Anda di halaman 1dari 8

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami curahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah pancasila tentang isi pidato sidang pertama BPUPKI dengan tepat
waktu.

Makalah ini kami buat berdasarkan sumber-sumber yang kemudian kami susun serta
kami diskusikan kembali. Kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karna itu kami juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Kami berharap bahwa makalah ini juga dapat bermanfaat bagi pemenuhan tugas
pancasila kami pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Jakarta , 15 September 2018

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Muhammad Yamin
B. Prof. Dr. Soepomo
C. Ki Bagus Hadikusumo
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau (Jepang:


Dokuritsu Junbi Cosakai atau dilafalkan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai) adalah sebuah
badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang pada tanggal 29
April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Badan ini dibentuk
sebagai upaya mendapatkan dukungan bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa
Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 63
orang yang diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Hibangase
Yosio (orang Jepang) dan R.P. Soeroso.

Adapun latar belakang pembentukan BPUPKI secara formil, termuat dalam


Maklumat Gunseikan nomor 23 tanggal 29 Mei 1945, dilihat dari latar belakang
dikeluarnya Maklumat No. 23 itu adalah karena kedudukan Facisme (kekuasaan)
Jepang yang sudah sangat terancam. Maka sebenarnya, kebijaksanaan Pemerintah
Jepang dengan membentuk BPUPKI bukan merupakan kebaikan hati yang murni
tetapi Jepang hanya ingin mementingkan dirinya sendiri, yaitu pertama; Jepang ingin
mempertahankan sisa-sisa kekuatannya dengan cara memikat hati rakyat Indonesia,
dan yang kedua; untuk melaksanakan politik kolonialnya.

Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat)
yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh R.P.Soeroso,
dengan wakil Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda (orang Jepang).

Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan membentuk Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau (Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai) dengan
anggota berjumlah 21 orang sebagai upaya pencerminan perwakilan etnis [1]terdiri
berasal dari 12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang
dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari maluku, 1 orang dari
Tionghoa.

B. RUMUSAN MASALAH

a) Bagaimana isi pidato tokoh tokoh dalam sidang BPUPKI pertama?

b) Bagaimana hasil dari sidang pertama BPUPKI?


C. TUJUAN

Tujuan dari dibuatnya makalah ini agar kita lebih memahami dan mengetahui isi pidato tokoh

– tokoh dalam sidang pertama BPUPKI .

BAB II

ISI PIDATO TOKOH DALAM SIDANG BPUPKI


A. Muhammad Yamin

Muhammad Yamin dilahirkan pada tanggal 23 Agustus 1903di Sawahlunto, Sumatera


Barat. Di zaman penjajahan, M. Yamin termasuk segelintir orang yang beruntung karena
dapat menikmati pendidikan menengah dan tinggi.Sebelum tamat dari pendidikan tinggi, M.
Yamin telah aktif berkecimpung dalam perjuangan kemerdekaan. Beliau merupakan
pahlawan nasional Indonesia.

 Konsep-konsep yang diusulkan oleh M.Yamin dalam perumusan Pancasila tanggal 29


Mei 1945 yaitu :
I. Peri Kebangsaan
II. Peri Kemanusiaan
III. Peri Ketuhanan
IV. Peri Kerakyatan
V. Kesejahteraan Rakyat

 Dari konsep-konsep yang telah disebutkan tadi dapat dijabarkan sebagai


berikut :

I. Peri Kebangsaan
Disini M.Yamin berpendapat bahwa rakyat Indonesia sekarang tidak dapat
diikat dengan dasar dan bentuk negara terdahulu. Masyarakat Indonesia sekarang
telah memiliki pola pikir yang berbeda karena kemajuan peradaban yang terjadi pada
aspek-aspek kehidupan di dunia termasuk di Indonesia. Pada zaman dulu
menggunakan pola kedatuan dan saat ini pola itu sudah tidak sesuai dengan keadaan
masyarakat Indonesia.
Negara Indonesia harus dibentuk atas dasar kebangsaan dan Ketuhanan. Kebangsaan
disini diartikan bahwa M. Yamin berkeyakinan jika kebangsaan itu dibentuk atas
dasar ketuhanan, bangsa itu akan berperadaban luhur.
Pinjaman,salinan, tiruan, dan turut-turutan dari peradaban, iuran hanyalah boleh
sebagai cermin saja. Dalam hal ini kita boleh melihat peradaban negara lain tetapi
bukan berarti semuanya kita gunakan melainkan hanya sebagai cerminan atau
pembanding agar masyarakat Indonesia memiliki jati diri.
II. Peri Kemanusiaan
Peri kemanusiaan bersifat Universal berisi Humanisme dan Internasionalisme
bagi segala bangsa. Ini berarti dalam hal hubungan ke luar diharapkan dapat memberi
kesempatan luas kepada negara Indonesia untuk mengatur hubungannya dengan
negara lain. Negara Indonesia diharapkan melindungi segenap bangsa Indonesia atas
hak-hak yang dimiliki.

III. Peri Ketuhanan


Bangsa peradaban luhur berketuhanan Yang Maha Esa. Selain M.Yamin
berpendapat bahwa rakyat Indonesia harus berketuhanan Yang Maha Esa, diharapkan
bangsa Indonesia memiliki agama sebagai pedoman hidup.

IV. Peri Kerakyatan


Terbagi menjadi permusyawaratan, perwakilan, dan kebijaksanaan. Segala
urusan yang menyangkut masyarakat luas diharapkan dimusyawarahkan untuk
mencapai mufakat. Dalam pencapaian mufakat setiap daerah harus memiliki
wakilnya, sehingga saran dapat tersampaikan melalui wakil tersebut untuk
kesepakatan bersama dalam memajukan Indonesia. Kebijaksanaan yang dikeluarkan
negara harus sesuai dengan kenyataan atau dengan pikiran masyarakat Indonesia yang
telah berkembang.

V. Kesejahteraan Rakyat
Kesejahteraan rakyat merupakan tujuan akhir yang harus dicapai. Diharapkan
negara tidak memberikan ruang lingkup yang sempit terhadap kebebasan masyarakat
untuk mencapai kesejahteraannya.

B. Prof. Dr. Soepomo


Beliau adalah seorang pria yang lahir di sukaharjo, Surakarta. Pada tanggal  22
Januari 1903 ini menamatkan pendidikan dasarnya di ELS, kemudian dilanjutkan ke
tingkat menengah pertama di MULO. Setamatnya dari MULO, ia memilih untuk
menuntut ilmu pada Sekolah Hukum (Rechtschool) di Jakarta, dan berhasil
menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1923 pada sekolah yang awalnya bernama
Sekolah Pendidikan untuk Ahli Hukum Bumiputera ((Opleidingschool voor
Indlandsche Rechtskundige) dan  Karena prestasi akademisnya yang gemilang, ia
mendapat kesempatan untuk mengambil program Doktor Ilmu Hukum Adat di
Universitas Leiden, Belanda berbekal beasiswa yang diperolehnya.  

 Konsep-konsep yang diusulkan oleh M.Yamin dalam perumusan Pancasila tanggal 29


Mei 1945 yaitu :

I. Persatuan Indonesia
II. Kekeluargaan
III. Keseimbangan lahir dan batin
IV. Musyawarah
V. Keadilan sosial
 Polemik dalam sidang BPUPKI

Ketika hendak mengakhiri uraiannya tentang ketiga ide untuk dasar negara
Indonesia, Soepomo bertanya kepada para peserta sidang: “Sekarang tuan-tuan akan
Membangun Negara Indonesia atas aliran pikiran mana?” Tentu saja itu hanyalah
satu pertanyaan retoris semata, karena ia sudah menyiapkan jawaban dalam uraiannya
selanjutnya. Soepomo mencoba meyakinkan para hadirin bahwa negara yang
merupakan kesatuan masyarakat organis, yang tersusun secara integral, di mana
negara bertujuan menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai kesatuan,
adalah konsep yang hendaknya menjadi pilihan bersama.
            Adalah Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin yang menurut banyak ahli
menjadi penentang serius dari konsep negara yang diajukan oleh Soepomo ini.
Mereka berdua menuntut agar hak warga negara dijamin oleh Konstitusi. Hatta dan
Yamin mengungkapkan kekhawatirannya akan konsep Soepomo, karena menurut
mereka ide itu memberi celah bagi munculnya negara kekuasaan.Argumentasi Hatta
dan Yamin ini akhirnya melahirkan “kompromi”yang hasilnya bisa kita simak dari
pasal 28 UUD 1945. Isinya menjamin kemerdekaan warga negara untuk berserikat,
berkumpul dan menyatakan pendapat. Kendati kadarnya masih minimal, kompromi
itu menjadi pengakuan paling tua dari konstitusi Indonesia atas hak-hak warga negara.

C. KI BAGUS HADIKUSUMO
Nama Ki Bagus Hadikusumo bukan baru muncul, namun telah lama terjun
kedalam bidang dakwah Islam dan memegang beberapa jabatan penting. Peran
pentingnya pula yang kelak membawanya ke Sidang BPUPKI (Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Sebuah Badan yang dibentuk untuk
mempersiapkan kemerdekaan Indonesia termasuk pula menentukan dasar negaranya.

Ki Bagus adalah tokoh Islam Indonesia yang berperan besar bahkan bisa
dikatakan tokoh kunci dalam mencari jalan keluar dari kebuntuan dan perdebatan
yang cukup alot atas perubahan tujuh kata dalam Piagam Jakarta.

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah sila yang paling menyedot perhatian dan
menjadi perdebatan dikalangan tokoh-tokoh pendiri negeri menjelang dan pasca
kemerdekaan, khususnya dari kelompok nasionalis-sekular, kelompok Kristen, dan
Islam. Mengapa demikian? Sebab di dalam sila itu mengandung prinsip yang paling
pokok yaitu tentang konsep Ketuhanan dan hal-hal yang berhubungan dengan agama.

Dalam sidang BPUPKI ada beberapa rumusan dasar negara yang disampaikan oleh
beberapa tokoh nasional. Yang tercatat dalam Risalah Sidang hanya rumusan
Muhammad Yamin, Soepomo, dan Sukarno. Sementara Ki Bagus Hadikusumo yang
berasal dari kelompok Islam secara tegas mengusulkan agar yang menjadi dasar
negara adalah Islam.

Dalam Pidatonya Ki Bagus menyampaikan: “Jika tuan-tuan bersungguh-sungguh


menghendaki negara Indonesia mempunyai rakyat yang kuat bersatu padu berdasar
persaudaraan yang erat dan kekeluargaan serta gotong royong, didirikanlah negara
kita ini di atas petunjuk-petunjuk al-Qur’an dan al-Hadits seperti yang sudah saya
terangkan tadi”. Ki Bagus menekankan lagi, “bangunlah negara kita ini dengan
bersendi agama Islam yang mengandung hikmah dan kebenaran’. (Saafroedin Bahar,
Nannie Hudawati, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI): 1998).

Dengan penuh semangat dan keteguhannya, Ki Bagus menyampaikan bahwa Islam


merupakan agama bagi mayoritas bangsa Indonesia, bahkan hukum Islam sudah hidup
dan berlaku di Indonesia sebelum Belanda datang menjajahnya. Sehingga banyak
sekali hukum Islam yang kemudian menjadi adat istiadat bangsa Indonesia. Oleh
karena itu menurut Ki Bagus untuk menyesuaikan dasar negara Indonesia dengan jiwa
rakyatnya, maka para perumus dasar negara harus mengetahui betul-betul adanya jiwa
ke-Islaman rakyat.

Ki Bagus menegaskan:“Selamilah jiwa rakyat sedalam-dalamnya untuk menjadi


dasarnya tata negara kita. Supaya negara kita dapat menjadi negara yang kuat dan
sentosa.Demikian usulan Ki Bagus tentang dasar negara.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

Anda mungkin juga menyukai