Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PERKEMBANGAN SIWA SIDHANTA DI BALI

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................................... i

Daftar Isi........................................................................................................................ i

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 2

1.3 Tujuan ............................................................................................................. 2


BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Siwa Sidhanta ................................................................................ 3
2.2 Siwa Sidhanta di Bali ...................................................................................... 4
2.3 Sumber ajaran Siwa Sidhanta di Bali ............................................................... 4
2.4 Pokok-pokok ajaran Siwa Sidhanta di Bali ...................................................... 5
2.5 Tempat Suci ................................................................................................... 7
2.6 Hari Suci ......................................................................................................... 8
2.7 Orang Suci .................................................................................................... 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 13
Daftar Pustaka

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bali sebagai pulau kecil di hamparan katulistiwa Nusantara sejak masa prasejarah ikut
serta dalam pertumbuhan budaya yang menjadi akar dari perkembangan kebudayaan
nasional. Penelitian arkeologi yang selama ini dilakukan di Bali telah berhasil
mengungkapkan awal hubungan daerah ini dengan India (Pasek Gunawan, 2012: 11).
Siva Sidhanta adalah salah satu mazhab yang menonjol dan terbesar dalam filsafat Siwa,
dengan teks dasarnya yang dikenal dengan Siwagama. Mazhab ini berkembang di India
selatan yakni di daerah Tamil, yang memperlakukan Dewa Siwa sebagai kekuatan
tertinggi (Nyoman Rema, 2015: 11).
Siwa Sidhanta Indonesia lebih banyak merupakan konglomerasi berbagai mazhab
yang pernah berkembang, mereka melakukan upaya-upaya sintesa sehingga melahirkan
corak Siwa Sidhanta khas Indonesia, dengan prinsip tertinggi adalah Paramasiwa
(Suamba, 2009: 235). Di Bali, Agama Hindu sekte Siva Sidhanta telah menampakan
pengaruhnya pada abad ke-9 masehi. Dugaan ini berdasarkan temuan fragmen prasasti do
desa pejeng yang diperkirakan berbunyi Siwa Sidhanta. Siwa Sidhanta merupakan sekte
yang paling penting dari semua sekte di Bali dan dalam perkembangan waktu ajaran dari
semua sekte diserap ke dalamnya, sehingga perkembangan Hindu di Jawad an Bali
mengalami perkembangan yang lepas dari India. Goris menyebutkan bahwa Siwa
Sidhanta adalah agama yang dianut oleh pendeta atau padanda di Bali yaitu pendeta-
pendeta siwa dengan naskah-naskah sebagai pedomannya (Nyoman Rema, 2015: 12).
Dari hal tersebut di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa ajaran Siwa Sidhanta
ini mulai berkembang di Bali pada abad ke-9. Lalu untuk mengetahui lebih jelas lagi
mengenai bagaimana perkembangan Siva Sidhanta khususnya di Bali perlu kita telaah
terlebih dahulu melalui berbagai sumber. Dalam makalah ini “PERKEMBANGAN
SIWA SIDHANTA DI BALI” penulis akan menjelaskan hal tersebut.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Siwa Sidhanta ?
2. Bagaimana Siwa Sidhanta di Bali ?
3. Apa saja sumber ajaran Siwa Sidhanta di Bali ?
4. Bagaimana pokok-pokok ajaran Siwa Sidhanta di Bali ?
5. Bagaimana tempat suci di Bali ?
6. Bagaimana hari suci di Bali ?
7. Bagaimana orang suci di Bali ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Siwa Sidhanta.
2. Untuk mengetahui Siwa Sidhanta di Bali.
3. Untuk mengetahui sumber ajaran Siwa Sidhanta di Bali.
4. Untuk mengetahui pokok-pokok ajaran Siwa Sidhanta di Bali.
5. Untuk mengetahui tempat suci di Bali.
6. Untuk mengetahui hari suci di Bali
7. Untuk mengetahui orang suci di Bali.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Siva Sidhanta
Siva bermakna “yang berkaitan/berhubungan dengan siwa”. Siwa dimaknai
sebagai mulia, suci. Sedangkan Siddha dimaknai sebagai sukses, berhasil dan Anta yang
bermakna akhir, simpulan, inti. Jadi Siwa Siddhanta merupakan hasil
akhir/kesimpulan/inti dari pembahasan tentang Siwa atau inti ajaran tentang (yang
berhubungan dengan) Siwa (Nyoman Kardika, 2019: 38). Ajaran Siwa Siddhanta
memposisikan Tuhan/Brahma sebagai Siwa. Siwa adalah Sang Hyang Widhi sebagai
wujud yang paling utama atau mulia atau paling tinggi. Dari Siwa segala hal ini muncul
dan tumbuh serta kembali lagi (pralina/pralaya) ke dalam diri siwa dengan kata lain Sang
Hyang Siwa sebagai sumber atau asal sangkan dumadi dan menjadi paran atau tujuan
akhir dari kehidupan ini. Alam dengan segala isinya, Dewa Bhatara dan segala makhluk
sekala niskala (sarwa prani) muncul dan kembali ke dalam diri siwa.
Siwa Siddhanta adalah filsafat Siwaisme yang berkembang dibagian Selatan India
dan bersumber bukan dari penyusun tunggal. Setelah masuk ke Indonesia, konsepsi ajaran
Siwa semakin mendapat perhatian dari para bijak dan dikukuhkan dalam berbagai lontar
yang tergolong lontar Siwa Tattwa. Masuknya agama hindu ke bali secara perlahan lahan
diperkirakan sebelum abad ke 8, karena abad ke-8 agama hindu. (Siwa Sidhanta) sudah
demikian meluas dan mendalam diyakini oleh raja dan rakyat.
Awal kedatangan agama hindu di Bali lebih menonjolkan ajaran Siwa Sidhanta.
Kemudian pada zaman Bali kuna, dari jawa Timur datanglah Mpu Kuturan. Beliau
mengembangkan konsep Trimurti untuk menyatukan seluruh sekte yang ada, dalam
rangka meningkatkan kehidupan agama Hindu di Bali. Semua sekte dikomodasikan dan
satupun tidak ada yang dilenyapkan. Akhirnya di Bali searang tidak ada lagi sekte-sekte
yang terpisah dengan tegas, tetapi masih ada bekas-bekas dari pengelompokan dahulu
kala. Kenyataan menunjukan bahwa aktivitas keagamaan di desa-desa. Masih berbeda-
beda walaupun telah disatukan dengan konep Trimurti, sehingga dalam pengukapan
system desa Tenganan Pagrigsing pengaruh agama dan kepercyaan (sekte) itu menarik
untuk dibahas (Wayan Runa, 2006: 2).

3
2.2 Siva Siddhanta Di Bali
Salah satu murid Maha Rsi Agastya adalah Maha Rsi Markandeya yang membawa
ajaran Weda/Siwa di Indonesia. Pada saat ke Indonesia Maha Rsi Markandeya
mendapatkan pencerahan di gunung Di Hyang (sekarang disebut dengan gunung Dieng)
Di Gunung Dieng Rsi Markandeya mendapatkan pawisik agar membuat pelinggih di
Tohlangkir (sekarng disebut Besakih) dan harus ditanami panca datu yang terdiri unusr
emas, perak, tembaga, besi dan permata mirah delima (Pasek Gunawan, 2012: 37).

Setelah itu Maha Rsi Markandeya menetap di taro (tegal lalang, gianyar). Dari
pencerahan-pencerahan yang di dapat di Gunung Dieng dan tohlangkir (Besakih) beliau
mendapatkan ajaran siwa kepada para pengikutnya dalam bentuk ritual Surya Sewana,
bebali (banten) dan pecaruan. Karena semua ritual mengunakan banten atau bebali ketika
itu agama ini dinamakan Agama Bali. Daerah tempat tinggal beliau dinamakan Bali. Jadi
yang bernama bali mula-mula hanya daerah Taro saja, namun kemudian pulau ini
dinamakan bali karena penduduk di seluruh melaksanakan ajaran siwa menurut petunjuk-
petunjuk Rsi Markandeya mengunakan bebali atau banten.karena sedemikian luasnya isi
dari isi Weda dan berbentur Bahasa dari mantram-mantram Weda maka diciptakanlah
banten sebagai simbolisme dari mantarm mantram yang ada dalam Weda (Pasek
Gunawan, 2012: 37).

2.3 Sumber-sumber ajaran Siwa Siddhanta di Bali


Walaupun sumber-sumber ajaran agama hindu di bali berasal dari kitab-kitab
berbahasa sanskerta, namun sumber-sumber tua yang kita warisi kebanyajan ditulis dalam
dua Bahasa yaitu Bahasa Sansekerta dan Bahasa jawa kuno. Kitab yang ditulis dengan
Bahasa sansekerta umumnya adalah kitab puja, namun Bahasa sansekrta yang digunakan
adalah Bahasa sansekerta keplaun Indonesia yang sedikit berbeda dengan Bahasa
sansekerta versi India. Sedangkan kitab-kitab yang ditulis dalam Bahasa jawa kuno antara
lain, Bhuwanakosa, Jnana Siddhanta, tattwa Jnana, Wrhaspati tattwa dan saramuscaya.
Kitab Bhuwanakosa, Jnana Sidhanta, Tattwa Jnana dan wrhaspati tattwa adalah kitab

4
kitab yang tattwa yang menajarkan Siwa Tattwa yang mana juga kitab kitab ini menjadi
unsur dari isi Puja. Sedangkan sarasmucaya adalah kitab yang mengajarkan susila etika
dan tingkah laku (Pasek Gunawan, 2012: 38).
Sebagai sumber ajaran dari pada Siva Siddhanta di bali adalah bersumber pada
ajaran Weda dan sumber suci dalam naskah tradisional. Sebagaimana di jelaskan dalam
siwa sasana ada di kelompok beberapa naskah trasisonal di bali. Kelompok yang
dimaksud ada 4, yaiti : kelompok weda, Tattwa. Ethika, dan upacara agama (Pasek
Gunawan, 2012: 38).

2.4 Pokok Pokok Ajaran Siwa Siddhanta di Bali


Ajaran Siwa Siddhanta di Bali terdiri dari tiga kerangka, utama yaitu Tattwa, Susila
dan Upacara keagamaan. Tattwa atau filosofis yang mendasari adalah ajaran Siwa. Di
dalam Siwa Tattwa, sang Hyang Widhi adalah Ida Bhatara Siwa. Dalam lontar jnana
Siddhanta dinyatakan bahwa Ida Bhatara Siwa adalah Esa yang bermanisfestasinya
beraneka menjadi Bhatara-bhatari.
Sa eko bhagavan Sravah Siwa karana karanam aneka
Viditah sarwah catur vidhasya karanam ekawanekatwa
Swalaksana bhtara ekatwa ngaranya kahidup
Makalaksana siwattawta tunggal tan rwartiga kahidep
Nira mangekalasana siwa kara juga tan paphrabeda
Aneka ngaranya kahidup bhataramalaksana caturdha
Caturdha ngaranya laksananiarim stula suksma sunya.

Artinya: Sifat bhatara eka dan aneka. Eka artinya ia dibayangkan bersifat Siwa
tattwa, ia hanya eda tidak dibayakan dua atau tiga, ia bersifat Esa saja sebagai
siwakarana (Siwa sebagai pencipta), tiada perbedaan. Aneka artinya Bhatara
bersifat Caturdha, caturdha adalah sifatnya, sthula,suksma dan sunia.

Sumber-sumber lain yang mnyatakan Dia yang Eka dalam beraneka juga
temukan dalam banyak mantra-mantra diantaranya adalah:

5
Om namah siwaya sarvaya
Dewa-Devaya vain amah
Rudraya Bhuvanesaya
Siwa rupaya vain amah
Artinya:
Sembah Bhakti dan hormat kepada siwa, kepada sarwa
Sembah bhakti dan hormat kepada dewa sewanya
Kepada Rudra raja alam semesta
Sembah hormat kepada dia yang rupanya manis.

Dengan contoh-contoh ini menunjukan bahwa semua Bhatara-Bhatari itu adalah


bhantara siwa sendiri. Bhatara Bhatari itulah dipuja sebegai Ista Dewata. Banyaknya Ista
dewata yang di puja akan berkaitan dengan banyaknya Pura dan Pelinggih, Pagastawa,
rerainana dan abnten. Ista dewata adalah Bhatara Siwa yang aktif sebagai Sada Siwa,
sedangkan Bhatara Siwa sebagai Parama Siwa bersifat tidak aktif atau sering disebut
sunia.
Dalam manifestasi beliau sebagai dewa Brahma, Wisnu dan Iswara yang paling
mendominasi pemujaan yang ada di Bali. Konsep penciptaan, pemelihara dan pemralina
menunjukkan bhatara Siwa sebagai apa yang sering disebut Sang Hyang Sangkan
Paraning Dumadi, yaitu asal dan kembalinya semua yang ada dan tidak ada di jagat raya
ini.
Salah satu yang menarik dari keberadaan Bhatara Siwa, ialah Beliau berada
dimana-mana, di seluruh penjuru mata angin dan di pengider-ider. Di timur Ia adalah
Iswara, di tenggara la adalah Mahesora, di selatan Ia adalah Brahma, di barat daya Ia
adalah Rudra, di barat Ia adalah Mahadewa, di barat laut Ia adalah Sangkara, di utara Ia
adalah Wisnu, di timur laut Ia adalah Sambhu dan ditengah Ia adalah Siwa. Sebagai Sang
Hyang kala, di timur la adalah kala Petak (putih), di selatan Ia adalah Kala Bang (merah),
di barat ia adalah Kala Gading (Kuning), di utara Ia adalah Kala Ireng (hitam) dan
ditengah Ia adalah kala mancawama (Pasek Gunawan, 2012: 42).

6
Selain ajaran ke-Tuhanan, ajaran Siwa Siddhanta juga memuat beberapa ajaran
diantaranya ajaran tentang Atma yang sesungguhnya berasal dari Bhatara Siwa dan akan
kembali kepadaNya juga, ajaran Karma Phala yang berkaitan dengan Punarbawa atau
siklus reinkarnasi, ajaran pelepasan yang berkaitan tentang Yoda dan Samadhi. Terdapat
pula ajaran tata susila yang erat hubungannya dengan ajaran Karma Phala. Tumpuan dari
ajaran tata susila itu adalah Tri Kaya Parisudha yaitu Kayika Parisuddha (berbuat yang
benar), Wacika Parisudha (berbicara yang benar) dan Manacika Parisudha (berfikir yang
benar) (Pasek Gunawan, 2012: 43).

2.5 Tempat Suci

Tempat pemujaan atau tempat suci umat hindu Indonesia disebut pura. Sering pula
umat hindu menyebutnya dengan nama Kahyangan atau Parhyangan Pura berasal dari
bahasa Sansekerta (Pur) artinya benteng, kota, tempat yang dikelilingi oleh tembok. Pura
adalah tempat suci untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa
atau para dewa sebagai manifestasi Tuhan. Dalam hal ini dinamai pula Dewalaya atau
Mandiram (bahasa Sansekerta) dan juga dinamai mandir. Dalam tulisan ini bahwa tempat
suci dapat digolongkan berdasarkan karakternya yaitu : pura keluarga, pura territorial,
pura fungsional dan pura umum.

Palemahan pura umumnya terdiri dari tiga yaitu jeroan (utama mandala)
melambagkan alam atas (swah loka), jaba tengah (madhyama mandala) melambangkan
alam tengah (bwah loka) dan jaba sisi kanista mandala) yang melambangkan alam bawah
(bhur loka). Adapun tempat pemujaan bagi umat Hindu, antara lain pertama, pura
keluarga adalah pura yang khusus bagi umat Hindu yang masih ada ikatan satu keluarga.
Pura keluarga juga dinamai Pura Kawitan, Pamerajan, Dadia, Panti, Ibu, Padarman dan
lain-lainnya. Bertempat di di pura keluarga bahwa umat Hindu memuja Ida Sang Hyang
Widhi Wasa beserta roh suci leluhur atau atma sidha dewata. Pelinggih utama pada pura
keluarga biasanya berupa Gedong, Pelinggih Rong Tiga, atau ada pula berupa Meru serta
Pelinggih Padmasana. Kedua, Pura Teritorial yang dimaksudkan adalah Pura Kahyangan

7
Desa. Jenis pura ini juga dinamai Tri Kahyangan atau Kahyangan Tiga. Nama-nama Pura
Kahyangan Tiga adalah :

a. Pura Desa sebagai tempat memuja Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai
Dewa Brahma (Pencipta).
b. Pura Puseh sebagai tempat memuja Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai
Dewa Wisnu (Pemelihara).
c. Pura Dalem sebagai tempat memuja Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai
Dewa Siwa (Mengembalikan ke asalnya/pralina) (Pasek Gunawan, 2012: 44).

Ketiga, pura fungsional merupakan tempat suci dalam kaitannya dengan


kekaryaan swagina. Jenis pura fungsional, seperti pura subak merupakan tempat suci
umat Hindu yang memiliki ikatan kerja dalam pertanian. Pura subak juga dinamai Pura
Bedugul atau Ulun Subak. Kalau kaitannya dengan ikatan profesi bagi para pedagang di
sekitar pasar atau di tempat tertentu untuk berjualan disebut Pura Melanting. Keempat,
pura umum, pura umum adalah pura yang tergolong kahyangan jagat sebagai tempat
memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa serta segenap manifesti-Nya. Yang tergolong
sebagai pura umum adalah Pura Sad Kahyangan Jagat, Pura Dang Kahyangan Jagat, pura
jagatnatha di sekitar perkotaan maupun pura yang dibangun di wilayah Indonesia yang
dapat dijadikan tempat sembahyang oleh umat Hindu. Kalau di bali bahwa pura
kahyangan jagat diklasifikasikan berdasarkan atas, 1) Konsep rwa bhineda, 2)
Berdasarkan konsep cadu sakti (Pasek Gunawan, 2012: 44-45).

2.6 Hari Suci

Hari suci merupakan hari baik bagi umat Hindu untuk melakukan pemujaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Beberapa hari suci Hindu
antara lain: Galungan, Kuningan, Sarswati, Pagerwesi, Nyepi, Siwalatri, Purnama dan
Tilem. Pertama, hari raya Galungan yang pelaksanaannya setiap 6 bulan sekali, yaitu pada
Budha Keliwon Dungulan. Pada Hari Raya Galungan Umat Hindu melakukan
Persembahyangan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, terutama dilakukan Di Pura
keluarga (Pemerajan, Sanggah Gede, Dadia, kawitan, Kamulan, Taksu dan Lain-lainnya),

8
Pura kayangan desa, Serta kayangan jagad lainnya. Perayaan Galungan juga merupakan
hari baik menyatakan rasa terimakasih kehadapan Tuhan. Saat Hari Raya ini juga
dinyatakan sebagai hari kemenangan Kebenaran (Dharma) atas ketidak benaran
(Adarma) Perayaan galungan dimulai pada Hari sabtu kliwon Wariga samapi dengan
rangkaian terakhir pada Budhha Kliwon Pahang. Adapun rangkaian utama perayaan
Galungan adalah Penyekeban/Penyajaan, pengejukan, penampahan, puncak perayaan
galungan dan umanis galungan. Kedua, Hari Raya Kuningan yang di rayakan pada hari
Sabtu keliwon Kuningan, 10 hari setelaha perayaan Hari Raya Galungan. Hari Raya
Kuningan juga diawali dengan rangkaian penampaan kuningan, Puncak perayaan
Kuningan dan ulihang (Pasek Gunawan, 2012: 45-46).

Ketiga, Hari raya Saraswati yang dilaksanakan pada Sabtu umanis Watugunung.
Umumnya perayan ini dikenal dengan nama piodalan Sang Hyang Aji Saraswati atau
piodalan Sang hyang pangeweruh makna yang dikandung dari perayaan Saraswati adalah
betapa pentingnya ilmu pengetahuan suci weda dan sains lainnya untuk kemajuan dan
kesejahteraan umat manusia. Puncak perayaan Saraswati adalah dengan melakukan
persembahyangan di Pura untuk memuja Dewi Saraswati sebagai Dewinya Ilmu
pengetahuan, seni dan kebudayaan. Kesimpulannya bahwa ilmu pengetahuan itu
menjadikan manusia itu sebagai manusia yang sempurna, sehingga dapat bermanfaat bagi
din'nya dan masyarakat. Ilmu pengetahuan itu penting bagi umat manusia baik jnana dan
wijnana. Keempat, hari raya pagerwesi adalah sebagai hari pemujaan terhadap Ida Sang
Hyang Widhi Wasa (Hyang Paramesti Guru) yang dirayakan setiap Budha Kliwon Sinta.
Perayaan hari ini bermakna untuk permohonan kekuatan hidup baik secara fisik dan
nonfisik (wahyu adhyatmika). Jadi perayaan Pagerwesi bertujuan untuk pemohonan
kekuatan dan kemantapan sradha dan bhakti umat Hindu (Pasek Gunawan, 2012: 46).

Kelima, hari raya Nyepi yang pelaksanaannya dirayakan setiap penanggal pisan
sasih kedasa. Rakaian Upacara hari raya nyepi diawali dengan pelaksanaan Melasti ke
Segara untuk memohon tirta amerta atau air suci kehidupan serta untuk menghayutkan
malapetaka/Dosa, kemudian dilanjutkan dengan pengerupukan atau mebuu-buu serta
pelaksanaan upacara tawar Kesanga disetiap lingkungan Desa terutama bertempat
diperempatan jalan (Catur Pata) yang jatuh pada Tilem sasih Kesangga Setelah itu sehari

9
kemudian merupakan puncak hari Raya Nyepi, yang juga dikenal sebagai perayaan tahun
baru saka pada penanggal pisan sasih kedasa. Perayaan Nyepi telah diakui sebagai hari
libur Nasional oleh pemerintah berdasarkan kepres 03 tahun 1983, tertanggal 3 Januari
I983. Pada Perayaan Nyepi bahwa umat Hindu melakukan Catur Brata Penyepian seperti
: Amati Geni (tidak menyalakan api), Amati Karya (tidak bekerja), Amati
Lelungaan(tidak bepergian), dan Amati Lelanguan (tidak menikmati hiburan). Sebagai
terakhir dari Hari Raya Nyepi adalah pelaksanaan Dharma Santhi atau pelaksanaan sima
karma dari segenap umat Hindu untuk dapat saling memanfaatkan dan saling mempererat
hubungan persahabatan dan kekeluargaan diantara umat agama Hindu dan sesama umat
yang lainnya (Pasek Gunawan, 2012: 46-47).

Keenam, Hari Siwalatri yang berarti malam Siwa. Siwa adalah sebagai manifestasi
Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang memiliki kekuasaan untuk pameralina. Dalam naskah
Siwa Tri Kalpa di jelaskan Batara Siwa melakukan yoga untuk keselamatan Dunia beserta
segenap isinya bertepatan dengan Catur Dasi, Kresnapaksa atau Pangelong ping patbelas
sasih kapita. Saat itu dipilih oleh Batara Siwa untuk beryoga, karena merupakan malam
yang tergelap dan saat yang terbaik melakukan pemujaan terhadap Batara Siwa. Saat
Siwalatri, maka umat Hindu melakukan Tapa Brata Yoga dan Semedi. Waktu
pelaksanaannya selama 36 jam. Jenis Brata dapat dilakukan brupa upawasa (tidak makan
dan tidak minum), monabrata (tidak berbicara atau berhening), dan jaga (tidak tidur).
Jenis upawasa ini berlaku secara luwes dan sesuai dengan kemampuan umat Hindu
Pelaksanaan perayaan Siwalatri dapat pila dilakukan dengan rembug sastra atau dengan
membaca doa, membaca pustaka Hindu baik berupa kekawin, sloka maupun sastra
lainnya. Ketujuh, hari Purnama dan Tilem, saat purnama dan tilem merupakan hari baik
untuk melakukan pemujaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Hari Purnama
(Pumima) adalah Hari bulan terang. Hari Tilem (amavasya) merupakan hari bulan mati
atau bulan gelap. Pada hari Purnama merupakan Hari Payogan Sang Hyang Candra.
sedangkan pada hari tilem merupakan Hari Payogan Sang Hyang Surya. Sedangkan hari
suci lainnya ada berupa Buda Kliwon, langgam kliwon, saniscara kliwon, kajeng kliwon
serta yang lainnya (Pasek Gunawan, 2012: 47).

10
2.7 Orang Suci

Walaupun agama hindu yang berkembang sampai di Bali sangat jauh ke belakang
dari segi perjalanan waktu keberadaan agama hindu di india serta juga paham Saiva
Siddhanta berkembang ke Bali, maka umat hindu telah hormat dan bakti kehadapan para
orang suci Hindu baik yang diberi India maupun orang suci asli Indonesia. Dalam agama
Hindu ada beberapa orang suci. Orang suci adalah sangat besar jasanya terhadap
perkembangan dan penyebaran agama Hindu kepada umat di dunia ini. Tanpa orang suci,
maka agama hindu sulit untuk berkembang. Justru dengan demikian peranan orang suci
sangat penting untuk pembinaan dan pengembangan agama hindu. Orang suci umat hindu
secara umum disebut dengan nama Rsi. Dalam tulisan ini ada beberapa orang suci bagi
umat Hindu antara lain: Bagawan Brigu, Bagawan Baradwaja, Rsi Agastya, Bagawan
Brihaspati, Mpu Tantular, Mpu Kuturan, Mpu Baradah, Rsi Markandeya dan Danghyang
Niratha/ Danghyang Dwijendra (Pasek Gunawan, 2012: 48).

Pertama, Bagawan Brigu merupakan orang suci Hindu yang namanya banyak
disebut-sebut dalam kitab Purana. Beliau sebagai pendiri keluarga/warga bargawa.
Kedua, Bhagawan Baratwaja sebagai umat suci hindu yang ada kaitannya dengan cerita
Ramayana yang ditulis oleh bagawan Walmiki. Bhagawan Baradwaja juga sebagai
penerima wahyu suci dari Tuhan Yang Maha Esa. Beliau sebagai guru suci pada sebuah
ashram kenamaan Hindu di kota prayaga yang kini dinamai kota Alahabad. Pada kota
prayaga ini adalah sebagai tempat suci hindu, karena disana terdapat campuhan (sangam)
dari pada sungai ganggu dan sungai Yamuna, dan sungai Saraswati (yang saat ini tidak
Nampak) Pada saat bulan Januari/Februari segenap umat Hindu melakukan pensucian diri
ditempat suci ini oleh karena dilaksanakan upacara kumba mela setiap tahun, upacara
maha Kumba mola setiap 6 tahun dan upacara maha kumbu mela setiap 12 tahun sekali
(Pasek Gunawan, 2012: 48).

Ketiga Rsi Agastya sebagai orang suci lahir dikota kasi atau benaris india utara.
Beliau telah menyebakan agama Hindu di India dan termasuk sampai di Indonesia dan di
Bali. Keempat, Bhagawan Brihaspati adalah sesorang putra dari Bhagawan Angira yang
merupakan orang suci yang terkenal dari umat hindu. Kelima, Mpu Tatular sebagai
punjanga besar agama Hindu. Beliau telah menulis kekawin Suta Soma. Beliau telah

11
memiliki empat putra yaitu Mpu Kanawasika, Mpu Asmarananta, Mpu Sidimantra dan
Mpu Kepakisan. Keenam mpu kuturan sebagai orang suci yang berjasa menyebarkan
ajaran agama Hindu di Indonesia dan di Bali khususnya. Beliau mengajarkan ajaran tri
murti dan mengajarkan konsep tri khayagan disetiap desa adat atau di desa pakraman di
Bali. Ketujuh Mpu Baradah sebagi orang suci hindu merupakan adik dari Mpu Kutular.
Kebenaran nama mpu baradah sangat terkenal di Bali dan Mpu Baradah ada dimuliakan
disalah satu kompleks pura Besakih. Kedelapan, isi Markandya adalah orang suci Hindu
pertamakali datang ke Bali untuk menyebarkan agama Hindu, beliau datang dari tanah
Jawa menuju Bali beserta beberapa pengikutnya untuk merabah hutan Bali dijadikan
lahan pertanian dan sekaligus menata beragama Hindu di Bali. kesembilan, Danghyang
Dwijendra nama lain beliau adalah Danghyang Niratha. Jika kalau di Bali beliau bergelar
pedanda sakti wawu rawuh. Kalau di Lombok beliau bergelar Tuan Smeru dan di
Sumbawa bergelar pangeran Sangupati. Banyak tempat suci yang telah beliau bangun di
pulau Bali, seperti: pura Purancak, pura Rambut Siwi, pura Pulaki, pura Ponjok Batu,
pura Tanah Lot, pura Peti Tenget, pura Wuluwatu, pura Air Jeruk, pura Batu Kelotok,
dan lain-lainnya. Sepuluh, Danghyang Astapakeh merupakan salah satu orang suci dari
budha Mahayana/majapahit dan di Bali beliau mendirikan pura Sakenan di daerah
Serangan di Denpasar selatan. Keturunan beliau di Bali menetap didaerah Karangasem
yaitu di Desa Budha Keling (Pasek Gunawan, 2012: 49).

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Siwa Siddhanta merupakan hasil
akhir/kesimpulan/inti dari pembahasan tentang Siwa atau inti ajaran tentang (yang
berhubungan dengan) Siwa. Pada saat ke Indonesia Maha Rsi Markandeya mendapatkan
pencerahan di gunung Di Hyang (sekarang disebut dengan gunung Dieng) Di Gunung
Dieng Rsi Markandeya mendapatkan pawisik agar membuat pelinggih di Tohlangkir
(sekarang disebut Besakih). Setelah itu Maha Rsi Markandeya menetap di Taro. Dari
pencerahan-pencerahan yang di dapat di Gunung Dieng dan Tohlangkir beliau
mendapatkan ajaran siwa kepada para pengikutnya dalam bentuk ritual Surya Sewana,
bebali (banten) dan pecaruan. Karena semua ritual menggunakan banten atau bebali
ketika itu agama ini dinamakan Agama Bali. Daerah tempat tinggal beliau dinamakan
Bali.

Pokok ajaran Siwa Sidhanta di Bali adalah satwam, susila dan upacara. Yang
dimana sumber ajaran Siwa Sidhanta di Bali bersumber pada ajaran Weda dan sumber
suci dalam naskah tradisional yang berupa Tattwa-tattwa seperti Bhuwanakosa, Jnana
Siddhanta, tattwa Jnana, Wrhaspati tattwa dan saramuscaya. Kitab Bhuwanakosa, Jnana
Sidhanta, Tattwa Jnana dan wrhaspati tattwa. Tempat pemujaan atau tempat suci yang
digunakan adalah Pura, yang terbagi menjadi 4 yaitu, pura keluarga, pura teritorial, pura
fungsional dan pura umum. Sedangkan hari sucinya terbagi menjadi 2 yaitu berdasarkan
sasih dan pawukon.

13
DAFTAR PUSTAKA

Pasek Gunawan, I Ketut. 2012. Siva Siddhantā Tattva dan Filsafat. Surabaya : Paramita.
Rema, Nyoman. 2015. Aplikasi Ajaran Siwa Siddhanta di Situs Wasan. Jurnal Forum
Arkeologi.Vol. 28 No. 1
Suamba, I. B Putu. 2009. Siwa Buddha Di Indonesia: Ajaran dan Perkembangannya.
Denpasar: Program Magister Ilmu Agama dan Kebudaya,Kerja Sama Dengan
Penerbit Widya Dharma.
Kardika, Nyoman. 2019. Tattwa Siwa Siddhanta Indonesia In Theology Of Hindu. Jurnal
Sphatika.Vol. X No. 1. IHDN Denpasar.
Runa, I Wayan. 2006. Pengaruh Agama Dan Kepercayaan (Sekte) Terhadap Pola Pikir
Masyarakat Dalam Pengungkapan Sistem Desa Tenganan. Working Paper.
Fakultas Teknik Universitas Warmadewa.

14

Anda mungkin juga menyukai