avulsion. Pada luka tusukan
(punktur) adalah luka yang dalam dengan lubang yang kecil yang bisa disebabkan
oleh benda yang ujungnya tajam dan juga bisa tumpul. Luka penetrasi adalah luka
yang terjadi yang menembus rongga tubuh dan berakibat menimbulkan kerusakan
maupun infeksi pada tubuh seperti peritonitis (Sardjana dan Kusumawati,2011).
Menurut Schwartz and Seymour (2000) bahwa ada tiga fase penyembuhan
luka yakni:
1. Inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira – kira hari kelima.
Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan
tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung
pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena
trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama dengan
jala fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah.
Sementara itu terjadi reaksi inflamasi.Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan
serotonin dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi
eksudasi cairan, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang
menyebabkan pembengkakan. Tanda dan gejala klinik reaksi radang menjadi jelas
berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhu hangat (kalor), rasa
nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor).Aktifitas seluler yang terjadi adalah
pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka
karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu
mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul
ikut menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri (fagositosis). Fase ini
disebut juga fase lamban karena reaksi pembentukan kolagen baru sedikit dan
luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah (Suriadi, 2004).
Fibroplasia adalah fase penyembuhan luka yang ditandai oleh sintesis kolagen.
Sintesis kolagen dimulai dalam 24 jam setelah cedera, namun tidak akan
mencapai puncaknya hingga 5 hari kemudian. Durasi fase fibroblasi adalah
sekitar3-24hari. Setelah 7 hari, sintesis kolagen akan berkurang secara perlahan
lahan. Remodelling luka mengacu pada keseimbangan antara sintesis kolagen dan
degradasi kolagen. Pada saat serabut-serabut kolagen tua diuraikan oleh
kolagenase jaringan, serabut-serabut baru dibentuk dengan kepadatan pengerutan
yang makin bertambah. Proses ini akan meningkatkan kekuatan potensial dari
jaringan parut (Schwartz and Seymour, 2000:134). Pada tahap ini juga terjadi 11
pembersihan jaringan yang mati oleh leukosit polimorfonuklear dan makrofag
(Uliyah dan Hidayat, 2008:234).
Fase ini merupakan fase terakhir dan terpanjang pada proses penyembuhan luka.
Fase ini juga dikenal sebagai tahap maturasi dimana pada tahap ini terjadi
reepitelisasi, kontraksi luka, dan organisasi jaringan ikat. Pada fase ini terjadi
proses yang dinamis berupa remodeling kolagen, kontraksi luka dan pematangan
parut. Aktivitas sintesis dan degradasi kolagen berada dalam keseimbangan. Fase
ini berlangsung mulai 3 minggu sampai 2 tahun. Akhir dari penyembuhan ini
didapatkan parut luka yang matang yang mempunyai kekuatan 80% dari kulit
normal (Perdanakusuma, 2007).
Cara Penyembuhan / Pengobatan Luka
Luka adalah rusak atau hilangnya jaringan tubuh yang terjadi karena
adanya suatu faktor yang mengganggu sistem perlindungan tubuh. Faktor tersebut
seperti trauma, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan
hewan lain. Bentuk dari luka berbeda tergantung penyebabnya, ada yang terbuka
dan tertutup. Salah satu contoh luka terbuka adalah insisi dimana terdapat robekan
linier pada kulit dan jaringan di bawahnya. ( Suryadi et al., 2012 )
Luka adalah suatu cedera dimana kulit robek, terpotong atau tertusuk, atau
trauma benda tumpul yang menyebabkan kontusi. Luka dikategorikan dua jenis
yaitu luka terbuka dan tertutup.
Luka terbuka diklasifikasikan berdasarkan obyek penyebab luka antara
lain :
luka insisi
luka laserasi
luka abrasi
luka tusuk
luka penetrasi
dan luka tembak
Luka tertutup memiliki bahaya yang sama dengan luka terbuka. Selain itu
terdapat pula beberapa jenis luka lainnya seperti luka bakar, luka sengatan listrik,
luka akibat zat kimia, cedera suhu dingin, luka radiasi dan ionisasi serta luka gigit
dan sengatan serangga. ( Suryadi et al., 2012 )
Keadaan luka dapat dilihat dari berbagai sisi, sebagai berikut : rusak
tidaknya jaringan yang ada pada permukaan, sebab terjadinya luka, luas
permukaan luka, dan ada atau tidaknya mikroorganisme. Sedangkan ketika luka
timbul, beberapa efek akan muncul seperti hilangnya seluruh atau sebagian fungsi
organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, dan kontaminasi
bakteri, serta kematian sel (Konstania,2013)
Luka terbuka adalah rusak atau terbukanya jaringan internal atau eksternal
di dalam tubuh. Sebagian besar luka terbuka melibatkan kulit yang terbuka dan
mengalami perdarahan. Kejadian ini jarang sekali terjadi pada masyarakat kecuali
mereka mengalami kecelakaan besar.
Luka dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab :
Trauma mekanis, misalnya : tergesek, terpotong, terpukul, tertusuk,
terbentur, terjepit.
Trauma elektrik, misalnya : oleh karena sengatan listrik, sambaran petir.
Trauma termis, misalnya : oleh karena suhu panas (vulnus lombustum) ,
suhu dingin (vulnus longolationum).
Berdasarkan Integritas Kulit :
1. Luka terbuka (vulnus apertum) dimana luka ini kulit yang rusak melampaui
tebalnya kulit. Contohnya :
- Luka tajam yaitu luka oleh benda tajam yang ciri - cirinya tepi luka licin,
tidak terdapat embatan - jembatan jaringan, tidak ada jaringan nekrosis.
Misalnya luka iris (vulnus Scissum) dimana panjang luka lebih besar daripada
dalamnya luka.
Muncul nanah dan luka menjadi terus basah. Perawatan yang benar akan
membuat luka mudah kering. Luka yang terus basah mengundang bakteri
mendekat dan memperburuk keadaan.
Terjadi tetanus. Kondisi tetanus ini menyerang otot dan menyebabkan
masalah yang besar pada keberlangsungan hidup seseorang.
Kemungkinan terjadi amputasi. Kalau luka terus basah, infeksi susah
dikendalikan, beberapa bagian tubuh bisa jadi membusuk. Kondisi ini
harus diatasi dengan mengangkat sebagian anggota tubuh.
2.2 Jenis-Jenis Luka Jaringan Terbuka
Pada kejadian luka kulit yang terbuka disebut vulneratio operta. Dikenal
beberapa bentuk, yakni dalam bentuk insisi adalah luka yang disebabkan benda
tajam, tepi luka yang terjadi rata dengan kerusakan yang sedikit sekali. Luka insisi
ini dapat terjadi pada muskulus, tendon, pembuluh darah, dan saraf yang disertai
dengan pendarahan. Pada luka sobek yang dikenal sebaga luka laserasi terjadi
akibat benda tumpul yang menyobek jaringan berakibat dengan kulit yang terlepas
bahkan kadang bisa terjadi sebagian kulit hilang. Bilamana terjadi kejadian luka
yang disertai kehilangan jaringan disebut dengan avulsion. Pada luka tusukan
(punktur) adalah luka yang dalam dengan lubang yang kecil yang bisa disebabkan
oleh benda yang ujungnya tajam dan juga bisa tumpul. Luka penetrasi adalah luka
yang terjadi yang menembus rongga tubuh dan berakibat menimbulkan kerusakan
maupun infeksi pada tubuh seperti peritonitis (Sardjana dan Kusumawati,2011).
Menurut Schwartz and Seymour (2000) bahwa ada tiga fase penyembuhan
luka yakni:
1. Inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira – kira hari kelima.
Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan
tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung
pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena
trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama dengan
jala fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah.
Sementara itu terjadi reaksi inflamasi.Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan
serotonin dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi
eksudasi cairan, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang
menyebabkan pembengkakan. Tanda dan gejala klinik reaksi radang menjadi jelas
berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhu hangat (kalor), rasa
nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor).Aktifitas seluler yang terjadi adalah
pergerakan leukosit menembus dinding pembuluh darah (diapedesis) menuju luka
karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu
mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul
ikut menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri (fagositosis). Fase ini
disebut juga fase lamban karena reaksi pembentukan kolagen baru sedikit dan
luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah (Suriadi, 2004).
Fibroplasia adalah fase penyembuhan luka yang ditandai oleh sintesis kolagen.
Sintesis kolagen dimulai dalam 24 jam setelah cedera, namun tidak akan
mencapai puncaknya hingga 5 hari kemudian. Durasi fase fibroblasi adalah
sekitar3-24hari. Setelah 7 hari, sintesis kolagen akan berkurang secara perlahan
lahan. Remodelling luka mengacu pada keseimbangan antara sintesis kolagen dan
degradasi kolagen. Pada saat serabut-serabut kolagen tua diuraikan oleh
kolagenase jaringan, serabut-serabut baru dibentuk dengan kepadatan pengerutan
yang makin bertambah. Proses ini akan meningkatkan kekuatan potensial dari
jaringan parut (Schwartz and Seymour, 2000:134). Pada tahap ini juga terjadi 11
pembersihan jaringan yang mati oleh leukosit polimorfonuklear dan makrofag
(Uliyah dan Hidayat, 2008:234).
Fase ini merupakan fase terakhir dan terpanjang pada proses penyembuhan luka.
Fase ini juga dikenal sebagai tahap maturasi dimana pada tahap ini terjadi
reepitelisasi, kontraksi luka, dan organisasi jaringan ikat. Pada fase ini terjadi
proses yang dinamis berupa remodeling kolagen, kontraksi luka dan pematangan
parut. Aktivitas sintesis dan degradasi kolagen berada dalam keseimbangan. Fase
ini berlangsung mulai 3 minggu sampai 2 tahun. Akhir dari penyembuhan ini
didapatkan parut luka yang matang yang mempunyai kekuatan 80% dari kulit
normal (Perdanakusuma, 2007).
2.3 Cara Penyembuhan / Pengobatan Luka
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Kami menyadari bahwa makalah tersebut terdapat banyak sekali kesalahan dan
jauh dari kata sempurna. Kami akan memperbaiki makalahnya dengan
berpedoman dari berbagai sumber yang dapat dipertanggung jawabkan.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritikan dan saran yang para pembaca
berikan tentang pembahasan dari makalah tersebut dalam kesimpulan di atas.
Daftar Pustaka