Puji syukur kami curahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah pancasila tentang isi pidato sidang pertama BPUPKI dengan tepat
waktu.
Makalah ini kami buat berdasarkan sumber-sumber yang kemudian kami susun serta
kami diskusikan kembali. Kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karna itu kami juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Kami berharap bahwa makalah ini juga dapat bermanfaat bagi pemenuhan tugas
pancasila kami pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Muhammad Yamin
B. Prof. Dr. Soepomo
C. Ki Bagus Hadikusumo
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat)
yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh R.P.Soeroso,
dengan wakil Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda (orang Jepang).
Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan membentuk Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau (Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai) dengan
anggota berjumlah 21 orang sebagai upaya pencerminan perwakilan etnis [1]terdiri
berasal dari 12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang
dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari maluku, 1 orang dari
Tionghoa.
B. RUMUSAN MASALAH
Tujuan dari dibuatnya makalah ini agar kita lebih memahami dan mengetahui isi pidato tokoh
BAB II
I. Peri Kebangsaan
Disini M.Yamin berpendapat bahwa rakyat Indonesia sekarang tidak dapat
diikat dengan dasar dan bentuk negara terdahulu. Masyarakat Indonesia sekarang
telah memiliki pola pikir yang berbeda karena kemajuan peradaban yang terjadi pada
aspek-aspek kehidupan di dunia termasuk di Indonesia. Pada zaman dulu
menggunakan pola kedatuan dan saat ini pola itu sudah tidak sesuai dengan keadaan
masyarakat Indonesia.
Negara Indonesia harus dibentuk atas dasar kebangsaan dan Ketuhanan. Kebangsaan
disini diartikan bahwa M. Yamin berkeyakinan jika kebangsaan itu dibentuk atas
dasar ketuhanan, bangsa itu akan berperadaban luhur.
Pinjaman,salinan, tiruan, dan turut-turutan dari peradaban, iuran hanyalah boleh
sebagai cermin saja. Dalam hal ini kita boleh melihat peradaban negara lain tetapi
bukan berarti semuanya kita gunakan melainkan hanya sebagai cerminan atau
pembanding agar masyarakat Indonesia memiliki jati diri.
II. Peri Kemanusiaan
Peri kemanusiaan bersifat Universal berisi Humanisme dan Internasionalisme
bagi segala bangsa. Ini berarti dalam hal hubungan ke luar diharapkan dapat memberi
kesempatan luas kepada negara Indonesia untuk mengatur hubungannya dengan
negara lain. Negara Indonesia diharapkan melindungi segenap bangsa Indonesia atas
hak-hak yang dimiliki.
V. Kesejahteraan Rakyat
Kesejahteraan rakyat merupakan tujuan akhir yang harus dicapai. Diharapkan
negara tidak memberikan ruang lingkup yang sempit terhadap kebebasan masyarakat
untuk mencapai kesejahteraannya.
I. Persatuan Indonesia
II. Kekeluargaan
III. Keseimbangan lahir dan batin
IV. Musyawarah
V. Keadilan sosial
Polemik dalam sidang BPUPKI
Ketika hendak mengakhiri uraiannya tentang ketiga ide untuk dasar negara
Indonesia, Soepomo bertanya kepada para peserta sidang: “Sekarang tuan-tuan akan
Membangun Negara Indonesia atas aliran pikiran mana?” Tentu saja itu hanyalah
satu pertanyaan retoris semata, karena ia sudah menyiapkan jawaban dalam uraiannya
selanjutnya. Soepomo mencoba meyakinkan para hadirin bahwa negara yang
merupakan kesatuan masyarakat organis, yang tersusun secara integral, di mana
negara bertujuan menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai kesatuan,
adalah konsep yang hendaknya menjadi pilihan bersama.
Adalah Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin yang menurut banyak ahli
menjadi penentang serius dari konsep negara yang diajukan oleh Soepomo ini.
Mereka berdua menuntut agar hak warga negara dijamin oleh Konstitusi. Hatta dan
Yamin mengungkapkan kekhawatirannya akan konsep Soepomo, karena menurut
mereka ide itu memberi celah bagi munculnya negara kekuasaan.Argumentasi Hatta
dan Yamin ini akhirnya melahirkan “kompromi”yang hasilnya bisa kita simak dari
pasal 28 UUD 1945. Isinya menjamin kemerdekaan warga negara untuk berserikat,
berkumpul dan menyatakan pendapat. Kendati kadarnya masih minimal, kompromi
itu menjadi pengakuan paling tua dari konstitusi Indonesia atas hak-hak warga negara.
C. KI BAGUS HADIKUSUMO
Nama Ki Bagus Hadikusumo bukan baru muncul, namun telah lama terjun
kedalam bidang dakwah Islam dan memegang beberapa jabatan penting. Peran
pentingnya pula yang kelak membawanya ke Sidang BPUPKI (Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Sebuah Badan yang dibentuk untuk
mempersiapkan kemerdekaan Indonesia termasuk pula menentukan dasar negaranya.
Ki Bagus adalah tokoh Islam Indonesia yang berperan besar bahkan bisa
dikatakan tokoh kunci dalam mencari jalan keluar dari kebuntuan dan perdebatan
yang cukup alot atas perubahan tujuh kata dalam Piagam Jakarta.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah sila yang paling menyedot perhatian dan
menjadi perdebatan dikalangan tokoh-tokoh pendiri negeri menjelang dan pasca
kemerdekaan, khususnya dari kelompok nasionalis-sekular, kelompok Kristen, dan
Islam. Mengapa demikian? Sebab di dalam sila itu mengandung prinsip yang paling
pokok yaitu tentang konsep Ketuhanan dan hal-hal yang berhubungan dengan agama.
Dalam sidang BPUPKI ada beberapa rumusan dasar negara yang disampaikan oleh
beberapa tokoh nasional. Yang tercatat dalam Risalah Sidang hanya rumusan
Muhammad Yamin, Soepomo, dan Sukarno. Sementara Ki Bagus Hadikusumo yang
berasal dari kelompok Islam secara tegas mengusulkan agar yang menjadi dasar
negara adalah Islam.