Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kelompok kami haturkan kehadirat Allah SWT
karena berkat rahmat dan bimbingan-Nya makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan
rencana. Makalah yang berjudul “Laporan Tugas Museum Dirgantara, Sendratari Ramayana
dan Pusat Oleh-Oleh Djava” Ini sebagai pemenuhan tugas dari wali kelas.

Selama peyusunan makalah ini banyak kendala yang dihadapi, namun berkat
bimbingan dari beberapa pihak semua kendala teersebut dapat teratasi. Pada kesempatan ini
dengan ketulusan kelompok kami, kelompok kami ingin menyampaikan rasa terimakasih
yang sebanyak-banyaknya kepada yang terhormat, Ibu Retno S.Pd.

Kelompok kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis


penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki kelompok kami. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kelompok kami harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat beranfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak
yang membutuhkan, khususnya bagi kelompok kami sehingga tujuan yang diharapkan dapat
tercapai, Aamiin.

Semarang, 19 November 2019

R. PANJI PANDU AKBAR


1. MUSEUM DIRGANTARA
Museum Pusat TNI AU "Dirgantara Mandala" adalah museum yang digagas
oleh TNI Angkatan Udara yang berisikan benda-benda koleksi sejarah, dimana sebagian
besarnya berupa pesawat terbang yang pernah mengabdikan diri di lingkungan TNI AU.
[1]
 Museum ini berlokasi kurang lebih 6 kilometer arah Timur dari pusat kota Yogyakarta, di
kompleks Pangkalan Udara Adi Sutjipto, Yogyakarta. Museum ini sebelumnya berada berada
di Jalan Tanah Abang Bukit, Jakarta dan diresmikan pada 4 April 1969 oleh Panglima
AU Laksamana Roesmin Noerjadin lalu dipindahkan ke Yogyakarta pada 29 Juli 1978.

Alamat:
MUSEUM PUSAT TNI AU DIRGANTARA MANDALA
Lanud Adisutjipto
Yogyakarta Telp. 0274 - 484 453

Jam Kunjungan:
Senin - Minggu 08.30 - 15.00 Tiket: Perorangan Rp 3000, Rombongan (30 orang) Rp
2000

A. SEJARAH MUSEUM DIRGANTARA


Museum TNI AU diresmikan pada tanggal 4 April 1969 oleh Panglima Angkatan
Udara Laksamana Udara Rusmin Nuryadin berkedudukan di Makowilu V Tanah Abang
Bukit, Jakarta. Dengan pertimbangan antara lain bahwa Yogyakarta merupakan tempat lahir
dan pusat perjuangan TNI AU periode 1945-1949 serta tempat penggodokan Karbol AAU,
maka pada bulan November 1977 Museum AURI di Jakarta dipindahkan dan diintegrasikan
dengan Museum di Ksatrian AAU di Pangkalan Adisutjipto, Yogyakarta, dan tanggal 29 Juli
1978 diresmikan sebagai Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala.

Gambar : Museum Dirgantara


Mengingat semakin bertambahnya koleksi, maka pada tahun 1984 Museum
dipindahkan ke Wonocatur menempati sebuah gedung bersejarah. Gedung tersebut semasa
penjajahan Belanda adalah sebuah pabrik gula dan pada waktu pendudukan Jepang
digunakan sebagai Depo Logistik. Pada bulan Oktober 1945 BKR dan para pejuang
kemerdekaan berhasil merebut Pangkalan Udara Maguwo (sekarang Lanud Adisutjipto) dari
tangan Jepang, termasuk segala unsur logistik dan fasilitasnya yang kemudian digunakan
sebagai unsur kekuatan awal TNI Angkatan Udara.
Museum ini didirikan dengan berdasarkan dua hal utama yaitu:

 Mendokumentasikan segala kegiatan dan peristiwa bersejarah dalam


bertumbuhnya TNI Angkatan Udara
 Nilai-nilai luhur perjuangan 1945, yang bisa diwariskan kepada para anak cucu negeri
ini.

Berdasarkan dua hal tersebut, dituangkan dalam Keputusan


Menteri/Panglima Angkatan Udara Nomor 491 tanggal 6 Agustus 1960 tentang dokumentasi,
sejarah dan museum Angkatan Udara Republik Indonesia, yang baru bisa diwujudkan dalam
bentuk embrio pada tanggal 21 April 1967 dan dibawah pembinaan Asisten Direktorat
Hubungan Masyarakat Angkatan Udara Republik Indonesia.[3] Dalam bentuk embrio ini, ia
sudah memiliki tiga bagian yaitu:

 Bagian pembinaan benda-benda


 Bagian administrasi dan deskripsi
 Bagian dokumentasi dan pameran
dengan kegiatan yang masih terbatas.
Mulai ada kegiatan lebih berarti setelah adanya Instruksi Menteri/Panglima Angkatan
Udara Nomor 2 tahun 1967 tanggal 30 Juli 1967 tentang peningkatan kegiatan bidang
sejarah, budaya dan museum Angkatan Udara. Pada tanggal 4 April 1969, museum ini
diresmikan oleh Panglima Angkatan Udara Laksamana Roesmin Noerjadin, dengan nama
Museum Pusat Angkatan Udara Republik Indonesia. Dalam peresmiannya turut dihadiri oleh
beberapa tokoh penting TNI AU, antara lain:

 Laksamana Udara R. Soerjadi Soerjadarma


 Laksamana Udara (Purn) Dr. Suhardi Hardjo Lukito
 Pangkowilu V - Laksda Udara Saleh Basarah
 Kapusjarah ABRI - Kol Tit. Drs Nugroho Notosusanto
Awalnya, museum berada kawasan Markas Komando Wilayah Udara V (Makowilu
V) di Jalan Tanah Abang Bukit, Jakarta. Dan pada saat bersamaan berdiri juga Museum
Pendidikan/Karbol di Lembaga Pendidikan AKABRI Bagian Udara, Yogyakarta atau
sekarang dikenal dengan nama AAU, sehingga muncul ide untuk penyatuan kedua, selain
juga untuk menampung koleksi alat utama sistem senjata TNI AU yang kian terus
berkembang sehingga dibutuhkan tempat yang lebih luas.

Tahun 1978 - 1982


Penentuan lokasi museum ada di Yogyakarta didasarkan atas pemikiran sebagai
berikut:

 Kurun masa tahun 1945 - 1949, kota ini memegang peranan penting sebagai pusat
kelahiran dan perkembangan TNI AU,
 Kota ini adalah tempat dididiknya para Taruna-taruna Angkatan Udara (karbol) calon
perwira TNI AU,
 Bandar Udara Maguwo atau Bandar Udara Internasional Adisutjipto adalah tempat
banyak peristiwa untuk memupuk kejuangan 1945 yang perlu diwariskan kepada generasi
kini dan saat mendatang.
Atas dasar itulah maka Kepala Staf TNI AU mengeluarkan keputusan No.
Kep/11/IV/1978 tertanggal 17 April 1978 yang menetapkan bahwa Museum
Pusat AURI dipindahkan ke Yogyakarta dan disinergikan dengan Museum Pendidikan
Pendidikan/Karbol menjadi Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala.

Tahun 1982 - Sekarang


Pimpinan TNI-AU kemudian menunjuk gedung bekas pabrik gula di
Wonocatur Lanud Adisutjipto yang pada masa pendudukan Jepang digunakan sebagai
gudang logisitik sebagai Museum Pusat TNI-AU Dirgantara Mandala. Pada tanggal 17
Desember 1982, Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Ashadi
Tjahjadi menandatangani sebuah prasasti. Hal ini diperkuat dengan surat perintah Kepala Staf
TNI-AU No.Sprin/05/IV/1984 tanggal 11 April 1984 tentang rehabilitasi gedung ini untuk
dipersiapkan sebagai gedung permanen Museum Pusat TNI-AU Dirgantara Mandala. Dalam
perkembangan selanjutnya pada tanggal 29 Juli 1984 Kepala Staf TNI-
AU Marsekal TNI Sukardi meresmikan penggunaan gedung yang sudah direnovasi tersebut
sebagai gedung Museum Pusat TNI AU “Dirgantara Mandala” dengan luas area museum
seluruhnya kurang lebih 4,2 Ha. Luas bangunan seluruhnya yang digunakan 8.765 m2.
B. PENINGGALAN/KOLEKSI MUSEUM
Museum TNI AU memiliki lebih dari 10.000 koleksi komponen alutsista dan 40
pesawat terbang dari negara barat sampai timur, serta terdapat koleksi berupa diorama-
diorama, foto-foto, lukisan-lukisan, tanda-tanda kehormatan, dan lain-lain yang disusun
dan ditata berdasar kronologi peristiwa. (Koleksi pesawat antara lain) Pesawat WEL RI X
merupakan produksi pertama bangsa Indonesia yang dibuat pada tahun 1948 oleh Biro
Rencana dan Konstruksi, Seksi Percobaan Pembuatan Pesawat Terbang, Magetan, Madiun,
dibawah pimpinan Opsir Udara III (Kapten) Wiweko Supomo. Pesawat ini memakai mesin
Harley Davidson 2 Silinder model tahun 1928.

Gambar : Pesawat WEL RI X

Pesawat Pembom Guntai direbut dari Jepang saat Belanda melancarkan aksi
blokade terhadap dirgantara Indonesia, pesawat buatan tahun 1930 ini dengan
penerbangnya Kadet Mulyono melaksanakan pemboman terhadap kedudukan lawan di
Semarang pada tanggal 29 Juli 1947. Pesawat Jet Star merupakan pesawat kepresidenan
hadiah dari pemerintah Amerika Serikat kepada Presiden RI Soekarno, pernah digunakan
dalam kunjungan ke beberapa negara antara lain Malaysia, Singapura, Filipina, Vietnam,
dan Thailand. Berbagai jenis pesawat pemburu, latih, dan angkut periode 1950-1965.
Diorama Sekbang I Taloa, Amerika Serikat, Sekbang India, Sekbang Andir, dan Sekolah
Perwira Teknik Udara.

Gambar : C-140 JETSTAR


Museum ini menyimpan sejumlah foto tokoh-tokoh sejarah serta diorama peristiwa
sejarah Angkatan Udara Indonesia. Sejumlah pesawat tempur dan replikanya juga terdapat di
museum ini yang kebanyakan berasal dari masa Perang Dunia II dan perjuangan
kemerdekaan, diantaranya:

 Pesawat Ki-43 buatan Jepang


 Pesawat PBY-5A (Catalina).
 Replika pesawat WEL-I RI-X (pesawat pertama hasil produksi Indonesia)
 Pesawat A6M5 Zero Sen buatan Jepang.
 Pesawat pembom B-25 Mitchell, B-26 Invader, TU-16 Badger.
 Helikopter Hillier 360 buatan AS.
 Pesawat P-51 Mustang buatan AS.
 Pesawat KY51 Cureng buatan Jepang.
 Replika pesawat Glider Kampret buatan Indonesia.
 Pesawat TS-8 Dies buatan AS.
 Pesawat Lavochkin La-11, Mig-15, MiG-17 dan MiG-21 buatan Russia.
 Rudal SA-75
Museum Pusat TNI-AU Dirgantara Mandala baru-baru ini mendapat tambahan
koleksi berupa Prototype Bom sejumlah 9 buah buatan Dislitbangau yang bekerjasama
dengan PT. Pindad dan PT. Sari Bahari. Bom-bom tersebut merupakan bom latih (BLA/BLP)
dan bom tajam (BT) yang memiliki daya ledak tinggi (high explosive), sebagai senjata
Pesawat Sukhoi Su-30, F-16, F-5, Sky Hawk, Super Tucano dll.

Gambar : Kamera K-24 Gambar : Rudal SA 75


C. MONUMEN PERJUANGAN TNI AU

Monumen Perjuangan TNI AU dahulu disebut Monumen Ngoto dibangun oleh


AURI pada tanggal 1 Maret 1948. Maksud dibangunnya monumen ini adalah untuk
mengenang dan memperingati peristiwa jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA akibat
serangan dua pesawat pemburu Kitty Hawk Belanda pada tanggal 29 Juli 1947. Dalam
peristiwa ini tiga tokoh perintis TNI AU gugur, diantaranya Marsda TNI (Anumerta)
Agustinus Adisutjipto, Marsda TNI (Anumerta) Prof.Dr.Abdulrachman Saleh, dan Opsir
Muda Udara I (Anumerta) Adisumarmo Wiryokusumo.

Monumen ini pernah dua kali mengalami pemugaran, yang pertama pada bulan Juli
1981 saat Kasau dijabat oleh Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi dan yang kedua berdasarkan
Skep Kasau nomor Skep/78/VII/2000 Kasau dijabat oleh Marsekal TNI Hanafie Asnan,
dan pada saat itu Monumen Ngoto diubah menjadi Monumen Perjuangan TNI AU.
Pemberian nama tersebut adalah agar para prajurit-prajurit TNI AU dapat mengambil
teladan tentang semangat juang, semangat berbakti, pengorbanan dan kepahlawanan
mereka. Peristiwa jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA pada tanggal 29 Juli 1947 oleh TNI
Angkatan Udara dijadikan momentum sebagai Hari Bhakti TNI Angkatan Udara, sehingga
tanggal 29 Juli tiap tahunnya selalu diperingati. Pesawat Dakota VC-CLA milik
perusahaan penerbangan India yang dicarter untuk mengangkut sumbangan obat-obatan
untuk Palang Merah Indonesia, yang ditembak jatuh oleh dua pesawat pemburu Kitty
Hawk Belanda saat akan mendarat di PU Maguwo.

Sumber: Brosur 'Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Dalam Informasi'

Gambar : Monumen Perjuangan TNI AU


2. SENDRATARI RAMAYANA

Sendratari merupakan sebuah pertunjukan yang memadukan antara seni tari dan
drama, yang mengisahkan sebuah cerita tanpa dialog di antara pemain-pemainnya,
biasanya hanya dipandu oleh seorang dalang. Pertunjukan ini diiringi oleh musik gamelan
dan melibatkan hingga ratusan pemain yang mengenakan kostum jawa dengan kain batik
sebagai ciri khasnya. Di kompleks Candi Prambanan, pertunjukan jenis ini secara reguler
dipentaskan, namanya Sendratari Ramayana atau dikenal juga dengan istilah Ramayana
Ballet. Sesuai dengan namanya, lakon yang dimainkan pun tentang kisah Ramayana yang
memang sudah sangat terkenal di masyarakat Indonesia.

Kisah Ramayana itu sendiri tergambar dalam bentuk relief di Candi Siwa, salah
satu candi yang ada di kompleks Candi Prambanan. Panggung yang megah berlatar Candi
Prambanan, semakin indah dengan sorot lampu yang menonjolkan warna-warna cerah
kostum para pemainnya. Sendratari Ramayana berkisah tentang usaha Rama dalam untuk
menyelamatkan Shinta yang diculik oleh Rahwana, raja dari negeri Alengka. Jika dilihat
pada relief Candi Siwa, jalan ceritanya memang lumayan panjang. Tetapi dalam
pertunjukan ini, cerita itu dirangkum dalam empat babak, yaitu: penculikan Shinta,
perjalanan Hanoman ke Alengka, kematian Kumbakarna dan Rahwana, serta pertemuan
kembali Rama dan Shinta. Narasi dalam pertunjukan ini disampaikan dalam bahasa Jawa,
Indonesia, dan Inggris. Pertunjukan Sendratari Ramayana digelar di teater terbuka
Kompleks Candi Prambanan, Jl. Raya Yogya-Solo KM 16, Prambanan. Lokasinya yang
berada di jalur bus antar-provinsi membuat tempat ini mudah dicapai, baik dari Surabaya,
Solo, atau Klaten. Wisatawan yang berangkat dari Yogyakarta bisa menggunakan
TransYogya, meski sebaiknya menggunakan taksi atau kendaraan umum karena angkutan
umum di Yogyakarta beroperasi sampai pukul 18.00 WIB. Harga tiketnya berkisar antara
Rp 50.000–Rp 200.000.

Gambar : Sendratari Ramayana


A. SEJARAH SENDRATARI RAMAYANA

Sendratari Ramayana merupakan salah satu hasil dari gagasan untuk melaksanakan
rancangan bangsa. Hal ini tertuang dalam ketetapan MPRS no 1/MPRS/1960 yang
menyatakan “bahwa untuk membiayai pembangunanproyek-proyek pemerintah, diperlukan
sumber biaya yang berasal dari sektor pariwisata”. Karena saat itu Pulau Bali telah penuh dan
padat oleh turis, maka dicarilah daerah-daerah lain yang dirasa mampu memikat wisatawan
mancanegara. Jawa Tengah, termasuk juga Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi salah satu
tempat yang akan dijadikan proyek pariwisata tersebut. Dalam hal ini, Candi Prambanan
sebagai tempat yang memiliki arti penting dalam perkembangan seni tari di Indonesia, di
areanya akan dibangun panggung terbuka Roro Jonggrang. Di panggung itu nantinya, melalui
gagasan Menteri G.P.H. Djatikoesoema akan digelar sebuah pertunjukan drama tari dengan
mengusung wiracarita Ramayana. Gagasan tersebut tercetus setelah beliau menyaksikan
pertunjukan Ballet Royale du Cambode di depan kuil Angkor Wat, Kamboja.

Istilah “sendratari” pertama kali dicetuskan oleh dramawan muda Yogyakarta, (alm)
Anjar Asmara pada tahun 1961. Sementara itu, kisah Ramayana dipilih dengan pertimbangan
bahwa wiracarita ini hampir ada di semua negara di Asia Tenggara. Pada tanggal 25 Mei
1961, untuk pertama kalinya seni pertunjukan dalam bentuk sendratari dipentaskan,
mengisahkan Epos Ramayana dengan media tari dan Gamelan Jawa. Sendratari menjadi
ciptaan baru dalam dunia pementasan seni pertunjukan di Indonesia. Sesuai dengan rencana
awal untuk menghidupkan sektor pariwisata, lahirnya Sendratari Ramayana benar-benar
berhasil membangkitkan industri pariwisata di Yogyakarta.

Sebagai dampak dari popularitas Sendratari Ramayana Prambanan, lahir pula bentuk-
bentuk pertunjukan sendratari serupa yang dikemas untuk wisatawan di berbagai tempat.
Banyak pertunjukan Sendratari Ramayana yang juga digelar di keraton, hotel-hotel,
restauran-restauran, dan Tempat Hiburan Rakyat (THR). Meskipun begitu, Sendratari
Ramayana Prambanan tetap menjadi yang paling menarik. Latar belakang Candi Prambanan
menambah keeksotisan tersendiri pada pertunjukan dramatari tersebut, semua itu semakin
sempurna dengan lampu latar yang menghujani pelataran panggung pementasan. Dengan
segala nilai lebih dari pertunjukan yang ada disana serta keberlangsungannya sejak 1961
hingga saat ini, Sendratari Ramayana mendapatkan penghargaan rekor dunia Guinness World
Records.
3. PUSAT OLEH-OLEH BAKPIA DJAVA

Alamat : Jl. Laksda Adisucipto Km 8,5 Maguwoharjo, Sleman Yogyakarta

Gambar : Pusat Oleh-Oleh Bakpia Djava

A. PENGERTIAN

Lahir di Kampung Pathuk pada tahun 1970-an, Bakpia Djavapada mulanya hanyalah
industri rumahan. Proses produksi seluruhnya dilakukan secara sederhana. Mulai dari
pemilihan bahan, proses pembuatan, hingga pengemasan. Semua dilakukan secara manual.
Kapasitas produksi pun sangat terbatas dengan pemasaran yang hanya dijajakan keliling
kampung. Rasa lezat berkat resep tradisional dan tempo doeloe yang digunakan
membuat Bakpia Djava semakin digemari. Pemasaran yang semula hanya dengan keliling
kampung kemudian diubah. Untuk memnuhi banyaknya permintaan, pada tahun 2000 Bakpia
Djava membangun sebuah toko di Kampung Pathuk No. 93. Dalam perkembangan
sejarahnya, jalan di kampong ini kemudian diberi nama Jl. Aipda KS Tubun. Pada tahun ini
pula nama Bakpia Djava secara resmi ditetapkan sebagai nama toko.

Bagi sebagian besar kalangan, pemilihan Bakpia Djava sebagai keluar dari tradisi
toko bakpia yang saat itu hampir seluruhnya menggunakan “angka” sebagai nama toko.
Namun, bagi Bakpia Djava, inilah yang mesti dilakukan sebagai respon atas perkembangan
dunia pariwisata yang mengalami perubahan sedemikian signifikan. Pariwisata tidak lagi
menjadi kebutuhan tersier, tapi kebutuhan sekunder. Dalam dunia pendidikan, pariwisata
bahkan telah menjadi bagian dari metode pendidikan luar ruang. Sikap responsif atas
perkembangan dunia pariwisata inilah yang membuat Bakpia Djava terus berkembang. Pada
tahun 2008, Bakpia Djava kembali membangun toko di Jl. Adisutjipto km 8,5 Jogjakarta.
Dengan nama yang sama, toko ini merupakan upaya Bakpia Djava melayani
konsumen yang terus bertambah. Hanya berselang dua tahun, tepatnya tahun 2010, kembali
mendirikan toko. Berdampingan dengan toko sebelumnya, toko baru dengan lahan parkir
sangat luas ini juga diberi nama sama, Bakpia Djava.

Pemilihan nama Bakpia Djava sekali lagi terbukti bukan sekedar untuk tampil beda
dengan toko-toko sejenis yang hampir semuanya menggunakan angka sebagai nama.
Terbukti, dalam perjalanan waktu, Bakpia Djava justru berkembang pesat. Pemilihan nama
Bakpia Djava memiliki makna filosofis “the past is new”. Sejarah dan tradisi masa lalu
adalah kebaruan. Dengan tag line “Resep Tradisional Tempo Doeloe” Bakpia Djava tetap
setia dan konsisten menggunakan resep tradisional yang tanpa bahan kimia untuk setiap
produk yang dijual secara modern. Konsistensi tradisional juga dilakukan dengan
menempatkan dapur produksi di toko sehingga konsumen bisa melihat langsung proses
pembuatan bakpia. Bukan itu saja, kepada konsumen yang tertarik untuk merasakan sensasi
saat membuat sendiri bakpia yang akan dibeli, dengan senang hati kru produksi Bakpia Djava
akan mendampingi.

Anda mungkin juga menyukai