Anda di halaman 1dari 15

KARAKTERISTIK, SUMBER, DAMPAK,

HUKUM DAN PENANGANAN LIMBAH B3

Makalah disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Ekotoksikologi yang dibina oleh
Dr. Sueb, M.Kes. dan Bagus Priambodo, S.Si., M.Si., M.Sc
Yang dipresentasikan pada hari Senin, 5 Oktober 2020

Oleh
Kelompok 4 Offering G-GK
Aisy Hanifah 180342618060
Artika Muliany Tindaon 180342618047
Ayu Febrinanti 180342618039
Zela Lia Qomaria 170342615571

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Oktober 2020
KARAKTERISTIK, SUMBER, DAMPAK,
HUKUM DAN PENANGANAN LIMBAH B3
Sueb1, Bagus Priambodo1, Aisy Hanifah1, Artika Muliany Tindaon1, Ayu Febrinanti1, Zela Lia
Qomaria1
1
Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences,
Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 05 Malang 65145, Indonesia

Corresponding author:
sueb.fmipa@um.ac.id,aisy.hanifah.1803426@students.um.ac.id

Abstrak. Tujuan makalah mengetahui karakteristik, sumber, dampak, hukum, dan


penanganan limbah B3. Metode yang digunakan mengkajiartikel internasional,
artikel nasional, dan ebook. Karakter limbah B3 yaitu mudah terbakar, korosi,
reaktif, dan toksik; sumber bahan kimia B3 dikelompokkan dalam 3 jenis yaitu
limbah B3 spesifik, tidak spesifik, dan limbah kaduluarsa, tumpahan, sisa kemasan,
atau buangan; dampak yang ditimbulkan gangguan pada kesehatan dan lingkungan;
dan penanganan limbah B3 dengan reduksi, penyimpanan, pengumpulan,
pengangkutan, pemanfaatan pengelolaan dan penimbunan limbah.

Kata kunci: Limbah B3, karakteristik, sumber, dampak, hukum, penanganan


limbah.

Abstract. The purpose of this paper is to find out the characteristics, sources,
impacts, laws, and handling of B3 waste. The method used is to review international
articles, national articles, and ebooks. The characters of B3 waste are flammable,
corrosive, reactive, and toxic; sources of B3 chemicals are grouped into 3 types,
namely specific, unspecified B3 waste and expired waste, spills, remaining packages,
or waste; impacts that may arise from disturbances to health and the environment;
and handling of B3 waste by reducing, storing, collecting, transporting, utilizing
waste management and landfilling.

Keywords: Hazardous waste, characteristics, source, impact, law, waste handling.

1. Pendahuluan
Limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3) adalah sisa suatu usaha
dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena
sifat dan/atau konsentrasinya dan atau jumlahnya baik secara langsung maupun tidak
langsung dapat mencemarkan dan atau merusakkan lingkungan hidup, dan atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lain [1]. Karakteristik B3 patologis, tajam, farmasi, sitotoksik,
kimiawi, radioaktif, bertekanan, dan memiliki kandungan logam berat yang tinggi [2].
Sumber limbah B3 meliputi industri, kelembagaan perusahaan, laboratorium
penelitian, lokasi pertambangan, lokasi pengolahan mineral, pertanian fasilitas dan
lingkungan alam. Semua sumber yang mengeluarkan cairan, gas atau padat [3].
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun, dijelaskan dapat mencemari dan/ atau merusak
lingkungan hidup, dan/ atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan serta
kelangsungan hidup manusia dan makhluk lain. Kekhawatiran akan limbah menjadi
perhatian penting pemerintah sebagai bentuk perlindungan pada masyarakatnya.
Regulasi baik ditingkat internasional hingga sub-nasional dibuat untuk mengatur dan
mengendalikan limbah B3 dari masyarakat [4,5].
Pengelolaan limbah B3 berupa penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan,
pengangkutan, dan pengolahan limbah B3 termasuk penimbunan hasil pengolahan
tersebut. Mata rantai dalam pengelolaan limbah B3, yaitu penghasil limbah B3,
pengumpul limbah B3, pengangkut limbah B3, pemanfaatan limbah B3 pengolah
limbah B3, penimbun limbah B3 [2].Oleh karena itu, tujuan penulisan makalah ini
adalah mengetahui karakteristik bahan kimia B3, sumber, dampak, hukum dan
penanganan limbah B3.

2. Kajian Pustaka
2.1 Pengertian dan klasifikasi limbah
Limbah menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 adalah sisa suatu
usaha dan kegiatan.Limbah berhubungan erat dengan adanya pencemaran, karena
limbah merupakan salah satu substansi pencemaran lingkungan. Oleh sebab itu,
pengolahan limbah sangat dibutuhkan agar tidak mencemari lingkungan. Berdasarkan
karakteristiknya, limbah digolongkan menjadi empat bagian, yaitu: limbah cair,
limbah padat, limbah gas(partikel), dan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
[6]. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) merupakan suatu zat sisa atau hasil
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun karena sifat dan atau
kosentrasinya dan jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
mencemarkan, merusak, dan membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, dan
keberlangsungan hidup makhluk hidup lainnya [7]. Berdasarkan sumbernya, limbah
B3 dapat diklasifikasikan menjadi:
a) Primary sludge, merupakan limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada
pemisahan awal dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang
stabil dan mudah menguap
b) Chemical sludge, merupakan limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi
dan flokulasi
c) Excess activated sludge, merupakan limbah yang berasal dari proses
pengolahan dengn lumpur aktif sehingga banyak mengandung padatan
organik berupa lumpur dari hasil proses tersebut.
d) Digested sludge, merupakan limbah yang berasal dari pengolahan biologi
dengan digested aerobic maupun anaerobik di mana padatan atau lumpur yang
dihasilkan cukup stabil dan banyak mengandung padatan organik [8].

2.2 Jenis limbah B3


Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun, terdapat beberapa jenis limbah B3 diklasifikasikan
menjadi beberapa bagian seperti, limbah B3 yang mudah dikenali dan boleh
dipergunakan antara lain seperti Amonia, Asam Asetat, Asam sulfat, Asam Klorida,
Asetilena, Formalin, Metanol, Natrium Hidroksida, dan juga gas Nitrogen. Kedua,
limbah B3 yang boleh dipergunakan namun dalam jumlah yang terbatas, antara lain
Merkuri, Lindane, Parathion, dan beberapa jenis CFC. Selain itu, jenis – jenis Bahan
Berbahaya dan Beracun juga dikategorikan dalam 4 kelompok, yaitu :
1. Limbah B3 dari sumber spesifik, merupakan limbah yang berasal dari
kegiatan utama industri, dan dapat dikategorikan sebagai jenis limbah B3 dari
sumber spesifik. Limbah B3 dari sumber spesifik digolongkan menjadi 2
jenis, yakni limbah B3 dari sumber spesifik umum dan khusus. Contoh limbah
B3 dari sumber spesifik umum ialah katalis bekas dan limbah karbon aktif
dari pabrik pupuk, residu proses produksi dan abu insinerator dari pabrik
pestisida serta residu dasar tangki dan sludge dari proses produksi kilang
minyak bumi. Sedangkan untuk limbah B3 dari sumber spesifik khusus
contohnya meliputi slag nikel, copper slag, slag timah putih dan sludge IPAL.
2. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik, merupakan limbah yang berasal dari
aktivitas dan kegiatan sampingan industri, seperti kegiatan pemeliharaan alat,
pencucian, pengemasan, pelarutan kerak dan sejenisnya.
3. Limbah B3 kadaluarsa, merupakan limbah yang berasal dari sumber yang
tidak diduga, misalnya produk kedaluwarsa, sisa kemasan, tumpahan, dan
buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
4. Limbah B3 dari hasil kegiatan rumah tangga, merupakan limbah yang berasal
dari kegiatan utama rumah tangga, seperti baterai bekas, bekas pengharum
ruangan, hairspray, obat nyamuk, deterjen pakaian dan pemutih pakaian[9].

2.3 Karakteristik limbah B3


Karakteristik limbah B3 dikelompokkan menjadi 4 bagian yaitu :
1) Bersifat mudah terbakar, yaitu limbah yang mempunyai salah satu
sifat berupa cairan bersifat liquid dan non liquid yang mengandung
alkohol kurang dari 24% dan dengan titik nyala 60°C. Limbah liquid
dan non liquid akan terbakar apabila terjadinya gesekan.
2) Bersifat korosif, yaitu limbah yang berwujud cair yang menyebabkan
perkaratan pada besi. Limbah ini memiliki sifat seperti menyebabkan
iritasi (terbakar) pada kulit, menyebabkan proses pengkaratan pada
lempeng baja dengan laju korosif lebih besar dari 6,35 dengan
temperatur 55°C , dan mempunyai PH sama atau kurang dari 2 untuk
limbah bersifat asam dan dan sama atau lebih besar dari 12.5 untuk
yang bersifat basa.
3) Bersifat reaktif, yaitu limbah yang cenderung tidak stabil dan
mengalami perubahan tanpa adanya pemicu langsung bereaksi dengan
air, sehingga akan berpotensi terjadi ledakan apabila bertemu dengan
air akan berpotensi menimbulkan ledakan, menghasilkan gas, uap atau
asap beracun dalam jumlah yang membahayakan bagi kesehatan
manusia dan lingkungan.
4) Bersifat beracun, yaitu limbah yang melalui tes Toxicity
Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dan akan dinyatakan
bersifat racun apabila melebihi konsentrasilleachate yang mengandung
31 senyawa organik dan 8 senyawa anorganik[10].
2.4 Bahaya dan efek limbah B3
Limbah B3 memiliki dampak baik bagi lingkungan maupun bagi kesehatan
manusia. Dampak yang ditimbulkan apabila limbah B3 dibuang langsung ke
lingkungan akan berdampak pencemaran dan kerusakan lingkungan yang bersifat
akumulatif, sehingga dampak tersebut akan berantai mengikuti proses pengangkutan
(sirkulasi) bahan dan jaring-jaring rantai makanan. Dampak yang ditimbulkan
terhadap kesehatan ialah dapat menimbulkan efek seperti mual, muntah, sakit kepala,
pusing, kehilangan koordinasi, gangguan saraf bahkan dapat menyebabkan depresi
saraf, pingsan, koma hingga kematian. Dampak limbah B3 terhadap kesehatan juga
dapat menimbulkan iritasi pada mata dan juga kulit, dimana kulit akan terjadi
dermatitis dan mata akan mengalami gangguan penglihatan [2].
Berdasarkan tingkatannya, efek limbah B3 ini dibedakan menjadi 2 yaitu efek
akut dan efek kronis. Efek akut, yang menimbulkan kerusakan saraf, kerusakan sitem
pencernaan, kerusakan sitem kardiovaskuler, kerusakan sitem pernafasan, kerusakan
pada kulit dan kematian. Sedangkan efek krosis, yang menimbulkan efek
karsinogenik (pendorong terjadinya kanker), efek mutagenik (pendorong mutasi sel
tubuh), efek teratogenik (pendorong terjadinya cacat bawaan) dan kerusakan sitem
reproduksi[11].
2.5 Pengolahan limbah B3
Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi,
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan
penimbunan limbah B3. Upaya pengelolaan limbah juga B3 dapat dilakukan melalui
tahapan sebagai berikut:
1) Reduksi limbah, merupakan kegiatan yang mengoptimalkan penyimpanan
bahan baku dalam proses kegiatan atau house keeping, substitusi bahan,
modifikasi proses, maupun upaya reduksi lainnya.
2) Kegiatan pengemasan, merupakan kegiatan yang dilakukan dengan
penyimbolan dan pelabelan yang menunjukkan karakteristik dan jenis limbah
B3 berdasarkan acuan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan Nomor : Kep-05/Bapedal/09/1995. Pengemasan limbah B3
dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah. Kemasan limbah B3 harus
memiliki kondisi yang baik, bebas dari karat dan kebocoran, harus dibuat dari
bahan yang tidak bereaksi dengan limbah yang disimpan di dalamnya serta
harus dibuat dari bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak mengalami
penguraian atau dekomposisi saat berhubungan dengan limbah. Sebagai
contoh, untuk limbah yang mudah meledak, kemasan harus dibuat rangkap
(kemasan bagian dalam harus dapat menahan agar zat tidak bergerak dan
mampu menahan kenaikan tekanan dari dalam atau dari luar kemasan).
3) Penyimpanan, ilakukan di tempat yang sesuai, harus dilakukan dengan sistem
blok dan tiap blok terdiri atas 2×2 kemasan serta harus diletakkan dan harus
dihindari adanya kontak antara limbah yang tidak kompatibel.
4) Pengumpulan dan pengankutan, dilakukan dengan memenuhi persyaratan
pada ketentuan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor: Kep-01/Bapedal/09/1995.
5) Pemanfaatan dan pengolahan, dapat dilakukan melalui kegiatan daur ulang
(recycle), perolehan kembali (recovery) dan penggunaan kembali (reuse)
limbah B3 yang dlihasilkan ataupun bentuk pemanfaatan lainnya [12].

3. Pembahasan
3.1 Karakteristik Limbah B3
Landasan peraturan limbah berbahaya Resources Conservation and Recovery Act
(RSCA) tentang karakteristik toksisitas limbah, terdapat 4 karakter yang ditentukan
antara lain [13],
1) Mudah terbakar; berdasarkan pada sejumlah kriteria yang material memiliki
kecenderungan untuk meledak menjadi nyala api (secara spontan atau dalam
kondisi tertentu), titik terbakar kurang dari 60°C.
2) Korosi; jika larutan limbah cair adalah asam kuat (pH ≤ 2) atau basa kuat (pH
≥ 12,5) yang mampu mengkorosi logam, maka larutan tersebut memenuhi
kriteria korosif.
3) Reaktif (unstable); dapat menyebabkan ledakan, mengeluarkan asap atau gas
atau uap beracun saat dipanaskan. Contoh bahan kimia reaktif termasuk
baterai lithium sulfur.
4) Toksik; apabila racun (terdaftar dalam peraturan) sseperti arsenik,
trikloroetilen, atau merkuri ditemukan pada tingkat yang melampaui standar
ambang batas, maka bahan dianggap beracun dan berbahaya [14].

Landasan yang telah disebitkan diatas, sejalan dengan Watts (1997) karakteristik
limbah B3 diklasifikasikan menjadi 4 yaitu (1) bersifat mudah terbakar yaitu limbah
liquid dengan titik nyala ≤ 60°C, sedangkan untuk nonliquid yang terbakar di bawah
kondisi normal dikarenakan adanya gesekan, atau perubahan sifat kimia secara
spontan yang dapat menimbulkan bahaya; (2) bersifat korosif yaitu limbah yang
bersifat cair yang memiliki pH 2 atau 12,5 atau cairan yang menyebabkan perkaratan
pada besi yang lebih tinggi dari 6,35 mm/tahun; (3) bersifat reaktif yaitu limbah yang
tidak stabil, dan mengalami perubahan yang besar tanpa adanya pemicu langsung
bereaksi dengan air, limbah ini berpotensi terjadi ledakan apabila bertemu dengan air;
(4) bersifat beracun yaitu limbah yang melalui tes Toxicity Characteristic Leaching
Procedure (TCLP) dinyatakan bersifat racun, dengan membandingkan konsentrasi
leachate mengandung 31 senyawa organik dan 8 senyawa anorganik. Jika test TCLP
melebihi konsentrasi tersebut maka limbah tersebut dinyatakan beracun [15,16].
Pedoman yang digunakan digunakan di Indonesia karakteristik limbah B3
berdasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 101 tahu 2014 pasal 5 ayat 2,
dinyatakan sifat limbah B3 antara lain: a. mudah meledak; b. mudah menyala; c.
reaktif; d. infeksius; e. korosif; dan atau f. beracun[5]. Indikator toksisitas tersebut
dijelakan oleh Padmaningrum (2010)[17], yaitu:
a) Mudah terbakar (Fleamable)
Limbah ini apabila dekat dengan sumber api, percikan, gesekan mudah menyala
baik selama pengangkutan, penyimpanan atau pembuangan. Contoh jenis ini
buangan Bahan Bakar Minyak (BBM) atau buangan pelarut (benzena, toluen,
aaseton).
b) Mudah meledak (Explosive)
Limbah yang melalui reaksi kimia menghasilkan ledakan dengan cepat.
Limbah ini pada suhu tekanan standar (25°C, 760 mmHg) dapat meledak atau
melalui reaksi kimia atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan
tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya. Senyawa sangat
sensitif terhadap guncangan, gesekan dan panas, serta terdekomposisi secara
eksotermis dengan melepaskan energi panas yang sangat tinggi.
c) Infeksius (Infectious Waste)
Limbah yang dapat mengancam kesehatan manusia maupun makhluk hidup
melalui infeksi yang dirimbulkan oleh substansi tertentu. Komposisi limbah ini
dapat berupa limbah padat, meliputi limbah padat medis 22%, limbah farmasi 1%
dan limbah domestik 77%. Contoh: jarum suntik pasien tertentu, cairan tubuh yang
mengandung penyakit infektif, dan lain-lain.
d) Korosif (Corrosive)
Limbah ini memiliki pH sangat rendah (pH <3) atau sangat tinggi pH > 12,5)
dan dapat bereaksi dengan limbah lain. Limbah bersifat korosif dapat
menyebabkan karat besi. Contoh: sisa karat besi atau logam, dan limbah baterai/
aki.
e) Beracun (Toxic Waste)
Limbah memiliki kemampuan untuk meracuni, menjadikan cacat sampai
memusnahkan mahluk hidup dalam jangka panjang ataupun jangka pendek.
Contoh: senyawa logam berat (seperti Hg, Cr) pada pestisida dan pelarut [17].

Penelitian banyak dilakukan untuk mengkarakterisasi limbah B3 pada suatu


produk maupun obyek yang tercemar (misalnya tanah maupun sungai). Penelitian
yang dilakukan oleh Sopiah dan Aviantara (2015)[18], mengidentifikasi karakter
tanah yang terkontaminasi minyak dengan uji TCLP dilakukan untuk mengetahui
kestabilan senyawa organik ataupun anorganik dalam matriks sampel. Uji ini
dilakukan dengan mengacu kepada United State Environmental Protection Agency
(US EPA) metode SW 846-1311 , yakni prosedur ekstraksi yang dilakukan dengan
menggunakan alat Rotary Agitator. Hasil ekstraksi ini kemudian dianalisis
menggunakan alat Atomic Absorption Spectrometry (AAS) untuk menentukan jumlah
total logam, Arsen (As), Merkuri (Hg), Selenium (Se), sedangkan logam lainnya
seperti Barium (Ba), Berilium (Be), Boron (B), Kadmium (Cd), Tembaga (Cu),
Timah Hitam (Pb), Molibdenum (Mo), Nikel (Ni), Perak (Ag), Seng (Zn)
menggunakan Inductively Couple Plasma (ICP). Senyawa anorganik ditentukan
menggunakan spektrofotometri UV-Vis adalah kromium heksavalen (Cr6+), nitrit
(NO2), nitrat (NO3), serta sianida (CN-). Sedangkan senyawa organik dianalisis
menggunakan Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS). Selain itu,
terdapat penelitian karakterisasi limbah air tercemar uji TCLP menggunakan metode
USEPA 3050B-96 [19].
3.2 Sumber Bahan Kimia B3
Klasifikasi limbah Peraturan Pemerintah RI Pasal 1 No. 101 Tahun 2014 tentang
Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Limbah B3 berdasarkan
sumbernya dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu sebagai berikut [13].

3.2.1 Sumber B3 Spesifik


Limbah B3 spesifik ini merupakan sisa proses suatu industri atau kegiatan
tertentu yang secara spesifik dapat ditentukan. Dengan ini jenis dari limbah B3
spesifik dari industri/ kegiatan [6] yang meliputi pupuk kimiawi, pestisida, proses
kloro alkali, polimer plastik atau serat, petrokimia (paraffin, olefin, naftan, dan
hidrokarbon aromatis), resin adesif, pengawet kayu, peleburan atau pengolahan besi
dan baja, penyempurnaan baja, peleburan timah hitam, peleburan/ pemurnian
tembaga, tinta, tekstil, manufaktur, perakitan kendaraan mesin, elektropating,
galvanis, cat, baterai sel kering, baterai sel basah, komponen elektronik atau peralatan
elektronik, eksplorasi produksi minyak, gas bumi, kilang minyak, pertambangan [13].
Selain itu juga ada penyamakan kulit, zat warna atau pigmen, daur ulang
minyak pelumas bekas, sumber limbah (rumah sakit, farmasi, bengkel,
industrikontruksi, industri yang menggunakan listrik), pengelolaan batubara,
peleburan/ penyempurnaan seng (Zn), proses logam non-ferro, metal hardening,
plastic shaping,laundry dan dry cleaning, gas industri, daur ulang pelarut bekas,
pengoperasian insinerator limbah, allumunium thermal,metallurgy
allumuniumchemical conversion coating, produk kertas, gelas keramik atauenamel,
seal, gasket, chemical atau industrial cleaning, dan toner bekas [5].

3.2.2 Sumber B3 Tidak Spesifik


Limbah B3 ini berasal bukan dari proses utama, misalnya dari kegiatan pemeliharaan
alat, pencucian, inhibitor, korosi, pelarut perak, pengemasan dan lain-lain[20].
1. Pelarut terhalogenisasi
Kategori berbahayanya yaitu meliputi tetrakloroetilen, trikloroetilen, metilen
klorida, 1,1,1 trikloroetana,1,1,2 trikloroetana,karbon tetraklorida, 1,1,2trikloro-
1,2,2-trifluoretana, trikloroflurometana, ortodiklorobenzena, klorobenzena,
trikloroetana, fluorocarbon terklorinasi[21].
2. Pelarut yang tidak terhalogenasi
Kategori berbahayanya yaitu meliputi ksilena, aseton, etil asetat, etil benzena,
etil eter, metil isobutil keton, n-butil akkohol, sikloheksanon, dimetilbenzena,
methanol, kresol, toluena, metil etil keton, karbon disulfida, isobutanol, piridina,
benzena, 2-etoksietanol, 2-nitropropana, asam kresilat, dan nitrobenzene [5].
3. Asam atau basa
Kategori berbahayanya yaitu meliputi ammonium hidroksida, asam
hidrobromat, asam hidroklorat, asam hidrofluorat, asam nitrat, asam fosfat, kalium
hidroksida, natrium hidroksida, asam sulfat, asam klorida [5].
4. Yang tidak spesifik lainnya
Kategori berbahayanya yaitu meliputi limbah yang mengandung senyawa
POPs dan UPOPs (polychlorinated biphenyls (PCBs), DDT, PCDD, PCDF),
aki/baterai bekas, debu dan fiber asbes, air lindi yang dihasilkan dari fasilitas
penimbusan akhir (landfill), buangan produk yang terkontaminasi atau
mengandung merkuri (Hg) dan konsentrasi lebih besar dari 10 ppm, limbah dari
laboratorium yang mengandung B3, limbah terkontaminasi B3, minyak pelumas
bekas, limbah elektronik, limbah karbon aktif, kemasan bekas B3, dan limbah
resin [5].

3.2.3 Sumber B3 Kadaluarsa, Tumpahan, Sisa Kemasan atau Buangan


Limbah B3 dari bahan kadaluarsa, tumpahan, sisa kemasan, atau buangan
produk yang tidak memenuhi spesifikasi. Limbah jenis ini tidak memenuhi
spesifikasi yang ditentukan atau tidak dapat dimanfaatkan kembali, sehingga
memerlukan pengelolaan seperti limbah B3 lainnya [8].Kategori berbahayanya yaitu
1, misalnya timbal subasetat atau timbal, bis(asetato-O)tetrahidroksitri, 1,2-dibromo-
3-kloropropana, atau propana, 1,2-dibromo-3-kloro, etilen dibromida atau etana, 1,2-
dibromo, dibutil ftalat atau asam 1,2- benzenadikarboksilat, dibutil ester, 3,3'-
diklorobenzidina atau [1,1'- Bifenil]-4,4'-diamina, 3,3'-dikloro, 1,4-dikloro-2-butena
atau 2-butena, 1,4-dikloro, 1,3-dikloropropena atau 1-propena, 1,3-dikloro, N,N'-
dietilhidrazin atau hidrazin, 1,2-dietil, dsb.

3.2.4 Dampak Limbah B3 Bagi Kesehatan Manusia


Dampak limbah B3 terhadap kesehatan ialah dapat menimbulkan efek seperti
mual, muntah, sakit kepala, pusing, kehilangan koordinasi, gangguan saraf bahkan
dapat menyebabkan depresi saraf, pingsan, koma hingga kematian. Dampak limbah
B3 terhadap kesehatan juga dapat menimbulkan iritasi pada mata dan juga kulit,
dimana kulit akan terjadi dermatitis dan mata akan mengalami gangguan penglihatan
[22]. Selain dari pada itu, limbah B3 juga mempengaruhi kesehatan dengan
mencelakakan manusia baik secara langsung (akibat ledakan, kebakaran, reaktif dan
korosif) dan maupun tidak langsung (toksik akut dan kronis) bagi manusia. Zat toksik
yang dihasilkan oleh limbah B3 masuk ke tubuh manusia melalui:
1. Oral, yaitu melalui mulut kemudian saluran pencernaan, sulit mencapai
peredaran darah,
2. Inhalasi, yaitu melalui saluran pernapasan, bersifat cepat memasuki peredaran
darah,
3. Dermal, yaitu melalui kulit sehingga mudah masuk ke dalam peredaran darah,
4. Peritonial, yaitu melalui suntikan, langsung memasuki peredaran darah[10].
Dampak bagi kesehatan manusia juga dikategorikan menjadi dua dampak,
yaitu dampak akut yang menimbulkan kerusakan saraf, kerusakan sitem pencernaan,
kerusakan sitem kardiovaskuler, kerusakan sitem pernafasan, kerusakan pada kulit
dan kematian serta dampak kronis, yang menimbulkan efek karsinogenik (pendorong
terjadinya kanker), efek mutagenik (pendorong mutasi sel tubuh), efek teratogenik
(pendorong terjadinya cacat bawaan) dan kerusakan sitem reproduksi[11].

3.2.5 Dasar Hukum Limbah B3


Latar belakang diperlukan peraturan penanganan limbah karena kurangnya
kesadaran dan pengetahuan tentang penanganan limbah B3, limbah B3 dapat
mengakibatkan kerugian yang besar bagi lingkungan dan manusia, dan agar prinsip
penanganan limbah B3 berjalan dengan baik dan terkoordinasi. Prinsip-prinsip
penanganan limbah B3, yaitu: 1) Pollution prevention principle (Upaya meminimasi
timbulan limbah); 2) Polluter pays principle (Pencemaran harus membayar semua
biaya yang diakibatkannya); 3) Cradle to grave principle (Pengawasan mulai dari
dihasilkan sampai dibuang atau ditimbunnya limbah B3); 4) Pengolahan dan
penimbunan limbah B3 diusahakan dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya;
5) Non descriminatory principle (Semua limbah B3 harus diberlakukan sama di
dalam pengolahan dan penanganannya; 6) Sustainable development (Pembangunan
berkelanjutan).
Peraturan perundang-undangan tentang penanganan limbah B3, antara lain:
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 Tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah
Berbahaya dan Beracun.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah
Berbahaya dan Beracun.
4. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP-68/BAPEDAL/05/1994
tentang Tata Cara Memperoleh Izin Penyimpanan, Pengumpulan,
Pengoperasian Alat Pengolahan, Pengolahan, dan Penimbunan Akhir
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
5. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP-01/BAPEDAL/09/1995
tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
6. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP-02/BAPEDAL/09/1995
tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
7. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP-03/BAPEDAL/09/1995
tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun.
8. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP-04/BAPEDAL/09/1995
tentang Tata Cara Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan
Lokasi Bekas Pengolahan, dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
9. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP-05/BAPEDAL/09/1995
tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
10. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP-02/BAPEDAL/01/1998
tentang Tata Laksana Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun di Daerah.
11. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP-03/BAPEDAL/01/1998
tentang Program Kemitraan Dalam Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun.
12. Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor KEP-04/BAPEDAL/01/1998
tentang Penetapan Prioritas Propinsi Daerah Tingkat I Program Kemitraan
Dalam Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Hal-hal yang dilarang saat penanganan limbah B3, antara lain: pembuangan
limbah B3 langsung ke lingkungan, impor limbah B3, ekspor limbah B3 kecuali
mendapat persetujuan tertulis dari pemerintah negara penerima dan Pemerintah
Indonesia (Bapedal), dan pengenceran limbah B3. Jika terjadi pelanggaran maka
mendapat sanksi berupa pidana, administrative, dan pemulihan lingkungan.

3.2.6 Penanganan Limbah B3


Penanganan limbah B3 adalah serangkaian kegiatan yang mencakup reduksi,
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan pengelolaan dan
penimbunan limbah B3. Reduksi limbah B3 adalah suatu kegiatan pada penghasil
untuk mengurangi jumlah dan mengurangi sifat bahaya dan racun limbah B3 sebelum
dihasilkan dari suatu kegiatan (Peraturan Pemerintah No. 85 tahun 1999).
Penanganan limbah B3 bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi
pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan limbah B3 serta
melakukanpemulihan kualitaslingkungan yang sudahtercemar sehingga sesuai
dengan fungsinya kembali (PP 85 tahun 1999).
Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan yang menggunakan B3 dan
atau menghasilkan limbah B3 wajib melaksanakan reduksi limbah B3, mengolah
limbah B3 dan atau menimbun limbah B3. Pengolahan dan atau penimbunan limbah
B3 dapat dilakukan sendiri oleh penghasil limbah B3 atau penghasil limbah B3 dapat
menyerahkan pengolahan dan atau penimbunan limbah B3 yang dihasilkan itu kepada
pengolah dan atau penimbun limbah B3 (PP No. 85 tahun 1999). Penghasil limbah
B3 adalah orang yang usaha dan/atau kegiatannya menghasilkan limbah B3.
a) Reduksi Limbah
Suatu kegiatan pada penghasil untuk mengurangi jumlah dan mengurangi sifat
bahaya dan beracun limbah B3, sebelum dihasilkan dari suatu kegiatan (Peraturan
Pemerintah No 85 tahun 1999).
b) Pengemasan
Pengemasan B3 adalah kegiatan mengemas, mengisi atau memasukkan B3 ke
dalam suatu wadah dan atau kemasan, menutup dan atau menyegelnya (PP No 74
tahun 2001).
c) PenyimpananLimbah
Limbah B3 harus disimpan secara tepat, bilamana ingin dicegah kemungkinan
bahayanya. Fasilitas dan prosedur penyimpanan harus menampung keselamatan
dari seluruh kemungkinan bahayanya. Penyimpanan limbah B3 harus dilakukan
jika limbah B3 tersebut belum dapat diolah dengan segera. Kegiatan
penyimpanan limbahB3 dimaksudkan untuk mencegah terlepasnya limbah B3 ke
lingkungan sehingga potensi bahaya terhadap manusia dan lingkungan dapat
dihindarkan. Untuk meningkatkan pengamanannya, maka sebelum dilakukan
penyimpanan limbah B3 harus terlebih dahulu dikemas. Mengingat keragaman
karakteristik limbah B3, maka dalam pengemasannya perlu pula diatur tata cara
yang tepat sehingga limbah dapat disimpan denganaman.Penyimpanan limbah B3
adalah kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil,
pengumpul, pemanfaat, pengolah dan atau penimbun limbah B3 dengan maksud
menyimpan sementara.
d) Bangunan PenyimpananLimbah
Bangunan tempat penyimpanan kemasan limbah B3 harus:
1. Memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai dengan
jenis, karakteristik dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan atau akan
disimpan,
2. Terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak
langsung,
3. Dibuat tanpa plafon dan memiliki sistem ventilasi udara yang memadai
untuk mencegah terjadinya akumulasi gas di dalam ruang penyimpanan,
serta memasang kasa atau bahan lain untuk mencegah masuknya burung
atau binatang kecil lainnya ke dalam ruang penyimpanan,
4. Memiliki sistem penerangan (lampu atau cahaya matahari) yang memadai
untuk operasional penggudangan atau inspeksi rutin. Jika menggunakan
lampu, maka lampu penerangan harus dipasang minimal 1 meter di atas
kemasan dengan sakelar (stop contact) harus terpasang di sisi
luarbangunan, kemiringan lantai diatur sedemikian rupa sehingga air hujan
dapat mengalir kearah menjauhi bangunan penyimpanan.
e) PengumpulanLimbah
Pengumpul limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
pengumpulan dengan tujuan untuk mengumpulkan limbah B3 sebelum
dikirim ke tempat pengelolaan danatau pemanfaatan dan atau penimbunan
limbah B3 (Peraturan Pemerintah No 85 tahun 1999). Pengumpulan limbah
B3 adalah kegiatan mengumpulkan limbah B3 dari penghasil limbah B3
dengan maksud menyimpan sementara sebelum diserahkan kepada pemanfaat,
pengolah, danatau penimbun limbah B3.
f) Pengangkutan
Penyerahan limbah B3 oleh penghasil atau pengumpul, pemanfaat, pengolah
kepada pengangkut wajib disertai dokumen limbah. Pengangkutan dilakukan
denganalat khusus.Pengangkut limbah B3 adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan pengangkutan limbah B3(Peraturan Pemerintah No. 85
tahun 1999).
g) RekapitulasiLimbah
Menurut Peraturan Pemerintah No. 85 tahun 1999 tentang pengelolaan B3
pasal 11 bahwa Penghasil limbah B3 wajib membuat dan menyimpan
catatan,tentang:
1. Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu dihasilkan limbahB3.
2. Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu penyerahan limbahB3.
3. Nama pengangkut limbah B3 yang melaksanakan pengiriman
kepada pengumpul atau pemanfaat atau pengolah atau penimbun
limbah B3.
h) Reporting Limbah
Penyerahan limbah B3 kepada pemanfaat untuk diekspor, serta kepada
pengolahdan atau penimbun limbah B3 tidak mengurangi tanggung jawab
penghasil limbah B3 untuk mengolah limbah B3 yang dihasilkan. Sehingga
penghasil tetap bertanggung jawab dengan limbah B3 yang dihasilkan[9].
Penghasil limbah B3 wajib menyampaikan catatan limbah B3 sekurang-
kurangnya sekali dalam 6 bulan kepada instansi yang terkait dan Bupati atau
Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan. Catatan limbah B3
dipergunakan untuk inventarisasi jumlah limbah yang dihasilkan dan sebagai
bahan evaluasi dalam rangka penetapan kebijakan dalam pengelolaan limbah B3
(Peraturan Pemerintah No. 85 tahun 1999 tentang pengelolaan B3 pasal 11).
Pengumpul limbah B3 wajib menyampaikan catatan limbah B3 sekurang-
kurangnya sekali dalam 6 bulankepada instansi yang terkait Bupati atau
Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan [9].
Penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan atau
penimbunan limbah B3 wajib memiliki izin operasi dari kepala instansi yang
bertanggung jawab. Pengangkutan limbah B3 wajib memliki izin pengangkutan
dari Menteri Perhubungan setelah mendapat rekomendasi dari Kepala Instansi
yang bertanggung jawab.
Penyerahan limbah B3 oleh penghasil dan atau pengumpul dan atau
pemanfaat dan atau pengolah kepada pengangkut wajib disertai dengan dokumen
limbah B3. Setiap pengkutan limbah B3 oleh pengangkut limbah B3 wajib
disertai dengan dokumen limbah B3. Pengangkut limbah B3 wajib menyerahkan
limbah B3 kepada pengumpul dan atau pemanfaat dan atau penimbun limbah B3
yang ditunjuk oleh penghasil limbah B3 [9].

4. Simpulan
Karakteristik limbah B3 memiliki 4 karakter utama, yaitu mudah terbakar,
korosif, reaktif, dan beracun.. Limbah B3 dapat diklasifikasikan berdasarkan
sumbernya terdiri dari limbah B3 dari sumber spesifk, limbah B3 tidak spesifik, dan
limbah B3 kadaluarsa, tumpahan, sisa kemasan, atau buangan. Limbah B3
memberikan dampak bagi lingkungan dan kesehatan manusia sehingga perlu adanya
pengelolaan limbah B3.Hukum yang mengatur dan menjadi pedoman untuk
penanganan sekaligus uji penilaian ambang batas limbah B3 secara garis besar
tercantum pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 101 tahun 2014. Penaganan limbah
B3 dilakukan dengan cara reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan,
pemanfaatan pengelolaan, dan penimbunan limbah B3.
Referensi
[1] Baeza A, Salas A, Guillén J, Muñoz-Serrano A and Corbacho J A 2019
Removal of radium in a working drinking water treatment plant: Radiological
hazard assessment and waste management J. Hazard. Mater.371 586–91
[2] Taufan H S and Purwanto P 2018 The Management of Toxic and Hazardous
Waste Materials in the Food Industry E3S Web Conf.73
[3] Irawan D S, Fairus S, Rohajawati S, Nursetyowati P, Kautsar M A and Innaqa
S 2019 The Routing of Hazardous and Toxic (B3) Medical Waste
Transportation Using Network Analysis (Case Study: Primary Health Care
Services, Depok, Indonesia) J. Phys. Conf. Ser.1364
[4] Sidik H, Konety N and Aditiany S 2019 Membangkitkan Semangat Peduli
Lingkungan Melalui Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3)
Rumah Tangga Di Rancaekek Kumawula J. Pengabdi. Kpd. Masy.1 62
[5] INDONESIA P R 2014 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014
[6] Nilakandi P, Pitoyo P, Arthana I W and Sudarma I M 2009 KINERJA
PENGELOLAAN LIMBAH HOTEL PESERTA PROPER DAN NON
PROPER DI KABUPATEN BADUNG , PROVINSI BALI 10 33–40
[7] Beracun B D 1995 Keputusan Kepala Bapedal No . 1 Tahun 1995 Tentang :
Tata Cara Dan Persyaratan Teknis Penyimpanan Dan Pengumpulan Limbah
Bahan
[8] Di P, Prof R and Saroso S 2015 SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH B3
TERHADAP INDEKS 3
[9] INDONESIA P R PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 1999
[10] Ojeda-benitez S, Ojeda-benítez S, Aguilar-virgen Q, Taboada- P and Cruz-
sotelo S E 2013 Household hazardous wastes as a potential source of
pollution : A generation study
[11] Hidup P L, Hasibuan R, Si M, Tetap D and Labuhanbatu S 2016 Rosmidah
Hasibuan ISSN Nomor 2337-7216 04 42–52
[12] Nugroho S S, Fakultas D, Universitas H and Madiun M 2013
PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN 14
60–70
[13] Achilles C M, Reynolds J S and Achilles S H 2014 Problem analysis Probl.
Anal.39 1–165
[14] Contents C 2011 1 Definition of Hazardous Waste 1–10
[15] Ichtiakhiri T . and Sudarmaji 2015 Pengelolaan Limbah B3 dan Keluhan
Kesehatan Pekerja di PT. Inka (Persero) Kota Madiun J. Kesehat. Lingkung.8
118–27
[16] Muklishoh I 2013 Pengelolaan limbah b3 bengkel resmi kenndaraan bermotor
roda dua di surabaya pusat J. Chem. Inf. Model.53 1689–99
[17] Padmaningrum R T 2010 Pengelolaan Bahan dan Limbah Kimia Lap.
Pengabdi. Masy. FMIPA UNY
[18] Sopiah N and Aviantara D B 2019 Studi Karakterisasi Tanah Terkontaminasi
Minyak Berat J. Teknol. Lingkung.20 151
[19] Rini I D W S, Gunawan A and Arobi A I 2019 Pengujian Logam Berat pada
Tanah Terkontaminasi Air Limbah PLTD di Petung, Kalimantan Timur
SPECTA J. Technol.2 19–26
[20] Fazzo L, Minichilli F, Santoro M, Ceccarini A, Seta M Della, Bianchi F,
Comba P and Martuzzi M 2017 Hazardous waste and health impact : a
systematic review of the scientific literature
[21] Nwakaire J N 2016 AGRICULTURAL WASTE CONCEPT , GENERATION
, UTILIZATION AND AGRICULTURAL WASTE CONCEPT ,
GENERATION , UTILIZATION AND MANAGEMENT
[22] Mmereki D and Baldwin A N 2016 World ’ s largest Science , Technology &
Medicine Open Access book publisher

Berikut link jurnal referensi:


https://drive.google.com/drive/folders/1PkxM7CBEDzzWA-
L6SQBdSWghSZIBUK7H

Anda mungkin juga menyukai