A. Biografi
Machiavelli adalah figur utama dalam realitas teori politik, ia sangat disegani di Eropa
pada masa Renaisans. Ia adalah diplomat dan politikus Italia yang juga seorang filsuf. Namun, ia
tampaknya tidak pernah menganggap dirinya seorang filsuf, bahkan ia sering secara terang-
terangan menolak penyelidikan filosofis sebagai hal yang tidak penting. Tulisan-tulisannya
menjengkelkan dan terkenal tidak sistematis dan terkadang kontradiktif. Ia cenderung menarik
pengalaman dan contoh di tempat analisis logis yang teliti.
Machiavelli merupakan seorang pemikir politik dan sosial yang memberikan kontribusi
besar bagi perkembangan perpolitikkan di Eropa pada abad 15-16 M. Kontribusinya yang masih
dikenal hingga kini adalah bukunya yang berjudul The Prince yang menunjukkan bobroknya
sistem pemerintahan yang ada disebabkan karena lemahnya penguasa.
Machiavelli tumbuh di bawah hukum anggota dinasti Medici. Pada tahun 1498
Machiavelli diangkat sebagai Kanselir kedua Republik Florence. Florence berada di bawah
pemerintahan republik sejak 1494, ketika keluarga Medici terkemuka dan pendukungnya
digulingkan dari kekuasaan. Selama waktu ini, Machiavelli berkembang pesat di bawah
perlindungan Florentine gonfaloniere (kepala administrator seumur hidup), Piero Soderini. Pada
tahun 1512, Medici dengan bantuan pasukan kepausan mengalahkan angkatan bersenjata
republik dan membubarkan pemerintah.
Machiavelli adalah korban langsung dari perubahan rezim: ia awalnya ditempatkan dalam
bentuk pengasingan internal dan, ketika ia (secara keliru) dicurigai bersekongkol melawan
Medici pada tahun 1513, dia dipenjara dan disiksa selama beberapa minggu. Setelah pensiun, ia
menggarap pertaniannya di luar Florence, hal itu memberikan kesempatan dan dorongan baginya
untuk beralih ke bidang sastra.
Dua bukunya yang terkenal, Il Principe (Sang Pangeran), ditulis pada akhir tahun 1513
(dan mungkin awal tahun 1514), tetapi baru diterbitkan secara anumerta pada tahun 1532, dan
Discorsi sopra la prima deca di Tito Livio (Diskursus tentang Livio) awalnya ditulis sebagai
harapan untuk memperbaiki kondisi pemerintahan di Italia Utara, kemudian menjadi buku umum
dalam berpolitik pada masa itu. Ia juga menulis syair, drama, dan prosa pendek, menulis studi
tentang The Art of War (terbit tahun 1521), dan menghasilkan sketsa biografi dan sejarah.
Machiavelli menyusun kontribusi besar lainnya untuk pemikiran politik , Discourses on the Ten
Books of Titus Livy (ditulis pada tahun 1514/1515-1518/1519, namun, diterbitkan secara
anumerta pada tahun 1531 ), sebuah eksposisi dari prinsip-prinsip pemerintahan republik yang
berlaku sebagai penjelasan atas karya sejarawan terkenal Republik Romawi.
Menjelang akhir hidupnya, Machiavelli mulai kembali mendukung keluarga Medici. Pada tahun
1520, ia ditugaskan oleh Kardinal Giulio de’Medici untuk menyusun Sejarah Florence. Tugas ini
diselesaikan pada tahun 1525 dan diserhkan kepada Kardinal, yang sejak itu naik tahta kepausan
sebagai Klemens VII, di Roma. Tugas kecil lainnya datang dari pemerintah Medici, tetapi
sebelum ia dapat mecapai rehabilitasi penuh, ia meninggal pada 21 Juni 1527.
B. Pemikiran
Menurut Machiavelli, agama dikatakan memiliki kekuatan karena dalam agama terdapat
nilai politis yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan negara: agama dapat membentuk
moralitas masyarakat, agama mampu menyatukan masyarakat, agama dapat dijadikan sebagai
alat bagi penguasa untuk mencapai kekuasaan. Dalam Discoursus, Machiavelli menulis:
“Diantara orang-orang yang pantas dipuji, yang paling pantas ipuji adalah pemimpin dan
pendiri agama-agama”.
2. Pemikiran-pemikiran Machiavelli
Machiavelli pernah menulis 14 buku dan yang paling terkenal adalah Il Principe. Buku
ini dimaksudkan untuk dijadikan tuntunan atau pedoman bagi para pangeran dalam menjalankan
pemerintahannya, untuk menyatukan kembali negara Italia yang waktu itu mengalami kekacauan
dan negara terpecah-belah. Pikiran dasar buku ini adalah untuk suatu keberhasilan, seorang
pangeran harus mengabaikan pertimbangan moral sepenuhnya dan mengandalkan segala
sesuatunya atas kekuatan dan kelicikan. Machiavelli menekankan di atas segala-galanya yang
terpenting adalah suatu negara mesti dipersenjatai dengan baik. Ia berpendapat, hanya dengan
tentara yang diwajibkan dari warga negara itu sendiri yang bisa dipercaya; negara yang
bergantung pada tentara bayaran atau tentara dari negeri lain adalah lemah dan berbahaya.
Dalam bab 19 buku The Prince, Machiavelli berkata bahwa penguasa haruslah
mempunyai sifat-sifat seperti kancil dan singa. Pimpinan negara harus memiliki sifat cerdik,
pandai dan licin ibarat seekor kancil, akan tetapi harus pula memiliki sifat-sifat yang kejam dan
tangan besi ibarat singa. Tujuan Machiavelli adalah untuk mencapai cita-cita atau tujuan politik
demi kebesaran dan kehormatan negara Italia. Berhubung dengan hal itu, pimpinan negara boleh
berbuat apa saja asalkan tujuan bisa tercapai, maka terjadilah het doel heilight de middeled
(tujuan itu menghalalkan segala cara). Maka ajarannya disebut ajaran negara haru diutamakan
dan apabila perlu negara dapat menindak kepentingan individu. Dari ajaran Machiavelli inilah
timbul machiavellismus.
Menurut Machiavelli, politik dan moral adalah dua bidang yang tidak memiliki hubungan
sama sekali, yang diperhitungkan hanyalah kesuksesan sehingga tidak ada perhatian pada moral
di dalam urusan politik. Baginya hanya satu kaidah etika politik: yang baik adalah apa saja yang
memperkuat kekuasaan raja. Ia sangat menentang hubungan antara negara dan agama yang tidak
jelas. Sebab kekuasaan agama kerapkali mendominasi kekuasaan negara. Hal ini menjadi
persoalan sebab pada waktu itu pemimpin negara ditunjuk oleh paus.
Baginya, suatu negara yang kuat karena ada suatu hukum yang kuat untuk mengatur
hidup masyarakat. Karena itu hukum harus ditegakkan bersama dengan sistem militer yang kuat.
Para penguasa tidak perlu memperhatikan pertimbangan-pertimbangan moral, mereka bisa
bersikap jahat dan menindas rakyat demi kepentingan kekuasaannya.
Untuk mencapai sukses, seorang Pangeran harus dikelilingi dengan menter-menteri yang
mampu dan setia. Machiavelli memperingatkan Pangeran agar menjauhkan diri dari penjilat dan
meminta pendapat apa yang layak dilakukan.
The Prince sering dijuluki “buku petunjuk untuk para diktaktor.” Karier Machiavelli dan
berbagai tulisannya menunjukkan bahwa secara umum dia cenderung kepada bentuk
pemerintahan republik ketimbang pemerintahan diktaktor. Tetapi ia cemas dan khawatir atas
lemahnya politik dan militer Italia, dan merindukan seorang Pangeran yang kuat yang mampu
mengatur negeri dan menghalau tentara-tentara asing yang merusak dan menista negerinya.
Meskipun Machiavelli menganjurkan seorang pangeran agar melakukan tindakan-tindakan
kejam dan sinis, dia sendiri seorang idealis dan seorang patriot, dan tidak begitu mampu
mempraktekkan apa yang dia usulkan.
Machiavelli menolak adanya hukum alam, yang berlaku untuk manusia sejagat dan sesuai
dengan sifat hukum , mengikat dan menguasai manusia. Ia mengatakan bahwa untuk mencapai
kesuksesan, kalau memang diperlukan, maka gejala seperti penipuan dibenarkan.
Apabila seorang penguasa berhasil merebut suatu kerajaan maka ada cara memerintah
negara yang baru saja direbut itu:
1. Memusnahkannya sama sekali dengan membumihanguskan negara dan membunuh
seluruh keluarga penguasa lama,
2. Melakukan kolonisasi mendirikan pemukiman-pemukiman baru dan menempatkan
sejumlah besar pasukan infantry di wilayah koloni serta menjalin hubungan baik dengan negara-
negara tetangga terdekat.
Persoalan dasar filsafat Machiavelli adalah bagaimanakah cara seorang pemimpin itu
dapat membela kekuasaannya, menjaga stabilitas keamanan negaranya dan juga kesejahteraan
rakyatnya
Kritik-kritik yang dilemparkan ke muka Machiavelli dari dasar alasan moral tidaklah
menunjukkan bahwa ia tidak berpengaruh sama sekali. Kritik yang lebih langsung adalah
tuduhan keberatan bahwa idenya itu tidak keluar dari kepalanya sendiri. Hal ini ada benarnya
juga. Machiavelli berulang kali menyatakan bahwa dia tidak mengusulkan sesuatu yang baru
melainkan sekedar menunjukkan teknik yang pernah dilaksanakan oleh para Pangeran terdahulu
dengan penuh kesuksesan. Fakta menunjukkan Machiavelli tak henti-hentinya melukiskan
usulnya seraya mengambil contoh kehebatan-kehebatan yang pernah terjadi di masa lampau.
Cesare Borgia (tokoh yang dipuji-puji Machiavelli dalam buku The Prince) tidaklah belajar
taktik dari Machiavelli, malah sebaliknya, Machiavelli yang belajar darinya.
Ref:
Niccolò Machiavelli
https://plato.stanford.edu/entries/machiavelli/#Biog
Niccolò Machiavelli
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Niccol%C3%B2_Machiavelli
http://rizkie-library.blogspot.com/2016/01/pemikiran-machiavelli-tentang-politik.html?m=1