Anda di halaman 1dari 9

SNT2BKL - 2018

ANALISIS PEMENUHAN STANDAR SARANA PRASARANA PENDIDIKAN


BERBASIS STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
PADA JENJANG SMK DI SULAWESI TENGGARA
M. Arzal Tahir1
1
Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Halu Oleo
Jl. HEA Mokodompit, Anduonohu, Kendari–Sulawesi Tenggara
E-mail: arzal.tahir@gmail.com

ABSTRAKS
Infrastruktur pendidikan yang memadai dan sesuai standar nasional merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi
agar dapat menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas dan berdaya saing. Kurang terpenuhinya standar
akan berdampak pada rendahnya kesiapan SDM lulusan SMK dalam memasuki pasar kerja baik dalam keahlian,
penguasaan kompetensi kejuruan, serta sikap kerja yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
pemenuhan standar sarana prasarana SMK dengan menggunakan data akreditasi sekolah/madrasah yang
dilaksanakan oleh BAN-S/M (Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah) Provinsi Sulawesi Tenggara. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh SMK yang divisitasi tahun 2017 terdiri dari 149 Program Keahlian SMK.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Teknik analisis data dalam penelitian ini
menggunakan analisis butir instrumen akreditasi dengan metode gap analysis (analisis kesenjangan). Hasil
penelitian memberikan gambaran bahwa hanya sekitar 7,38 % SMK yang memiliki ruang konseling dengan luas
minimum 12 m2 dengan sarana sesuai ketentuan dan masih terdapat 26,17 % SMK yang tidak memiliki ruang
konseling dengan luas dan sarana sesuai ketentuan. Hanya terdapat sekitar 12,08 % SMK yang memiliki ruang
UKS dengan luas dan memiliki 12-15 sarana sesuai ketentuan dan masih terdapat terdapat 16,8 % SMK yang tidak
memiliki ruang UKS. Hanya terdapat sekitar 12 % SMK yang memiliki ruang sirkulasi yang memenuhi ketentuan
dan masih terdapat 47 % SMK yang tidak memiliki ruang sirkulasi. Hanya terdapat 10,07 % SMK yang memiliki
unit produksi/business center sebagai wahana kewirausahaan yang memenuhi semua ketentuan dan masih terdapat
sekitar 49 % SMK yang tidak memiliki unit produksi/business center sebagai wahana kewirausahaan.

Kata Kunci: Pemenuhan Standar, Standar Nasional Pendidikan, Sarana Prasarana, SMK

ABSTRACTS
Education infrastructure that is adequate and in accordance with national standards is a need that can be used in
order to produce quality and competitive human resources. The lack of fulfillment of standards will have a negative
impact on the level of HR of SMK graduates in a work environment both in expertise, mastery of vocational needs,
and good work attitude. This study aims to determine the fulfillment of the standards of vocational infrastructure
facilities using school/madrasah accreditation data carried out by BAN-S/M (National School/Madrasah
Accreditation Board) of Southeast Sulawesi Province. The population in this study were all vocational schools that
were visited in 2017 consisting of 149 Vocational Skills Programs. This research uses quantitative descriptive
research. Data analysis techniques in this study using instrument analysis which is carried out by the method of gap
analysis. The results of the study illustrate that only about 7.38% of Vocational Schools have counseling rooms with
a minimum area of 12 m2, with facilities in accordance with the provisions and there are still 26.17% of Vocational
Schools that do not have counseling rooms with wide and appropriate facilities. Only around 12.08% of the
Vocational Schools have a UKS room and have 12-15 facilities in accordance with the provisions and there are still
16.8% of Vocational Schools that do not have UKS rooms. Only around 12% of vocational schools have circulation
space that provides and 47% of vocational schools that do not have circulation space. There are only 10.07% of
Vocational Schools that have production units / business centers as entrepreneurial ride that meet all provisions and
there are still around 49% of Vocational Schools that do not have a production unit / business center as an
entrepreneurial ride.

Keywords: Fulfillment Standards, National Education Standards, Infrastructure Facilities, Vocational Schools
SNT2BKL - 2018

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era revolusi industri keempat (industri 4.0) dewasa ini, tantangan utama yang dihadapi oleh suatu bangsa
untuk dapat beradaptasi dengan ragam perubahan besar akibat digitalisasi dan otomasi adalah menyiapkan generasi
milenial menjadi angkatan kerja yang kompetitif dan produktif. Untuk itu pendidikan yang bermutu merupakan
kebutuhan yang harus dipenuhi agar dapat menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya
saing. Lembaga pendidikan merupakan institusi yang diposisikan sebagai garda terdepan dalam menghasilkan SDM
yang unggul dan bermutu. Pendidikan dimaksudkan untuk mengembangkan potensi peserta didik dalam rangka
membentuk karakter, kepribadian, pengetahuan dan keahliannya agar dapat menjadi pribadi yang mantap dan
mandiri serta dibekali dengan budi pekerti yang luhur agar dapat menempatkan dirinya di tengah-tengah masyarakat
dengan baik.
Inti kekuatan daya saing sebuah bangsa terletak pada sumber daya manusianya. Tenaga kerja yang berdaya saing
dan terampil salah satunya dapat dilahirkan dari pendidikan vokasi yang bermutu dan relevan dengan tuntutan dunia
kerja yang dinamis. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga pendidikan vokasi yang
menyiapkan tenaga terampil siap kerja. Lulusan SMK pun mengikuti ujian kompetensi keahlian (UKK) untuk
mendapatkan sertifikat kompetensi yang bisa digunakan untuk mencari kerja di dunia usaha atau dunia industri.
Dalam Sistem Pendidikan Nasional sebagaimana tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendaalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara.
Sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah No 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan bahwa Sekolah Menengah Kejuruan, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan
formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP,
MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara. Sekolah
Menengah Kejuruan sebagai pendidikan formal bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik dalam memenuhi
kebutuhan Industri akan sumber daya manusia dalam bidang pekerjaan tertentu. Oleh karena itu SMK dirancang
untuk menyiapkan peserta didik atau lulusan yang siap memasuki dunia kerja dan mampu mengembangkan sikap
profesional kerja.
Tercapainya tujuan SMK dalam menyediakan lulusan yang berkompeten di bidangnya tidak lepas dari
pemenuhan standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Bentuk standar yang menjadi pedoman pemenuhan sarana dan
prasarana pendidikan di SMK yang sesuai dengan standar nasional pendidikan (SNP) adalah standar yang
dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 40 Tahun 2008 Tentang Standar Sarana dan
Prasarana SMK/MAK.
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai sebuah bentuk sistem pendidikan, di dalamnya terdapat berbagai
macam komponen yang menggerakkan proses pendidikan sehingga berjalan sesuai mutu yang diharapkan.
Komponen-komponen tersebut misalnya tujuan pendirian, ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan,
pemberlakuan kurikulum, program kemitraan dengan berbagai pihak, sarana prasarana, dan sebagainya. Salah satu
komponen yang penting adalah sarana dan prasarana pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan dianggap penting
karena sebagian besar proses pendidikan di SMK membutuhkan sarana dan prasarana. Keberadaan sarana dan
prasarana pendidikan yang sesuai dengan standar nasional dapat mempermudah jalannya proses pendidikan yang
terjadi di SMK.
Pemenuhan standar acuan mutu berupa pencapaian SPM dan SNP merupakan bagian dari upaya peningkatan
mutu pendidikan. Pemenuhan standar acuan mutu pendidikan pada dasarnya menjadi tanggung jawab
satuan/program pendidikan itu sendiri. Untuk satuan/program pendidikan yang belum memiliki kemampuan untuk
melakukan pemenuhan standar secara mandiri, pemenuhan standarnya menjadi tanggung jawab penyelenggara
satuan/program pendidikan. Pada saat satuan/program pendidikan telah memenuhi SNP, maka diharapkan tetap
melakukan peningkatan mutu secara berkelanjutan.
Berdasarkan data BAN-S/M Provinsi Sulawesi Tenggara tentang capaian hasil penilaian akreditasi sekolah tahun
2017 menunjukkan bahwa jumlah satuan pendidikan yang tidak terakreditasi (TT) masih cukup tinggi yakni
mencapai 11,5 %, sementara jika dibandingkan dengan kondisi nasional sudah berada di bawah 5 %. Hal ini
mengindikasikan bahwa mutu pendidikan di Sulawesi Tenggara secara umum masih jauh dari yang diharapkan.
Banyak hal yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu aspek yang seharusnya
mendapat perhatian utama oleh setiap pengelola pendidikan adalah mengenai sarana dan prasarana pendidikan.
SNT2BKL - 2018

Sarana pendidikan umumnya mencakup semua fasilitas yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses
pendidikan, seperti: gedung, ruangan belajar atau kelas, alat-alat atau media pembelajaran, meja, kursi, dan
sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan prasarana adalah yang secara tidak langsung menunjang jalannya
proses pendidikan, seperti: halaman, kebun atau taman sekolah, maupun jalan menuju ke sekolah.
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran kondisi pemenuhan standar sarana prasarana pendidikan jenjang SMK di Sulawesi
Tenggara berdasarkan standar nasional pendidikan ?
2. Bagaimana bentuk rumusan rekomendasi tindak lanjut untuk mendukung pemenuhan standar sarana prasarana
pendidikan jenjang SMK?
Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh :
1. Gambaran kondisi pemenuhan standar sarana prasarana pendidikan jenjang SMK di Sulawesi Tenggara
berdasarkan standar nasional pendidikan.
2. Bentuk rumusan rekomendasi tindak lanjut untuk meningkatkan kualitas sarana prasarana pendidikan jenjang
SMK untuk mendukung pemenuhan standar.

1.2 Tinjauan Pustaka

Pada era milenial ini, di mana sains dan teknologi berkembang amat pesat maka pendidikan yang bermutu
merupakan kebutuhan yang mendesak bagi semua orang. Sumber daya manusia (SDM) yang unggul sangat
dibutuhkan dalam era kompetitif ini. Sekolah merupakan institusi yang diposisikan sebagai garda terdepan dalam
menghasilkan SDM unggul dan pendidikan yang bermutu.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SISDIKNAS) No. 20/2003 antara lain mengatur mutu
pendidikan nasional melalui 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP ini ditetapkan sebagai suatu
patokan untuk penjaminan mutu pendidikan baik internal dan eksternal. Delapan SNP ini meliputi: 1). Standar Isi,
2). Standar Kompetensi Lulusan, 3). Standar Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, 4). Standar Proses, 5).
Standar Pengelolaan, 6). Standar Sarana Prasarana, 7). Standar Pembiayaan, dan 8). Standar Penilaian. Bagi
satuan/program pendidikan yang telah memenuhi SPM dan SNP selanjutnya melakukan peningkatan mutu secara
berkelanjutan (continous quality improvement) yang berbasis keunggulan lokal dan/atau mengadopsi dan/atau
mengadaptasi standar internasional tertentu.
Selanjutnya dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 51 ayat 1
menyebutkan bahwa pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah
dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. Untuk
mengorganisir pelaksanaan pembelajaran diperlukan pengelolaan pembelajaran dengan efektif. Pembelajaran yang
dikelola dengan manajemen yang efektif diharapkan dapat mengembangkan potensi siswa, sehingga memiliki
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang mengakar pada individu siswa.
Sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah No 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan bahwa Sekolah Menengah Kejuruan, yang selanjutnya disingkat SMK, adalah salah
satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan
menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang
diakui sama atau setara. Sekolah Menengah Kejuruan sebagai pendidikan formal bertujuan untuk mempersiapkan
peserta didik dalam memenuhi kebutuhan industri akan sumber daya manusia dalam bidang pekerjaan tertentu. Oleh
karena itu SMK dirancang untuk menyiapkan peserta didik atau lulusan yang siap memasuki dunia kerja dan mampu
mengembangkan sikap profesional kerja.
Persaingan tenaga kerja profesional yang semakin meningkat seiring dengan terbentuknya Masyarakat Ekonomi
Asean (MEA) melalui AFTA, menuntut SMK untuk mempersiapkan lulusannya agar dapat bersaing dengan tenaga
kerja asing (TKA) melalui kesiapan mental, pengetahuan dan keterampilan kerja yang baik. Oleh karena itu
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai unsur pemerintahan yang membidangi pendidikan melalui Badan
Standard Nasional Pendidikan (BSNP) sebagai mana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standard Nasional Pendidikan (SNP) dan peraturan perundangan lain yang relevan menetapkan 8 standard
mutu pendidikan yang terdiri dari: (1) Standard Kompetensi Lulusan, (2), Standard Isi, (3) Standard Proses, (4)
Standard Pendidik dan Tenaga Kependidikan, (5) Standard Sarana dan Prasarana, (6) Standard Pengelolaan, (7)
Standard Pembiayaan, (8) Standard Penilaian Pendidikan yang mana kedelapan standard tersebut menjadi tolok ukur
kinerja dari setiap satuan/program pendidikan dalam merencanakan, melaksanakan, mengelola, dan mengevaluasi
proses pendidikan yang dilakukan.
Sekolah menengah kejuruan sebagai pendidikan formal yang mempunyai tugas menyediakan lulusan dan/atau
sumber daya manusia yang berkompeten di bidangnya mempunyai peran yang sangat penting dalam
SNT2BKL - 2018

keberlangsungan perkembangan pembangunan. Tercapainya tujuan SMK dalam menyediakan lulusan yang
berkompeten di bidangnya tidak lepas dari pemenuhan standar nasional pendidikan mengacu pada UU Sisdiknas
pasal 35 ayat 2 tentang standard nasional pendidikan.

1.3 Metodologi Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Jenis penelitian yang dilaksanakan termasuk penelitian
evaluasi. Dalam hal yang khusus, penelitian evaluasi dapat dinyatakan sebagai evaluasi, tetapi dalam hal lain juga
dapat dinyatakan sebagai penelitian. Sebagai evaluasi berarti hal ini merupakan bagian dari proses pembuatan
keputusan, yaitu untuk membandingkan suatu kejadian, kegiatan dan produk dengan standard dan program yang
telah ditetapkan. Terdapat dua jenis dalam penelitian evaluasi yaitu: penelitian evaluasi formatif yang menekankan
pada proses dan evaluasi sumatif yang menekankan pada produk (Kidder, 1981).
Evaluasi berkaitan erat dengan pengukuran dan penilaian yang pada umumnya diartikan tidak berbeda
(indifferent), walaupun pada hakekatnya berbeda satu dengan yang lain. Pengukuran (measurement) adalah proses
membandingkan sesuatu melalui suatu kriteria baku (meter, kilogram, takaran dan sebagainya), pengukuran bersifat
kuantitatif. Penilaian adalah suatu proses transformasi dari hasil pengukuran menjadi suatu nilai. Evaluasi meliputi
kedua langkah di atas yakni mengukur dan menilai yang digunakan dalam rangka pengambilan keputusan.
Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Data yang telah diperoleh akan dianalisis
terlebih dahulu agar dapat dipergunakan untuk menjawab rumusan masalah yang telah ditetapkan. Teknik analisis
deksriptif yaitu menyajikan, menggambarkan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca, dipahami dan
disimpulkan (Suranto, 2009).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh SMK yang divisitasi oleh BAN-S/M Provinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2017 yang terdiri dari 149 Program Keahlian SMK. Penelitian ini menggunakan data penunjang berupa
dokumentasi hasil visitasi BAN-S/M dengan menggunakan instrumen akreditasi SMK yang berkaitan dengan
standar sarana prasarana. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis butir instrumen akreditasi
dengan metode gap analysis (analisis kesenjangan).
Teknik analisis kesenjangan (gap analysis) merupakan cara untuk memecahkan masalah dengan
membandingkan keadaan saat ini dengan keadaan yang diinginkan atau diidealkan. Dalam metode ini, terlebih
dahulu diperlukan langkah identifikasi kondisi saat ini. Perangkat atau alat ukur untuk identifikasi kondisi saat ini
digunakan instrmen akreditasi. Tahap berikutnya, menentukan kondisi yang diinginkan. Kesenjangan yang terjadi
antara kondisi saat ini dengan kondisi yang semestinya merupakan kesenjangan. Kesenjangan ini merupakan titik
awal untuk menyatakan permasalahan (problem statement) dan mengidentifikasi akar permasalahan (root cause
analysis). Tahap selanjutnya, melakukan rencana perbaikan (improvement plan) (BAN-S/M, 2017).

2. PEMBAHASAN
2.1 Tinjauan Umum Provinsi Sulawesi Tenggara
Letak Geografis
Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di jazirah Tenggara pulau Sulawesi, secara geografis terletak di bagian
selatan garis khatulistiwa, memanjang dari utara ke selatan diantara 02°45' – 06°15' Lintang Selatan dan
membentang dari barat ke timur diantara 1200 45’ – 1240 30’ Bujur Timur. Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah
utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan dan Propinsi Sulawesi Tengah, di sebelah selatan berbatasan
dengan Provinsi NTT dan laut Flores, sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan dan Teluk Bone.

Luas Wilayah
Provinsi Sulawesi Tenggara mencakup daratan (jazirah) pulau Sulawesi dan kepulauan, yang memiliki wilayah
daratan seluas 38.140 KM2 dan wilayah perairan (laut) diperkirakan seluas 110.000 KM2. Secara administratif
Provinsi Sulawesi Tenggara terdiri atas 17 wilayah Kabupaten/Kota yaitu: Kabupaten Buton, Kabupaten Muna,
Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Bombana, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Kolaka
Utara, Kabupaten Wakatobi, Kota Kendari dan Kota Bau-Bau, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Buton Utara,
Kabupaten Buton Selatan, Kabupaten Buton Tengah, Kabupaten Konawe Kepulauan dan Kabupaten Muna Barat.

Geologis
Kondisi batuan wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara ditinjau dari aspek geologis, terdiri atas batuan sedimen,
batuan metamorfosis dan batuan beku. Dari ketiga jenis batuan tersebut yang terluas adalah batuan sedimen seluas
2.878.790 ha (75,47 %). Dari jenis tanah, Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki enam jenis tanah, yaitu tanah
SNT2BKL - 2018

podzolik seluas 2.394.698 ha atau 62,79 % dari luas tanah Sulawesi Tenggara, tanah mediteran seluas 839.078 ha
(22,00 %), tanah organosol seluas 111.923 ha (2,93 %), jenis tanah alluvial seluas 117.830 ha (3,03 %).

Pendidikan
Jumlah fasilitas pendidikan menurut jenjang sekolah di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2017 tertera pada
Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah fasilitas pendidikan menurut jenjang sekolah di Sulawesi Tenggara

SD SMP SMA SMK SLB Total


No Wilayah
Jml Jml Jml Jml Jml Jml
1 Kab. Konawe Selatan 313 81 29 10 3 436
2 Kab. Konawe 276 65 28 11 6 386
3 Kab. Muna 215 74 34 19 23 365
4 Kab. Kolaka 182 52 12 14 10 270
5 Kab. Bombana 171 60 21 7 1 260
6 Kota Kendari 131 38 26 20 8 223
7 Kab. Kolaka Timur 140 41 14 9 1 205
8 Kab. Buton 119 49 21 10 0 199
9 Kab. Wakatobi 110 43 19 5 1 178
10 Kab. Buton Tengah 95 40 18 9 0 162
11 Kab. Kolaka Utara 111 34 8 6 0 159
12 Kab. Konawe Utara 103 36 11 7 1 158
13 Kab. Muna Barat 96 38 11 7 6 158
14 Kab. Buton Utara 76 35 11 7 2 131
15 Kota Baubau 68 24 11 8 7 118
16 Kab. Buton Selatan 69 29 14 5 0 117
17 Kab. Konawe Kepulauan 49 18 5 4 0 76
Total 2,324 757 293 158 69 3,601
Sumber : http://dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id, (diakses 10 Oktober2018)

2.2 Kondisi Pemenuhan Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan Jenjang SMK

Hasil penelitian yang diperoleh berupa data yang kemudian diolah dalam beberapa tahapan antara lain sebagai
berikut:

Tabel 2. Rekapitulasi butir jawaban isian instrumen akreditasi SMK standar sarana dan prasarana

Jumlah jawaban Jumlah


Komponen No Butir
SMK
Standar Instrumen a b c d e (Progli)
60 124 18 3 2 2 149
61 108 34 6 1 0 149
62 103 32 6 7 1 149
63 37 70 40 2 0 149
SARPRAS
64 73 60 15 1 0 149
SNT2BKL - 2018

65 95 32 13 0 9 149
66 94 43 5 4 3 149
67 41 43 44 11 10 149
68 42 57 35 7 8 149
69 41 37 41 17 13 149
70 40 40 43 16 10 149
71 56 77 12 1 3 149
72 28 44 51 20 6 149
73 88 32 24 3 2 149
74 49 44 40 13 3 149
75 24 46 38 21 20 149
76 47 36 25 21 20 149
77 11 55 34 10 39 149
78 18 34 35 38 24 149
79 31 39 30 29 20 149
80 35 52 44 14 4 149
81 21 47 47 19 15 149
82 43 59 31 10 6 149
83 18 30 24 7 70 149
84 30 35 37 14 33 149
85 4 26 50 45 24 149
86 15 22 23 16 73 149
87 4 32 38 30 45 149

Berdasarkan rekapitulasi tabel distribusi jumlah jawaban untuk setiap butir dengan opsi yang ada untuk standar
sarana dan prasarana pada instrumen akreditasi, maka selanjutnya dibuat rekapitulasi distribusi frekuensi
berdasarkan pilihan jawaban dari butir-butir instrumen akreditasi sebagaimana ditunjukkan pada tabel 3 di bawah
ini.

Tabel 3. Rekapitulasi distribusi frekuensi standar sarana dan prasarana SMK

Persentase Jumlah jawaban


Komponen No Butir
Standar Instrumen
a b c d e
60 83,22 12,08 2,01 1,34 1,34
61 72,48 22,82 4,03 0,67 -
62 69,13 21,48 4,03 4,70 0,67
63 24,83 46,98 26,85 1,34 -
64 48,99 40,27 10,07 0,67 -
SARPRAS 65 63,76 21,48 8,72 - 6,04
66 63,09 28,86 3,36 2,68 2,01
SNT2BKL - 2018

67 27,52 28,86 29,53 7,38 6,71


68 28,19 38,26 23,49 4,70 5,37
69 27,52 24,83 27,52 11,41 8,72
70 26,85 26,85 28,86 10,74 6,71
71 37,58 51,68 8,05 0,67 2,01
72 18,79 29,53 34,23 13,42 4,03
73 59,06 21,48 16,11 2,01 1,34
74 32,89 29,53 26,85 8,72 2,01
75 16,11 30,87 25,50 14,09 13,42
76 31,54 24,16 16,78 14,09 13,42
77 7,38 36,91 22,82 6,71 26,17
78 12,08 22,82 23,49 25,50 16,11
79 20,81 26,17 20,13 19,46 13,42
80 23,49 34,90 29,53 9,40 2,68
81 14,09 31,54 31,54 12,75 10,07
82 28,86 39,60 20,81 6,71 4,03
83 12,08 20,13 16,11 4,70 46,98
84 20,13 23,49 24,83 9,40 22,15
85 2,68 17,45 33,56 30,20 16,11
86 10,07 14,77 15,44 10,74 48,99
87 2,68 21,48 25,50 20,13 30,20

Berdasarkan tabel frekuensi butir-butir instrumen untuk komponen standar sarana dan prasarana, maka
masalah-masalah pokok yang dapat diidentifikasi tercantum dalam butir-butir nomor 77, 78, 83, 84, 85, 86 dan 87.
Secara rinci hasil identifikasi terhadap kesenjangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Nomor butir 77
Kondisi Ideal Semua SMK di Sulawesi Tenggara memiliki ruang konseling dengan luas
minimum 12 m2 dan sarana sesuai ketentuan: (1) meja kerja, (2) kursi kerja, (3)
kursi tamu, (4) lemari, (5) papan kegiatan, (6) instrumen konseling, (7) buku
sumber, (8) media pengembangan kepribadian, (9) jam dinding
Kondisi saat ini Hanya terdapat sekitar 7,38 % SMK yang memiliki ruang konseling dengan luas
minimum 12 m2, dengan sarana sesuai ketentuan
Kesenjangan Masih terdapat 26,17 % SMK yang tidak memiliki ruang konseling dengan luas dan
sarana sesuai ketentuan
Rekomendasi Perlu upaya dari pihak terkait untuk mendorong dan memfasilitasi agar SMK
memperoleh pengadaan ruang konseling dengan luas dan sarana sesuai ketentuan

b. Nomor butir 78
Kondisi Ideal Semua SMK Sekolah memiliki ruang UKS dengan luas minimum 12 m2, dengan
sarana: (1) tempat tidur, (2) lemari, (3) meja, (4) kursi, (5) catatan kesehatan siswa,
(6) perlengkapan P3K, (7) tandu, (8) selimut, (9) tensimeter, (10) termometer
badan, (11) timbangan badan, (12) pengukur timbangan badan, (13) tempat
sampah, (14) tempat cuci tangan, (15) jam dinding
Kondisi saat ini Hanya terdapat sekitar 12,08 % SMK yang memiliki ruang UKS dengan luas sesuai
ketentuan dan memiliki 12-15 sarana
Kesenjangan Masih terdapat 16,8 % SMK yang tidak memiliki ruang UKS
Rekomendasi Dinas Pendidikan Prov. Sultra perlu mendorong dan memfasilitasi pengadaan ruang
SNT2BKL - 2018

UKS dengan luas dan sarana sesuai ketentuan

c. Nomor butir 83
Kondisi Ideal Semua SMK memiliki ruang sirkulasi yang memenuhi ketentuan yang
dipersyaratkan yaitu: (1) luas minimum, (2) kualitas, (3) terawat dengan baik, (4)
bersih, (5) nyaman
Kondisi saat ini Hanya terdapat sekitar 12 % SMK yang memiliki ruang sirkulasi yang memenuhi
ketentuan
Kesenjangan Masih terdapat 47 % SMK yang tidak memiliki ruang sirkulasi
Rekomendasi Dinas Pendidikan perlu mendorong dan memfasilitasi pengadaan ruang sirkulasi
sesuai ketentuan

d. Nomor butir 84
Kondisi Ideal Semua SMK memiliki kantin yang memenuhi ketentuan: (1) area tersendiri, (2)
luas minimal 12 m2, (3) ruangan bersih, (4) sanitasi yang baik, (5) menyediakan
makanan yang sehat dan bergizi.
Kondisi saat ini Hanya 20,13 % SMK yang memiliki kantin yang memenuhi ketentuan
Kesenjangan Masih terdapat 22,15 % SMK yang tidak memiliki kantin yang memenuhi
ketentuan
Rekomendasi Pihak sekolah perlu pengadaan fasilitas kantin sekolah yang memenuhi semua
aspek/ ketentuan

e. Nomor butir 85
Kondisi Ideal Semua Sekolah SMK memiliki tempat parkir kendaraan yang memenuhi ketentuan:
(1) area khusus parkir, (2) luas memadai, (3) memiliki sistem pengamanan, (4)
memiliki rambu-rambu parkir, (5) memiliki petugas khusus.
Kondisi saat ini Hanya terdapat 2,68 % SMK yang memenuhi semua ketentuan
Kesenjangan Masih terdapat 16,11 % SMK yang tidak memiliki tempat parkir khusus
Rekomendasi Sekolah perlu menyediakan tempat parkir khusus dengan luas dan sarana sesuai
standar/ketentuan

f. Nomor butir 86
Kondisi Ideal Semua SMK memiliki unit produksi/business center sebagai wahana
kewirausahaan yang memiliki: (1) ruang produksi/jasa, (2) sistem usaha sendiri,
(3) pembukuan yang tertib dan transparan, (4) Sumber Daya Manusia, (5) profit.
Kondisi saat ini Hanya terdapat 10,07 % SMK yang memiliki unit produksi/business center sebagai
wahana kewirausahaan yang memenuhi semua ketentuan
Kesenjangan Masih terdapat sekitar 49 % SMK yang tidak memiliki unit produksi/business
center sebagai wahana kewirausahaan
Rekomendasi Dinas Pendidikan perlu memprogramkan pengadaan prasarana bisnis center yang
dapat dijadikan wahana kegiatan kewirausahaan

g. Nomor butir 87
Kondisi Ideal Semua SMK memiliki Bursa Kerja Khusus (BKK) dengan berbagai kegiatan: (1)
kerjasama dengan DUDI, (2) memasarkan lulusan, (3) melakukan seleksi, (4)
penyaluran lulusannya ke dunia kerja yang relevan
Kondisi saat ini Hanya sekitar 2,68 % SMK yang memiliki Bursa Kerja Khusus (BKK) dengan
berbagai kegiatan
Kesenjangan Masih terdapat 30,20 % SMK yang tidak memiliki Bursa Kerja Khusus (BKK)
Rekomendasi Dinas Pendidikan perlu memberikan pembinaan dan mendorong SMK agar
memanfaatkan BKK dalam menyalurkan penempatan kerja bagi lulusannya
3. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis data dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
SNT2BKL - 2018

a. Gambaran kondisi pemenuhan standar sarana prasarana pendidikan jenjang SMK di Sulawesi Tenggara
berdasarkan analisis pada butir-butir isian instrumen akreditasi yang mengacu pada standar nasional
pendidikan menunjukkan bahwa dari isian instrumen standar sarana dan prasarana SMK, masih terdapat
kondisi sarana dan prasarana SMK yang belum memenuhi standar yaitu: ruang konseling, ruang UKS, ruang
sirkulasi, kantin sekolah, tempat parkir khusus kendaran, unit produksi/business center dan Bursa Kerja
Khusus (BKK).
b. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasaran SMK yang sesuai standar nasional tersebut dapat diperhatikan dan
ditindaklanjuti pihak-pihak terkait seperti Dinas Pendidikan pada semua level. Sekolah dapat mengefektifkan
ruang-ruang yang dimiliki atau menambah ruang baru sesuai standar yang ditentukan. Bagi sekolah yang
memiliki lahan sempit pemenuhan kebutuhan ruang tersebut harus diusahakan tidak mengambil lahan yang
yang masih tersedia, tetapi melaksanakan pembangunan dengan menambah jumlah lantai sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

PUSTAKA

Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah. 2017. Pedoman Pelaksanaan Akreditasi Sekolah/Madrasah. Jakarta:
BAN-S/M .

Borg, W.R. & Gall, M.D. 2003. Educational Research an Introduction. Seventh Edition. New York: Longman.

Creswel, Jhon W. 1994. Research Design : Qualitative and Quantitative Aproach. London : Sage Publication.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2007 Tentang Standar Sarana dan Prasarana Untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI),
Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah (SMA/MA). Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 40
Tahun 2008 Tentang Standar Sarana dan Prasarana Untuk Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah
Kejuruan. Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Depdiknas.

Kidder. 1981. Research Methods in Social Relations. New York: Rinehart & Winston.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. 2008. Standard Sarana Prasarana Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah
Aliyah Kejuruan (SMK/MAK). Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Depdiknas.

Permendikbud. 2017. Kriteria dan Perangkat Akreditasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Jakarta: BAN-S/M

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suranto. 2009. Metodologi Penelitian dalam pendidikan dengan Program SPSS. Semarang: CV Ghiyyas Putra.

Anda mungkin juga menyukai