Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN KISTA OVARIUM

OLEH:
PUTU INDAH PERMATA SARI
NIM. P07120320017
KELAS NERS A/ PRODI PROFESI NERS

POLTEKKES KEMENKES DENPASAR


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS
DENPASAR
2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN KISTA OVARIUM

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Kista ovarium adalah sebuah struktur tidak normal yang berbentuk
seperti kantung yang bisa tumbuh didalam tubuh. Kantung ini berisi zat
gas, cair, atau setengah padat. Dinding luar kantung menyerupai sebuah
kapsul (Andang, 2013). Kista ovarium biasanya berupa kantong yang tidak
bersifat kanker yang berisi material cairan atau setengah cair (Nugroho,
2014).
Kista ovarium merupakan suatu pengumpulan cairan yang terjadi
pada indung telur atau ovarium. Cairan yang terkumpul ini dibungkus oleh
semacam selaput yang terbentuk dari lapisan terluar dari ovarium
(Agusfarly, 2008). Kista ovarium (atau kista indung telur) merupakan
kantung berisi cairan,normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung
telur (ovarium). Kista indung telur dapat terbentuk kapan saja, pada masa
pubertas sampai menopause, juga selama masa kehamilan (Bilotta. K,
2012).
2. Penyebab/ faktor predisposisi
Menurut Nugroho (2010), kista ovarium disebabkan oleh gangguan
(pembentukan) hormon pada hipotalamus, hipofisis dan ovarium
(ketidakseimbangan hormon). Kista folikuler dapat timbul akibat
hipersekresi dari FSH dan LH yang gagal mengalami involusi atau
mereabsorbsi cairan. Kista granulosa lutein yang terjadi di dalam korpus
luteum indung telur yang fungsional dan dapat membesar bukan karena
tumor, disebabkan oleh penimbunan darah yang berlebihan saat fase
pendarahan dari siklus menstruasi. Kista theka-lutein biasanya bersifat
bilateral dan berisi cairan bening, berwarna seperti jerami. Penyebab lain
adalah adanya pertumbuhan sel yang tidak terkendali di ovarium, misalnya
pertumbuah abnormal dari folikel ovarium, korpus luteum, sel telur.
3. Pohon masalah
4.

Penurunan kekuatan
anestesi
Kesulitan melakukan
aktivitas

Gangguan
Mobilitas Fisik

Risiko Infeksi

Penurunan kekuatan

Kesulitan melakukan
aktivitas

Gangguan
Mobilitas Fisik
5. Patofisiologi
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil
yang disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan
dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel
yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang
memiliki struktur 1,5 – 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak
terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan
pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum
mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil
selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista
fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang
kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi
oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple
dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap
gonadotropin yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik gestasional
(hydatidiform mole dan choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada
kehamilan multiple dengan diabetes, HCg menyebabkan kondisi yang
disebut hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi
dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang
clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari,
terutama bila disertai dengan pemberian HCG.
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan
tidak terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak.
Neoplasia yang ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan
ovarium. Sejauh ini, keganasan paling sering berasal dari epitel permukaan
(mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang
serupa dengan keganasan ini adalah kistadenoma serosa dan mucinous.
Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis
ini adalah tumor sel granulosa dari sex cord sel dan germ cel tumor dari
germ sel primordial. Teratoma berasal dari tumor germ sel yang berisi
elemen dari 3 lapisan germinal embrional; ektodermal, endodermal, dan
mesodermal. Endometrioma adalah kista berisi darah dari endometrium
ektopik. Pada sindroma ovari pilokistik, ovarium biasanya terdiri folikel-
folikel dengan multipel kistik berdiameter 2-5 mm, seperti terlihat dalam
sonogram. Kista-kista itu sendiri bukan menjadi problem utama dan
diskusi tentang penyakit tersebut diluar cakupan artikel ini.
6. Klasifikasi
Menurut Nugroho (2010), klasifikasi kista ovarium adalah :
a. Tipe kista normal
Kista fungsional ini merupakan jenis kista ovarium yang
paling banyak ditemukan. Kista ini berasal dari sel telur dan korpus
luteum, terjadi bersamaan dengan siklus menstruasi yang normal.
Kista fungsional akan tumbuh setiap bulan dan akan pecah pada
masa subur, untuk melepaskan sel telur yang pada waktunya siap
dibuahi oleh sperma. Setelah pecah, kista fungsional akan menjadi
kista folikuler dan akan hilang saat menstruasi. Kista fungsional
terdiri dari: kista folikel dan kista korpus luteum. Keduanya tidak
mengganggu, tidak menimbulkan gejala dan dapat menghilang sendiri
dalam waktu 6–8 minggu.

Gambar : Kista Ovarium Fungsional


b. Tipe kista abnormal
1) Kistadenoma
Merupakan kista yang berasal dari bagian luar sel indung telur.
Biasanya bersifat jinak, namun dapat membesar dan dapat
menimbulkan nyeri.
2) Kista coklat (endometrioma)
Merupakan endometrium yang tidak pada tempatnya. Disebut kista
coklat karena berisi timbunan darah yang berwarna coklat
kehitaman.
3) Kista dermoid
Merupakan kista yang berisi berbagai jenis bagian tubuh seperti
kulit, kuku, rambut, gigi dan lemak. Kista ini dapat ditemukan di
kedua bagian indung telur. Biasanya berukuran kecil dan tidak
menimbulkan gejala.
4) Kista endometriosis
Merupakan kista yang terjadi karena ada bagian endometrium
yang berada di luar rahim. Kista ini berkembang bersamaan dengan
tumbuhnya lapisan endometrium setiap bulan sehingga
menimbulkan nyeri hebat, terutama saat menstruasi dan infertilitas.
5) Kista hemorhage
Merupakan kista fungsional yang disertai perdarahan sehingga
menimbulkan nyeri di salah satu sisi perut bagian bawah.
6) Kista lutein
Merupakan kista yang sering terjadi saat kehamilan. Kista lutein
yang sesungguhnya, umumnya berasal dari korpus luteum
haematoma.

Gambar : Kista Corpus Luteum


7) Kista polikistik ovarium
Merupakan kista yang terjadi karena kista tidak dapat pecah dan
melepaskan sel telur secara kontinyu. Biasanya terjadi setiap bulan.
Ovarium akan membesar karena bertumpuknya kista ini. Kista
polikistik ovarium yang menetap (persisten), operasi harus
dilakukan untuk mengangkat kista tersebut agar tidak
menimbulkan gangguan dan rasa sakit.

Gambar : Kista Polikistik Ovarium


7. Gejala klinis
Menurut Nugroho (2010), kebanyakan wanita yang memiliki kista
ovarium tidak memiliki gejala sampai periode tertentu. Namun beberapa
orang dapat mengalami gejala ini:
a. Nyeri saat menstruasi.
b. Nyeri di perut bagian bawah.
c. Nyeri saat berhubungan seksual.
d. Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki.
e. Terkadang disertai nyeri saat berkemih atau BAB.
f. Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar
banyak.
8. Pemeriksaan diagnostik/ penunjang
Tidak jarang tentang penegakkan diagnosis tidak dapat
diperolehkepastian sebelum dilakukan operasi, akan tetapi pemeriksaan
yang cermat dan analisis yang tajam dari gejala-gejala yang ditemukan
dapat membantudalam pembuatan differensial diagnosis. Beberapa cara
yang dapatdigunakan untuk membantu menegakkan diagnosis adalah
(Bilotta, 2012)
a. Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah sebuah
tumor berasal dari ovarium atau tidak, serta untuk menentukan sifat-
sifat tumor itu.
b. Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor,
apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing,
apakah tumor kistik atau solid, dan dapat pula dibedakan antara cairan
dalam rongga perut yang bebas dan tidak.
c. Foto rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.
Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat adanya
gigi dalam tumor.
d. Parasintesis
Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab ascites. Perlu
diperhatikan bahwa tindakan tersebut dapat mencemarkan
kavum peritonei dengan isi kista bila dinding kista tertusuk.
e. Pap smear
Untuk mengetahui displosia seluler menunjukan kemungkinan adaya
kanker atau kista.
9. Penatalaksanaan medis
Berdasarkan Hamylton (2005); Bobak, Lowdermilk, & Jensen
(2004); Winkjosastro (2005) bahwa penatalaksanaan yang dapat dilakukan
pada klien dengan kista ovarium sebagai berikut:
a. Pengangkatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui
tindakan bedah misal laparatomi, kistektomi atau laparatomi
salpingooforektomi. Tindakan operasi pada tumor ovarium neoplastik
yang tidak ganas ialah pengangkatan tumor dengan mengadakan
reseksi pada bagian ovarium yang mengandung tumor. Akan tetapi jika
tumornya besar atau ada komplikasi, perlu dilakukan pengangkatan
ovarium, bisanya disertai dengan pengangkatan tuba (Salpingo-
oovorektomi).
b. Kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium
dan menghilangkan kista.
c. Perawatan pasca operasi setelah pembedahan untuk mengangkat kista
ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan
abdomen dengan satu pengecualian penurunan tekanan intra abdomen
yang diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar biasanya
mengarah pada distensi abdomen yang berat. Hal ini dapat dicegah
dengan memberikan gurita abdomen sebagai penyangga.
d. Tindakan keperawatan berikut pada pendidikan kepada klien tentang
pilihan pengobatan dan manajemen nyeri dengan analgetik atau
tindakan kenyamanan seperti kompres hangat pada abdomen atau
teknik relaksasi napas dalam, informasikan tentang perubahan yang
akan terjadi seperti tanda-tanda infeksi, perawatan insisi luka operasi.
e. Asuhan post operatif merupakan hal yang berat karena keadaan yang
mencakup keputusan untuk melakukan operasi, seperti hemorargi atau
infeksi. Pengkajian dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda vital,
asupan dan keluaran, rasa sakit dan insisi. Terapi intravena, antibiotik
dan analgesik biasanya diresepkan. Intervensi mencakup tindakan
pemberiaan rasa aman, perhatian terhadap eliminasi, penurunan rasa
sakit dan pemenuhan kebutuhan emosional Ibu.
f. Efek anestesi umum. Mempengaruhi keadaan umum penderita, karena
kesadaran menurun. Selain itu juga diperlukan monitor terhadap
keseimbangan cairan dan elektrolit, suara nafas dan usaha pernafasan,
tanda-tanda infeksi saluran kemih, drainese urin dan perdarahan.
Perawat juga harus mengajarkan bagaimana aktifitas pasien di rumah
setelah pemulangan, berkendaraan mobil dianjurkan setelah satu
minggu di rumah, tetapi tidak boleh mengendarai atau menyetir untuk
3-4 minggu, hindarkan mengangkat benda-benda yang berat karena
aktifitas ini dapat menyebabkan kongesti darah di daerah pelvis,
aktifitas seksual sebaiknya dalam 4-6 minggu setelah operasi, kontrol
untuk evaluasi medis pasca bedah sesuai anjuran.
10. Komplikasi
Menurut Wiknjosastro (2007: 347-349), komplikasi yang dapat
terjadi pada kista ovarium diantaranya:
a. Akibat pertumbuhan kista ovarium
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan
pembesaran perut. Tekanan terhadap alat-alat disekitarnya disebabkan
oleh besarnya tumor atau posisinya dalam perut. Apabila tumor
mendesak kandung kemih dan dapat menimbulkan gangguan miksi,
sedangkan kista yang lebih besar tetapi terletak bebas di rongga perut
kadang-kadang hanya menimbulkan rasa berat dalam perut serta dapat
juga mengakibatkan edema pada tungkai.
b. Akibat aktivitas hormonal kista ovarium
Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itu
sendiri mengeluarkan hormon.
c. Akibat komplikasi kista ovarium
1) Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur-angsur
menyebabkan kista membesar, pembesaran luka dan hanya
menimbulkan gejala-gejala klinik yang minimal. Akan tetapi jika
perdarahan terjadi dalam jumah yang banyak akan terjadi distensi
yang cepat dari kista yang menimbukan nyeri di perut.
2) Torsio atau putaran tangkai
Torsio atau putaran tangkai terjadi pada tumor bertangkai dengan
diameter 5 cm atau lebih. Torsi meliputi ovarium, tuba fallopi atau
ligamentum rotundum pada uterus. Jika dipertahankan torsi ini
dapat berkembang menjadi infark, peritonitis dan kematian. Torsi
biasanya unilateral dan dikaitkan dengan kista, karsinoma, TOA,
massa yang tidak melekat atau yang dapat muncul pada ovarium
normal. Torsi ini paling sering muncul pada wanita usia
reproduksi. Gejalanya meliputi nyeri mendadak dan hebat di
kuadran abdomen bawah, mual dan muntah. Dapat terjadi demam
dan leukositosis. Laparoskopi adalah terapi pilihan, adneksa
dilepaskan (detorsi), viabilitasnya dikaji, adneksa gangren dibuang,
setiap kista dibuang dan dievaluasi secara histologis.
3) Infeksi pada tumor
Jika terjadi di dekat tumor ada sumber kuman patogen.
4) Robek dinding kista
Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat
trauma, seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering pada
saat bersetubuh. Jika robekan kista disertai hemoragi yang timbul
secara akut, maka perdarahan bebas berlangsung ke uterus ke
dalam rongga peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri terus
menerus disertai tanda-tanda abdomen akut.
5) Perubahan keganasan
Setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis
yang seksama terhadap kemungkinan perubahan keganasannya.
Adanya asites dalam hal ini mencurigakan. Massa kista ovarium
berkembang setelah masa menopause sehingga besar kemungkinan
untuk berubah menjadi kanker (maligna). Faktor inilah yang
menyebabkan pemeriksaan pelvik menjadi penting.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian keperawatan
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama dan
alamat, serta data penanggung jawab
b. Keluhan klien saat masuk rumah sakit
Biasanya klien merasa nyeri pada daerah perut dan terasa ada massa di
daerah abdomen, menstruasi yang tidak berhenti-henti.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan klien adalah nyeri pada daerah abdomen
bawah, ada pembengkakan pada daerah perut, menstruasi yang
tidak berhenti, rasa mual dan muntah.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Sebelumnya tidak ada keluhan.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Kista ovarium bukan penyakit menular/keturunan.
4) Riwayat perkawinan
Kawin/tidak kawin ini tidak memberi pengaruh terhadap timbulnya
kista ovarium.
d. Riwayat kehamilan dan persalinan
Dengan kehamilan dan persalinan/tidak, hal ini tidak mempengaruhi
untuk tumbuh/tidaknya suatu kista  ovarium.
e. Riwayat menstruasi
Klien dengan kista ovarium kadang-kadang terjadi digumenorhea dan
bahkan sampai amenorhea.
f. Pemeriksaan fisik
Dilakukan mulai dari kepala sampai ekstremitas bawah secara
sistematis.
1) Kepala
a) Hygiene rambut
b) Keadaan rambut
2) Mata
a) Sklera                  : ikterik/tidak
b) Konjungtiva        : anemis/tidak
c) Mata                    : simetris/tidak
3) Leher
a) Pembengkakan kelenjer tyroid
b) Tekanan vena jugolaris.
4) Dada
5) Pernapasan
a) Jenis pernapasan
b) Bunyi napas
c) Penarikan sela iga
6) Abdomen
a) Nyeri tekan pada abdomen.
b) Teraba massa pada abdomen.
7) Ekstremitas
a) Nyeri panggul saat beraktivitas.
b) Tidak ada kelemahan.
8) Eliminasi, urinasi
a) Adanya konstipasi
b) Susah BAK
g. Data sosial ekonomi
Kista ovarium dapat terjadi pada semua golongan masyarakat dan
berbagai tingkat umur, baik sebelum masa pubertas maupun sebelum
menopause.
h. Data spritual
Klien menjalankan kegiatan keagamaannya sesuai dengan
kepercayaannya.
i. Data psikologis
Ovarium merupakan bagian dari organ reproduksi wanita, dimana
ovarium sebagai penghasil ovum, mengingat fungsi dari ovarium
tersebut sementara pada klien dengan kista ovarium yang ovariumnya
diangkat maka hal ini akan mempengaruhi mental klien yang ingin
hamil/punya keturunan.
j. Pola kebiasaan sehari-hari
Biasanya klien dengan kista ovarium mengalami gangguan dalam
aktivitas, dan tidur karena merasa nyeri
k. Pemeriksaan Penunjang
Data laboratorium
1) Pemeriksaan Hb
Penurunan Hb dapat menunjukkan anemia kronis.
2) Ultrasonografi Untuk mengetahui letak batas kista
2. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis, agen
pencedera fisik
2. Risiko infeksi dibuktikan dengan faktor risiko efek prosedur invasive
3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
3. Rencana asuhan keperawatan
No Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
. Indonesia (SLKI) Indonesia (SIKI)
1. Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)
Definisi: keperawatan selama .... X .... jam Observasi
Pengalaman sensorik atau emosional yang menit diharapkan tingkat nyeri  Identifikasi lokasi, karakteristik,
berkaitan dengan kerusakan jarigan actual atau menurun dengan kriteria hasil: durasi, frekuensi, kualitas , intensitas
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat  Keluhan nyeri (5) nyeri
dan berintensitas ringan hingga berat yang
 Meringis (5)  Identifikasi skala nyeri
berlangsung kurang dari 3 bulan
 Sikap protektif (5)  Identifikasi respons nyeri non verbal
Penyebab:
 Gelisah (5)  Identifikasi faktor yang memperberat
 Agen pencedera fisiologis (mis.
nyeri dan memperingan nyeri
Inflamai,iskemia, neoplasma  Kesulitan tidur (5)
 Identifikasi pengetahuan dan
 Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar,  Menarik diri (5)
keyakinan tentang nyeri
bahan kimia iritan)  Berfokus pada diri sendiri (5)
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap
 Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi,  Diaforesis (5)
respon nyeri
terbakar, terpotong, mengangkat berat,
 Perasaan depresi (tertekan)  Identifikasi pengaruh nyeri pada
prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebih) (5) kualitas hidup

 Perasan takut mengalami  Monitor keberhasilan terapi


Gejala dan Tanda Mayor
cedera berulang (5) komplementer yan sudah diberikan
Subjektif
 Anoreksia (5)  Monitor efek samping penggunaan
 Mengeluh nyeri
analgetik
 Perineum terasa tertekan (5)
Objektif
Terapeutik
 Tampak meringis  Uterus teraba membulat (5)
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk
 Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi  Ketegangan otot (5) mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
menghindari nyeri) hypnosis, akupresur, terapi music,
 Pupil dilatasi (5)
 Gelisah biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
 Muntah (5)
teknik imajinasi terbimbing, kompres
 Frekuensi nadi meningkat  Mual (5) hangat/dingin, terapi bermain)
 Sulit tidur  Frekuensi nadi (5)  Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
 Pola napas (5)
Gejala dan Tanda Minor pencahayaan, kebisingan)
 Tekanan darah (5)
Subjektif  Fasilitas istirahat dan tidur
-  Proses berpikir (5)
Objektif  Fokus (5)  Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
 Tekanan darah meningkat dalam pemilihan strategi meredakan
 Fungsi kemih (5)
nyeri
 Pola napas berubah
 Perilaku (5)
 Nafsu makan berubah
 Nafsu makan (5)
 Proses berpikir terganggu Edukasi
 Pola tidur (5)
 Jelaskan penyebab, periode, dan
 Menarik diri
pemicu
 Berfokus pada diri sendiri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Diaforesis
 Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
Kondisi klinis terkait
 Anjurkan menggunakan analgetik
 Kondisi pembedahan
secara tepat
 Cedera traumatis
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
 Infeksi mengurangi rasa nyeri

 Sindrom koroner akut Kolaborasi


 Glaukoma  Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

Pemberian Analgesik (I.08243)


Observasi
 Identifikasi karakteristik nyeri (mis.
Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi, durasi)

 Identifikasi riwayat alergi obat

 Identifikasi kesesuaian jenis analgesic


(mis. Narkotika, non narkotika, atau
NSAID) dengan tingkat keparahan
nyeri

 Monitor tanda tanda vital sebelum dan


sesudah pemberian analgesik

 Monitor efektifitas analgesik

Terapeutik
 Diskusikan jenis analgesic yang
disukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu

 Pertimbangkan penggunaan infus


kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum

 Tetapkan target efektifitas analgesik


untuk mengoptimalkan respon pasien

 Dokumentasikan respons terhadap


efek analgesik dan efek yang tidak
diinginkan

Edukasi
 Jelaskan efek terapu dan efek samping
obat

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik, sesuai indikasi
2. Risiko Infeksi (D.0142) Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi (I.14539)
Definisi : keperawatan selama .... X .... jam Observasi
Berisiko mengalami peningkatan terserang menit diharapkan tingkat  Monitor tanda dan gejela infeksi local
organisme patogenik infeksi menurun dengan kriteria dan sitemik
hasil:
Faktor Risiko : Terapeutik
 Kebersihan tangan (5)
 Penyakit kronis (mis. diabetes militus)  Batasi jumlah pengunjung
 Kebersihan badan (5)
 Efek prosedur invasif  Berikan perawatan kulit pada area
 Nafsu makan (5) edema
 Malnutrisi
 Demam (5)  Cuci tangan sebelum dan sesudah
 Peningkatan paparan organisme pathogen kontak dengan pasien dan lingkungan
lingkungan  Kemerahan (5)
pasien
 Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer  Nyeri (5)
 Pertahankan kondisi aseptik pada

 Gangguan peristaltik  Bengkak (5) pasien beresiko tinggi

 Kerusakan integritas kulit  Vesikel menurun (5) Edukasi


 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Perubahan sekresi pH  Cairan berbau busuk (5)
 Penurunan kerja silialis  Sputum berwarna hijau (5)  Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
 Ketuban pecah lama  Drainase purulen (5)
 Ajarkan etika batuk
 Ketuban pecah sebelum waktunya  Pluria (5)
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
 Merokok  Periode malaise (5)
atau luka oprasi
 Status cairan tubuh  Periode menggigil (5)
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder  Letargi (5)
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
 Penurunan hemoglobin  Gangguan kognitif (5)
Kolaborasi
 Imununosupresi  Kadar sel darah putih (5)  Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
perlu
 Leukopenia  Kultur darah (5)

 Supresi respon inflamasi  Kultur urine (5)

 Faksinasi tidak adekuat  Kultur sputum (5)

 Kultur area luka (5)


Kondisi klinis terkait :
 AIDS  Kultur feses (5)
 Luka bakar  Nafsu makan (5)

 Penyakit paru obstruktif kronis

 Diabetes militus

 Tindakan infasif

 Kondisi penggunaan terapi steroid

 Penyalahgunaan obat

 Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)

 Kanker

 Gagal ginjal

 Imunosupresi

 Lymphedema

 Leukositopenia

 Gangguan fungsi hati


3. Konstipasi (D.049) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Eliminasi Fekal (I.04151)
Definisi : keperawatan selama .... X .... jam Observasi
Penurunan defekasi normal yang disertai menit diharapkan eliminasi  Identifikasi masalah usus dan
pengeluaran feses sulit dan tidak tuntas serta fekal membaik dengan kriteria penggunaan obat pencahar
feses kering dan banyak. hasil:
 Identifikasi pengobatan yang berefek
 Kontrol pengeluaran feses
Penyebab : pada kondisi gastrointestinal
(5)
Fisiologis  Monitor buang air besar (mis. warna,
 Penurunan motilitas gastrointestinal  Keluhan defekasi lama dan
frekuensi, konsistensi, volume)
sulit (5)
 Ketidakadekuatan pertumbuhan gigi  Monitor tanda dan gejala diare,
 Mengejan saat defekasi (5)
 Ketidakcukupan diet konstipasi, atau impaksi
 Distensi abdomen (5)
Terapeutik
 Ketidakcukupan asupan serat
 Teraba massa pada rektal (5)  Berikan air hangat setelah makan
 Ketidakcukupan asupan cairan
 Jadwalkan waktu defekasi bersama
 Aganglionik (mis. penyakit Hircsprung)  Urgency (5) pasien

 Kelemahan otot abdomen  Nyeri abdomen (5)  Sediakan makanan tinggi serat

Psikologis  Kram abdomen (5)


 Konfusi
 Konsistensi feses (5)
 Depresi
 Frekuensi BAB (5) Edukasi
 Gangguan emosional  Jelaskan jenis makanan yang
 Peristaltik usus (5)
membantu meningkatkan keteraturan
Situasional
peristaltik usus
 Perubahan kebiasaan makan (mis. jenis
makanan, jadwal makan)  Anjurkan mencatat warna, frekuensi,
konsistensi, volume feses
 Ketidakadekuatan toileting
 Anjurkan meningkatkan aktifitas fisik,
 Aktivitas fisik harian kurang dari yang
sesuai toleransi
dianjurkan
 Anjurkan mengurangi asupan makanan
 Penyalahgunaan laksatif
yang meningkatkan pembentukan gas
 Efek agen farmakologis
 Anjurkan mengkonsumsi makanan
 Ketidakteraturan kebiasaan defekasi yang mengandung tinggi serat

 Kebiasaan menahan dorongan defekasi  Anjurkan meningkatkan asupan cairan,


jika tidak ada kontraindikasi
 Perubahan lingkungan
Kolaborasi

Gejala dan Tanda Mayor:  Kolaborasi pemberian obat supositoria

subjektif anal, jika perlu

 Defekasi kurang dari 2 kali seminggu

 Pengeluaran feses lama dan sulit Manajemen Konstipasi (I.04155)


Observasi
Objektif
 Periksa tanda dan gejala konstipasi
 Feses keras
 Periksa pergerakan usus, karakteristik,
 Peristaltik usus menurun
feses (konsistensi, bentuk, volume dan
warna)
Gejala dan Tanda Minor :
 Identifikasi faktor risiko konstipasi
Subjektif
(mis. obat-obatan, tirah baring, dan
 Mengejan saat defekasi
diet rendah serat)
Objektif
 Distensi abdomen  Monitor tanda dan gejala ruptur usus
dan/atau peritonitis
 Kelemahan umum
Terapeutik
 Teraba massa pada rektal
 Anjurkan diet tinggi serat

Kondisi Klinis Terkait :  Lakukan masase abdomen, jika perlu


 Lesi/cedera pada medulla spinalis
 Lakukan evakuasi feses secara manual,
 Spina bifida jika perlu

 Stroke  Berikan enema atau irigasi, jika perlu

 Sclerosis multipel
Edukasi
 Penyakit Parkinson
 Jelaskan etiologi masalah dan alasan
 Demensia tindakan

 Hiperparatiroidisme  Anjurkan peningkatan asupan cairan,


jika tidak ada kontraindikasi
 Hipoparatiroidisme
 Latih buang air besar secara teratur
 Ketidakseimbangan elektrolit
 Hemoroid  Ajarkan cara mengatasi
konstipasi/impaksi
 Obesitas
Kolaborasi
 Pasca operasi obstruksi bowel
 Konsultasi dengan tim medis tentang
 Kehamilan penurunan/peningkatan frekuensi suara
usus
 Pembesaran prostat
 Kolaborasi penggunaan obat pencahar,
 Abses rektal
jika perlu
 Fisura anorectal

 Prolaps rektal

 Ulkus rektal

 Rektokel

 Tumor

 Penyakit hircsprung

 Impaksi feses
4. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054) Setelah dilakukan tindakan Dukungan Ambulasi (I.06171)
Definisi : keperawatan selama .... X .... jam Observasi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau menit diharapkan mobilitas fisik  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
lebih ekstremitas secara mandiri meningkat dengan kriteria hasil: fisik lainnya
Penyebab :  Pergerakan ekstemitas (5)
 Identifikasi toleransi fisik melakukan
 Kerusakan integritas struktur tulang
 Kekuatan otot (5) ambulasi
 Perubahan metabolisme
 Rentang gerak (ROM) (5)  Monitor frekuensi jantung dan tekanan
 Ketidakbugaran fisik darah sebelum memulai ambulasi
 Nyeri (5)
 Penuruna kendali otot  Monitor kondisi umum selama
 Kecemasan (5)
melakukan ambulasi
 Penurunan kekuatan otot
 Kaku sendi (5)
Terapeutik
 Keterlambatan perkembangan
 Gerakan tidak terkoordinasi  Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan
 Kekuatan sendi (5) alat bantu (mis. tongkat, kruk)

 Kontraktur  Gerakan terbatas (5)  Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik,


jika perlu
 Malnutrisi  Kelemahan fisik (5)
 Libatkan keluarga untuk membantu
 Gangguan muskuloskeletal pasien dalam meningkatkan ambulasi

 Gangguan neuromuskular Edukasi


 Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
 Indeks massa tubuh di atas persentil ke-75
sesuai usia  Anjurkan melakukan ambulasi dini

 Efek agen farmakologis  Ajarkan ambulasi sederhana yang


harus dilakukan (mis. berjalan dari
 Program pembatasan gerak
tempat tidur ke kursi roda, berjalan
 Nyeri dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)
 Kurang terpapar informasi tentang aktivitas
fisik
Dukungan Mobilisasi (I.05173)
 Kecemasan Observasi

 Gangguan kognitif  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan


fisik lainnya
 Keengganan melakukan pergerakan
 Identifikasi toleransi fisik melakukan
 Gangguan sensoripersepsi
pergerakan

 Monitor frekuensi jantung dan tekanan


Gejala dan Tanda Mayor darah sebelum memulai mobilisasi
Subjektif
 Monitor kondisi umum selama
 Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
melakukan mobilisasi
Objektif
Terapeutik
 Kekuatan otot menurun
 Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
 Rentang gerak (ROM) menurun alat bantu (mis. pagar tempat tidur)

 Fasilitasi melakukan mobilisasi dini


Gejala dan Tanda Minor
Subjektif  Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
 Nyeri saat bergerak
pergerakan
 Enggan melakukan pergerakan
Edukasi
 Merasa cemas saat bergerak  Jelaskan tujuan dan prosedur

Objektif mobilisasi

 Sendi kaku  Anjurkan melakukan mobilisasi dini

 Gerakan tidak terkoordinasi  Ajarkan mobilisasi sederhana yang


harus dilakukan (mis. duduk di tempat
 Gerakan terbatas tidur, duduk di sisi tempat tidur,
pindah dari tempat tidur ke kursi)
 Fisik lemah

Kondisi Klinis Terkait


 Stroke

 Cedera medulla spinalis

 Trauma

 Fraktur

 Osteoarthritis

 Ostemalasia

 Keganasan
DAFTAR PUSTAKA

Andang, T.,Mumpuni, Y.2013. 45 Penyakit Musuh Kaum Perempuan.


Yogyakarta: Rapha Publishing
Benson Ralp C dan Martin L. Pernoll. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta: EGC
Bilotta, Kimberli. 2012. Kapita Selekta Penyakit: Dengan Implikasi Keperawatan.
Edisi 2. Jakarta : EGC
Heardman. (2011). Diagnosa Keperawatan. Jakarta. EGC.
Heffner, Linda J. & Danny J.Schust. (2008). At a Glance Sistem Reproduksi Edisi
II. Jakarta : EMS, Erlangga Medical Series.
Muslihatun, Nur Wafi. 2009. Dokumentasi Keperawatan. Yogyakarta: Fitramaya
Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya.
Yogyakarta : Nuha Medika
Nugroho, Taufan, dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas (askeb 3).
Yogyakarta: Nuha Medika
Purwandari Atik. 2008. Konsep Keperawatan. Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Kota Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Kota
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Kota Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9. Jakarta :
EGC
Winkjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan Ed.2. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwomo Prawirohardjo
Yatim, Faisal. 2005. Penyakit Kandungan, Myom, Kista, Indung Telur, Kanker
Rahim/Leher Rahim, serta Gangguan lainnya. Jakarta: Pustaka Populer
Obor
.

Anda mungkin juga menyukai