Anda di halaman 1dari 19

KERUKUNAN ANTARUMAT BERAGAMA

Disusun Oleh: Kelompok 2

Achsan Nur Ilham A (18700016)


Riza Qutrunnada ( 18700024)
Sofy Ofiana (18700026)
Olivia Firda L (18700070)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SUEARABAYA

2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kerukunan beragama di tengah keanekaragaman budaya merupakan aset dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dalam perjalanan sejarah bangsa, Pancasila
telah teruji sebagai alternatif yang paling tepat untuk mempersatukan masyarakat Indonesia
yang sangat majemuk di bawah suatu tatanan yang inklusif dan demokratis. Sayangnya wacana
mengenai Pancasila seolah lenyap seiring dengan berlangsungnya reformasi.
Berbagai macam kendala yang sering kita hadapi dalam mensukseskan kerukunan antar
umat beragama, dari luar maupun dalam negeri kita sendiri. Namun dengan kendala tersebut
warga Indonesia selalu optimis, bahwa dengan banyaknya agama yang ada di Indonesia, maka
banyak pula solusi untuk menghadapi kendala-kendala tersebut. Dari berbagai pihak telah
sepakat untuk mencapai tujuan kerukunan antar umat beragama di Indonesia seperti
masyarakat dari berbagai golongan, pemerintah, dan organisasi-organisasi agama yang banyak
berperan aktif dalam masyarakat.
Keharmonisan dalam komunikasi antar sesama penganut agama adalah tujuan dari
kerukunan beragama, agar terciptakan masyarakat yang bebas dari ancaman, kekerasan hingga
konflik agama.

B. Rumusan Masalah
a. Kendala apa yang menjadi permasalahan dalam mencapai kerukunan umat beragama di
Indonesia?
b. Bagaimana masyarakat menghadapi permasalahan/kendala dalam mencapai kerukunan
antar umat beragama di Indonesia?
c. Apakah Agama Islam Merupakan Rahmat Bagi Seluruh Alam?
d. Bagaimana Kebersamaan Umat Beragama Dalam Kehidupan Sosial?

C. Tujuan
Penulisan makalah ini bermaksud untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama kami dan
untuk menambah wawasan para pembaca tentang kerukunan antar umat beragama serta
permasalahan yang di hadapi. Semoga Bermanfaat.
D. Manfaat Kerukunan Antar Umat Beragama
Umat Beragama Diharapkan Perkuat Kerukunan Jika agama dapat dikembangkan
sebagai faktor pemersatu maka ia akan memberikan stabilitas dan kemajuan Negara.

Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni berharap dialog antar-umat beragama


dapat memperkuat kerukunan beragama dan menjadikan agama sebagai faktor pemersatu
dalam kehidupan berbangsa.

"Sebab jika agama dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia akan
memberikan sumbangan bagi stabilitas dan kemajuan suatu negara," katanya dalam
Pertemuan Besar Umat Beragama Indonesia untuk Mengantar NKRI di Jakarta, Rabu.

Pada pertemuan yang dihadiri tokoh-tokoh agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu,
Buddha, dan Konghucu itu Maftuh menjelaskan, kerukunan umat beragama di Indonesia pada
dasarnya telah mengalami banyak kemajuan dalam beberapa dekade terakhir namun beberapa
persoalan, baik yang bersifat internal maupun antar-umat beragama, hingga kini masih sering
muncul.

Menurut dia, kondisi yang demikian menunjukkan bahwa kerukunan umat beragama
tidak bersifat imun melainkan terkait dan terpengaruh dinamika sosial yang terus
berkembang. "Karena itu upaya memelihara kerukunan harus dilakukan secara komprehensif,
terus-menerus, tidak boleh berhenti," katanya.

Dalam hal ini, Maftuh menjelaskan, tokoh dan umat beragama dapat memberikan
kontribusi dengan berdialog secara jujur, berkolaborasi dan bersinergi untuk menggalang
kekuatan bersama guna mengatasi berbagai masalah sosial termasuk kemiskinan dan
kebodohan. Ia juga mengutip perspektif pemikiran Pendeta Viktor Tanja yang menyatakan
bahwa misi agama atau dakwah yang kini harus digalakkan adalah misi dengan tujuan
meningkatkan sumber daya insani bangsa, baik secara ilmu maupun karakter. "Hal itu
kemudian perlu dijadikan sebagai titik temu agenda bersama lintas agama," katanya.
Mengelola kemajemukan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin
mengatakan masyarakat Indonesia memang majemuk dan kemajemukan itu bisa menjadi
ancaman serius bagi integrasi bangsa jika tidak dikelola secara baik dan benar.

"Kemajemukan adalah realita yang tak dapat dihindari namun itu bukan untuk
dihapuskan. Supaya bisa menjadi pemersatu, kemajemukan harus dikelola dengan baik dan
benar," katanya. Ia menambahkan, untuk mengelola kemajemukan secara baik dan benar
diperlukan dialog berkejujuran guna mengurai permasalahan yang selama ini mengganjal di
masing-masing kelompok masyarakat.

"Karena mungkin masalah yang selama ini terjadi di antara pemeluk agama terjadi
karena tidak sampainya informasi yang benar dari satu pihak ke pihak lain. Terputusnya
jalinan informasi antar pemeluk agama dapat menimbulkan prasangka- prasangka yang
mengarah pada terbentuknya penilaian negatif," katanya.

Senada dengan Ma'ruf, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia Mgr.M.D Situmorang,


OFM. Cap mengatakan dialog berkejujuran antar umat beragama merupakan salah satu cara
untuk membangun persaudaraan antar- umat beragama.

Menurut dia, tema dialog antar-umat beragama sebaiknya bukan mengarah pada
masalah theologis, ritus dan cara peribadatan setiap agama melainkan lebih ke masalah-
masalah kemanusiaan. "Dalam hal kebangsaan, sebaiknya dialog difokuskan ke moralitas,
etika dan nilai spiritual," katanya. Ia juga menambahkan, supaya efektif dialog antar-umat
beragama mesti "sepi" dari latar belakang agama yang eksklusif dan kehendak untuk
mendominasi pihak lain. "Sebab untuk itu butuh relasi harmonis tanpa apriori, ketakutan dan
penilaian yang dimutlakkan. Yang harus dibangun adalah persaudaraan yang saling
menghargai tanpa kehendak untuk mendominasi dan eksklusif," katanya.

Menurut Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Budi S Tanuwibowo, agenda
agama-agama ke depan sebaiknya difokuskan untuk menjawab tiga persoalan besar yang
selama ini menjadi pangkal masalah internal dan eksternal umat beragama yakni rasa saling
percaya, kesejahteraan bersama dan penciptaan rasa aman bagi masyarakat. "Energi dan
militansi agama seyogyanya diarahkan untuk mewujudkan tiga hal mulia itu," demikian Budi
S Tanuwibowo.
BAB II
PEMBAHASAN

KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

A. Kerukunan Antar Umat Beragama di Indonesia


Kerukunan merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat dihindarkan di Tengah
perbedaan. Perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang untuk hidup rukun dan
berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan. Kesadaran akan kerukunan hidup
umat beragama yang harus bersifat Dinamis, Humanis dan Demokratis, agar dapat
ditransformasikan kepada masyarakat dikalangan bawah sehingga, kerukunan tersebut tidak
hanya dapat dirasakan/dinikmati oleh kalangan-kalangan atas/orang kaya saja. Karena, Agama
tidak bisa dengan dirinya sendiri dan dianggap dapat memecahkan semua masalah. Agama
hanya salah satu faktor dari kehidupan manusia.

Mungkin faktor yang paling penting dan mendasar karena memberikan sebuah arti dan
tujuan hidup. Tetapi sekarang kita mengetahui bahwa untuk mengerti lebih dalam tentang
agama perlu segi-segi lainnya, termasuk ilmu pengetahuan dan juga filsafat. Yang paling
mungkin adalah mendapatkan pengertian yang mendasar dari agama-agama. Jadi, keterbukaan
satu agama terhadap agama lain sangat penting.

Kalau kita masih mempunyai pandangan yang fanatik, bahwa hanya agama kita sendiri
saja yang paling benar, maka itu menjadi penghalang yang paling berat dalam usaha
memberikan sesuatu pandangan yang optimis. Namun ketika kontak-kontak antaragama sering
kali terjadi sejak tahun 1950-an, maka muncul paradigma dan arah baru dalam pemikiran
keagamaan. Orang tidak lagi bersikap negatif dan apriori terhadap agama lain. Bahkan mulai
muncul pengakuan positif atas kebenaran agama lain yang pada gilirannya mendorong
terjadinya saling pengertian.

Di masa lampau, kita berusaha menutup diri dari tradisi agama lain dan menganggap
agama selain agama kita sebagai lawan yang sesat serta penuh kecurigaan terhadap berbagai
aktivitas agama lain, maka sekarang kita lebih mengedepankan sikap keterbukaan dan saling
menghargai satu sama lain.

B. Kendala-Kendala
1. Rendahnya Sikap Toleransi
Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar agama
sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan (lazy
tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai akibat dari pola
perjumpaan tak langsung (indirect encounter) antar agama, khususnya menyangkut
persoalan teologi yang sensitif. Sehingga kalangan umat beragama merasa enggan
mendiskusikan masalah-masalah keimanan. Tentu saja, dialog yang lebih mendalam tidak
terjadi, karena baik pihak yang berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu
sama lain.

Masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian membiarkan


satu sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan masing-masing pihak. Yang terjadi
hanyalah perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan sesungguhnya. Sehingga dapat
menimbulkan sikap kecurigaan diantara beberapa pihak yang berbeda agama, maka akan
timbullah yang dinamakan konflik. 
2. Kepentingan Politik
Faktor Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalam
mncapai tujuan sebuah kerukunan antar umat beragama khususnya di Indonesia, jika bukan
yang paling penting di antara faktor-faktor lainnya. Bisa saja sebuah kerukunan antar agama
telah dibangun dengan bersusah payah selama bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh
tahun, dan dengan demikian kita pun hampir memetik buahnya.

Namun tiba-tiba saja muncul kekacauan politik yang ikut memengaruhi hubungan
antaragama dan bahkan memorak-porandakannya seolah petir menyambar yang dengan
mudahnya merontokkan “bangunan dialog” yang sedang kita selesaikan. Seperti yang
sedang terjadi di negeri kita saat ini, kita tidak hanya menangis melihat political upheavels
di negeri ini, tetapi lebih dari itu yang mengalir bukan lagi air mata, tetapi darah; darah
saudara-saudara kita, yang mudah-mudahan diterima di sisi-Nya. Tanpa politik kita tidak
bisa hidup secara tertib teratur dan bahkan tidak mampu membangun sebuah negara, tetapi
dengan alasan politik juga kita seringkali menunggangi agama dan memanfaatkannya.

3. Sikap Fanatisme
Di kalangan Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan berkembang.
Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan berkembang pemahaman keagamaan
yang dapat dikategorikan sebagai Islam radikal dan fundamentalis, yakni pemahaman
keagamaan yang menekankan praktik keagamaan tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran
agama seharusnya diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Mereka masih
berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan dapat menjamin
keselamatan menusia. Jika orang ingin selamat, ia harus memeluk Islam. Segala perbuatan
orang-orang non-Muslim, menurut perspektif aliran ini, tidak dapat diterima di sisi Allah.

Pandangan-pandangan semacam ini tidak mudah dikikis karena masing-masing sekte


atau aliran dalam agama tertentu, Islam misalnya, juga memiliki agen-agen dan para
pemimpinnya sendiri-sendiri. Islam tidak bergerak dari satu komando dan satu pemimpin.
Ada banyak aliran dan ada banyak pemimpin agama dalam Islam yang antara satu sama lain
memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang agamanya dan terkadang bertentangan.
Tentu saja, dalam agama Kristen juga ada kelompok eksklusif seperti ini. Kelompok
Evangelis, misalnya, berpendapat bahwa tujuan utama gereja adalah mengajak mereka yang
percaya untuk meningkatkan keimanan dan mereka yang berada “di luar” untuk masuk dan
bergabung. Bagi kelompok ini, hanya mereka yang bergabung dengan gereja yang akan
dianugerahi salvation atau keselamatan abadi. Dengan saling mengandalkan pandangan-
pandangan setiap sekte dalam agama teersebut, maka timbullah sikap fanatisme yang
berlebihan.

Dari uraian diatas, sangat jelas sekali bahwa ketiga faktor tersebut adalah akar dari
permasalahan yang menyebabkan konflik sekejap maupun berkepanjangan.

C. Solusi
1. Dialog Antar Pemeluk Agama
Sejarah perjumpaan agama-agama yang menggunakan kerangka politik secara tipikal
hampir keseluruhannya dipenuhi pergumulan, konflik dan pertarungan. Karena itulah dalam
perkembangan ilmu sejarah dalam beberapa dasawarsa terakhir, sejarah yang berpusat pada
politik yang kemudian disebut sebagai “sejarah konvensional” dikembangkan dengan
mencakup bidang-bidang kehidupan sosial-budaya lainnya, sehingga memunculkan apa
yang disebut sebagai “sejarah baru” (new history). Sejarah model mutakhir ini lazim disebut
sebagai “sejarah sosial” (social history) sebagai bandingan dari “sejarah politik” (political
history).
Penerapan sejarah sosial dalam perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia akan
sangat relevan, karena ia akan dapat mengungkapkan sisi-sisi lain hubungan para penganut
kedua agama ini di luar bidang politik, yang sangat boleh jadi berlangsung dalam saling
pengertian dan kedamaian, yang pada gilirannya mewujudkan kehidupan bersama secara
damai (peaceful co-existence) di antara para pemeluk agama yang berbeda.
Hampir bisa dipastikan, perjumpaan Kristen dan Islam (dan juga agama-agama lain)
akan terus meningkat di masa-masa datang. Sejalan dengan peningkatan globalisasi,
revolusi teknologi komunikasi dan transportasi, kita akan menyaksikan gelombang
perjumpaan agama-agama dalam skala intensitas yang tidak pernah terjadi sebelumnya.
Dengan begitu, hampir tidak ada lagi suatu komunitas umat beragama yang bisa hidup
eksklusif, terpisah dari lingkungan komunitas umat-umat beragama lainnya. Satu contoh
kasus dapat diambil: seperti dengan meyakinkan dibuktikan Eck (2002), Amerika Serikat,
yang mungkin oleh sebagian orang dipandang sebagai sebuah “negara Kristen,” telah
berubah menjadi negara yang secara keagamaan paling beragam. Saya kira, Indonesia,
dalam batas tertentu, juga mengalami kecenderungan yang sama. Dalam pandangan saya,
sebagian besar perjumpaan di antara agama-agama itu, khususnya agama yang mengalami
konflik, bersifat damai.
Dalam waktu-waktu tertentu ketika terjadi perubahan-perubahan politik dan sosial
yang cepat, yang memunculkan krisis pertikaian dan konflik sangat boleh jadi meningkat
intensitasnya. Tetapi hal ini seyogyanya tidak mengaburkan perspektif kita, bahwa
kedamaian lebih sering menjadi feature utama. Kedamaian dalam perjumpaan itu, hemat
saya, banyak bersumber dari pertukaran (exchanges) dalam lapangan sosio-kultural atau
bidang-bidang yang secara longgar dapat disebut sebagai “non-agama.”
Bahkan terjadi juga pertukaran yang semakin intensif menyangkut gagasan-gagasan
keagamaan melalui dialog-dialog antaragama dan kemanusiaan baik pada tingkat domestik
di Indonesia maupun pada tingkat internasional; ini jelas memperkuat perjumpaan secara
damai tersebut. Melalui berbagai pertukaran semacam ini terjadi penguatan saling
pengertian dan, pada gilirannya, kehidupan berdampingan secara damai.

2. Bersikap Optimis
Walaupun berbagai hambatan menghadang jalan kita untuk menuju sikap terbuka,
saling pengertian dan saling menghargai antaragama, saya kira kita tidak perlu bersikap
pesimis. Sebaliknya, kita perlu dan seharusnya mengembangkan optimisme dalam
menghadapi dan menyongsong masa depan dialog.Paling tidak ada tiga hal yang dapat
membuat kita bersikap optimis.
Pertama, pada beberapa dekade terakhir ini studi agama-agama, termasuk juga dialog
antaragama, semakin merebak dan berkembang di berbagai universitas, baik di dalam
maupun di luar negeri.
Kedua, para pemimpin masing-masing agama semakin sadar akan perlunya perspektif
baru dalam melihat hubungan antar-agama. Mereka seringkali mengadakan pertemuan, baik
secara reguler maupun insidentil untuk menjalin hubungan yang lebih erat dan memecahkan
berbagai problem keagamaan yang tengah dihadapi bangsa kita dewasa ini. Kesadaran
semacam ini seharusnya tidak hanya dimiliki oleh para pemimpin agama, tetapi juga oleh
para penganut agama sampai ke akar rumput sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara
pemimpin agama dan umat atau jemaatnya. Kita lebih mementingkan bangunan-bangunan
fisik peribadatan dan menambah kuantitas pengikut, tetapi kurang menekankan kedalaman
(intensity) keberagamaan serta kualitas mereka dalam memahami dan mengamalkan ajaran
agama.
Ketiga, masyarakat kita sebenarnya semakin dewasa dalam menanggapi isu-isu atau
provokasi-provokasi. Mereka tidak lagi mudah disulut dan diadu-domba serta dimanfaatkan,
baik oleh pribadi maupun kelompok demi target dan tujuan politik tertentu. Meskipun
berkali-kali masjid dan gereja diledakkan, tetapi semakin teruji bahwa masyarakat kita
sudah bisa membedakan mana wilayah agama dan mana wilayah politik. Ini merupakan
ujian bagi agama autentik (authentic religion) dan penganutnya. Adalah tugas kita bersama,
yakni pemerintah, para pemimpin agama, dan masyarakat untuk mengingatkan para aktor
politik di negeri kita untuk tidak memakai agama sebagai instrumen politik dan tidak lagi
menebar teror untuk mengadu domba antarpenganut agama.
Jika tiga hal ini bisa dikembangkan dan kemudian diwariskan kepada generasi
selanjutnya, maka setidaknya kita para pemeluk agama masih mempunyai harapan untuk
dapat berkomunikasi dengan baik dan pada gilirannya bisa hidup berdampingan lebih
sebagai kawan dan mitra daripada sebagai lawan.

D. Agama Islam Merupakan Rahmat Bagi Seluruh Alam


1. Makna agama Islam
Kata islam berarti damai, selamat, sejahtera,penyerahan diri, taat dan patuh.
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa agama islam adalah agama yang mengandung
ajaran yang menciptakan kedamaian, keselamatan dan kesejahteraan kehidupan ummat
manusia pada sebagai penerima amanah allah yang dapat menjalagkan amanah tersebut
secara benar dan kaffah.

Agama islam adalah agama yang allah turunkan sejak manusia pertama, nabi pertama
yaitu nabi adam as. Agama islam itu kemudian allah turunkan secara berkisenambungan
pada para nabi dan rasul rasulnya. Aknir proses penurunan agama islam itu baru menjadi
pada masa kerasulan nabi Muhammad pada awal abad ke-v11 masehi. Islam sbagai nama
agama yang allah turunkan belum dinyatakan secara eksplisit pada masa kerasulan sebelum
nabi Muhammad saw. Tetapi makna yang substansi ajaranya secara implicit memiliki
persamaan yang dapat dipahami yang dapat dipahami dari penyataan sikap para rasul.
Sebagaimana firman allah dalam surah al- baqarah ayat 132 yang artinya:
"hai anak anakku (kata Ibrahim )sesungguhnya allah telah memilih agama ini bagimu
maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama islam." (Q S al-baqarah 132)

Ajaran agama islam memiliki karakteristik sbb:


1. sesuai dengan fitrah manusia
2. ajarannya sempurna
3. kebenarannya mutlak
4. mengajarkan keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan
5. fleksibel dan ringan
6. berlaku scara universal
7. sesuai dengan akal pikiran dan memotivasi manusia untuk menggunakan akal pikirannya
8. inti ajarannya adalah tauhid
9. menciptakan rahmat, kasih syang Allah terhadap mahluknya

2. makna ukhuwah insyaniah


Fungsi sebagai rahmat llah telah dijelaskan dalam al-quran surah al anbiya ‘ ayat 107 yang
artinya:
“dan tidaklah kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta
alam’’(QS al- anbiya ‘ayat 107)"

Bentuk-bentuk kerahmatan Allah pada ajaran islam sbb:


1. Islam memberikan kebebasan pada manusia untuk menggunakan potensi yang diberikan
Allah
2. Islam menghargai dan menghormati manusiasebagai hamba allah, baik mereka muslim
maupun non muslim
3. Islam mengatur pemamfaatan alam secara baik dan professional
4. Islam menghormati kondisi spesifk indifidu manusia dan memberikan pelakuan yang
spesifik pula.

E. Ukhuwah Islamiyah Dan Ukhuwah Insaniyah


1. makna ukhuwah islamiyah
kata ukhuwah berarti persaudaraan, maksudnya perasaan simpati daan empati antara dua
orang atau lebih. Persaudaraan sesame muslim berarti saling menghargai dan saling
menghormati relativitas masing masing sebagai sifat dasar kemanusiaan, seperti perbedaan
pemikiran, sehingga tidak menjadi penghalang untuk saling membantu atau menolong
karena diantara mereka terkait oleh satu keyakinan dan dan jalan hidup, yaitu
islam.sebagaimana disebutkan dalam al quran surat alhujarat ayat 10: yang artinya:
‘’sesungguhnya orang orang mukmin adalah bersaudara, karna itu damaikanlah antara
kedua”

2. makna ukhuwah insaniyah


konsep sesama persaudaran manusia (ukhuwah insaniyah) di landasi ajaran bahwa semua
ummat manusia adalah makhluk Allah. Sebagaimana Allah menjelaskan dalam al-quran
surah al-maidah ayat 48.
Dalam praktek keterangan yang sering timbul antar ummat beragama dengan
pemerintahan disebabkan oleh:
1. Sifat dari masing masing agama yang mengandung tugas dakwa atau misi
2. Kekurangan pengetahuan pemeluk agama akan agamanya atau sendiri atau agama pihak
lain
3. Para pemwluk agamma tidak mampu menahan diri, sehingga kurang menghormati
bahkan memandang renda agama lain.
4. Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam
dalam kehidupan masayarakat
5. Kecurigaan masing masing akan kejujuran pihak lain, baik intern ummat, beragama
maupun antara ummat beragama dengan pemerintah
6. Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat

Dalam pembinaan ummat beragama, para pemimpin dan tokoh dalam mempunyai peranan
yang besar, yaitu:
1. Menerjemahkan nilai nilai dan norma norma agama dalam masyarakat
2. Menerjemahkan gagasan pembangunan kedalam bahasa yang di mengerti masyarakat
3. Memberikan pendapat, saran dan kritik yang sehat terhadap ide ide dan cara cara yang
di lakukan untuk tugasnyanya pembangunan
4. Mendorong pembangunan dan membimbing masyarakat dan ummat beragama untuk
serta dalam usaha
F. Kebersamaan Ummat Beragama Dalam Kehidupan Sosial
1. pandangan agama islam terhadap ummat non Islam
Dari segi kaidah, setiap orang yang tidak mau menerima islam sebagai agamanya di
sebut kafir atau non islam . Kata kafir berarti orang yang menolak, yang tidak mau
menerima atau menolak menaati aturan allah yang diwujudkan kepada manusia melalui
ajaran islam.

Ketika rasulullah mulai menyampaikan ajaran islam kepada masyarakat arab, sebagian
dari mereka ada yang mau menerima ajaran tersebut dan sebagianya lagi menolak orang
yang menolak ajakan rasulullah saw tersebut di sebut juga kafir. Mereka terdiri dari orang
orang musrik yang menyembah berhala di sebut orang watsani, dan orang orang ahli kitab
baik orang yahudi maupun orang nasrani.

2. Tanggung jawab sosial ummat Islam


Ummat islam adalah umat yang terbaik yang diciptakan allah dalam kehidupan ini.
Bentuk tanggung jawab sosial ummat islam meliputi berbagai aspek kehidupan , di
antaranya adalah:
1. Menjalin silaturahmi dengan tetangga dalam sebuah hadis rasulullah menjadikan sebuah
kebaikan seseorang kepada tetangganya menjadi salah satu indicator keimanan
2. Memberikan infak sebagian dari harta yang dimiliki, baik yang wajib dalm bentuk zakat
maupun yang sunnah dalam bentuk sedekah.
3. Menjenguk bila ada anggota masyarakat yang sakit dan ta’ziyah bila ada anggota
masyarakat yang meninggal dengan mengantar jenazahnya sampai di kuburnya.
4. Memberi bantuan kepada masyarakat bila ada yang memerlukan bantuan
5. Penyusunan system sosial yang efektif dan efesien untuk membangun masyarakat, baik
mental spiritual maupun fisik materialnya.

3. amar ma’ruf dan nahi munkar


Amar ma’ruf dan nahi munkar adalah memerintahkan orang lain untuk berbuat baik dan
mencegah perbuatan jahat. Disamping system dan saran pendukung, amar ma’ruf dan nahi
munkar memerlukan juga kebijakan dalam bertindak. Karna itu rasulullah memberikan tiga
tingkatan yaitu:
1. Menggunakan tangan atau kekuasaan apabila ia mampu,
2. Menggunakan lisan, dan
3. Dalam hati apabila langkah pertama dan kedua tidak mmemungkinkan.

Bentuk amar ma’ruf dan nahi munkar yang bersistem diantaranya adalah:
1. Mendirikan mesjid
2. Menyelenggarakan pengajian
3. Mendirikan lembaga wakaf
4. Mendirikan lembaga pendidikan islam
5. Mendirikan lembaga keuangan atau perbangkan syariah
6. Mendirikan media massa islam, Koran, radio, tv dan lain lain
7. Mendirikan panti rehabilitasi anak anak nakal
8. Mendirikan pesantren
9. Menyelenggarakan kajian-kajian islam
10. Membuat jaringan informasi social
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

Dari pembahasan dalam makalah ini, dapat kami simpulkan berbagai macam bahasan mengenai
kerukunan antar umat beragama, yaitu : Kendala-kendala yang dihadapi dalam mencapai kerukunan
umat antar beragama ada beberapa sebab, antara lain;
1. Rendahnya Sikap Toleransi
2. Kepentingan Politik dan
3. Sikap Fanatisme

Adapun solusi untuk menghadapinya, adalah dengan melakukan Dialog Antar Pemeluk Agama
dan menanamkan Sikap Optimis terhadap tujuan untuk mencapai kerukunan antar umat beragama.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahim, Muhammad, imanuddin, kuliah tauhid, (Jakarta: Yayasan Sari Insan)


http://cippad.usc.edu/ai/themes/cfm/culture_b

http://www.tugasku4u.com/2013/02/makalah-kerukunan-antar-umat-beragama.html

Dr. Ali Masrur, M.Ag.,2004,Problem dan Prospek Dialog Antaragama. Artikel. cfm
Koran bali post cetak 29/12/2003.

Ansari, Zafar Ishaq & John L. Esposito, eds., 2001, Muslims and the West: Encounter and Dialogue,
Islamabad & Washington DC., Islamic Research Institute, International Islamic University & Center
for Muslim-Christian Understanding, Georgetown University

Koran bali post cetak 29/12/2003/. Hlm 3

Dr. Ali Masrur, M.Ag.Problem dan Prospek Dialog Antaragama. Artikel.

Ansari, Zafar Ishaq & John L. Esposito, eds., 2001, Muslims and the West: Encounter and Dialogue,
Islamabad & Washington DC., Islamic Research Institute, International Islamic University & Center
for Muslim-Christian Understanding, Georgetown University. Hlm 57-58

Dr. Ali Masrur, M.Ag. Op. Cit.


Ash-Shiddiqieqy, Hasbi TM, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1997.

Al-Faruqi, Ismail. Atlas Budaya Islam, Menjelajah Khazanah Peradaban Gemilan, Cet. III, Mizan :
Bandung, 2001.

Cuolson, N.J. A. History Of Islamic Law. Edinburg : Edinburg University, Press. 1964.

Basyir, Ahmad Azhar. Hukum Islam Tentang Wakaf, Ijarah Dan syirkah (Bandung : al-Ma’arif, 1987.

Anda mungkin juga menyukai