Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASHMA BRONCHIALE
Diajukan untuk memenuhi tugas Profesi Keperawatan Medikal Bedah

Oleh :

DIAN WAHYUNI

NPM. 214120126

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDRAL ACHMAD YANI

TAHUN 2020

CIMAHI
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Definisi

Menurut S. M. Tucker, M. M. Canobbio, E. V. Paquette, dan M. F. Wells (1998 :

242) Asthma Bronchiale adalah penyakit obstruktif dapat pulih dicirikan oleh

peningkatan reaktivitas trakea dan bronchus terhadap rangsangan.

Penyakit Asthma Bronchiale yaitu keadaan dimana adanya obstruksi saluran

nafas karena adanya peningkatan respons trachea & bronchus akibat adanya faktor

alergik. (http://www.cni.co.id/asma.htm)

M. E. Doenges, M. F. Moorhouse, dan A. C. Geissler (2000 : 152) Asma

Bronchiale dikarakteristikan oleh kontriksi yang dapat pulih dari otot halus bronchial,

hipersekresi mukosa dan inflamasi mukosa serta edema.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan Asthma Bronchiale

adalah Penyakit obstruktif yang dapat pulih dimana adanya obstruksi saluran napas

yang ditandai dengan spasme otot halus bronchus yang dicirikan oleh peningkatan

reaktivitas trakea dan bronchus terhadap rangsangan. Asma merupakan penyakit

kompleks yang dapat diakibatkan oleh factor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik, dan

psikologis.

1.2 Etiologi
Sampai saat ini, etiologi asma belum diketahui dengan pasti. Namun suatu hal yang
seringkali terjadi pada semua panderita asma adalah fenomena hiperaktifitas bronkus.
Bronkus penderita asma sangat peka tehadap rangsang imunologi maupun
nonimunologi. Karena sifat tersebut maka serangan asma mudah terjadi akibat bebagai
rangsang baik fisik, metabolism, kimia, allergen, infeksi, dan sebagainya. Fakto
penyebab yang sering menimbulkan asma perlu diketahui dan sedapat mungkin
dihindarkan. Factor-faktor tersebut adalah :
a. Allergen utama : debu rumah, spora jamur, dan tepung sari rerumputan
b. Iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan
c. Infeksi saluran nafas terutama yang disebabkan oleh virus
d. Perubahan cuaca yang ekstrim
e. Aktifitas fisik yang berlebihan
f. Lingkungan kerja
g. Obat-obatan
h. Emosi
i. Lain-lain : seperti refluks gastro esophagus

1.3 Tanda dan gejala


Gejala asma terdiri atas triad : dispnea,batuk dan mengi (Bengek atau sesak
nafas). Gejala sesak napas sering di anggap sebagi gejala yang harus ada (‘sine qua
non’). Hal tesebut berarti jika penderita menganggap penyakitnya adalah asma namun
tidak mengeluh sesak napas maka perawat harus yakin bahwa pasien tidak menderita
asma.
Gambaran klinis pasien yang menderita asma :
a. Gambaran objektif
Sesak napas dengan ekspirasi memanjang di sertai wheezing, batuk di sertai
seputumkental dan sulit di keluarkan, bernafas dengan menggunakan otot otot
napas tambahan, sianosis, takitardi, gelisah, pulsus paradoksus, fase ekspirasi
memanjang di sertai wheezing
b. Gambaran subjektip
Pasien mengeluh sukar bernafas, sesak dan aroneksia
c. Gambaran psikososial
Cemas,takut, mudah tersinggung dan kurangnya pengetahuan pasien terhadap
situasi penyakitnya
1.4 Klasifikasi Asma

Asma terbagi menjadi alergi, idiopatik, nonalergi, dan campuran (mixed):

a. Asma alergik/ekstrinsik, merupakan suatu jenis asma dengan yang disebabkan oleh

alergen (misalnya bulu binatang, debu, ketombe, tepung, sari makanan,dan lain-

lain). Allergen yang paling umum adalah allergen yang perantaraannya adalah

udara (airborne) dan allergen yang muncul secara musiman (seasonal). Pasien

dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat alergik pada keluarga dan

riwayat pengobatan eczema atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi akan

mencetus serangan asma. Gejala asma umumnya dimulai sejak masa kanank-

kanak.

b. Idiopatik atau nonalergik asma/intrinsic, meerupakan jenis asma yang tidak

berhubungan secara langsung dengan alergen spesifik. Factor-faktor seperti

common cold. Infeksi saluran nafas atas, aktifitas, emosi, dan polusi lingkungan

dapat menimbulkan serangan asma. Beberapa agen farmakologi, antagonis beta-

adrenergik, dan agen sulfite (penyedap makanan) juga dapat berperan sebagai

factor pencetus. Serangan asma idiopatik atau nonalergik dapat menjadi lebih berat

dan seringkali dengan berjalannya waktu dapat berkembang menjai bronchitis dan

emfisema. Pada beberapa pasien asma jenis ini dapat berkembang menjadi asma

campuran. Bentuk asma ini biasanya dimulai pada saat dewasa (>35 tahun)

c. Asma campuran (mixed asma), merupakan bentuk asma yang paling sering

ditemukan. Dikarakteristikkan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan idiopatik

atau nonalergi.
1.5 Patofisiologi

Menurut Soeparman dan S. Waspadji (1998 : 22) Asthma saat ini dipandang

sebagai penyakit inflamasi saluran napas. Inflamasi ditandai dengan adanya kalor,

rubor, tumor, dolor dan functio laesa. seperti setelah dikemukakan di atas baik asthma

alergik maupun non-alergik dijumpai adanya inflamasi dan hiperreaktivitas saluran

napas. Asthma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh

limfosit T dan B dan diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang

berikatan dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang mencetuskan asthma bersifat

airborne dan supaya dapat menginduksi keadaan sensitivitas, alergen tersebut harus

tersedia dalam jumlah banyak untuk periode waktu tertentu. Akan tetapi sekali

sensitisasi telah terjadi pasien akan memperlihatkan respon yang sangat baik sehingga

sejumlah kecil alergen yang mengganggu sudah dapat menghasilkan eksaserbasi

penyakit yang jelas.

Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut asthma

adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis beta-adrenergik dan bahan

sulfat. Sindroma pernafasan sensitif-aspirin khusus terutama mengenai orang dewasa,

walaupun keadaan ini juga dapat dilihat pada masa kanak-kanak. Masalah ini biasanya

berawal dari rhinitis vasomotor perennial yang diikuti oleh rhinosinusitis hiperplastik

dengan polip nasal. Baru kemudian muncul asthma progresif.

Antagonis beta-adrenergik biasanya menyebabkan obstruksi jalan nafas pada

pasien asthma demikian juga dengan pasien lain dengan peningkatan reaktifitas jalan

nafas dan harus dihindarkan pada pasien ini. Bahkan agen beta, selektif memiliki efek
ini, khususnya pada penggunaan setempat penghambat beta, di mata pada terapi

glaukoma berhubungan dengan asthma yang semakin memburuk.

Obat sulfat, seperti kalium metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit, natrium sulfit

dan sulfat klorida, yang secara luas digunakan dalam industri makanan dan farmasi

sebagai agen sanitasi dan pengawet juga dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas

akut pada pasien yang sensitif. Pajanan biasanya terjadi setelah menelan makanan

atau cairan yang mengandung senyawa ini, misal, salad, buah segar, kentang, kerang

dan anggur.

Pencetus serangan
(alergen, emosi/stress, obat-obatan, infeksi)

Reaksi Antigen dan Antibodi

Release Vasoactive Substance


(histamin, bradikinin, anafilatoxin)

Konstriksi Otot Polos Permeabilitas Kapiler  Sekresi Mukus

 Produksi Mukus
Bronchospasme Kontraksi Otot Polos
Edema mukosa
Hipersekresi

Obstruksi Saluran Nafas

Hipoventilasi
Distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah paru
Gangguan difusi gas di alveoli

Hipoxemia
Hiperkapnia

1.6 Data Penunjang

Menurut Marilyn E. Doenges et al. (2000 : 155) pemeriksaan penunjang klien

asthma bronchiale, sebagai berikut :

a. Sinar x dada: dapat menyatakan hasil normal selama periode remisi.

b. Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispneu, untuk

menentukan apakah obtruksi abnormal atau obstruksi dan untuk mengevaluasi

efek therapi misalnya bronchodilator.

c. Total Lung Capacity: terdapat peningkatan pada luasnya bronchitis dan kadang-

kadang pada asthma.

d. Residual volume: meningkat.

e. GDA: PaCO2 biasanya meningkat.

f. JDL dan diferensial: adanya peningkatan eosinophyl.

g. Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi patogen.

h. Elektrokardiogram: deviasi aksis kanan dan peninggian gelombang P (pada

asthma berat).
1.7 Pengkajian Sesuai Data Fokus
Selama serangan atsma rencana perawatan di fokuskan pada upaya untuk
membebaskan spasme bronchiale, mengencerkan sekresi yang kental, mengurangi
hypoxia, arterial, mencegah infeksi, mengurangi rasa takut, memberi rasa nyaman.

1.8 Terapi
a. Beta agonists
Beta agonists (β-andrenergic agents merupakan jenis obat yang di berikan paling
awal yang di gunakan dalam pengobatan asma. Hal terseut di karenakan obat ini
bekerja denagan cara mendilatasikan otot polos.
b. Broncodilator
Pada kasus penyakit asma, broncodilator tidak di gunakan secara oral tetapai di
pakai secara inhalasi parenteral. Jika sebelumnya telah di gunakan obat
simpatomimetik, maka sebaiknya di berikan aminophilin secara parenteral
c. Kortikostiroid
Bila pemberian obat obat broncodilator tidak menunjukan perbaikan, maka
pengobatan di lanjutkan dengan 200mg hidrokortison secara oral atau dengan
dosis 3-4mg/kg BB intra vena sebagai dosis permulaan dan dapat di ulang 2-4 jam
secara parenteral sampai serangan akut terkontrol, dengan di ikuti pemberian 30-
60mg prednison atau dengan dosis 1-2mg/kg BB /hati secara oral dalam dosis
kemudian dosis dikurangi secara bertahap.
d. Pemberian oxygen
Pemberian oksigen menggunakan kanul hidung dengan kecepatan aliran O 2 2-4
liter /mnt yang di alirkan melalui air untuk memberikan kelembapan.

1.9 Analisa Data


1. DS : Pasien mengeluarkan sesak, batuk-batuk, berdahak
DO : Nafas tidak teratur, respirasi
2. DS : Pasien bertanya pada petugas tentang penyakitnya
DO : - Pasien terlihat cemas
- Pasien terlihat murung
3. DS : Pasien mengeluh mual kurang nafsu makan
DO : Porsi yang disajikan habis ¼ nya.
4. DS : Pasien mengeluh sulit tidur. Tidur harus posisi ½ duduk.
DO : - Pasien nampak kelelahan
- Mengantuk
- Posisi tidur ½

1.10 Masalah keperwatan

1. Kebersihan jalan nafas tidak efektif sehubungan dengan penumpukan sekret pada
jalan nafas.
2. Kerusakan pertukaran gas b)d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi
3. Ancietas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan mengenai penyakitnya.
4. Defisite nutrisi sehubungan mual + tidak nafsu makan.
5. Pola nafas tak efektif b)d bronkospasme 
6. Intoleransi aktivitas b)d kelemahan fisik
7. Gangguan istirahat dan tidur b)d sesak nafas
1.11 Rencana Asuhan Keperawatan
SDKI SIKI SLKI Rasionalisasi
Bersihan Setelah diberi  Auskultasi bunyi nafas  Mengetahui luasnya
jalan nafas tindakan perawatan ,catat adanya bunyi mengi, obstruksi oleh mucus
tak efektif b)d selama : 3 x 24jam ronkhi
peningkatan jalan nafas pasien
produksi efektif, dengan KE :  Pantau frekuensi  Mengetahui tanda stress
mucus  Bunyi jalan nafas pernafasan.catat rasio pernafasan
bersih/jelas inspirasi/expirasi
 Pasien bisa batuk
efektif dan  Beri posisi nyaman, misal  Sekresi bergerak sesuai
mengeluarkan peninggian kepala tempat gaya gravitasi akibat
secret tidur, duduk pada sandaran perubahan posisi dan
 Batuk efektif tempat tidur meningkatkan kepala tempat
 Produksi sputum tidur akan memindahkan isi
menurun perut menjauhi diafragma
 Mengi menurun sehingga memungkinkan
 Wheezing diafragma untuk
menurun berkontraksi
 Dispnea menurun
 Beri pasien 6-8 gelas/hari  Mengencerkan sekret.
kecuali ada indikasi lain

 Ajarkan dan berikan  Mengeluarkan sekret dan


dorongan penggunaan meningkatkan patensi jalan
teknik pernafasan nafas
diafragma dan batuk

 lakukan drainage postural  Merontokkan sekret agar


dengan perkusi dan fibrasi mudah dikeluarkan
pada pagi dan malam
sesuai yang diharuskan

 instruksikan pasien  Tidak merangsang


menghindari iritan seperti pembentukan mucus lagi
asap, asap rokok, aerosol,
cuaca dingin

 Beri bronkodilator sesuai  Memfasilitasi pergerakan


therapi sekret.

Kerusakan Setelah diberi  Observasi frekuensi,  Mengetahui adekuatnya


pertukaran tindakan perawatan kedalaman pernafasan, jalan nafas dan
gas b)d selama 3x24jam catat penggunaan otot meningkatnya kerja
ketidaksamaa terjadi perbaikan bantu nafas, nafas bibir, pernafasan
n ventilasi dalam pertukaran ketidakmampuan bicara/
dan perfusi gas dengan KE : berbincang2
 GDA dalam
rentan normal  Observasi tingkat  Mengetahui indikasi
 Gejala kesadaran hipoksia
disstres pernafasan
tidak ada  Monitor AGD  Menentukan keseimbangan
 Tanda-tanda asam basa, dan kebutuhan
vital dalam batas oksigen
normal
 Gelisah tidak  Atur pemberian oksigen  Menambah suplai-2
ada sehingga meningkatkan
pertukaran gas

 Beri posisi duduk (fowler)  Mengoptimalkan kontraksi


diafragma

 Dorong nafas dalam  Memfasilitasi pernafasan


perlahan atau nafas bibir yang dalam sehingga O2
sesuai kemampuan yang masuk lebih banyak

 Beri bronkodilator sesuai  Meningkatkan diameter jalan


therapy nafas sehingga mengurangi
kerja pernafasan

 Observasi tanda vital,dan  Mengetahui adekuatnya


warna membrane mukosa suplai-2 ke paru-paru dan
kulit jaringan

 Kolaboratif tindakan  Mempertahankan suplai O2


intubasi dan ventilasi saat terjadi gagal nafas
mekanik bila perlu
Ancietas b)d Setelah diberi  Saji tingkat cemas pasien  Petunjuk intervensi yang
takut tindakan perawatan (ringan, sedang, berat, terapeutik
ancaman 2x30 menit rasa panic)
kematian cemas pasien
berkurang dengan  Bantu pasien  Bisa menghilangkan cemas,
KE : menggunakan koping yang membantu pasien
 Pasien efektif menggunakan pikiran yang
mengatakan sudah sehat kedepan
bisa bernafas
 Pasien  Berikan informasi tentang  Pengetahuan meningkat
mengatakan tindakan dan prosedur akan mengurangi cemas
merasa nyaman therapy yang dilakukan
 Pasien tidak  Tetap disamping pasien  Pasien merasa aman dan
gelisah dan merasa selama fase akut mengurangi ketakutan
aman
 Batasi pengunjung bila  Membantu mengurangi rasa
perlu cemas

Defisite Setelah diberikan  Lakukan prosedur terapi  Sesak dan produksi mukus
nutrisi tindakan perawatan sesuai advis berkurang
sehubungan 1x24 jam pasien
mual + tidak tidak mengalami  Beri informasi tentang  Pasien termotivasi untuk
nafsu makan. perubahan nutrisi pentingnya nutrisi untuk mau makan
kurang dari pemulihan
kebutuhan tubuh
dengan KE :  Anjurkan keluarga untuk  Kebutuhan pasien akan
 Pasien mau membantu pasien makan nutrisi terpenuhi
makan
 Sesak nafas  Beri diet lunak TKTP  Makanan mudah dicerna
dan batuk dan kebutuhan kalori
berkurang terpenuhi
 Pasien tahu
pentingnya nutrisi
untuk pemulihan
Pola nafas Setelah  Oservasi perubahan pada  Menentukan adekuatnya
tak efektif b)d diberitindakan RR dan dalamnya pola nafas yang berefek
bronkospasm perawatan selama pernafasan pada suplai O2 yang masuk
e 3x24 jam pola nafas
pasien efektif,  Atur pemberian oksigen  Suplai O2 yang cukup akan
dengan KE : mengurangi kerja
- Tanda-tanda vital pernafasan
dalam batas
normal  Dorong nafas dalam  Memfasilitasi pernafasan
- Tidak terjadi perlahan atau nafas bibir yang dalam sehingga O2
sianosis dan tanda sesuai kemampuan yang masuk lebih banyak
hipoksia
- Bunyi nafas bersih
 Beri bronkodilator sesuai  Meningkatkan diameter jalan
therapy nafas sehingga mengurangi
kerja pernafasan

 Observasi tanda vital,dan  Mengetahui adekuatnya


warna membrane mukosa suplai O2 ke paru-paru dan
kulit jaringan

 Beri posisi duduk (fowler)  Mengoptimalkan kontraksi


diafragma
Intoleransi Setelah diberit  Evaluasi respon pasien  Menentukan kemampuan
aktivitas b)d indakan perawatan terhadap aktivitas pasien dalam melakukan
kelemahan selama 3x24 jam aktivitas
fisik pasien menunjukkan
peningkatan  Catat tandanya dispnea,  Menentukan periode istirahat
toleransi terhadap peningkatan kelelahan dan pasien dan aktivitas yang
aktivitas, dengan perubahan tanda vital menimbulkan kelelahan
KE : selama dan setelah pasien
 Pasien dapat dan aktivitas
mau melakukan
aktivitas sesuai  Berikan kepada pasien  Memenuhi kebutuhan pasien
kemampuanny aktivitas sesuai tanpa menimbulkan
 Tanda-tanda vital kemampuannya kelelahan
dalam batas
normal  Pertahankan obyek yang  Memudahkan pasien dalam
digunakan pasien agar penggunaan sehingga
mudah terjangkau mengurangi penggunaan O2

 Bantu pasien melakukan  Semua kebutuhan pasien


aktivitas dengan dapat terpenuhi
melibatkan keluarga

 Observasi vital sign  Tanda vital yang normal


mendukung pasien untuk
beraktivitas

Gangguan Setelah diberikan  Ciptakan lingkungan yang  Suasana tenang dan


istirahat dan tindakan perawatan nyaman dan batasi pemakaian O2 ruangan
tidur b)d 2x24 jam kebutuhan pengunjung tidak berbagi sehingga os
sesak nafas istirahat dan tidur bisa istirahat
pasien terpenuhi
dengan KE :  Beri KIE pentingnya tidur  Os mau untuk istirahat dan
 Mengatakan udah untuk pemulihan tidur
dapat tidur
 Mengatakan esak  Delegatif pemberian  Melonggarkan jalan nafas
berkurang teraphy sesuai dosis dan sesak berkurang
 Retraksi otot dada
berkurang  Delegatif pemberianO2  Suplai O2 meningkat
 RR : 16-24x/ sehingga sesak berkurang
menit
 Libatkan satu anggota  Os merasa aman sehingga
keluarga untuk menemani bisa istirahat dengan
tenang
1.12 EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperaWatan untuk menilai
keberhasilan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Setelah melaksanakan
tindakan keperawatan maka hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana tujuan
yaitu :
1. Bersihan jalan nafas pasien efektif terpenuhi
2. Pasien mengalami perbaikan dalam pertukaran gas terpenuhi
3. Pola nafas pasien efektif terpenuhi
4. Pasien menunjukkan toleransi terhadap aktivitas terpenuhi
5. Ancietas pasien berkurang terpenuhi
6. Pasien tidak mengalami Defisite nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh terpenuhi
7. Kebutuhan istirahat dan tidur pasien terpenuhi terpenuhi

DAFTAR PUSTAKA
Somantri, Irman.2008. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Gangguan System Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

Arief Mansjoer, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius : FKUI, Jakarta.
Haznams Kompedium, 1992, Diagnostik dan Terapi Ilmu Pengetahuan , WB Haznams :
Bandung.

Marylin E Dongoes, 1992, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi Tiga, FKUI, Jakarta : EGC.

FKPP, 1996, Perawatan Pasien V-A, Bandung.


Price Sylvia Anderson, dkk., 1995, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit , Edisi Empat,
Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai