Anda di halaman 1dari 11

Makalah Komunkasi Bisnis:

Krisis Komunikasi

Disusun Oleh:

Ega Kurnia Akbar Siregar

170502118

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNEVERSITAS SUMATERA UTARA

2020
Daftar Isi
Daftar Isi...............................................................................................................................................2
Bab I......................................................................................................................................................2
Pendahuluan.........................................................................................................................................2
Bab II....................................................................................................................................................3
Tinjauan Pustaka..................................................................................................................................3
Komunikasi Krisis.............................................................................................................................6
Bab III...................................................................................................................................................6
Pembahasan..........................................................................................................................................6
Krisis dan Komunikasi Krisis...........................................................................................................7
Strategi Respon Krisis.......................................................................................................................7
Bab IV...................................................................................................................................................9
Kesimpulan...........................................................................................................................................9
Daftar Pustaka....................................................................................................................................10

2
Bab I

Pendahuluan

Kegiatan komunikasi selalu terjadi dalam kehidupan sehari-hari, sejak bangun tidur
hingga berangkat tidur lagi. Ini berarti tidak ada aktifitas tanpa komunikasi secara langsung
maupun tidak langsung, verbal mau-pun nonverbal, begitu juga dengan organisasi. Organisasi
menempatkan komunikasi sebagai salah satu unsur administrasi, padahal fungsi komunikasi
dalam organisasi jauh lebih dari itu dan mempunyai banyak sekali manfaat yang dapat dicapai,
dengan demikian sangatlah jelas bahwa dengan kegiatan “komunikasi” sangat penting dalam
kehidupan beror-ganisasi.

Komunikasi dalam suatu organisasi selalu merupakan komunikasi timbal balik, demi
kepentingan semua pihak. Dalam berkomunikasi manusia menciptakan persamaan pengertian,
ide, pemikiran, dan sikap tingkah laku kita terhadap orang lain. Jadi komunikator dan komunikan
mempunyai kesamaan dan kesepakatan pesan sehingga menimbulkan suatu pengertian.
[ CITATION Rah04 \l 1033 ]

.Jika komunikasi dapat berjalan secara efektif, maka informasi dalam dinamika
berorganisasipun akan berjalan lancer sehingga dapat mempercepat proses penyelesasian suatu
pekerjaan. Sebaliknya, bila komunikasi terhambat, arus informasipun tersendat, dan akibatnya
membuat suatu pekerjaaan terhambat diselesaikan.

Misalnya pada saat perusahaan mengalami sebuah krisis, sebuah komunikasi efektif
dibutuhkan untuk mengatur seluruh sumber daya organisasi yang terlibat agar menangani
masalah tersebut. Apabila ada sebuah hambatan komunikasi terjadi pada saat krisis tersebut
maka perusahaan akan gagal dalam menangani krisis tersebut.

Krisis dapat terjadi secara situasional pada organisasi sehingga perlu adanya strategi yang
pasti dan terukur dari pihak organisasi dalam mengantisipasi dan mengatasinya.

Makalah ini membahas tentang bagaimna komunikasi krisis mempengaruhi penanganan


krisis dalam organisasi dan bagaimana perusahaan mampu mengatasi krisis tersebut.

3
Bab II

Tinjauan Pustaka
Komunikasi
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk
memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan
maupun tak langsung melalui media (Effendy, 2008). Proses komunikasi itu sendiri erat
kaitannya dalam kehidupan sehari-hari atau dalam kehidupan bermasyarakat, tanpa komunikasi
seseorang tidak dapat memahami orang lain, atau seseorang tersebut tidak dapat bertukar
informasi maupun mendapatkan informasi dari orang lain.

Komunikasi Organisasi
Menurut Sutrisno (2010), komunikasi organisasi adalah perilaku pengorganisasian yang
terjadi dan bagaimana mereka terlibat dalam proses itu, bertransaksi dan memberi makna atas
apa yang sedang terjadi. Sifat terpenting komunikasi organisasi adalah penciptaan pesan,
penafsiran, dan penanganan kegiatan anggota organisasi, bagaimana proses komunikasi
organisasi terjalin bergantung kepada seseorang atau anggotanya memaknai atau menafsirkan
mengenai hal yang ada di dalam organisasinya. Komunikasi secara efektif dalam organisasi
sangat diperlukan dalam kelancaran untuk mencapai tujuan, namun untuk mencapainya perlu
juga diperhatikan faktor-faktor penghambatnya. Hal tersebut dikarenakan tidak semua anggota
dapat memahami atau menafsirkan pesan secara sama seperti yang dimaksudkan, melainkan ada
persepsi yang berbeda diantara semua anggota. Komunikasi organisasi ini merupakan ruang bagi
setiap karyawan yang bekerja di dalam organisasi tersebut untuk melakukan proses komunikasi
internal dengan sesama karyawan, atasan maupun dengan bawahannya.

Pola Komunikasi Organisasi

Menurut Gibson (2000:439) komunikasi organisasi juga mempunyai empat pola komunikasi yaitu :

1. Komunikasi keatas ( Upward Communication )

Komunikasi keatas dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari tingkat yang
lebih rendah ( bawahan ) ke tingkat yang lebih tinggi ( Atasan ), semua pegawai dalam sebuah
organisasi, kecuali mungkin mereka yang menduduki posisi puncak, mungkin berkomunikasi

4
keatas, yaitu setiap bawahan dapat mempunyai alasan yang baik atau meminta informasi dari atau
memberi informasi kepada seseorang yang otoritasnya lebih tinggi dari pada dia.

2. Komunikasi ke bawah ( Downward Communication )

Komunikasi ke bawah dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari jabatan
berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas lebih rendah.

Ada lima jenis informasi yang biasa di komunikasikan atasan kepada bawahan yaitu :

a. Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan


b. Informasimengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan

c. Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi


d. Informasi mengenai kinerja pegawai
e. Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas ( sense of mission )

3. Komunikasi horizontal ( horizontal communication )

Komunikasi horizontal terdiri dari penyampaian informasi di antara rekan-rekan sejawat dalam unit
kerja yang sama. Tujuan komunikasi horizontal yaitu :

a. Untuk mengkoordinasikan penugasan kerja

b. Berbagi informasi mengenai rencana kerja dan kegiatan

c. Untuk memecahkan masalah

d. Untuk memperoleh pemahaman bersama

e. Untuk mendamaikan, berunding, dan menengahi perbedaan

f. Untuk menumbuhkan dukungan antar personal

4. Komunikasi diagonal ( cross communication )

Komunikasi diagonal adalah komunikasi antara pimpinan seksi dengan pegawai seksi lain.
Beberapa penelitian mengatakan organisasi yang memiliki low performing, komunikasi diagonal di

5
gunakan oleh staf untuk mencari informasi dalam permintaan pantas keberadaan prosedur kerja,
sementara ketika dalam organisasi high performing, komunikasi diagonal di gunakan staf untuk
menyelesaikan masalah kerja yang sulit dan kompleks.

Komunikasi Krisis
Komunikasi krisis dapat didefinisikan secara luas sebagai pengumpulan, pemrosesan, dan
penyebaran informasi yang diperlukan untuk mengatasi situasi krisis. Dalam pra-krisis,
komunikasi krisis berputar di sekitar pengumpulan informasi tentang risiko krisis, membuat
keputusan tentang bagaimana mengelola potensi krisis, dan melatih orang yang akan terlibat
dalam proses manajemen krisis.[ CITATION Coo10 \l 1033 ]

6
Bab III

Pembahasan

Krisis dan Komunikasi Krisis


Krisis didefinisikan sebagai “Persepsi dari sebuah peristiwa tak terduga yang mengancam
harapan penting pemangku kepentingan dan dapat berdampak serius pada kinerja organisasi dan
menghasilkan hasil negatif ”(Coombs 2007b: 2–3).

Sementara itu, komunikasi krisis digunakan dalam pemecahan krisis yag terjadi pada
sebuah organisasi. Ada dua dasar jenis komunikasi krisis: (1) manajemen pengetahuan krisis dan
(2) manajemen reaksi pemangku kepentingan (Coombs 2009). Manajemen pengetahuan krisis
melibatkan identifikasi sumber, mengumpulkan informasi, menganalisis informasi (penciptaan
pengetahuan), berbagi pengetahuan, dan pengambilan keputusan. Manajemen pengetahuan krisis
ada di balik layar. Ini melibatkan pekerjaan yang dilakukan oleh tim krisis menciptakan
tanggapan publik terhadap suatu krisis. Manajemen reaksi pemangku kepentingan terdiri upaya
komunikatif (kata-kata dan tindakan) untuk mempengaruhi bagaimana pemangku kepentingan
memandang krisis, organisasi dalam krisis, dan respons krisis organisasi.

Coombs (2010) membagi berbagai subjek komunikasi krisis menjadi dua kategori: (1)
pre-crisis phase dan (2) crisis response phase.

Pada pre-crisis phase, komunikasi krisis berkonsentrasi pada penempatan dan pengurangan
risiko. Crisis response phase adalah aspek komunikasi krisis tentang bagaimana organisasi
berkomunikasi selama suatu krisis dan berpengaruh engaruh signifikan terhadap hasil krisis,
termasuk pada jumlah kesalahan dan jumlah kerusakan reputasi yang diderita oleh organisasi.

Dengan demikian komunikasi krisis perlu diperdalam oleh pihak-pihak yang terlibat pada
krisis sehingga tidak merugikan internal organisasi maupun pemangku kepentingan.

Strategi Respon Krisis


Coombs dan Benoit telah menjadi yang terdepan dalam penelitian tentang tanggapan
organisasi terhadap krisis. Wawasan dari kedua perspektif, serta apologia, bermain peran dalam
memahami masalah krisis. Gambaran singkat perspektif ini akan membantu membingkai konteks

7
pilihan tanggapan yang tersedia untuk Respon Krisis. Coombs (2007b) telah mengklasifikasikan
strategi respon krisis organisasi sebagai primer dan sekunder. Strategi utama "membentuk tiga
kelompok berdasarkan persepsi menerima tanggung jawab atas krisis" (hlm. 170). Strategi utama
meliputi menyerang penuduh, penyangkalan, kambing hitam, alasan, pembenaran, kompensasi,
dan permintaan maaf. Strategi-strategi ini, bersama-sama atau sebagian, berfungsi untuk
membantu organisasi menyangkal bahwa krisis ada atau perannya dalam krisis, mengurangi
krisis, atau membangun kembali citra organisasi dalam menghadapi krisis. Strategi tanggap
krisis sekunder adalah pengingat, ingrasiasi, dan pengorbanan. Strategi pengingat digunakan
ketika organisasi mencoba memberi tahu pemangku kepentingan tentang perbuatan baik
sebelumnya yang telah dilakukan. Strategi pemuasan adalah dimana organisasi menawarkan
pujian kepada para pemangku kepentingan. Dengan strategi pengorbanan, perwakilan organisasi
berupaya menampilkan diri sebagai korban krisis bersama dengan orang lain yang terkena
dampak acara tersebut. Mortifikasi adalah rangkaian strategi terakhir yang terdiri dari tindakan
korektif, pertobatan, dan perbaikan. Strategi ini banyak digunakan ketika sebuah organisasi
memiliki riwayat krisis atau jika krisis tersebut disebabkan oleh kesalahan organisasi. Mortifikasi
memungkinkan organisasi untuk mengambil tanggung jawab atas krisis dan perbaikan kerusakan
dan / atau mengambil langkah-langkah untuk mencegah krisis berulang (Coombs 1999).

Menyesuaikan informasi adalah hal yang membantu pemangku kepentingan dengan


penyesuaian psikologis terhadap krisis. Coombs (2007a) menawarkan contoh penyediaan
informasiselama krisis untuk mengurangi ketidakpastian, sehingga mengurangi stress .Menurut
Benoit (1997), “perusahaan dapat mengambil tindakan preventif dan pendekatan restoratif untuk
mengatasi masalah citra ”(hlm. 263). Gambar ini pendekatan restorasi dapat ditempatkan dalam
tiga kategori: penolakan, penghindaran tanggung jawab, dan mengurangi ofensif. Penyangkalan
terdiri dari penyangkalan sederhana dan pengalihan kesalahan. Penyangkalan sederhana terjadi
ketika sebuah organisasi menolak untuk bertanggung jawab atas situasi tersebut, dengan
menyatakan bahwa krisis tidak terjadi atau organisasi tidak menciptakan krisis. Mengalihkan
kesalahan terjadi ketika organisasi menempatkan tanggung jawab atas situasi pada seseorang
atau sesuatu yang lain. Strategi ini memungkinkan organisasi menghindari tanggung jawab untuk
mengatasi krisis dan dengan demikian mempertahankan atau memulihkan citra saat ini.

8
Penghindaran tanggung jawab terdiri dari provokasi, defeasibility, kecelakaan, dan niat
baik. Strategi ini digunakan untuk mengurangi keparahan krisis dan krisis tanggung jawab
organisasi untuk itu. Provokasi terjadi saat krisis dengan alasan bahwa perilaku organisasi
merupakan reaksi terhadap tindakan ofensif orang lain.

Defeasibility berpendapat bahwa penuduh kurang memiliki informasi yang tepat untuk
membuat sebuah penilaian tentang situasi. Saat manajer krisis organisasi mengklaim komunikasi
krisis. Krisis terjadi secara tidak sengaja, itu merupakan upaya untuk memulihkan citra
organisasi dengan menunjukkan bahwa situasi berada di luar kendalinya. Akhirnya, dalam
beberapa situasi, organisasi dapat mengklaim bahwa insiden itu dilakukan dengan niat baik dan
dampak negatifnya tidak disengaja.

Mengurangi serangan krisis memungkinkan organisasi untuk memperbaiki citrnya dengan


berfokus pada elemen yang tidak terlalu ofensif dari peristiwa krisis. Mengurangi ofensif terdiri
dari: memperkuat, minimisasi, diferensiasi, transendensi, menyerang penuduh, dan kompensasi.
Mendukung memungkinkan organisasi untuk mengingatkan publik tentang pencapaian positif
organisasi, sedangkan minimlisasi merupakan upaya untuk menggambarkan bahwa kerusakan
akibat krisis tidak separah seperti yang digambarkan. Diferensiasi adalah perbandingan yang
lebih parah dimanasituasi, menunjukkan bahwa krisis bisa jauh lebih buruk. Selain itu,
transendensi merupakan strategi yang digunakan untuk memperluas cara pandang masyarakat
dalam membuat krisis tampak lebih kecil dibandingkan dengan perspektif yang lebih besar.
Dalam menyerang seseorang penuduh, di sisi lain, sebuah organisasi memperdebatkan
kurangnya kredibilitas di dalamnya upaya untuk menunjukkan bahwa penuduh tidak dapat
dipercaya dan berusaha menyakiti organisasi karena alasan lain. Terakhir, kompensasi adalah
cara untuk sebuah organisasi untuk menerima kesalahan atas krisis tetapi membuat penggantian
untuk itu yang terpengaruh juga

9
Bab IV

Kesimpulan
Komunikasi adalah inti dari manajemen krisis. Krisis atau ancaman krisis menciptakan
kebutuhan akan informasi. Melalui komunikasi, informasi dikumpulkan, diolah menjadi
pengetahuan, dan dibagikan dengan orang lain. Komunikasi sangat penting di seluruh proses
manajemen krisis. Setiap fase krisis proses manajemen memiliki permintaannya sendiri untuk
membuat dan berbagi pengetahuan dan kebutuhan untuk mengumpulkan dan menafsirkan
informasi.

Komunikasi krisis membantu para pelaku organisasi dalam menangani krisis manajemen
dengan dengan pengelompokan dua strategi secara garis besar yaitu strategi primer dan
sekunder. Strategi Primer yang dapat diaplikasikan ialah meliputi menyerang penuduh,
penyangkalan, kambing hitam, alasan, pembenaran, kompensasi, dan permintaan maaf.
Sementara strategi sekunder ialah pengingat, pemuasan, dan pengorbanan. Tentunya manajemen
harus mampu memanfaatkan atau bahkan mengkombinasikan strategi-strategi dan metode yang
ada untuk mengatasi krisis

10
Daftar Pustaka

Coombs; Timothy; Holladay; J., Sherry. (2010). The Handbook of Crisis Communication. NJ:
Wiley-Blackwel.

Rahmanto. (2004). Peranan Komunikasi pada Organisasi. Journal Komunikologi .

Simamora, P., & Panjaitan, F. (2019). Peranan Komunikasi Organisasi dalam Meningkatkan
Semangat Kerja Pegawai DPD PDI-P Sumatera Utara. JURNAL SOCIAL OPINION: Jurnal
Ilmiah

Purwanto, Djoko, Maulana, Adi. (2011). Komunikasi Bisnis (Ed. 4). Jakarta: Erlangga.

11

Anda mungkin juga menyukai