Anda di halaman 1dari 29

Pengertian Thaharah

Menurut bahasa artinya bersih, Thahura, thuhran, dan thaharatan, artinya suci dari kotoran
dan najis.
Menurut syara’ berarti bersih dari hadast dan najis.
Menurut istilah (terminologi) ahli fiqih, thaharah adalah : menghilangkan sesuatu yang
menjadi kendala bagi sahnya ibadah tertentu. Kendala-kendala tersebut ada yang sifat atau
bendanya nyata sehingga dapat diketahui melalui indra, seperti benda-benda najis. Tetapi ada
juga yang sifat atau bendanya tidak nyata (abstrak), seperti hadast-hadast.
Menurut istilah, thaharah adalah mengerjakan sesuatu yang dengannya kita boleh
mengerjakan shalat, seperti wudhu, mandi, tayammum, dan menghilangkan najis. Allah
berfirman :

َ ‫ُّون أَن يَتَطَهَّرُوا ۚ َوهَّللا ُ ي ُِحبُّ ْال ُمطَّه ِِّر‬


١٠٨﴿ ‫ين‬ َ ‫﴾فِي ِه ِر َجا ٌل ي ُِحب‬
Di dalamnya masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bersih. (QS. At-Taubah (9) : 108)
Dalam istilah para fuqaha, thaharah berarti kebersihan dari sesuatu yang khusus yang di
dalamnya terkandung makna ta’abbud (menghambakan diri) kepada Allah. Ia merupakan
salah satu perbuatan yang Allah cintai. Sebagaimana saat Allah menyatakan pujian-Nya pada
sekelompok orang.
Sebelum berbicara lebih lanjut tentang masalah thaharah, maka perlu diketahui terlebih
dahulu arti dari thaharah itu sendiri. Dan dalam al-Mu’jam al-Wasith, kata thaharah yang
berasal dari kata Thahura-Thuhuran berarti suci atau bersih. Thaharah yang berarti bersih
(Nadlafah), suci (Nazahah), terbebas (Khulus) dari kotoran (Danas).
Menurut istilah, thaharah berarti membersihkan diri dari segala kotoran, baik itu kotoran
jasmani maupun kotoran rohani. Sebagaimana pengertian menurut syara’, yaitu
menghilangkan hadas atau najis, atau perbuatan yang dianggap dan berbentuk seperti
menghilangkan hadats atau najis ( tapi tidak berfungsi menghilangkan hadats atau najis)
sebagaimana basuhan yang kedua dan ketiga, mandi sunah, memperbarui wudlu, tayammum,
dan lainlainnya yang kesemuanya tidak berfungsi menghilangkan hadats dan najis
Secara bahasa thaharah artinya membersihkan kotoran, baik kotoran yang berwujud maupun
kotoran yang tidak berwujud
Adapun secara istilah , thaharah artinya menghilangkan hadast, najis, dan kotoran dengan air
atau tanah yang bersih. Dengan demikian, thaharah adalah menghilangkan kotoran yang
masih mmelekat di badan yang membuat tidak sahnya shalat dan ibadah lain.

Jenis-Jenis Thaharah
Thaharah itu bersuci dari sesuatu yang tidak suci. Dan sesuatu yang tidak suci itu menjadi
dua macam jenis.
Pertama: ketidak-sucian yang bersifat fisik, yaitu najis.
Kedua: ketidaksucian yang bersifat hukum, yaitu hadast.
Jadi thaharah itu pada hakikatnya adalah mensucikan diri dari najis atau dari hadast.

1
1. Thaharah Dari Najis.
Berthaharah dari benda najis itu artinya bagaimana tata ritual yang benar sesuai
dengan ketentuan syariah untuk bersuci dari benda-benda najis yang terkena, baik
pada badan, pakaian atau tempat ibadah.

2. Thaharah Dari Hadats

Berthaharah dari hadats adalah tata cara ritual yang didasarkan pada syariat Islam
tentang bersuci dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar. Hadas secara
maknawi berlaku bagi manusia. Thaharah dari hadas secara maknawi itu sendiri tidak
akan sempurna kecuali dengan niat Taqarrub dan taat kepada Allah swt. Adapun
thaharah dari najis pada tangan, pakaian atau bejana, maka kesempurnaannya
bukanlah dengan niat. Bahkan jika secarik kain terkena najis lalu di tiup angin dan
jatuh ke dalam air yang banyak, maka kain itu dengan sendirinya menjadi
suci.Seorang muslim diperintahkan menjaga pakaiannya agar  suci dan bersih dari
segala macam najis dan kotoran, karena kebersihan itu membawa keselamatan dan
kesenangan. Apabila kita berpakaian bersih, terjauhlah kita dari penyakit dan
memberi kesenangan bagi si pemakai dan orang lain yang melihatnya.Dari pengertian
thaharah tersebut, penulis simpulkan bahwa thaharah tidak hanya terbatas masalah
lahiriyah, yaitu membersihkan hadats dan nasjis, namun thaharah memiliki arti yang
lebih luas, yaitu menjaga kesucian rohani (batiniah) agar tidak terjerumus pada
perbuatan dosa dan maksiat.

3. Tata Cara

Tata cara mengangkat hadats atau mensucikan diri dari hadats ada tiga macam
yaitu :

 Ritual yang pertama dengan cara berwudhu. Ritual ini tujuan dan fungsinya
khusus mensucikan diri dari hadats kecil saja.

 Ritual kedua adalah mandi janabah. Ritual untuk berfungsi untuk mensucikan
diri dari hadats besar, juga sekaligus berfungsi untuk mengangkat hadats kecil
juga. Sehingga seseorang yang sudah melakukan mandi janabah, pada
dasarnya tidak perlu lagi berwudhu’.

 Ritual ketiga adalah tayammum. Ritual ini hanya boleh dikerjakan tatkala
tidak ada air sebagai media untuk berwudhu’ atau mandi janabah. Tayammum
adalah bersuci dengan menggunakan media tanah, berfungsi mensucikan diri
dari hadats kecil dan juga hadats besar.

Ulama’ membagi thaharah syari’ah menjadi dua bagian :

1. Thaharah haqiqiyah, yaitu thaharah dari al-hubts, yakni najis. Najis ini terdapat
pada tubuh, pakaian dan tempat

2. Thaharah hukmiyah, yaitu thaharah dari hadast. Hadast ini khusus pada badan.
Thaharah jenis ini terbagi atas tiga macam :

Thaharah kubro, yaitu mandi.

2
Thaharah sughro, yaitu wudhu’. Dan penggati keduanya, apabila tidak mampu, yaitu
tayammum.

Bersuci itu ada dua macam: 

1. Bersuci Dari Najis 

Arti najis menurut bahasa: apa saja yang kotor. Sedang menurut syar’i berarti
kotoran yang mengakibatkan shalat tidak sah, seperti darah dan air kencing. 

2. Bersuci Dari Hadats 

Menurut bahasa, al-Hadats artinya: peristiwa. Sedang menurut syara’ artinya


perkara yang dianggap mempengaruhi anggota-anggota tubuh, sehingga
menjadikan shalat dan pekerjaan-pekerjaan lain yang sehukum dengannya tidak
sah karenanya, karena tidak ada sesuatu yang meringankan.

Macam-Macam Thaharah

Thaharah antara lain meliputi bersuci dari hadast, thaharah dari najis yang ada pada tubuh,
pakaian, atau tempat dan thaharah dari kotoran-kotoran yang melekat pada tubuh seperti
rambut kemaluan, kuku, dan daki.

Adapun ayat yang termasuk kategori yang pertama, antara lain firman Allah :

٤﴿ ْ‫ك فَطَهِّر‬
َ َ‫﴾ َوثِيَاب‬
Dan bajumu maka bersihkanlah. (QS. AL-Muddattsir (74): 4)
Thaharah juga terbagi menjadi dua, secara lahir dan batin, keduanya termasuk diantara
cabang keimanan : Thaharah lahiriyah : ialah menyucikan diri menghilangkan hadast dan
najis. Thaharah bathiniyah : ialah memenyucikan diri dari kotoran kesyirikan dan
kemaksiatan dari diri dengan cara menegakkan tauhid dan beramal saleh.
1. Suci Secara Lahir
Suci secara lahir adalah suci dari segala macam kotoran atau suci dari hadast. Bersuci
dari kotoran itu dapat dilakukan dengan cara menghilangkan seluruh najis yang
menempel dengan menggunakan air yang besih, baik dari pakaian, badan maupun
tempat shalat. Sedangkan bersuci dari hadast adalah dengan berwudhu’, mandi atau
bertayammum.
2. Suci Secara Batin
Suci secara batin berarti membersihkan jiwa dari dari dosa dan semua perbuatan
maksiat. Yaitu, dengan cara bertaubat secara sungguh-sungguh dari segala macam
dosa dan perbuatan maksiat. Juga membersihkan hati dari perasaan syirik,keragu-
raguan, dengki, iri hati, tipu daya, kesombongan, ‘ujub, riya’ dan sum’ah. Yaitu,
dengan cara menanamkan keikhlasan,keyakinan, kecintaan kepada kebaikan,
kelembutan, kejujuran, tawadhu’ (rendah hati) serta menghendaki keridhaan Allah
3
Azza wa Jalla dalam segala bentuk niat yang dimunculkan dan mengerjakan amal
amal-amal shalih seperti shalat.
Dasar Hukum Thaharah.
Thaharah bersuci ) wajib hukumnya berdasarkan firman allah dan hadist nabi. Diantara
firman allah itu adalah :
1 . Q.S. 2, Al Baqarah : 222

َ ‫ين َوي ُِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّر‬


‫ين‬ َ ِ‫إِ َّن هَّللا َ ي ُِحبُّ التَّ َّواب‬
sesungguhnya allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang
menyucikan (membersihkan) diri.
2 .Q.S. 5, Al-Ma’idah : 6

‫َوإِن ُكنتُ ْم ُجنُبًا فَاطَّهَّرُوا‬


Dan jika kamu (dalam keadaan) junub maka mandilah . . .
Kedudukan Thaharah Dalam Ibadat
Thaharah merupakan masalah yang sangat penting dalam agama dan merupakan pangkal
pokok dari ibadat yang menjadi penyongsong bagi manusia dalam menghubungkan diri
dengan Tuhan.
Shalat tiada sah bila tiada dengan thaharah, hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW :
“Allah tidak menerima shalat yang tidak dengan bersuci”.
Alat-Alat Thaharah
Ada dua alat thaharah, yaitu :
1. Air
2. Tanah
Bersuci (thaharah) dengan menggunakan air didasarkan kepada dua firman allah dan satu
(dari sekian) hadist Nabi sebagai berikut :
1. Q.S. 8, Al-Anfal : 11 :
١١﴿ ‫﴾ َويُنَ ِّز ُل َعلَ ْي ُكم ِّم َن ال َّس َما ِء َما ًء لِّيُطَه َِّر ُكم بِ ِه‬
Dan allah menurunkan kepadamu air dari langit untuk mensucikan kamu dengannya.
2. Q.S 25, Al-Furqan : 48 :
‫نز ْلنَا ِم َن ال َّس َما ِء َما ًء طَهُورًا‬
َ َ‫َوأ‬
Dan Kami turunkan dari langit air yang sangat bersih (membersihkan-mensucikan).
Mengenai bersuci (thaharah) dengan tanah didasarkan kepada firman Allah SWT dan
Hadist rasulullah

4
‫ا‬zz‫وا َم‬zz‫ار ٰى َحتَّ ٰى تَ ْعلَ ُم‬ َ ‫ َك‬z‫ َوأَنتُ ْم ُس‬zَ‫اَل ة‬z‫الص‬َّ ‫وا‬zzُ‫ين آ َمنُوا اَل تَ ْق َرب‬ َ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذ‬
‫ض ٰى أَ ْو‬
َ ْ‫ ۚ َوإِن ُكنتُم َّمر‬z‫يل َحتَّ ٰى تَ ْغتَ ِسلُوا‬ ٍ ِ‫ون َواَل ُجنُبًا إِاَّل َعابِ ِري َسب‬ َ ُ‫تَقُول‬
z‫ ُدوا‬z‫ا َء فَلَ ْم تَ ِج‬z‫تُ ُم النِّ َس‬z‫ط أَ ْو اَل َم ْس‬z ِ zِ‫ ٌد ِّمن ُكم ِّم َن ْال َغائ‬z‫َعلَ ٰى َسفَ ٍر أَ ْو َجا َء أَ َح‬
‫ان‬zَ ‫ ِدي ُك ْم ۗ إِ َّن هَّللا َ َك‬zْ‫و ِه ُك ْم َوأَي‬zُ‫حُوا ِب ُوج‬z‫ا فَا ْم َس‬zً‫ ِعي ًدا طَيِّب‬z‫ص‬ َ ‫وا‬z‫َما ًء فَتَيَ َّم ُم‬
٤٣﴿ ‫﴾ َعفُ ًّوا َغفُورًا‬
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian melakukan salat di masjid dalam
keadaan mabuk, sebelum kalian sadar dan mengerti apa yang kalian ucapkan. Jangan
pula kalian memasuki masjid dalam keadaan junub, kecuali bila sekadar melintas
tanpa maksud berdiam di dalamnya, sampai kalian menyucikan diri. Jika kalian sakit
dan tidak mampu menggunakan air karena khawatir akan menambah parah penyakit,
atau sedang bepergian dan sulit mendapatkan air, maka ambillah debu yang bersih
untuk bertayamum. Begitu juga bila kalian kembali dari tempat buang hajat atau
bersentuhan dengan perempuan, sedangkan kalian tidak mendapatkan air untuk
bersuci, bertayamumlah dengan debu yang suci. Tepuklah debu itu dengan tangan
kalian, lalu usapkan ke muka dan kedua tangan. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf
lagi Maha Pengampun.
Kami bersama Rasulullah SAW dalam berpergian. Maka ia mendirikan shalat
berjamaah dengan orang banyak. Tiba-tiba ada seseorang laki-laki yang menyendiri.
Rasulullah SAW bertanya : “apa yang mengahalangi untuk shalat?” Orang itu
menjawab : “saya terkena janabah dan tidak ada air (untuk mandi). “Rasulullah SAW
berkata : “Pakailah debu (artinya : bertayammumlah). Itu cukup untukmu.’’

Macam-Macam Air Dan Pembagiannya


Alat terpenting untuk bersuci ialah air. Ditinjau dari segi hukumnya, air dapat dibagi menjadi
4 macam :
1. Air Mutlak (air yang sewajarnya) ; yaitu air suci yang dapat mensucikan (thahir-
muthahhir) , artinya air itu dapat digunakan untuk bersuci, misalnya air hujan, air sungai, air
laut, air sumur, air salju, dan air embun.
2. Air Makruh ; yaitu air yang suci dan dapat mensucikan tetapi makhruh digunakannya,
seperti air musyammas (air yang dipanaskan dengan panas matahari) dalam tempat logam
yang dibuat bukan dari emas dan perak.
3. Air suci tetapi tidak dapat digunakan untuk bersuci (thahirghariu muthahhir) ; yaitu air
yang boleh diminum tetapi tidak sah untuk bersuci, misalnya :
-. air sedikit telah dipakai untuk bersuci walaupun tidak berubah sifatnya. Air itu disebut air
musta’mal.
-. Air suci yang bercampur dengan benda suci, seperti air teh, air kopi, air limun, air kelapa,
dan sebagainya.
4. Air mutanajjis, yaitu air yang terkena najis. Air mutanajjis apabila kurang dari dua kullah

5
- tidak sah untuk bersuci, tetapi apabila lebih dari dua kullah dan tidak berubah sifatnya (bau,
rupa, dan rasanya), maka sah untuk bersuci.

NAJIS
Pengertian Najis
Najis adalah bentuk kotoran yang setiap Muslim diwajibkan untuk membersihkan diri
darinya atau mencuci bagian yang terkena olehnya.
Mengenai hal ini dalam surat yang lain, Allah juga berfirman :

َ ‫ين َوي ُِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّر‬


٢٢٢﴿ ‫ين‬ zَ ِ‫﴾إِ َّن هَّللا َ ي ُِحبُّ التَّ َّواب‬
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang-orang
yang mensucikan diri.” (Al-Baqarah : 222)
Menurut bahasa Najis lawan kata dari thaharah.
Najis menurut istilah fikih artinya semua yang haram untuk dimakan secara mutlak, atau
mungkin tidak karena haramnya atau kotornya atau mudaratnya pada badan atau akal.
Menurut istilah najis adalah benda yang kotor secara syar’i, dan di wajibkan bagi umat
muslim untuk mensucikan badannya dikala terkena najis tersebut.

Jenis – Jenis Najis

Di bawah ini jenis-jenis menurut tingkat kenajisannya ada tiga yaitu:

 Najis mughalladzah yaitu najis yang berat : yakni najis yng timbul dari najis anjing
dan babi dan perkembangbiakan dari hewan tersebut.Cara mensucikannya yaitu :

1. Basuh bahagian yang terkena najis dan lap.


2. Percikkan air di tempat yang terkena najis.
3. Lap dengan kain bersih sehingga kering.

 Najis Mukhaffafah : ialah najis yag ringan, seperti air kencing bayi laki-laki yang
umurnya kurang dai dua tahun dan belum makan apa-apa kecuali air susu ibunya.
Cara mensucikannya yaitu:

1. Basuh bahagian yang terkena najis dan lap.


2. Percikkan air di tempat yang terkena najis.
3. Lap dengan kain bersih sehingga kering.

 Najis Mutawassithah (sedang) : yaitu kotoran seperti kotoran manusia atau binatang,
air kencing, nanah, darah, bangkai (selain bangkai ikan, belalang dan mayat manusia)
dan najis-najis ringan dan berat. Cara mensucikannya yaitu :

6
1. Basuh dengan menggunakan air bersih hingga hilang warna, bau dan rasa najis
tersebut.
2. Basuh sehingga tiga kali dengan air mutlak.

Najis mutawassithah dapat dibagi menjadi dua bagian :


a. Najis ‘ainiyah ; yaitu najis yang bendanya berwujud. Cara mensucikannya dengan
menghilangkan zatnya lebih dahulu, hingga hilang rasa, bau dan warnanya, kemudian
menyiramnya dengan air sampai bersih.
b. Najis hukmiyah ; yaitu najis yang tidak berwujud bendanya ; seperti bekas kencing, arak
yang sudah kering. Cara mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada bekas najis itu.
Najis yang dapat dimaafkan
Najis yang dapat dimaafkan antara lain :
a. Bangkai binatang yang darahnya tidak mengalir, seperti nyamuk, kutu-busuk dan
sebagainya.
b. Najis yang sedikit sekali.
c. Nanah atau darah dari kudis atau bisulnya sendiri yang belum sembuh.
d. Debu yang campur najis dan lain-lainnya yang sukar dihindarkan.
Macam – Macam Najis
Macam – macam najis ada 12 yaitu :
1. Bangkai
Yang dimaksud dengan bangkai adalah setiap hewan yang mati tanpa melalui proses
penyembelihan yang disyari’atkan oleh Islam dan juga potongan tubuh dari hewan
yang dipotong atau terpotong dalam keadaan masih hidup. Hal ini sebagaimana yang
difirmankan Allah :

ُ‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَة‬


ْ ‫حُرِّ َم‬
“Diharamkan bagi kalian (memakan) bangkai” (Al-Mai’dah : 3)

Mengenai bangkai ini ada beberapa pengecualian, di antaranya :Bangkai ikan dan
belalang, keduanya termasuk suci. Hal itu sebagaimana disabdakan Rasulullah
mengenai laut yaitu : “Air laut itu suci dan mensucikan, bangkai hewannya pun halal
untuk dimakan.”
 Bangkai yang tidak memiliki darah yang mengalir seperti semut, lebah dan lainnya.
Bangkai hewan-hewan jenis ini suci. Apabila jatuh pada sesuatu lalu ia mati, maka
bangkainnya tidak menyebabkan sesuatu itu menjadi najis.
 Tulang, tanduk dan bulu bangkai, yang semuanya itu adalah suci. Sedangkan kulit
bangkai tetap suci apabila telah disamak (dikeringkan).
 Hati dan limpa (yang merupakan darah beku) hewan yang halal dimakan dan yang
disembelih sesuai dengan syari’at.

7
 Lalat, lebah, semut, dan binatang sejenis lainnya yang tidak mempunyai darah.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah,
“Apabila seekor lalat tercebur dalam bejana salah seorang diantara kalian, maka
benamkanlah anggota tubuhnya secara keseluruhan, kemudian buanglah ia. Karena
dalam salah satu sayapnya terdapat obat penyembuhan, sedangkan pada sayap yang
lain terdapat penyakit.
1. Air Kencing dan Kotoran Manusia
Najis yang paling awal dan paling tampak jelas adalah kencing dan kotoran yang
dikeluarkan oleh manusia. Keduanya adalah barang yang kotor dalam pandangan
fitrah manusia yang sehat dan dengan dalil syariat yang ada. Sebagaimana hadist,
“Bersihkanlah dirimu dari kencing,” sedangkan dalam riwayat yang lain disebutkan,
“Sesungguhnya kebanyakan siksa kubur adalah berasal dari kencing.”
Dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim serta lainnya disebutkan tentang dua orang
yang disiksa di dalam kuburnya. Suatu saat Rasulullah lewat didekat kuburan dua
orang itu. Maka beliau bersabda, “Salah seorang diantara keduanya ini disiksa karena
tidak membersihkan diri dari kencing.
Adapun air kencing, maka berdasarkan hadist Anas bin Malik, “Bahwasanya seorang
Badui kencing di masjid. Kemudian beberapa orang sahabat menghampirinya ingin
menghajarnya. Melihat keadaan ini, Rasulullah segera mengatakan, “Biarkan saja,
dan janganlah kalian menghentinkannya.” Perawi berkata, “ Ketika si badui selesai
dari kencingnya, beliau meminta setimba air, lalu menyiramkannya.”
2. Darah
Yaitu baik darah yang menglir ataupun tumpah, misal darah mengalir dari hewan
yang disembelih atau darah haid.. Keempat mazhab sepakat bahwa darah adalah
najis kecuali darah yang mati syahid, selama darah itu berada di atas jasadnya. Begitu
juga halnya dengan darah yang tertinggal pada persembeihan, darah ikan, darah kutu,
dan darah kepinding ( tinggi ) Imamiyah berkata : Semua darah hewan yang darahnya
mengalir, juga darah manusia yang mati syahid atau bukan, adalah najis. Sedangkan
darah binatang yang tidak mengalir darahnya, baik binatang laut atau binatang darat,
begitu juga tinggalan pada persembelihan, hukumnya suci.
3. Daging Babi
Yaitu sudah di Nash kan dalam Al Qur’an Surat Al-An’am ayat 145 :
َ z‫ هُ إِاَّل أَن يَ ُك‬z‫ط َع ُم‬
‫ون‬z ْ َ‫اع ٍم ي‬z
ِ zَ‫ي ُم َح َّر ًما َعلَ ٰى ط‬ ِ ُ‫قُل اَّل أَ ِج ُد فِي َما أ‬
َّ َ‫وح َي إِل‬
ُ
ِ ‫ير فَإِنَّهُ ِرجْ سٌ أَ ْو فِ ْسقًا أ ِه َّل لِ َغي‬
ِ ‫ر هَّللا‬zzْ ٍ ‫نز‬ِ ‫َم ْيتَةً أَ ْو َد ًما َّم ْسفُوحًا أَ ْو لَحْ َم ِخ‬
١٤٥﴿ ‫َّحي ٌم‬ ِ ‫اغ َواَل َعا ٍد فَإ ِ َّن َرب ََّك َغفُو ٌر ر‬ ٍ َ‫﴾بِ ِه ۚ فَ َم ِن اضْ طُ َّر َغي َْر ب‬
Artinya : Katakanlah “Tiadalah aku memperoleh dari wahyu yang diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali
kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi. Kaerena
sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih tanpa nama selain
Allah. Barang siapa dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya, dan
tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”.
4. Muntah
Hukumnya adalah najis secara mutlak karena merupakan makanan yang berubah
menjadi busuk dan berbau didalam perut, baik muntahan manusia maupun lainnya,
baik muntahan tersebut keluar dalam kondisi berbeda dengan apa yang dimakan
maupun masih utuh. Ini adalah pendapat tiga iman mazhab. Sedangkan Menurut
imam Malik dan sebagian kalangan ulama mazhab Syafi’I, muntahan yang tidak

8
berubah (masih utuh) tetap suci, misalnya qals (makanan/minuman yang keluar dari
perut dalam keadaan utuh) air empedu, dan ginjalhewan yang haram dimakan.

5. Wadi
Yaitu air putih kental yang mengiringi keluarnya kencing. Benda ini tanpa peselisihan
lagi hukumnya najis. Aisyah mengatakan : “ Wadi yang keluar setelah kencing harus
dicuci bersih, baik yang keluar dari laki-laki muapun perempuan, kemudian ia cukup
bewrwudhu dan tidak perlu mandi (wajib).
6. Madzi
Yaitu air putih bergetah yang keluar sewaktu berhasrat untuk senggama kadang
keluarnya pun tak terasa. Hal ini sama anatara laki-laki dan perempuan sama-sama
mempunyai madzi, hanya pembedanya perempuan lebih banyak. Hukumnya najis
menurut ulama. Jika menimpa badan cukup dicuci, dan bila menimpa kain cukup
dipercikan air saja, karena termasuk najis yang sukar dijaga terutama pada laki-laki
sehat, bahkan hukumnya lebih diperingan dari kencing bayi.
Dari Ali R.A “Aku merupakan laki-laki yang sering keluar madzi, maka aku
menyuruh seorang kawan bertanya kepada Nabi Saw, mengingat aku adalah suami
puterinya, kawan itu pun bertanya pada Nabi, maka dijawab olehnya “ berwudhulah
dan cucilah kemaluanmu !” (H.R Bukhari dan lain-lain).
7. Sperma (Mani)
Menurut kalangan ulama mazhab Hanafi, mazhab Maliki, Ats-Tsauri, dan Ahmad
dalam salah satu versi riwayat adalah najis, merujuk penuturan Aisyah ra.. :
“Rasullulah mencuci sperma kemudian pergi shalat dengan baju tersebut sementara
bekas yang dicuci masih dapat aku lihat.
Sebagian ulama berpendapat dia adalah dia najis, dan pendapat paling kuat adalah
suci tetapi disunnahkan untuk mencucinya jika ia basah dan mengoreknya jika ia
kering.
Berkata Aisyah R.A “Aku korek mani dari dari kain Rasulullah dan kucuci bila
basah” (HR Daruquthni , Abu uwanah dan Al Bazzar).
8. Binatang jallalah
Hal ini diambil dari dasar larangan untuk mengendarai jallalah memakan dagingnya
dan meminum susunya. Yang dimaksud dengan jallalah adalah binatang-binatang
yang memakan kotoran.
9. Khamar (minuman keras)
Apabila hilang zat alkohol dari minuman keras itu dengan sendirinya, maka minuman
itu menjadi suci, tetapi apabila hilangnya itu karena diusahakan, tetapi najis. Yang
demikian karena sucinya sesuatu itu biasa sebab dicuci, dan ada kalanya karena
perubahan zat yang ada pada benda itu. bagi jumhur ulama dia adalah najis karena
firman Allah Swt dalam surat Al Maaidah ayat 90 :

ٌ‫ابُ َواأْل َ ْزاَل ُم ِرجْ س‬z‫نص‬ َ َ ‫ ُر َواأْل‬z‫ ُر َو ْال َمي ِْس‬z‫ا ْال َخ ْم‬zz‫ين آ َمنُوا إِنَّ َم‬
َ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذ‬
٩٠﴿ ‫ُون‬ َ ‫ان فَاجْ تَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِح‬
ِ َ‫﴾ ِّم ْن َع َم ِل ال َّش ْيط‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman (sesungguhnya) meminum khamar, berjudi,
berkorban untuk berhala dan mengadu nasiq dengan panah adalah perbuatan keji,
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.
10. Anjing

9
najis yang wajib dicuci apa yang dijilatnya sebanyak 7 kali, yang pertama dengan
tanah. Abu hurairah berkata “telah bersabda Rasulullah SAW :
“Sucikan bejanamu yang dijilat oleh anjing, ialah dengan mencucinya sebanyak
kali, mula-mula dengan tanah” (HR Muslim, ahmad, abu daud dan baihaqi ).
Cara Mensucikan Najis
A. Najis Mughalladlah, adalah najis yang cara menyucikannya harus dengan menggunakan
air, sebanyak tujuh kali dan salah satu darinya dicampur dengan debu atau tanah yang suci.
Hal ini didasarkan pada hadist Nabi Muhammad Saw.
Dari Abu Hurairah r.a berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda “sucikanlah salah
seorang dari kalian bila terjilat anjing dengan supaknya dicuci tujuh kali, awalnya dengan
debu”. (Riwayat Muslim dan Ahmad)
B. Najis Mukhaffafah, adalah najis ringan dan menyucikannya cukup dengan mencipratkan
air pada najisnya. Seperti diterangkan oleh Rasulullah Saw.
“Dari Ummu binti Muhshan r.a bahwasanya ia bersama anak laki-lakinya yang masih kecil
dan belum pernah makan makanan menghadap Rasullallah saw, kemudian nabi pun
mendudukannya dipangkuannya, tiba-tiba anak tersebut kencing di pakaian Rasulullah. Maka
beliau meminta air lalu dipercikkan dan tidaklah beliau mencucikannya”.
C. Najis Muthawasitah, adalah najis yang sedang cara menghilangkannya harus dengan
bersih, sehingga hilanglah tanda-tanda (bau, rasa, warna), hal ini didasarkan atas sebuah
hadist Rasulullah Saw.
“Dari Asma’ binti Bark r.a, bahwa seorang
Adapun hadast adalah keadaan tidak suci. Dengan kata lain, orang-orang yang tidak suci
dikatakan berhadast yang menyebabkan tidak boleh shalat, tawaf dan yang semacamnya.
Seorang muslim yang batal wu-dhu’nya sudah berada dalam kondisi berhadast. Jika ia segera
berwudhu’, maka ia telah suci kembali dan, oleh karenanya, ia boleh shalat, tawaf dan amal
lainnya yang bersyaratkan wudhu.
Apakah Menghilangkan Najis Harus dengan Menggunakan Air?
Para ulama berselisih pendapat dalam masalah ini. Yang masyhur dalam madzhab Imam
Malik, Imam Ahmad dan pendapat baru dari Imam Asy Syafi’i, juga Asy Syaukani bahwa
untuk menghilangkan najis disyaratkan dengan menggunakan air, tidak boleh berpaling pada
yang lainnya kecuali jika ada dalil.
Sedangkan menurut madzhab Imam Abu Hanifah, pendapat lain dari Imam Malik dan Imam
Ahmad, pendapat yang lama dari Imam Asy Syafi’i pendapat Ibnu Hazm Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah dan pendapat Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin bahwa diperbolehkan
menghilangkan najis dengan cara apa pun dan tidak dipersyaratkan menggunakan
air. Pendapat kedua inilah yang lebih tepat.
Alasan-alasan yang mendukung pendapat kedua ini:
Pertama: Jika air boleh digunakan untuk menyucikan yang lain, maka demikian pula setiap
benda atau cairan yang bisa menyucikan dan menghilangkan najis benda lain juga berlaku
demikian.
Kedua: Syari’at memerintahkan menghilangkan najis dengan air pada beberapa perkara
tertentu, namun syariat tidak memaksudkan bahwa setiap najis harus dihilangkan dengan air.

10
Ketiga: Syari’at membolehkan menghilangkan najis dengan selain air. Seperti ketika istijmar
yaitu membersihkan kotoran ketika buang air dengan menggunakan batu. Contoh lainnya
adalah menyucikan sendal yang terkena najis dengan tanah. Begitu pula membersihkan ujung
pakaian wanita yang panjang dengan tanah berikutnya. Sebagaimana dalil tentang hal ini
telah kami sebutkan.
Keempat: Membersihkan najis bukanlah bagian perintah, namun menghindarkan diri dari
sesuatu yang mesti dijauhi. Jika najis tersebut telah hilang dengan berbagai cara, maka berarti
najis tersebut sudah dianggap hilang.
Terakhir, yang menguatkan hal ini lagi: khomr (menurut ulama yang menganggapnya najis)
jika telah berubah menjadi cuka, maka ia dihukumi suci dan ini berdasarkan kesepakatan para
ulama

WUDHU
Pengertian Wudhu
Secara bahasa wudhu diambil dari lafal al-wadhaah yang artinya bagus atau bersih.
Menurut terminology /syara wudhu adalah aktivitas bersuci dengan media air yang berhubun
gan dengan 4 anggota tubuh yaitu; muka, kedua tangan, kepala, dan kedua kaki yang
disyariatkan oleh allah berdasarkan alquran, sunnah dam ijma’
Wudhu' adalah sebuah ibadah ritual untuk mensucikan diri dari hadats kecil
dengan menggunakan media air. Yaitu dengan cara membasuh atau mengusap beberapa
bagian anggota tubuh menggunakan air sambil berniat di dalam hati dan dilakukansebagai
sebuah ritual khas atau peribadatan.
Berwudhu adalah tindakan yang harus dilakukan seorang Muslim sebelum melaksanakan
shalat, karena wudhu sendiri merupakan salah satu syarat sah shalat.Pengertian wudhu sendiri
menurut syara’ adalah, membersihkan anggota wudhu untuk menghilangkan hadats kecil.
Rukun Wudhu
Wudhu menjadi sah apabila dilakukan dengan memenuhi rukun-rukunnya. Rukun-rukun nya
antara lain adalah :

A. Niat ( membaca bismillah )


Yang dimaksud dengan niat adalah qashad ( maksud, kehendak, kesengajaan ) hati untuk
melaksanakan perbuatan yang bergandengan dengan awal perbuatan itu. Semua perbuatan
ibadah terhitung tidak sah kecuali jika diawali dengan niat. Rasullah SAW bersabda, dalam
kaitannya dengan niat. yaitu, semua amalan hanya diterima ( jika disertai ) dengan niat
bagi setiap orang ( akan mendapat ) hanyalah yang ia niatkan (saja).
(H.R al jama’ah dari umar RA.)
Yang dimaksud disini adalah membaca “bismillah” dan ini adalah perkara yang amat
baik dan disyariatkan secara umum. Akan tetapi ulama berselisih mengenai hukum ini
dikarenakan hadits yang menjadi hujjah adalah hadits yang masih diperselisihkan

B.Membasuh muka
Perintah membasuh muka dalam bewudhu terdapat dalam firman allh SWT, Q.S 5,
almaidah : 6, yaitu
ُ َ‫فَا ْغ ِسلُوا ُوجُوه‬
‫ك‬
11
“maka basuhlah mukamu”
Yang dimaksud dengan muka adalah daerah wajah yang berada diantara telinga kanan
dan kiri, dan tepi dahi sebelah atas. Tempat tumbuh rambut sampai tepi bawah dagu ,
tempat tumbuh janggut. Semua daerah wajah itu harus dibasuh dengan baik sampai
benar-benar merata . untuk meyakinkan kerataan air itu, sebagian rambut dan bagian
janggut harus terkena basuh. Yang termasuk wajah disini adalah (batasannya,) dari
tempat tumbuhnya rambut bagian atas dahi hingga bagian paling bawah jenggot atau
dagu secara vertikal, serta dari telinga ke telinga berikutnya secara horizontal.
C. Membasuh tangan sampai dengan kedua siku
Dalil untuk rukun wudhu yang ketiga ini terdapat dalam ayat yang sama, Q.R. 5,
almaidah : 6 diatas. Mengenai membasuh tangan dalam ayat tersebut berbunyi :

ِ ‫َوأَ ْي ِديَ ُك ْم إِلَى ْال َم َر‬


‫اف‬
“dan basuhlah tanganmu sampai dengan siku.”
Apabila seseorang memakai cincin, gelang, atau lainnya tentu saja pada anggota
wudhu , maka ia haus menggerak-gerakkanya pada waktu berwudhu agar air merata
kesegenap kulit anggot wudhu. Berkenaan dengan hal ini, bahwasannya rasullah SAW
apabila berwudhu ( selalu ) memutar-mutar cincinya. HR. Ibn majah dan dar al-qutni.

C.Mengusap kepala
Dalil untuk rukun wudhu yang ke empat ini adalah fiman allah SWT Q.S 5 al maidah :
6, mengenai mengusap kepala :

‫وس ُك ْم‬
ِ ‫َوا ْم َسحُوا بِ ُر ُء‬
”dan usaplah kepalamu ..”
Yang dimaksud dengan mengusap disini adalah menggerakkan tangan yang telah
dibasahi air diatas kepala. dengan hanya mendiamkannya saja belum dapat
dikategorikan sebagai mengusap, dalam mengusap tersebut tidaklah wajib mengusap
keseluruhan kepala. Namun yang dimaksud cara mengusap disini adalah seluruh
kepala, bukan hanya sebagian saja karena pendapat yang mengatakan mengusap
seluruh kepala lebih kuat dan lebih aman untuk dilakukan.

D. Membasuh kaki sampai dengan mata kaki


Dalil untuk rukun wudhu yang kelima ini adalah firman allah SWT , Q.S almaidah : 6
yang berbunyi :

‫َوأَرْ ُجلَ ُك ْم إِلَى ْال َك ْعبَيْن‬


“dan basuhlah kedua kakimu sampai dengan mata kaki”

E. Tertib
Yang dimaksud dengan tertib dalam berwudhu adalah melaksanakannya , baik
membasuh maupun mengusap anggota wudhu secara berurutan sesuai dengan perintah
yang tertera didalam ayat al-quran surah al-maidah ayat 6 . kemudian di tegaskan pula
dalam hadist rasulullah yaitu, “Mulailah dengan dimulai oleh allah.” ( H.R dar al
quthni dari jabir RA ). Yaitu membersihkan anggota wudhu satu demi satu secara
berurutan seperti yang diperintahkan Allah dalam ayat-Nya dan inilah pendapat yang
benar. Karena semua perawi yang meriwayatkan tentang tata cara wudhu Nabi

12
meriwayatkannya dengan tertib. Yaitu diriwayatkan oleh tentang sifat wudhu Nabi dari
dua puluh shahabat, dan semuanya meriwayatkan dengan tertib, kecuali dua hadits
yang lemah.
Sunat-Sunat Wudhu
Sunat-sunat wudhu adalah amalan - amalan dalam berwudhu yang berpahala dan menambah
kesempurnaannya. Sunat-sunat wudhu yaitu :
a. Membasuh kedua tangan
b. Berkumur-kumur tiga kali
c. Memasukkan air kedalam lubang hidung tiga kali
d. Menggosok gigi sampai bersih
e. Menyelang- nyelang jari tangan sampai bersih
f. Mengusap kedua telinga ( bagian dalam dan luar ) tiga kali
g. Meratakan uasapan air keseluruhbagian kepala tiga kali
h. Menyegerakan ( tidak menunda-nunda ) mengerjakan wudhu
i. Menggosok dengan air anggota yang dibasuh
j. Mendahulukan anggota sebelah kanan
k. Menghadap kiblat dalam berwudhu
l. Mengusap tengkuk dan meluaskan membasuh sampai bagian atas dahi
m. Membasuh tangan lebih dari siku
n. Membasuh kaki lebih dari mata kaki
o. Menyelang-nyelang jari-jari kaki dengan jari tangan sampai bersih
p. Hemat dalam menggunakan air
q. Berdoa setelah selesai berwudhu
r. Shalat dua rakaat setelah berwudhu ( shalat sunat wudhu )
Syarat-Syarat Wudhu
1. Islam, berakal, tamyiz ( dewasa ), dan niat. Wudhu tidak akan menjadi sah apabila
dilakukan oleh orang kafir, orang gila, anak kecil yang belum dewasa dan orang
yang tak niat wudhu seperti; orang yang ingin mendingkan tubuh atau mencuci
anggota badannya guna menghilangkan najis / kotoran lainnya.
2. Dalam berwudhu juga di syariatkan agar air yang digunakan itu suci menyucikan
sedangkan jika air yang digunakan tidak suci, maka tidak mencukupi. Dan jika di
isyaratkan jika air itu hasil dari rampasan bukan dengan jalan yang dibolehkan maka
wudhu dengan air tersebut tidak sah.
3. Demikian pula dalam berwudhu di isyaratkan agar didahului dengan istinja / istijmar
dengan cara seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
4. Di isyaratkan pula dalam berwudhu agar menghilangkan apa yang dapat menghalangi
sampainya air ke kulit. Oleh karena itu , orang yang berwudhu harus menghilangkan
apa yang ada diatas anggota wudhunya seperti tanah, adonan lilin, kotoran yang
menumpuk, atau zat pewarna yang tebal. sehingga air dapat mengalir diatas kulit
anggota tubuh secara langsung tanpa penghalang.
Fardhu-Fardhu Anggota Wudhu
1. Membasuh wajah secara lengkap, dan termasuk didalamnya adalah berkumur
( madhmadhah ) dan memasukkan air ke hidung ( istinsyaq ). Barang siapa yang
mencuci wajahnya tetapi meninggalkan madhmadhah dan istinsyaq atau salah

13
satunya, maka wudhunya tidak sah. Karena mulut dan hidung merupakan bagian dari
wajah.
2. Membasuh kedua tangan bersama dua siku tiga kali. Satu tangan disini adalah dari
ujung jari-jari bersama kuku hingga menyinggung bagian siku atas. Ketika berwudhu
kita harus menghilangkan sesuatu yang menempel dikedua tangan sebelum dibasuh.
Seperti adonan, tanah dan tinta yang tebal di kuku, sehingga air wudhu sampai
kekulit
3. Kemudian menyapu seluruh kepalanya dan kedua telingannya satu kali dengan air
baru, bukan basahan yang tersisa dari membasuh dua tangan. Cara menyapu kepala
adalah dengan meletakkan dua tangan basah dengan air di bagian kepala. Setelah itu
dua tangan di gerakkan hingga ke tengkuknya. Lalu digerakkan kembali ketempat
semula. Berikutnya ia memasukkan kedua telunjuknya ke celah dua telinganya. Dan
meyapukan bagian luar telingannya dengan kedua ibu jari tangannya.
4. Kemudian ia membasuh kakinya tiga kali bersama dua mata kakinya. Dan dua mata
kaki itu adalah dua tulang ynag menonjol dibawah betis.
Macam-Macam Wudhu
Macam-macam wudhu terbagi dua diantaranya :
1. Wudhu Fardhu / Wajib.
Dalam bahasa ulama, mazhab hanafi, bagi orang yang berhadast yang hendak
melakukan shalat, menyentuh mushaf, dan lain-lain. Tidak akan menjadi sah apabila
belum bersuci. Adapun terkait dengan menyentuh mushaf, jumhur. ulama
mengatakan kewajiban bersuci bagi orang-orang hadast memegang mushaf
berdasarkan zahir firman allah : ( Q.S almaidah : 59 : ( tidak disucikan ).
Atas dasar itu haram hukumnya bagi orang yang berhadast memegang alquran secara
keseluruhan atau sebagiannya, baik dengan tangan atau dengan selainnya tanpa
penghalang yang memisahkan. Mengingat larangan yang ada hanya soal memegang
( yang meniscayakan kontak langsung antara media pemegang dengan objek yang di
pegang ) maka boleh saja membolak-balik musahaf dengan sebatang lidi dan
semisalnya.
Orang yang berhadast juga haram memegang alquran, kecuali dengan wadah yang
terpisah dari alquran dan penyentuhnya. Misalnya didalam kantong, sapu tangan, dan
kotak,sebab membawa lebih berat dari pada menyentuh. Meskipun demikian imam
malik memberikan dispensasi ( rukhshah ) berupa di perbolehkan menyentuh mushaf
bagi guru dan murid yang sedang melakukan proses belajar mengajar jika memang
mereka khawatir lupa jika tidak membawa alquran. Jika kalangan mazhab zahiri
memperbolehkan menyentuh mushaf dengan dalil-dalil. rasulallah saw pernah
mengirim surat berisi ayat alquran didalamnya kepada heraklius, dan beliau yakin
bahwa mereka akan menyentuhnya, maka alasan ini tertolak ( mardud ). Sebab
meskipun surat tersebut mengandung satu ayat, ia tetap belum dapat disebut mushaf.
Sebagai langkah hati-hati, sebaiknya jangan menyentuh mushaf kecuali dalam
keadaan benar-benar suci. Kewajiban berwudhu juga berlaku bagi orang yang
melakukan thawaf, meskipun thawaf sunnah, berdasrkan hadist narasi ibnu abbas,
bahwasannya nabi bersabda thawaf seperti shalat, hanya saja allah menghalalkan
berbicara didalamnya. Maka barang siapa yang berbicara ( sewaktu thawaf ).
Hendaklah ia berbicara yang baik-baik. Dapat diambil kesimpulan dari paparan
dimuka bahwa ada tiga hal yang diharamkan atas orang yang menanggung hadst
kecil yaitu :

14
1. Shalat, meskipun hanya shalat jenazah, sujud tilawah, maupun sujud syukur.
Dengan demikian, tidak sah dan haram hukumnya menurut ijma’ ulam shalat dala
keadaan berhadast.
2. Menyentuh mushaf alquran dan membawanya kecuali dengan menggunakan
wadah terpisah.
3. Thawaf di baitulallah, mekipu hanya thawaf sunnah.

2. Wudhu Mandhub ( Sunnah )


Dianjurkan melakukan wudhu dalam kondisi-kondisi sebagai berikut :
1. Setiap kali hendak melakukan shalat
Kesunahan ia merujuk pada hadist yang diriwayatkan oleh annas bin malik, ia
berkata “ nabi selalu berwudhu tiap kali hendak shalat “. Aku Tanya anas “
bagaimana kalian berbuat ? “ ia menjawab., “ salah seorang kami cukup dengan
sekali wudhu selama tidak terkena hadast.
2. Ketika hendak berzikir kepada allah
Para ulama dan ahli fiqih berpendapat bahwa orang yang berhadast boleh berzikir
kepada allah dengan segala macam zikir, kecuali dengan ayat-ayat alquran bagi
orang yang menanggung hadast besar, dan juga dalam kondisi apapun, lokasi
dimanapun keculai di tempat yang kotor ( najis ), dan sewaktu bersetubuh. Dalam
kondisi yang terakhir, berzikir kepada allah setiap saat. Para ulama sepakat bahwa
wudhu disunnahkan ketika hendak berzikir kepada allah, berdasarkan hadist narasi
al-muhajir bin qunfudz, bahwasannya ia memberi ucapan salam kepada nabi
ketika ia sedang berwudhu . nabi tidak menjawab hingga selesai wudhu, kemudian
setelah itu baru beliau menjawabnya . beliau bersabda “ sebenarnya tidak ada
yang menghalangiku untuk menjawab salam mu namun aku tidak suka menyebut
nama allah, kecuali dalam keadaan suci.
3. Setelah mengkonsumsi makanan yang proses pembuatannya melalui proses
pemanggangan dan pembakaran.
4. Ketika tidur
Disunnahkan bagi rang yang hendak tidur agar bersuci secara sempurna
berdasarkan hadist narasi al-barra bin azib, ia berkata: nabi bersabda : “ jika kau
hendak tidur, maka berwudulah dahulu seperti kau berwudhu shalat.
5. Ketika hendak makan dan minum bagi orang junub
Jika orang junub ketik hendak makan dan minum, dan bersetubuh lagi hendaknya
ia berwudhu, merujuk pada hadist narasi aisyah ra, ia berkata :
“Jika nabi sedang junub lalu ingin makan atau tidur, maka beliau berwudhu.”
6. Sebelum mandi
Disunnahkan wudhu sebelum mandi baik mandi wajib maupun sunnah. Aisyah
berkata : “ jika rasulallah mandi jinabat, beliau memulai dengan tangan kanannya
ketangan kirinya,kemudian beliau cuci kelaminnya, kemudian berwudhu layaknya
wudhu untuk shalat.
7. Ketika sedang terbakar emosi
Disunnahkan wudhu pada waktu emosi, berdasarkan hadist narasi athiyah as-
sa’di, bahwasannya nabi bersabda : “Sesungguhnya marah itu kerjaan setan, dan
setan diciptakan dari api, sementara api padam oleh air, maka jika salah seorang
kalian sedang marah hendaklah ia segera berwudhu”

Tata Cara Berwudhu


1. Niat Wudhu

15
Segala hal harus dimulakan dengan niat, layaknya mengerjakan pekerjaan dan
beribadah. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Bukhari dalam hadits, "Rasulullah
SAW menerangkan bahwa segala perbuatan tergantung kepada niatnya, dan seseorang
akan mendapatkan balasan menurut apa yang diniatkannya..." Bukhari dalam Fathul
Baary, 1:9; Muslim, 6:48.

2. Membaca Basmalah Sembari Membasuh Tangan


Setelah membaca niat, kemudian Anda membaca basmalah
(bismillahirrahmanirrahim) memasuh kedua telapak tangan sebanyak 3 kali hingga
ke sela-sela jari. Jikalau Anda lupa membaca basmalah, wudhu tetap dianggap sah.

3. Berkumur-kumur
Langkah selanjutnya, berkumur-kumur sebanyak 3 kali. Memutar air dalam rongga mulut
untuk membersihkan gigi dari sisa makanan dan mengeluarkannya.

4. Membersihkan Lubang Hidung


Membersihkan lubang hidung Anda sebanyak 3 kali untuk mengeluarkan kotoran di
dalamnya. Disunnahkan dengan cara menghirup air, kemudian mengeluarkannya dan
dipencet hidungnya.

5. Membilas Seluruh Wajah


Setelah itu membilas seluruh wajah hingga ke garis tepi dekat rambut, mulai dari ujung
kepala tumbuhnya rambut hingga dagu.
6. Mencuci Kedua Tangan Hingga Siku
Langkah berikutnya membilas kedua tangan sebanyak 3 kali. Dimulai dari tangan sebelah
kanan dahulu, baru dilanjutkan tangan kiri.

7. Mengusap Kepala
Mengusapkan kepala dari depan hingga ke belakang sebanyak satu kali. Bukan dicolek-colek
sebagian rambut depan saja.
Ali bin Abi Thalib berkata, "Aku melihat Nabi SAW mengusap kepalanya satu kali." Hadits
riwayat Sahih Abu Dawud no.106.
Ada yang memperbolehkan dengan cara, membasuh kening hingga ujung kening atau
sebagian kepala sebanyak 3 kali. Keduanya sama-sama termasuk tata cara wudhu yang benar.
8. Membersihkan Kedua Telinga
Selanjutnya membersihkan kedua daun telinga, dilakukan secara bersamaan antara kanan
dengan kiri. Cara membasuhnya, masukan jari telunjuk ke dalam telinga, kemudian ibu jari
mengusapkan kedua daun telinga dari bawah ke arah atas sebanyak 3 kali.

9. Membasuh Kaki Hingga Atas Mata Kaki


Tata cara wudhu yang benar selanjutnya ialah membasuk kedua kaki hingga di atas mata kaki
sebanyak 3 kali. Dimulai dari kaki bagian kanan terlebih dahulu, baru kaki kiri.
Dalam hadits lain oleh Bukhari, Dahulukan kaki kanan hingga tiga kali kemudian kaki kiri.
Dan saat membasuh kaki, Rasulullah menggosok jari kelingkingnya pada sela-sela jari kaki
(HR. Bukhari; Fathul Baari, dan Muslim.)
Pastikan setiap lipatan di sela jari dan tumit belakang seluruhnya terkena basuhan air.
Gosoklah kaki Anda supaya seluruh telapak kaki basah sempurna.

16
Hal-Hal Yang Membatalkan Wudhu
1. Keluarnya Sesuatu lewat kemaluan
Yang dimaksud kemaluan itu adalah bagian depan dan belakang. Dan yang keluar itu
bisa apa saja termasuk benda cair seperti, kencing, mani, wadi, madzi, atau apapun
yang cair. Juga berupa benda padat seperti, kotoran, batu ginjal, cacing, atau lainnya.
Pendeknya, apapun juga benda gas seperti kentut. Semuanya itu bila keluar lewat
lubang qubul dan dubur, membuat wudhu yang bersangkutan menjadi batal.

2. Tidur
Tidur yang bukan dalam posisi tamakkun (tetap) di atas bumi. Dalilnya adalah sabda
Rasulullah SAW yaitu :
Siapa yang tidur maka hendaklah dia berwudhu' (HR. Abu Daud dan Ibnu
Majah) . Tidur yang membatalkan wudhu adalah tidur yang membuat hilangnya
kesadaran seseorang, Termasuk juga tidur dengan berbaring atau bersandar pada
dinding. Sedangkan tidur sambil duduk yang tidak bersandar kecuali pada
tubuhnya sendiri, tidak termasuk yang membatalkan wudhu'
sebagaimana hadits berikut :
“Dari Anas ra berkata bahwa para sahabat Rasulullah SAW tidur kemudian
shalat tanpa berwudhu' (HR. Muslim). Abu Daud menambahkan : Hingga kepala
mereka terkulai dan itu terjadi di masa Rasulullah SAW.
4. Hilang Akal
Hilang akal baik karena mabuk atau sakit. Seorang yang minum khamar dan
hilang akalnya karena mabuk, maka wudhu' nya batal.
5. Menyentuh Kemaluan
Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW :
Siapa yang menyentuh kemaluannya maka harus berwudhu (HR. Ahmad dan At-
Tirmizy).
6. Menyentuh kulit lawan jenis
Menyentuh kulit lawan jenis yang bukan mahram (mazhab As-Syafi'iyah) termasuk
hal yang membatalkan wudhu. Di dalam mazhab Asy-Syafi'iyah, menyentuh kulit
lawan jenis yang bukan mahram termasuk yang membatalkan wudhu'. Namun hal
ini memang sebuah bentuk khilaf di antara para ulama. Sebagian mereka tidak
memandang demikian. Sebab perbedaan pendapat mereka didasarkan pada
penafsiran ayat Al-Quran yaitu :
َ z‫اتُ ُك ْم َوأَ َخ‬zzَ‫ت َعلَ ْي ُك ْم أُ َّمهَاتُ ُك ْم َوبَن‬
ُ zَ‫ ااَل تُ ُك ْم َوبَن‬z‫واتُ ُك ْم َو َع َّماتُ ُك ْم َو َخ‬z
‫ات‬z ْ ‫حُرِّ َم‬
َ ‫ ْعنَ ُك ْم َوأَ َخ‬zzzz‫ض‬
‫واتُ ُكم ِّم َن‬zzzz َ ْ‫اتُ ُك ُم الاَّل تِي أَر‬zzzzَ‫ت َوأُ َّمه‬ ِ ‫ات اأْل ُ ْخ‬zzzzُ َ‫خ َوبَن‬ ِ َ ‫اأْل‬
ِ ‫ات نِ َسائِ ُك ْم َو َربَائِبُ ُك ُم الاَّل تِي فِي ُحج‬
‫ائِ ُك ُم‬zz‫ور ُكم ِّمن نِّ َس‬zzُ ُ َ‫َّضا َع ِة َوأُ َّمه‬ َ ‫الر‬
َ zَ‫الاَّل تِي َد َخ ْلتُم بِ ِه َّن فَإِن لَّ ْم تَ ُكونُوا َد َخ ْلتُم بِ ِه َّن فَاَل ُجن‬
‫ ُل‬z ِ‫اح َعلَ ْي ُك ْم َو َحاَل ئ‬z
ۗ‫ف‬ َ َ‫ل‬zz‫ ْد َس‬zzَ‫ين ِم ْن أَصْ اَل بِ ُك ْم َوأَن تَجْ َمعُوا بَي َْن اأْل ُ ْختَي ِْن إِاَّل َما ق‬ َ ‫أَ ْبنَائِ ُك ُم الَّ ِذ‬
٢٣﴿ ‫َّحي ًما‬ ِ ‫ان َغفُورًا ر‬ َ ‫﴾إِ َّن هَّللا َ َك‬
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, sedang kamu
dalam keadaan junub , terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan
jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air
atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air,

17
maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik. sapulah mukamu dan
tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun. (QS. An-
Nisa: 23)
TAYAMUM
Tayamum adalah menggunakan ( debu ) tanah yang baik untuk mengusap muka dan kedua
tangan dengan niat untuk membolehkan mendirikan shalat. Kebolehan bertayamum
didasarkan kepada firman allah swt yang tertera di dalam Q.S. annisa : 43. Yaitu :

‫ا‬zzً‫ون َواَل ُجنُب‬ َ ُ‫صاَل ةَ َوأَنتُ ْم ُس َكا َر ٰى َحتَّ ٰى تَ ْعلَ ُموا َما تَقُول‬ َّ ‫ين آ َمنُوا اَل تَ ْق َربُوا ال‬ َ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذ‬
‫ ٌد ِّمن ُكم‬z‫ا َء أَ َح‬zz‫فَ ٍر أَ ْو َج‬z‫ ٰى أَ ْو َعلَ ٰى َس‬z‫ض‬ َ ْ‫لُوا ۚ َوإِن ُكنتُم َّمر‬z‫يل َحتَّ ٰى تَ ْغتَ ِس‬ ٍ ِ‫إِاَّل َعابِ ِري َسب‬
‫و ِه ُك ْم‬zz‫ص ِعيدًا طَيِّبًا فَا ْم َسحُوا بِ ُو ُج‬ َ ‫ِّم َن ْال َغائِ ِط أَ ْو اَل َم ْستُ ُم النِّ َسا َء فَلَ ْم تَ ِج ُدوا َما ًء فَتَيَ َّم ُموا‬
٤٣﴿ ‫ان َعفُ ًّوا َغفُورًا‬ َ ‫﴾ َوأَ ْي ِدي ُك ْم ۗ إِ َّن هَّللا َ َك‬
Berikut ini penjelasan lebih rinci :
Tayamum menurut bahasa berarti maksud / tujuan.
Secara syariat tayamum berarti menuju ke pasir untuk mengusap wajah san sepasang tangan
dengan niat agar di perbolehkannya shalat
Menurut bahasa tayamum berarti menyengaja
Tayammum dari segi bahasa ialah (sengaja). Pengertian ini diambil dari firman Allah SW.T:
(Al-Baqarah: 267) yaitu :

ِ ْ‫ا لَ ُكم ِّم َن اأْل َر‬zzَ‫ ْبتُ ْم َو ِم َّما أَ ْخ َرجْ ن‬z ‫ا َك َس‬zz‫ت َم‬
‫ض ۖ َواَل‬ َ ‫ين آ َمنُوا أَنفِقُوا ِمن‬
ِ ‫ا‬zzَ‫طيِّب‬ َ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذ‬
‫وا أَ َّن هَّللا َ َغنِ ٌّي‬zz‫ ِه ۚ َوا ْعلَ ُم‬z‫وا فِي‬z‫ض‬
ُ ‫آخ ِذي ِه إِاَّل أَن تُ ْغ ِم‬ َ ِ‫تَيَ َّم ُموا ْال َخب‬
َ ُ‫يث ِم ْنهُ تُنفِق‬
ِ ِ‫ون َولَ ْستُم ب‬
٢٦٧﴿ ‫﴾ َح ِمي ٌد‬
Maksudnya: " Dan janganlah kamu 'sengaja' memilih buruk dari padanya, lalu kamu
dermakan atau kamu jadikan pemberian zakat. "Dengan pengertian ini juga, penyair berkata,
Maksudnya:" Aku 'menyengaja kepada kamu jika tidak aku dapati orang yang mempunyai
akal fikiran. Dan barangsiapa tidak  mendapati air bertayammumlah dengan tanah."Manakala
dari segi istilah Syara', tayammum bermaksud 'menyengaja' atau menghendaki pada tanah
untuk menyapu muka dan dua tangan dengan niat yang mengharuskan solat.
WAKTU TAYAMUM
Menurut hanafiyah tayamum diperbolehkan sebelum masuk waktu sholat, serta dapat
digunakan lebih dari sekali sholat fardlu karena menjadi pengganti mutlak dari wudlu.
Menurut jumhur sebaliknya, yaitu tayammum hanya diperbolehkan untuk sekali sholat fardhu
dan harus dilakukan setelah waktu sholat.
Semua ulama mazhab sepakat bahwa tidak boleh bertayammum untuk shalat sebelum masuk
waktu shalat, kecuali
menurut Hanafi, Sah bertayammum sebelum masuk waktu shalat.

18
Imamiyah: Kalau bertayammum sebelum waktunya untuk tujuan yang dibolehkan
bertayammum, kemudian masuk waktu dan tayammumnya belum batal, maka ia boleh shalat
dengan tayammum tersebut.
Imamiyah dan Hanafi: Boleh bertayammum untuk menjama’ dua shalat dengan satu
tayammum. Syafi’i dan Maliki: Tidak boleh  menjama’ dua shalat fardhu dengan satu
tayammum saja. 

Hambali: Boleh menjama’ untuk dua shalat qadha (pengganti) bukan untuk


shalat ada’an (shalat pada waktunya). 

Hal-Hal Yang Membolehkan Tayamum


Tayamum di bolehkan bagi orang-orang yang berhadast, baik hadast kecil maupun hadast
besar, baik dalam kedaan menetap dikampung maupun dalam keadaan sedang bepergian ,
jika terdapat ( salah sati ) sebab-sebab berikut ini ):
1. Tidak mendapat air, atau air yang ada tidak mencukupi untuk berwudhu atau mandu.
Tetapi, sebelum melakukan tayamum, hendak lah terlebih dahulu mencari air samapi
yakin benar bahwa air tersebut tidak ada atau amat jauh dari tempat mendirikan
shalat.
2. Menderita luka atau dalam keadaan lukanya akan terlambat sembuhnya atau sakitnya
akan bertambah. Hal itu bisa diketahui melalui pengalam sendiri atau melalui
petunjuk dokter. Keterangan ini terdapat dalam sebuah hadist dari jabir ra yaitu :
kami sedang dalam perjalanan. Tiba-tiba seorang diantara kami tertimpa batu
sehingga kepalanya terluka. Tetapi , malamnya ia mimpi bersetubuh . karena itu ia
bertanya kepada mitra-mitranya bagaimana pendapat anda tidak boleh mengambil
rukshah itu, karena anda sanggup mandi. Laki-laki itu lantas mandi dan ia pun mati
Tatkala kami bertemu rasulallah saw, berita itu segera disampaikan kepadanya .
rasulallah saw berkaat : mereka telah membunuhnya, allah mengutuk mereka
cukuplah untuk dia bertayamum.
3. Air sangat dingin dengan menggunakannya di yakini akan mendatangkan
kemudharatan, syarat kebolehannya disini adalah setelah tidak berhasil upaya
menghangatkannya, termasuk dengan mengupahkannya kepada orang lain atau
dengan cara yang lainnya.
4. Air dekat, tetapi takut untuk mengambilny, baik takut akan kehilangan jiwa
( terbunuh), kehilangan kehormatan, harta atau teman , atau takut kepada musuh, baik
manusia maupun hewan.
5. Air ada dan cukup, tetapi dibutuhkan untuk air minum , baik untuk manusia maupun
hewan, atau dibutuhkan untuk merendam tepung makanan, memasak, atau untuk
6. membersihkan najis yang tidak dimaafkan. Ali ra berkata mengenai sesorang yang
sedang berada dalam perjalanan.
7. Air ada dan cukup serta sanggup menggunakannya , tetapi ada kekhawatiran bahwa
dengan menggunakan air itu untuk berwudhu atau mandi waktu shalat akan habis
karena sudah sempit.dalam hal ini dibenarkan bertayamum saja
Debu Yang Digunakan Untuk Bertayamum

19
Boleh bertayamum menggunakan debu yang suci, dan segala sesuatu termasuk jenis tanah,
seperti kerikil, batu, dan kapur. Sebagaimana firman allah:
‘maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik dan suci. “ ( Q.R annisa (4) : 43 ).
semua ahli bahasa sepakat bahwa yang dimaksud debu dalam ayat diatas adalah permukaan
tanah secara umum, baik yang berupa debu maupun jenis lainnya.
Cara Bertayamum
Tayamum wajib didahuli dengan niat, yaitu niat untuk memebolehkan shalat. Urutan
pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
1. Niat untuk memperboolehkan shalat
2. Membaca basmallah
3. Memukulkan ( menempelkan ) kedua telapak tangan ke tanah, kemudian
mengangkatnya dan meniupnya atau menepukkan kedua telapak tangan sampai
dengan pergelangan . dalil untuk bertayamum seperti itu terdapat dalam hadist
rasulallah saw sebagai berikut :
“sesungguhnya memadai untukmu engkau pukulkan kedua telapak tanganmu ketanah,
lalu engkau tiupkan ( agar tanah tidak terlalu banyak ) , kemudian engkau usapkan
dengan kedu telapak tangan itu wajahmu dan kedua telapak tanganmu ( muka dan
belakangnya ) sampai dengan kedua pergelangan. ( H.R. al- daruquthni ammar ra )
Ada ulama yang berpendapat bahwa cara tayamum itu adalah dengan memeukulkan
kedua telapak tangan ke tanah sebanyak dua kali . sekali untuk mengusap wajah dan
sekali untuk mengusap tangan sampai siku. Menurut mereka mengusap tangan sampai
siku dikiaskan dengan wudhu. Sayyid sabiq menjelaskan , dalam fiqhus sunnah
bahwa cara semacam itu tidak mempunyai keterangan yang jelas seperti jelasnya
keterangan mengenai cara yang tersebut pertama.
Hal-Hal Yang Membatalkan Tayamum
Segala hal yang memebatalkan wudhu dengan sendirinya membatalakan tayamum. Tetapai
tayamum batal juga dengan adanya air bagi orang yang tadinya tidak mendapatkan air, atau
batal dengan kesanggupan memakai air bagi orang yang tadinya tidak sanggup
menggunakannya. Namun demikian, seseorang yang bertayamum , lalu setelah selesai shalat
mendapatkan air, atau telah sanggup menggunakannya, tidaklah wajib mengulangi shalatnya.
Tetapi ia wajib mandi manakala air telah didapatnya dan sanggup pula ia menggunakannya.
Dalil mengenai wajib mandi itu adalah hadist terdahulu menjelaskan tentang seseorang laki-
laki yang mengasingkan diri, tidak ikut shalat jama’ah bersama orang banyak,karena sedang
dalam keadaan junub. Rasulallah berkata kepadanya :
“ engkau boleh menggunakan tanah ( tayamum ), dan itu cukup bagimu (untuk shalat)”,
MANDI JUNUB ( AL-GHUSLU )
Pengerian Mandi Janabah
Mandi dalam bahasa Arab disebut dengan istilah al-ghusl . Kata ini memiliki makna yaitu
menuangkan air ke seluruh tubuh. Sedangkan secara istilah, para ulama menyebutkan
definisinya yaitu, Memakai air yang suci pada seluruh badan dengan tata cara tertentu dengan
syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Adapun kata Janabah dalam bahasa Arab bermakna jauh
dan lawan dari dekat Sedangkan secara istilah fiqih, kata janabah ini menurut Al-Imam An-

20
Nawawi  ra. berarti   Janabah secara syar'i dikaitkan dengan seseorang yang keluar mani atau
melakukan hubungan suami istri, disebut bahwa seseorang itu junub karena dia menjauhi
shalat, masjid dan membaca Al-Quran serta dijauhkan atas hal-hal tersebut. Mandi Janabah
sering juga disebut dengan istilah 'mandi wajib'. Mandi ini merupakan tata cara ritual yang
bersifat ta`abbudi dan bertujuan menghilangkan hadats besar.
Sedangkan secara istilah fiqih, kata janabah ini menurut Al-Imam An-Nawa
wirahimahullah berarti :
‫ﻊﻤﺎﺠ ﻥﻤ ﻰﻠﻋﻭ ﻲﻨﻤﻟﺍ لﺯﻨﺃ ﻥﻤ ﻰﻠﻋ ﻉﺭﺸﻟﺍ ﻲﻓ ﺔﺒﺎﻨﺠﻟﺍ ﻕﻠﻁﺘ‬
‫ﻼﺼﻟﺍ ﺏﻨﺘﺠﻴ ﻪﻨﻷ ﺎﺒﻨﺠ ﻲﻤﺴﻭ ﺎﻬﻨﻋ ﺩﻋﺎﺒﺘﻴﻭ ﺓﺀﺍﺭﻘﻟﺍﻭ ﺩﺠﺴﻤﻟﺍﻭ ﺓ‬
Janabah secara syar'i dikaitkan dengan seseorang yang keluar mani atau melakukan
hubungan suami istri, disebut bahwa seseorang itu junub karena dia menjauhi shalat,
masjid dan membaca Al-Quran serta dijauhkan atas hal-hal tersebut.
Mandi Janabah sering juga disebut dengan istilah 'mandi wajib'. Mandi ini merupakan tata
cara ritual yang bersifat ta`abbudi dan bertujuan menghilangkan hadats besar.
Sedangkan secara istilah, para ulama menyebutkan definisinya yaitu :
‫ﻁﻭﺭﺸﺒ ﺹﻭﺼﺨﻤ ﻪﺠﻭ ﻰﻠﻋ ﻥﺩﺒﻟﺍ ﻊﻴﻤﺠ ﻲﻓ ﺭﻭﻬﻁ ﺀﺎﻤ لﺎﻤﻌﺘﺴﺍ‬
‫ﻥﺎﻜﺭﺃﻭ‬
“Memakai air yang suci pada seluruh badan dengan tata cara”
Menurut bahasa yaitu al- ghasl atau al- ghusl yang berarti mengalirnya air pada sesuatu.
Menurut istilah yaitu  meratakan air pada seluruh badan dari ujung rambut sampai ujung jari
kaki disertai dengan niat sesuai dengan keperluannya, mungkin untuk menghilangkan hadats
besar atau mandi sunnah.
Mandi wajib adalah mandi dengan menggunakan air suci dan bersih(air mutlak) yang
mensucikan dengan mengalirkan air tersebut ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut
sampai ujung kaki.
Mandi Wajib adalah mandi yang diperuntukan oleh seorang yang berhadats besar
seperti, keluar mani,bersetubuh,mimpi basah dan sebagainya.

Menurut bahasa yaitu al- ghasl atau al- ghusl yang berarti mengalirnya air pada sesuatu.

Menurut istilah yaitu  meratakan air pada seluruh badan dari ujung rambut sampai ujung jari
kaki disertai dengan niat sesuai dengan keperluannya, mungkin untuk menghilangkan hadats
besar atau mandi sunnah. Pengertian madi besar adalah mandi untuk bersuci dari hadats
besar.
Hal-Hal Yang Mewajibkan Mandi Janabah
Para ulama menetapkan paling tidak ada 6 hal yang mewajibkan seseorang untuk mandi
janabah. Tiga hal di antaranya dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan. Tiga lagi sisanya
hanya terjadi pada perempuan.

1. Keluar Mani
Keluarnya air mani menyebabkan seseorang mendapat janabah, baik dengan cara sengaja
(masturbasi) atau tidak.   Namun ada sedikit perbedaan pandangan dalam hal ini di antara
para fuqaha'. Mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan Al- Hanabilah mensyaratkan
keluarnya mani itu karena  syahwat atau dorongan gejolak nafsu, baik keluar dengan sengaja
atau tidak sengaja. Yang penting, ada dorongan syahwat seiring dengan keluarnya mani.
Maka barulah diwajibkan mandi janabah.                                           

21
Sedangkan mazhab Asy-syafi'iyah memutlakkan keluarnya mani, baik karena syahwat atau
pun karena sakit, semuanya tetap mewajibkan mandi janabah. Sedangkan air mani laki-laki
itu sendiri punya ciri khas yang membedakannya dengan wadi dan mazi. Dari aromanya, air
mani memiliki aroma seperti aroma 'ajin (adonan roti). Dan seperti telur bila telah mengering.
Keluarnya dengan cara memancar, Rasa lezat ketika keluar dan setelah itu syahwat jadi
mereda. Begitu juga dengan Mani Wanita, Ummi Salamah r.a pernah berkata bahwa Ummu
Sulaimah istri Abu Thalhah bertanya.
"Ya Rasulullah, apakah wanita wajib mandi bila keluar mani? Rasulullah SAW menjawab,
"Ya, bila dia melihat mani keluar". (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa wanita pun mengalami keluar mani, bukan hanya laki-laki.

2. Bertemunya Dua Kemaluan


Yang dimaksud dengan bertemunya dua kemaluan adalah kemaluan laki-laki dan kemaluan
wanita. Dan istilah ini disebutkan dengan maksud persetubuhan (jima'). Dan para ulama
membuat batasan : dengan lenyapnya kemaluan (masuknya) ke dalam  faraj   wanita, atau
faraj apapun baik faraj hewan. Termasuk juga bila dimasukkan ke dalam dubur, baik dubur
wanita ataupun dubur laki-laki, baik orang dewasa atau anak kecil. Baik dalam keadaan
hidup ataupun dalam keadaan mati. Semuanya mewajibkan mandi. Hal yang sama berlaku
juga untuk wanita, dimana bila farajnya dimasuki oleh kemaluan laki-laki, baik dewasa atau
anak kecil, baik kemaluan manusia maupun kemaluan hewan, baik dalam keadaan hidup atau
dalam keadaan mati, termasuk juga bila yang dimasuki itu duburnya. Semuanya mewajibkan
mandi. Semua yang disebutkan di atas termasuk hal-hal yang mewajibkan mandi, meskipun
tidak sampai keluar air mani. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW berikut ini :
Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Bila dua kemaluan bertemu atau
bila kemaluan menyentuh kemaluan lainnya, maka hal itu mewajibkan mandi janabah. Aku
melakukannya bersama Rasulullah SAW dan kami mandi. Dari Abi Hurairah ra berkata
bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Bila seseorang duduk di antara empat cabangnya
kemudian bersungguh-sungguh (menyetubuhi), maka sudah wajib mandi. (HR. Muttafaqun
'alaihi). Dalam riwayat Muslim disebutkan : "Meski pun tidak keluar mani"

3. Meninggal
Seseorang yang meninggal, maka wajib atas orang lain yang masih hidup untuk memandikan
jenazahnya. Dalilnya adalah sabda Nabi Saw tentang orang yang sedang ihram tertimpa
kematian :
Rasulullah SAW bersabda,"Mandikanlah dengan air dan daun bidara`. (HR. Bukhari dan
Muslim)

4. Haidh
Haidh atau menstruasi adalah kejadian alamiyah yang wajar terjadi pada seorang wanita dan
bersifat rutin bulanan. Keluarnya darah haidh itu justru menunjukkan bahwa tubuh wanita itu
sehat. Dalilnya adalah firman Allah SWT dan juga sabda Rasulullah SAW :
Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah kotoran". Oleh sebab
itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah
mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. (QS. Al- Baqarah :
222)

22
Nabi SAW bersabda,`Apabila haidh tiba, tingalkan shalat, apabila telah selesai (dari haidh),
maka mandilah dan shalatlah. (HR Bukhari dan Muslim)

5. Nifas
Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan seorang wanita setelah melahirkan. Nifas itu
mewajibkan mandi janabah, meski bayi yang dilahirkannya itu dalam keadaan mati. Begitu
berhenti dari keluarnya darah sesudah persalinan atau melahirkan, maka wajib atas wanita itu
untuk mandi janabah. Hukum nifas dalam banyak hal, lebih sering mengikuti hukum haidh.
Sehingga seorang yang nifas tidak boleh shalat, puasa, thawaf di baitullah, masuk masjid,
membaca Al-Quran, menyentuhnya, bersetubuh dan lain sebagainya.

6. Melahirkan
Seorang wanita yang melahirkan anak, meski anak itu dalam keadaan mati, maka wajib
atasnya untuk melakukan mandi janabah. Bahkan meski saat melahirkan itu tidak ada darah
yang keluar. Artinya, meski seorang wanita tidak mengalami nifas, namun tetap wajib
atasnya untuk mandi janabah, lantaran persalinan yang dialaminya. Sebagian ulama
mengatakan bahwa 'illat atas wajib mandinya wanita yang melahirkan adalah karena anak
yang dilahirkan itu pada hakikatnya adalah mani juga, meski sudah berubah wujud menjadi
manusia. Dengan dasar itu, maka bila yang lahir bukan bayi tapi janin sekalipun, tetap
diwajibkan mandi, lantaran janin itu pun asalnya dari mani.

Fardhu Mandi Janabah


Untuk melakukan mandi janabah, maka ada tiga hal yang harus dikerjakan karena merupakan
rukun /pokok:
A. Niat              
Semua perbuatan itu tergantung dari niatnya. (HR Bukhari dan Muslim)

B. Menghilangkan Najis
Menghilangkan najis dari badan sesungguhnya merupakan syarat sah mandi janabah.
Dengan demikian, bila seorang akan mandi janabah, disyaratkan sebelumnya untuk
memastikan tidak ada lagi najis yang masih menempel di badannya. Caranya bisa dengan
mencucinya atau dengan mandi biasa dengan sabun atau pembersih lainnya. Adapun bila
najisnya tergolong najis berat, maka wajib mensucikannya dulu dengan air tujuh kali dan
salah satunya dengan tanah. Untuk itu sangat dianjurkan sebelum mandi janabah dilakukan,
mandi terlebih dahulu seperti biasa, dengan sabun dan lain-lainnya, agar dipastikan semua
najis dan kotoran telah hilang. setelah itu barulah mandi janabah hanya dengan air saja.

C. Meratakan Air
Seluruh badan harus rata mendapatkan air, baik kulit maupun rambut dan bulu. Baik akarnya
atau pun yang terjuntai. Semua penghalang wajib dilepas dan dihapus, seperti cat, lem,
pewarna kuku atau pewarna rambut bila bersifat menghalangi masuknya air. Rambut yang
dicat dengan menggunakan bahan kimiawi yang sifatnya menutup atau melapisi rambut,
dianggap belum memenuhi syarat. Sehingga cat itu harus dihilangkan terlebih dahulu.
Demikian juga bila di kulit masih tersisa lem yang bersifat melapisi kulit, harus dilepas
sebelum mandi agar kulit tidak terhalang dari terkena air.
Sedangkan pacar kuku (hinna') dan tato, tidak bersifat menghalangi sampainya air ke kulit,
sehingga tetap sah mandinya, lepas dari masalah haramnya membuat tato. Termasuk yang
dianggap tidak menghalangi air terkena kulit adalah tinta pemilu, dengan syarat tinta itu tidak
menutup atau melapisi kulit, tinta itu hanya sekedar mewarnai saja.

23
Sunnah Mandi Janabah
Rasulullah SAW telah memberikan contoh hidup bagaimana sebuah ritual mandi janabah
pernah beliau lakukan, lewat laporan dari istri beliau, ibunda mukminin, Aisyah RA

Aisyah RA berkata,`Ketika mandi janabah, Nabi SAW memulainya dengan mencuci kedua
tangannya, kemudian ia menumpahkan air dari tangan kanannya ke tangan kiri lalu ia
mencuci kemaluannya kemudia berwudhu seperti wudhu` orang shalat. Kemudian beliau
mengambil air lalu memasukan jari-jari tangannya ke sela-sela rambutnya, dan apabila ia
yakin semua kulit kepalanya telah basah beliau menyirami kepalnya 3 kali, kemudia beliau
membersihkan seluruh tubuhnya dengan air kemudia diakhir beliau mencuci kakinya (HR
Bukhari/248 dan Muslim/316)

Dari ’Aisyah RA dia berkata, ”Jika Rasulullah SAW mandi karena janabah, maka beliau
mencuci kedua tangan, kemudian wudhu’ sebagaimana wudhu beliau untuk sholat, kemudian
beliau menyela-nyela rambutnya dengan kedua tangan beliau, hingga ketika beliau menduga
air sudah sampai ke akar-akar rambut, beliau mengguyurnya dengan air tiga kali, kemudian
membasuh seluruh tubuhnya”. ’Aisyah berkata, ”Aku pernah mandi bersama Rasulullah
SAW dari satu bejana, kami mencibuk dari bejana itu semuanya.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Dari kedua hadits di atas, kita dapat menyimpulkan sebagai berikut :
A. Mencuci Kedua Tangan
Pertama sekali yang harus dilakukan ketika mandi janabah adalah mencuci kedua tangan.
Mencuci kedua tangan ini bisa dengan tanah atau sabun, lalu dibilas sebelum dimasukkan ke
wajan tempat air.

B. Mencuci Dua Kemaluan


Caranya dengan menumpahkan air dari tangan kanan ke tangan kiri dan dengan tangan kiri
itulah kemaluan dan dubur dicuci dan dibersihkan.

C. Membersihkan Najis
Selain dua kemaluan, juga disunnahkan terlebih dahulu untuk membersihkan semua najis
yang sekiranya masih melekat di badan.

D. Berwudhu
Setelah semua suci dan bersih dari najis, maka disunnahkan untuk berwudhu sebagaimana
wudhu' untuk shalat. Jumhur ulama mengatakan bahwa disunnahkan untuk mengakhirkan
mencuci kedua kaki. Maksudnya, wudhu' itu tidak pakai cuci kaki, cuci kakinya nanti setelah
mandi janabah usai.

E. Sela-sela Jari
Di antara yang dianjurkan juga adalah memasukan jari-jari tangan yang basah dengan air ke
sela-sela rambut, sampai ia yakin bahwa kulit kepalanya telah menjadi basah

F. Menyiram kepala
Sunnah juga untuk menyiram kepala dengan 3 kali siraman sebelum membasahi semua
anggota badan.

G. Membasahi Seluruh Badan


Ketika mandi dan membasahi semua bagian badan, ada keharusan untuk meratakannya.
Jangan sampai ada anggota badan yang tidak terbasahi air. Misalnya, kalau ada orang yang

24
memakai pewarna rambut atau kuku yang sifatnya menghalangi tembusnya air, maka mandi
itu menjadi tidak sah. Tergantung jenis pewarnanya, kalau tembus air atau menyatu menjadi
bagian dari rambut atau kuku, tentu tidak mengapa. Tetapi kalau tidak tembus dan
menghalangi, maka mandinya tidak sah. Sebelum mandi harus dihilangkan terlebih dahulu.

H. Mencuci kaki
Disunnahkan berwudhu di atas tanpa mencuci kaki, tetapi diakhirkan mencuci kakinya.
Dengan demikian, mandi janabah itu juga mengandung wudhu yang sunnah. Walau pun
tanpa berwudhu' sekalipun, sebenarnya mandi janabah itu sudah mengangkat hadats besar
dan kecil sekaligus.

Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Ketika Mandi

A. Mendahulukan anggota kanan


Mendahulukan anggota kanan dari anggota kiri seperti dalam berwudhu`. Hal tersebut
sebagaimana ditegaskan oleh hadits dari Aisyah, ia berkata:
Rasulullah SAW menyenangi untuk mendahulukan tangan kanannya dalam segala
urusannya; memakai sandal, menyisir dan bersuci (HR Bukhari/5854 dan Muslim/268)

B. Tidak perlu berwudhu lagi setelah mandi.


Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits dari Aisyah RA, ia berkata:
Rasulullah SAW mandi kemudian shalat dua rakaat dan sholat shubuh, dan saya tidak
melihat beliau berwudhu setelah mandi (HR Abu Daud, at-Tirmidzy dan Ibnu Majah)

Hal-Hal Yang Haram Dikerjakan


Orang yang dalam keadaan janabah diharamkan melakukan beberapa pekerjaan, lantaran
pekerjaan itu mensyaratkan kesucian dari hadats besar. Di antara beberapa pekerjaan itu
adalah :
A. Shalat
Shalat adalah ibadah yang mensyaratkan kesucian dari hadats kecil maupun hadats besar.
Seorang yang dalam keadaan janabah atau berhadats besar, haram hukumnya melakukan
ibadah shalat, baik shalat yang hukumnya fardhu a'in seperti shalat lima waktu, atau fadhu
kifayah seperti shalat jenazah, atau pun shalat yang hukumnya sunnah seperti dhuha, witir,
tahajjud.
Dasar keharaman shalat dalam keadaan hadats besar adalah hadits berikut ini :
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Tidak
diterima shalat yang tidak dengan kesucian". (HR. Muslim).

B. Sujud Tilawah
Sujud tilawah adalah sujud yang disunnahkan pada saat kita membaca ayat-ayat tilawah, baik
dilakukan di dalam shalat maupun di luar shalat.
Syarat dari sujud tilawah juga suci dari hadats kecil dan besar. Sehingga orang yang dalam
keadaan janabah, haram hukumnya melakukan sujud tilawah.

C. Tawaf

25
Tawaf di Baitullah Al-Haram senilai dengan shalat, sehingga kalau shalat itu terlarang bagi
orang yang janabah, otomatis demikian juga hukumnya buat tawaf.
Dasar persamaan nilai shalat dengan tawaf adalah sabda Rasulullah SAW :
Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Tawaf di
Baitullah adalah shalat, kecuali Allah membolehkan di dalamnya berbicara." (HR. Tirmizy,
Al-Hakim dan Adz-Dzahabi menshahihkannya)

Dengan hadits ini, mayoritas (jumhur) ulama sepakat untuk mengharamkan tawaf di seputar
ka'bah bagi orang yang janabah sampai dia suci dari hadatsnya. Kecuali ada satu pendapat
menyendiri dari madzhab Al-Hanafiyah yang menyebutkan bahwa suci dari hadats besar
bukan syarat sah tawaf, melainkan hanya wajib. Sehingga dalam pandangan yang menyendiri
ini, seorang yang tawaf dalam keadaan janabah tetap dibenarkan, namun dia wajib membayar
dam, berupa menyembelih seekor kambing.
Pendapat ini didasarkan pada fatwa Ibnu Abbas r.a  yang menyebutkan bahwa menyembelih
kambing wajib bagi seorang yang melakukan ibadah haji dalam dua masalah :
- bila tawaf dalam keadaan janabah,
- bila melakukan hubungan seksual setelah wuquf di Arafah.

D. Memegang atau Menyentuh Mushaf


Jumhur Ulama sepakat bahwa orang yang berhadats besar termasuk juga orang yang haidh
dilarang menyentuh mushaf Al-Quran. Dalilnya adalah firman Allah SWT berikut ini :
َ ‫﴾اَّل يَ َم ُّسهُ إِاَّل ْال ُمطَهَّر‬
٧٩﴿ ‫ُون‬
`Dan tidak menyentuhnya kecuali orang yang suci.` . (QS. Al- Waqi’ah ayat 79)
Ditambah dan dikuatkan dengan hadits Rasulullah SAW berikut ini :
Dari Abdullah bin Abi Bakar bahwa dalam surat yang ditulis oleh Rasulullah SAW kepada
‘Amr bin Hazm tertulis : Janganlah seseorang menyentuh Al-Quran kecuali dia dalam
keadaan suci”.(HR. Malik).

E. Melafazkan Ayat-ayat Al-Quran


Empat madzhab yang ada, yaitu Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-
Hanabilah, semuanya sepakat bulat mengharamkan orang yang dalam keadaan janabah untuk
melafadzkan ayat ayat Al-Quran.
Dari Abdillah Ibnu Umar radhiyallahu anhu bahwa Rasululah SAW bersabda,"Wanita yang
haidh atau orang yang janabah tidak boleh membaca sepotong ayat Qur’an (HR. Tirmizy).
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata bahwa Rasulullah SAW tidak terhalang
dari membaca Al-Quran kecuali dalam keadaan junub. (HR. Ahmad)

Larangan ini dengan pengecualian kecuali bila lafadz Al-Quran itu hanya disuarakan di
dalam hati. Juga bila lafadz itu pada hakikatnya hanyalah doa atau zikir yang lafadznya
diambil dari ayat Al-Quran secara tidak langsung (iqtibas). Namun ada pula pendapat yang
membolehkan wanita haidh membaca Al-Quran dengan catatan tidak menyentuh mushaf dan
takut lupa akan hafalannya bila masa haidhnya terlalu lama. Juga dalam membacanya tidak
terlalu banyak. Pendapat ini adalah pendapat Malik.
Diriwayatkan bawa Ibnu Abbas radhiyalahu anhu dan Said ibnul Musayyib termasuk pihak
yang membolehkan wanita haidh melafadzkan ayat-ayat bahkan keseluruhan Al-Quran.

F. Masuk ke Masjid
Seorang yang dalam keadaan janabah, oleh Al-Qur’an Al-Karim secara tegas dilarang
memasuki masjid, kecuali bila sekedar melintas saja.

26
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan mabuk,
sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu
dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.(QS. An-Nisa' :43)

Selain Al-Quran, Sunnah Nabawiyah juga mengharamkan hal itu :


Dari Aisyah RA. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Tidak ku halalkan masjid bagi
orang yang junub dan haidh`. (HR. Bukhari, Abu Daud dan IbnuKhuzaemah).
Apabila haidh tiba, tinggalkan shalat, apabila telah selesai (dari haidh), maka mandilah dan
shalatlah. (HR Bukhari dan Muslim)

Tata cara Mandi Janabah


Mandi Janabah tentu bukan hal yang asing bagi orang yang sudah dewasa. Namun bagaimana
tatacara mandi janabah seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw,  tentu masih sedikit
yang tahu. Tidak ada perbedaan cara mandi janabah antara laki-laki dan wanita.

Berikut Tata cara Mandi Janabah :


1. Niat di dalam hati dan tidak diucapkan
Aku bersaksi bahwa tidak ada ilahi yang berhak disembah selain Allah semata; yang tidak
ada sekutu baginya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-
Nya, Ya Allah jadikan aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikan aku termasuk
orang-orang yang suka mensucikan diri ’
- Pendapat : Mandi hadas besar (junub) memang harus ada niatnya, niatnya bisa dalam hati
yang intinya ingin bersuci, sebab Allah SWT maha tau dari apa yang ada dalam hati kita,
Tapi ada pula yang mengatakan kalau nggak pake bacaan kurang mantap, ya silahkan
saja…yang penting kita mandi berniat untuk mensucikan diri kita dari hadas besar (mandi
junub).
- Pendapat : Ada pendapat yang mengatakan bahwa mandi junub itu harus membasuh
seluruh tubuh secara merata sebanyak 7x dengan tangan, terutama pada daerah senggama,
harus dibersihkan dari najis yang mungkin masih menempel, akan tetapi ada pula yang
bilang nggak perlu membasuh sebanyak 7x sebab saat ini sudah ada sabun mandi dan
sampoo yang bisa membersihkan diri kita dari kotoran dan najis, nah semuanya pendapat
tentu sudah ada dasar pemikiran dan hasil renungan dari para ulama, semua pendapat
ulama adalah baik.
Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Umar bin Khathab radhiallahu ‘anhubahwa
Rasulullah saw bersabda :
“Sesungguhnya amalan-amalan seseorang tergantung niatnya, dan seseorang akan
mendapatkan balasan sesuai niatnya

2.  Membaca Bimillah
Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a,  (H.R Abu Dawud, Ibnu
Majah, Ahmad, dan lainnya. Lihat Irwa’ Al Ghalil hadits no.81, syaikh Al Albani
menghasankan hadits ini karena ada banyak jalur periwayatan dan penguat (syawahid).
3.  Mencuci kedua tangan
Mencuci kedua tangan sebelum dimasukkan/dicelupkan ke dalam bejana/tempat air.

27
4. Menuangkan air dengan tangan kanan ke tangan kiri, lalu digunakan untuk mencuci
kemaluan dengan tangan kiri dan dilakukan sebanyak dua atau tiga kali.
5.  Tangan kiri yang digunakan untuk mencuci kemaluan digosokkan/diusapkan ke
bumi/tanah atau ke tembok sebanyak dua atau tiga kali dilakukan dengan sungguh-
sungguh.
‫ فَ َدلّـَـ َكهَا َد ْلــ ًكا َش ِد ْيدًا‬، ‫ض‬
َ ْ‫ــش َماْ لِ ِه ْاألَر‬
ِ ِ‫ب ب‬ َ ‫ثُ َّم‬
َ ‫ض َر‬
“Kemudian Beliau mengusap tanah dengan tangan kirinya lalu menggosoknya dengan
gosokan yang sungguh-sungguh…” (HR. Muslim no.720).
6.   Berwudhu sebagaimana wudhu hendak Shalat
Yakni melakukan  madhmadhah (berkumur-kumur),  istinsyaq (memasukkan air ke
hidung) dan  istintsar (mengeluarkan air dari hidung), mencuci wajah, dua lengan,
mengusap kepala dan telinga.
7. Memasukkan jari jemarinya ke dalam air lalu menyela-nyela pangkal rambutnya sampai
dipastikan kulit kepala terkena air. Setelah itu menuangkan air sepenuh 2 telapak tangan
ke kepala sebanyak tiga kali siraman.
“Kemudian Beliau menyela-nyela rambutnya dengan tangannya hingga ketika Beliau
memastikan telah membasahi kulit kepalanya, Beliau pun menuangkan air ke kepalanya tiga
kali” (HR. Bukhari no.272 dan Muslim no.716).
Ketika membasuh kepala dimulai dari belahan rambut bagian kanan kemudian kiri setelah itu
bagian tengah. Rasulullah SAW  pernah berkata :
‫ فَأُفِيْضُ َعلَى َر ْأ ِس ْي ثَالَ ثًا‬,‫أَ َّما أَ نَا‬
“Adapun aku, aku menuangkan air ke kepalaku tiga kali. ”Dan Beliau mengisyaratkan
dengan kedua tangannya. (HR. Bukhari no.254 dan Muslim no.738).
“Rasulullah mengambil air dengan telapak tangannya lalu mulai menuangkannya ke belahan
kepalanya yang kanan kemudian yang kiri” (HR. Bukhari no.258 dan Muslim no.723).
8. Membasuh dan meratakan air ke seluruh tubuh
  Meratakan air ke seluruh anggota badan yang zahir (terlihat) termasuk semua lipatan badan.
Meliputi kulit, rambut dan bulu yang ada di badan, sama bulu-bulu yang jarang ataupun
lebat.
9. Bergeser sedikit dari tempat semula lalu mencuci kaki, sebagaimana hadits Maimunah RA :
“Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam berwudhu seperti wudhu untuk mengerjakan
shalat hanya saja Beliau tidak mencuci kakinya. Dan (sebelumnya) Beliau telah mencuci
kemaluannya dan kotoran yang mengenainya. Kemudian Beliau menuangkan air ke atas
tubuhnya, setelahnya Beliau memindahkan kedua kakinya (berpindah dari tempat semula),
lalu mencuci keduanya.” (HR. Bukhari no.249 dan Muslim no.720).
Adapun hikmah diakhirkannya mencuci kaki, Al-Imam Al-Qurthubi RA berkata :
“Hikmah diakhirkannya mencuci kedua kaki agar dalam mandi janabah itu diawali dan
diakhiri dengan membasuh anggota wudhu.” (Fathul Bari, I/470).
10. Tidak Berwudhu lagi setelah mandi
‘Aisyah r.a  mengabarkan :
“Rasulullah SAW mandi dan setelah itu ia shalat dua rakaat (qabliyyah shubuh). aku tidak
pernah melihat Beliau memperbaharui wudhu setelah mandi”. (HR. Abu Dawud no.250,
dishahihkan Syaikh Albani  dalam Shahih Sunan Abi Dawud)
Dengan demikian bila seseorang hendak mengerjakan shalat setelah mandi janabah maka
wudhu yang dilakukan saat mandi janabah telah mencukupinya selama wudhu tersebut
belum batal, sehingga ia tidak perlu mengulangi wudhunya setelah mandi.
11.  Mengeringkan air dari tubuh dengan mengeringkan/mengibaskan air dengan tangan.

28
Hadits Maimunah RA disebutkan : “Maimunah berkata : Aku pun memberikan
kain/handuk kepada Beliau (untuk mengusap/mengelap tubuh Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wasallam
namun Beliau tidak menginginkannya. Maka mulailah Beliau mengibaskan air dengan
tangannya.

29

Anda mungkin juga menyukai