Anda di halaman 1dari 11

Implementasi Model-Model Kegiatan Laboratorium Cookbook/Verification,

Inquiry Lab, Problem Solving Lab, dan HOT-Lab Di Sekolah


Algi Nurahman Miladanta

Program Studi Pendidikan Fisika, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Anm130600@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi penerapan model kegiatan laboratorium berbasis


cookbook/verification, inquiry lab, problem solving lab, dan hot-lab di sekolah untuk meningkatkan
keterampilan proses sains siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian pustaka (library
research). Penelitian yang dilakukan yakni dengan menggunakan literatur (kepustakaan) yakni mencari hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh orang lain yang di publish pada jurnal internasional terindeks scopus.
Hasil yang didapat yaitu meningkatkan keterampilan siswa dalam pembelajaran laboratorium, siswa akan
lebih memahami materi pembelajaran dalam laboratorium serta dapat mengetahui model pembelajaran yang
baik untuk dipelajari. Pembelajaran laboratorium abad 21 yang sudah mencapai tingkat Higher Order
Thinking Real and Virtual Laboratory (HOTRVL), menuntut siswa harus dapat menguasai pemahaman
tentang laboratorium.

Kata kunci: Model laboratorium, cookbook/verification labs, Inquiry Lab, Problem Solving Lab,
HOT-Lab

Abstract

This study discusses the application of the model of laboratory activities based on cookbooks / verification,
investigation labs, problem solving labs, and hot labs in schools to improve students' Science process skills.
The research method used was library research (library research). Research conducted by using literature
(literature) that is looking for the results of research conducted by others who publish in international
journals indexed Scopus. The results obtained are about improving student learning in laboratory learning,
students will better understand learning material in the laboratory and can also understand good learning
models to learn. Learning 21st century laboratory which has reached the level of High Thought and Real
Virtual Laboratory (HOTRVL), requires students to be able to understand about the laboratory.

Keywords: Models laboratory, cookbook / verification lab, Investigation Lab, Problem Solving Lab, Lab-
HOT

1 Pendahuluan

Hasil evaluasi kurikulum menunjukkan pada kenyataannya belum semua pesan kurikulum bidang sains dapat
diwujudkan dalam pembelajaran sains. Penekanan pembelajaran sains di sekolahsekolah bahkan di
perguruan tinggi masih terbatas pada penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-
konsep, atau prinsipprinsip. Itu pun tingkat aktualisainya masih relatif rendah. The Third International
Mathematics and Science Study (TIMSS) dalam evaluasinya menunjukkan bahwa Indonesia menduduki
urutan ke-35 dalam IPA dan urutan ke-36 dalam matematika diantara 48 negara yang mengikuti studi itu
[ CITATION Ima19 \l 1033 ].

Ketidakmampuan pendidikan sains dalam mengembangkan berbagai keterampilan berpikir dan bersikap
ilmiah tercermin dari banyak gejala sosial masyarakat, seperti cara berpikir, cara hidup, cara memperlakukan
produk teknologi, sikap kebanyakan anggota masyarakat kita yang menunjukkan seakan-akan pendidikan
sains yang diperoleh di sekolah tidak berbekas dalam kehidupannya. Hal ini menunjukkan perlunya
perubahan dalam cara belajar sains dari belajar untuk memahami konsep sains menjadi belajar untuk
menguasai keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains merupakan media untuk mengembangkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti keterampilan menganalisis, berpikir kreatif, proses sains dan
logis, serta memecahkan masalah. Agar pendidikan sains dapat berfungsi sebagaimana mestinya, maka
dalam pelaksanaannya harus dirancang dan diarahkan pada sebanyak mungkin pelibatan pebelajar dalam
mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan sains sendiri melalui proses sains. Pebelajar harus diberi
pengalaman untuk dapat mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan: merancang dan merakit
instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, menyusun laporan, serta
mengkomunikasikan hasilnya baik secara lisan maupun tertulis. Untuk kepentingan ini laboratorium sains
merupakan wahana yang paling tepat. Persoalannya adalah bagaimana peran dan fungsi laboratorium sains
dapat dioptimalkan untuk memenuhi tuntutan tersebut [ CITATION Rak15 \l 1033 ].

Beberapa publikasi hasil penelitian terkait dengan pengembangan laboratorium serta dampaknya terhadap
pengembangan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah, antara lain: Penelitian tentang inquiry labs and
the development of positive attitudes dan penelitian tentang the development of science process skills in
authentic contexts. Pada umumnya kegiatan praktikum atau percobaan sains yang diselenggarakan baik
sekolah menengah maupun di perguruan tinggi merupakan praktikum tradisional. Pola kegiatan/aktivitas
laboratorium tradisional adalah sebagai berikut; siswa diberi tahu prinsip/teori/konsep sains. Setelah itu
siswa menguji/memverifikasi kebenaran teori/prinsip/konsep tersebut. Kegiatan laboratorium seperti ini
cenderung mendorong siswa untuk tidak jujur, karena hasil pengamatannya dikendalikan oleh teori/prinsip/
konsep yang sudah diketahuinya. Jika demikian halnya, kegiatan laboratorium sains yang diharapkan sebagai
wahana pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah malah menjadi kebalikannya. Kelemahan
lainnya terletak pada proses kegiatannya, modul praktikum pada laboratorium tradisional disajikan secara
rinci memuat prosedur-prosedur baku yang harus dilaksanakan siswa tahap demi tahap. Petunjuk praktikum
yang terlalu rinci mengakibatkan kurang merangsang siswa untuk mengembangkan daya nalarnya untuk
merencanakan dan menyelesaikan persoalan yang dihadapinya [ CITATION Sap191 \l 1033 ].

2 Metodologi

Metode penelitian yang digunakan berupa library research. Penelitian yang dilaksanakan dengan
menggunakan literature (kepustakaan), baik berupa buku, catatan, artikel, maupun laporan hasil penelitian
dari penelitian yang berkaitan dengan artikel yang dibuat saat ini. Metode penelitian yang digunakan adalah
penelitian pustaka (library research). Penelitian yang dilakukan yakni dengan menggunakan literatur
(kepustakaan) yakni mencari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh orang lain yang di publish pada
jurnal internasional terindeks scopus. Lebih jelasnya, dalam hal ini penulis menguraikan relasi artikelnya
dengan artikel-artikel atau karya-karya lain yang sudah dipublikasikan, melakukan telaah secara singkat
terhadap jurnal tersebut, dan menunjukkan sisi orisinalitas dari artikel penulis. Kemudian menguraikan
aspek-aspek penting terkait masalah yang sedang dikaji. Dalam hal ini, penulis juga menyebutkan alasan-
alasan dan tujuan-tujuan pembahasan masalah dalam artikel yang dimaksud. Pada bagian tersebut
dimaksudkan untuk menunjukkan kontribusi keilmuan penulis dalam artikel yang ditulisnya, bahwa masalah
yang diangkat oleh penulis sangat penting untuk dipublikasikan. Selain itu juga, untuk menguraikan
metodologi atau metode yang digunakan dalam membahas masalah terkait dengan pendekatan atau
perspektif yang dipakai secara singkat [ CITATION Nad19 \l 1033 ].

3 Hasil dan Pembahasan

2.1 Cookbook/Verification

Cookbook Laboratory merupakan salah satu disain praktikum yang berasal dari pengistilahan buku resep
yang biasa dipakai untuk panduan memasak, hal ini kemudian dimodifikasi menjadi salah satu bentuk
praktikum yang memang praktikan diarahkan untuk melaksanakan praktikum sesuai dengan petunjuk yang
telah disediakan dalam buku panduan (modul). Praktikan hanya melakukan apa yang telah dituliskan, dan
harus menyelesaikan eksperimen dalam waktu yang telah ditetapkan dan harus memperoleh hasil yang
diharapkan (sesuai yang tertulis dibuku petunjuk praktikum). Cookbook laboratory bersifat verifikasi,
langkah kegiatan terstruktur, study perbandingan, pola kegiatan praktikum berupa pemberian konsep (giving
a concept), memverifikasi kebenaran (verification) [ CITATION Geb17 \l 1033 ]

Karakteristiknya yakni menampilkan seluruh petunjuk kegiatan yang akan dilakukan oleh praktikan sehingga
dapat langsung mengikuti petunjuk yang tersedia. Dengan unsur dalam petunjuk praktikum cookbook
terdapat: pengantar, tujuan praktikum, alat dan bahan, prosedur percobaan atau langkah kegiatan, data hasil
pengamatan, analisis, kesimpulan. Cookbook Laboratory memiliki kelebihan yaitu langkah kegiatan
terstruktur sehingga daat disimpulkan bahwa praktikan sudah mengetahui apa yang harus dilakukan terlebih
dahulu, mudah dilakukan dan diawasi saat praktikan berjumla besar, lebih hemat dari segi bahan yang
digunakan karena praktikan cukup mengambil jumlah yang dibutuhkan pada percobaan, dan lebih efektif.
Sedangkan kekurangannya yaitu banyak ditemukan pada kelas kelas berbasis sains seperti fisika yang mana
praktikum yang dijalankan hanya membuktikan persamaan dan konsep sederhana yang berasal dari buku,
berdasarkan langah langkah percobaan yang dihadirkan, praktikum dengan model ini cendrung dengan level
intelegensi yang minim artinya praktikan tidak dibiarkan untuk berfikir tentang apa yang mereka lakukan
sehingga terkesan seperti robot, kebanyakan peserta didik akan berbicara tentang variavel variabel yang
konstan sehingga mereka tidak akan menemukan kesalahan kesalahan dalam prosedur dan hasil yang terlalu
jauh. Seidler, Mortensen, Ball, & Remesnic AJ pada tahun 2015 dengan judul penelitian A Modern
Laboratory XAFS Cookbook. Dalam penelitiannya Seidler mengembangkan kualitas eksperimen XAFS dan
XES di banyak tingkatan energi. Penelitian ini pun dilakukan dengan membuatkan bentuk visual dari
eksperimen spektrometer yang dalam pelaksanaannya disediakan buku/petunjuk praktikum layaknya
praktikum cookbook laborattory. Hasilnya, penelitian ini telah berhasil membuat praktikum tema
spectrometer lebih ekonomis tanpa melupakan teknik teknik dan identitas keilmiahannya [ CITATION Shi19
\l 1033 ].

Verifikasi Laboratory merupakan praktikum verifikasi yang sifatnya penekanan pada pembuktian konsep,
hukum dan prinsip yang sebelumnya telah diinformasikan dalam pembelajaran tatap muka di kelas. Memiliki
karakteristik untuk membuktikan bahwa laboratorium memiliki data kinerja. Model pembelajaran ini
memiliki kelebihan yaitu praktikan dengan mudah memahami konsep yang sudah berlaku, yakin bahwa
konsep tersebut memang terbukti nyata dikehidupan sehari-hari. Sedangkan kekurangannya yaitu praktikan
akan susah membuat sebuah karya cipta atau penemuan jika hanya membuktikan konsep yang sudah ada.
Verifikasi alat laboratorium meliputi pengecekan suhu aktual pada oven, uji fungsi elektroda pada pH meter
dan kalibrasi & koreksi kuvet pada spektrofotometer. Hal ini dilakukan untuk menjamin keakuratan data
hasil analisis yang menggunakan alat-alat tersebut [ CITATION Bud16 \l 1033 ]

Cookbook/Verifikasi Laboratory adalah salah satu model praktikum yang bersifat verifikasi (cookbook)
yaitu siswa diberi instruksi langkah demi langkah yang hanya memerlukan kemampuan intelektual rendah,
bersifat verifikasi, serta jarang memberikan pengalaman kepada siswa untuk belajar dari kesalahan sehingga
kurang mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Karakteristik dari cookbook/verifikasi
laboratory diantaranya: kegiatan praktikum terpisah dari pembelajaran, berorientasi pada pembuktian sesuatu
yang telah diinformasikan sebelumnya, menggunakan petunjuk seperti resep, tidak melatihkan keterampilan
berpikir tingkat tinggi, hasil eksperimen telah diketahui sebelumnya. Sistematika dan unsur-unsur panduan
pada praktikum cookbook/verifikasi laboratory: judul praktikum, tujuan praktikum, landasan teori, alat dan
bahan, pertanyaan awal, prosedur praktikum, tabel pengamatan, pengolahan data, perhitungan, teknik analisa
data, kesimpulan, tugas akhir dan daftar pustaka [ CITATION Pra17 \l 1033 ]

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Subali, B., Gumilar, S., & Sartika, D. (2019, November) dalam
jurnal yang berjudul “Whats wrong with cookbook experiment? a case study of its impacts toward learning
outcomes of pre-service physics teachers” Eksperimen cookbook adalah jenis eksperimen yang lazim di
mana siswa harus mengikuti beberapa prosedur untuk melakukan praktikum di laboratorium. Karena
kemudahannya, tidak hanya siswa di sekolah menengah tetapi juga siswa di perguruan tinggi mengakui hal
ini. Namun, tidak ada peran yang jelas dari percobaan buku masak terhadap hasil belajar guru fisika pra-
jabatan. Penelitian ini menyelidiki dampak percobaan buku masak terhadap hasil belajar. Sebuah studi kasus
tunggal dilakukan di satu universitas swasta di Indonesia timur di mana semua peserta adalah mahasiswa dari
departemen fisika. Hasil temuan mengungkapkan bahwa percobaan cookbook digunakan hampir delapan
tahun. Ini mempengaruhi dua aspek penting dari siswa: pencapaian kemampuan belajar kognitif dan minat
siswa terhadap proses pembelajaran. Dalam konteks aspek-aspek ini, percobaan buku masak tidak
memfasilitasi siswa yang merupakan guru fisika pra-jabatan untuk membangun dan memperkuat pemahaman
yang mendalam, untuk membuat proses belajar yang menyenangkan dan bermakna, dan untuk
mengembangkan beragam keterampilan yang dibutuhkan oleh siswa seperti keterampilan berpikir tingkat
tinggi. Artikel ini memang menyajikan pertimbangan tentang implikasi praktikum fisika di Indonesia dalam
wawasan yang mendalam dan konteks yang lebih luas. Hasil temuan dari penelitian ini adalah titik awal
untuk merumuskan kegiatan laboratorium yang dapat meningkatkan hasil belajar dan minat siswa. Kerangka
kerja baru yang berhubungan dengan kegiatan laboratorium harus muncul untuk menggantikan atau
memperbaiki eksperimen buku masak yang sudah ada yang masih digunakan di beberapa tingkat pendidikan
[ CITATION Sub19 \l 1033 ].

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Seidler, G. T., Mortensen, D. R., Ditter, A. S., Ball, N. A., &
Remesnik, A. J. (2016, May) dalam jurnal yang berjudul “A modern laboratory XAFS cookbook. In
Journal of Physics” Dalam penelitiannya Seidler mengembangkan kualitas eksperimen XAFS dan XES di
banyak tingkatan energi. Penelitian ini pun dilakukan dengan membuatkan bentuk visual dari eksperimen
spektrometer yang dalam pelaksanaannya disediakan buku/petunjuk praktikum layaknya praktikum
cookbook laborattory. Hasilnya, penelitian ini telah berhasil membuat praktikum tema spectrometer lebih
ekonomis tanpa melupakan teknik teknik dan identitas keilmiahannya [ CITATION Sei16 \l 1033 ].

2.2 Inquiry Lab

Inquiry Lab merupakan kegiatan pembelajaran yang mampu menempatkan siswa menjadi seorang ilmuwan
yang berupaya untuk memahami alam semesta ini sebagai praktik sains serta memberikan penjelasan pada
sesuatu yang sedang diamati. Dalam model ini siswa diajak untuk berpikir lebih sehingga dapat membangun
sikap produktif, analitis dan kritis dalam melakukan kegiatan laboratorium [ CITATION Nas18 \l 1033 ].
Karakteristik dari inquiry lab yaitu diantaranya: kegiatan praktikum dilakasanakan dalam proses belajar
mengajar di kelas, berorientasi pada penanaman materi ajar secara utuh melalui aktivitas pertemuan,
menggunakan panduan berupa pertanyaan pengarah, tidak menggunakan dasar teori pada lembar kerja siswa,
melatihkan keterampilan proses sains dan keterampilan berpikir tingkat tinggi, tujuan praktikum merupakan
bagian dari tujuan proses belajar mengajar secara keseluruhan, hasil eksperimen tidak diketahui. Maka siswa
akan dilatih untuk melakukan kegiatan yang harus dikuasai diantaranya:
1. Mendefinisikan masalah (merumuskan masalah) dan pengajuan hipotesis. Pada tahap ini siswa
diberikan ilustrasi/kejadian dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran
dan materi yang dibahas. Guru memancing dan memberikan arahan sehingga siswa dapat
menemukan masalah dan mencoba mencari jawaban sementara (hipotesis) berdasarkan pengetahuan
awal yang dimilikinya
2. Merencanakan kegiatan/percobaan
Pada tahap ini siswa berpikir secara sistematis tentang langkah-langkah kegiatan/percobaan yang
akan dilakukan, memilih alat dan bahan kegiatan/percobaan dengan benar, menentukan ketepatan
waktu untuk menyelesaikan setiap langkah kegiatan/percobaan sehingga dapat mengumpulkan data
hasil kegiatan/percobaan dengan cermat, cepat, dan tepat waktu.
3. Melakukan kegiatan/percobaan
Tahap ini merupakan kelanjutan dari tindakan yang harus dilakukan setelah menyusun langkah
kegiatan.
Secara singkat dapat disimpulkan tahapan/sintaks dari kegiatan praktikum model inquiry yaitu dari
merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, merencanakan kegiatan/percobaan, melakukan
kegiatan/percobaan, mengumpulkan, menganalisis, serta menyimpulkan hasil kegiatan/percobaan, sehingga
dapat meningkatkan kemampuan keterampilan proses dan hasil belajar kognitif IPA [ CITATION Pat18 \l
1033 ]
Model ini memiliki kelebihan diantaranya: siswa dapat terlibat secara langsung dalam kegiatan laboratorium
tersebut, untuk membangun konsep belajar siswa, meningkatkan pemahaman konseptual, meningkatkan
pemahaman tentang sifat Ilmu Pengetahuan Alam, siswa lebih aktif mencari informasi sendiri melalui
observasi, eksperimen aktif berdiskusi dan bertukar pendapat untuk membuktikan teori/fakta tentang materi
yang dipelajari, siswa di tuntut untuk bisa membuat prediksi dari sebuh persoalan fisika sehari-hari serta
mengobservasinya, menumbuhkan rasa keingintahuan yang lebih besar pada diri siswa sehingga siswa
tertarik untuk melakukan eksperimen, siswa akan lebih percaya pada suatu kebenaran teori/fakta dari pada
hanya diperoleh dari membaca saja. Sedangkan kekurangan model pembelajaran ini yaitu kemampuan siswa
dalam presentasi hasil diskusi relatif masih kurang baik karena ragu dan belum terbiasa mengungkapkan
pendapatnya, siswa belum sepenuhnya optimal karena masih ada siswa yang terlihat kurang aktif dalam
eksperimen dan pada pelaksanaannya memerlukan waktu yang lebih lama. Sistematika dan unsur-unsur
panduan pada praktikum inquiry lab diantaranya: judul praktikum, tujuan praktikum, rumusan masalah,
hipotesis, pertanyaan metode, pertanyaan analisis, generalisasi (proses penalaran yang membentuk
kesimpulan secara umum melalui suatu kejadian, hal, dan sebagainya) [ CITATION Uze17 \l 1033 ].

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Karmila, D. D., Supeno, S., & Subiki, S. (2019) dalam jurnal
yang berjudul “Keterampilan Inkuiri Siswa SMA Dalam Model Pembelajaran Inkuiri Berbantuan Virtual
Laboratory” Proses belajar mengajar sains, terutama fisika, akan bermakna jika proses belajar mengajar
sesuai dengan sifat sains, itu berarti bahwa belajar fisika tidak hanya melalui pengumpulan fakta, prinsip,
hukum, dan teori, tetapi juga melibatkan proses pengetahuan yang didapat. Proses pembelajaran bermanfaat
dalam keterampilan inkuiri siswa, seperti meningkatkan interaksi sosial antara siswa, memberikan siswa
kesempatan untuk melakukan kegiatan secara langsung, membimbing siswa untuk mengembangkan kosa
kata ilmiah, mendorong pengembangan keterampilan pemecahan masalah, membantu pertumbuhan kognitif,
meningkatkan sikap terhadap sains, dan membantu siswa untuk membangun citra mental dari ide-ide baru.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Desain penelitian menggunakan desain
kelompok kontrol nonequivalent. Dalam menentukan tempat penelitian menggunakan metode purposive
sampling area. Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 Purwoharjo pada semester genap tahun akademik
2018/2019. Kompetensi dan indikator keterampilan inkuiri yang akan digunakan adalah: (1) observasi (2)
investigasi (3) eksplorasi (4) keterampilan untuk menemukan sesuatu yang baru. Teknik analisis
menggunakan Independent T-Test Sampel menggunakan program SPSS versi 23, yang digunakan untuk
menganalisis pengaruh model penyelidikan dibantu laboratorium virtual pada keterampilan penyelidikan
siswa sekolah menengah. Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa model penyelidikan laboratorium
virtual berpengaruh signifikan terhadap keterampilan penyelidikan siswa sekolah menengah [ CITATION
Kar19 \l 1033 ].

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Saminan, N. F., Gani, A., & Safitri, R. (2016) dalam jurnal yang
berjudul “Peningkatan keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah siswa dengan menggunakan model
cooperative inquiry labs (CIL) pada materi suhu dan kalor” Telah dilakukan penelitian tentang peningkatan
keterampilan berfikir kritis dan sikap ilmiah siswa dengan menggunakan model CIL pada materi suhu dan
kalor. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen research dengan desai non-equivalent
control group design”. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan secara Cluster Random Sampling
(sampel acak kelompok). Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X-MIA 1 dan X-MIA2 MAN 6 Banda
Aceh tahun ajaran 2014/2015. Pengumpulan data dilakukan dengan tes keterampilan berfikir kritis dan
angket sikap ilmiah. Hasil penelitian diperoleh rata-ata pretest keterampilan berfikir kritis untuk kelas
eksperimen dan control masih belum mencapai kriteria ketuntasan minimum (KKM). Selanjutnya, setelah
penerapan model CIL persentase nilai rata-rata posttest keterampilan berfikir kritis meningkat untuk kelas
eksperimen 76 dan rata-rata pada kelas eksperimen dikategorikan tinggi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ural, E. (2016) dalam jurnal yang berjudul “The effect of
guided-inquiry laboratory experiments on science education students' chemistry laboratory attitudes, anxiety
and achievement” Penelitian ini bertujuan untuk mencari pengaruh percobaan laboratorium inkuiri
terbimbing pada sikap siswa terhadap laboratorium kimia, kegelisahan laboratorium kimia dan prestasi
akademik mereka di laboratorium. Penelitian ini telah dilakukan dengan 37 tahun ketiga, mahasiswa
pendidikan sains tingkat sarjana, sebagai bagian dari program Aplikasi I dan II Laboratorium Pendidikan
Sains mereka. Dalam Aplikasi Pendidikan Sains I kursus I metode tradisional laborat ory telah dilakukan,
dalam Sains Pendidikan La Boratory ns II kursus dipandu penyelidikan laboratorium percobaan telah
dilakukan. Pada awal tahun akademik, Skala Sikap laboratorium Kimia dan Skala Kecemasan Laboratorium
Kimia diberikan sebagai pra tes dan diberikan sebagai post test setelah eksperimen inkuiri terbimbing.
Temuan telah mengungkapkan bahwa sebagai hasil dari aplikasi, telah ada peningkatan yang signifikan
dalam sikap siswa terhadap laboratorium kimia, dan prestasi akademik mereka dan penurunan kecemasan
laboratorium kimia mereka [ CITATION Ura16 \l 1033 ].

2.3 Problem Solving Lab (PSL)

Problem Solving Lab merupakan suatu model yang menjadikan masalah sebagai dasar dari kegiatan
laboratorium, dimana peserta didik diberikan suatu permasalahan untuk diselidiki, dipahami, berdiskusi,
hingga mampu menyelesaikan suatu permasalahan. PSL memiliki karakteristik yaitu praktikum berorientasi
pemecahan masalah dunia nyata (real world problem), permasalahan merupakan context rich problem yang
solusinya tidak trivial dan tidak dapat diselesaikan secara langsung melalui cara analitik, pemecahan masalah
hanya dapat dilakukan dengan kegiatan praktikum, real world problem dikontruks dengan mengandung
berbagai kendala dan batasan, menstimulus keterampilan berpikir tingkat tinggi dan memperkaya serta
memperkuat, dibutuhkan pengetahuan dasar yang terkait dengan permasalahan yang hendak dipecahkan
[ CITATION Sop17 \l 1033 ].

Berbagai keterampilan yang diasah dalam model ini berkaitan dengan indikator dari keterampilan proses
sains yaitu suatu permasalahan dijadikan sebagai acuan dan tujuan pembelajaran. Sistematika dan unsur-
unsur panduan praktikum PSL terbagi menjadi dua yaitu Sesi Pra Lab (real world problem, pertanyaan
eksperimen, pertanyaan metode dan prediksi) dan Sesi Lab (peralatan, eksplorasi, pengukuran, analisis dan
kesimpulan). PSL memiliki kelebihan membuat peserta didik lebih mengembangkan 21st Century skills,
yang mana sangat dibutuhkan di dunia kerja saat ini. Sayangnya, butuh waktu yanf cukup lama agar solusi
yang didapatkan benar-benar memuaskan [ CITATION Pra16 \l 1033 ].

Kelebihan dari model pembelarajan ini siswa dapat melatih dan meningkatkan keterampilan proses sains
mahasiswa seperti mengamati, memprediksi, merencanakan percobaan, menggunakan alat dan bahan dengan
benar, dan menyimpulkan hasil percobaan. Sedangkan kekurangannya bagi peneliti dan siswa dalam
pelaksanaan model problem solving laboratory terdapat pada tahap diskusi, dimana tahap tersebut
dilaksanakan sebelum praktikum cenderung kurang efektif sehingga waktu yang diperlukan untuk praktikum
menjadi lebih lama [ CITATION Nie19 \l 1033 ].

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mariko, S. (2019) dalam jurnal yang berjudul “Aplikasi website
berbasis HTML dan JavaScript untuk menyelesaikan fungsi integral pada mata kuliah kalkulus ” Hasil
penelitian
(1) desain media pembelajaran dengan software courselab versi 2.4 yang sesuai untuk implementasi model
pembelajaran Interaktif Problem Solving kriterianya adalah: (a) tingkat kesulitan dibuat dalam tataran cukup,
(b) alokasi waktu diterapkan untuk soal secara keseluruhan, bukan tiap soal, (c) kunci jawaban tidak perlu
ditampilkan, (d) bentuk soal dibuat bervariasi, (e) tidak perlu diberi bantuan aplikasi kalkulator,
(2) untuk mengatasi kendala dalam implementasi media interaktif maka: (a) software harus dipublish terlebih
dahulu menjadi bentuk html, (b) aplikasi browser yang digunakan untuk menjalankan media pembelajaran
ini diatur tingkat keamanannya (security setting) pada tingkat rendah, (c) pemakaian program courselab
harus dilakukan dengan hati-hati mengingat aplikasi ini akan menyimpan setiap perubahan yang dilakukan
pemakai secara otomatis, (d) distribusi file kepada mahasiswa dikompres dulu dalam bentuk zip, rar atau
yang lain,
(3) Penggunaan media pembelajaran dengan menggunakan CourseLab V.2.4 pada model pembelajaran
interactive problem solving terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar mahasiswa [ CITATION Mar19 \l
1033 ].
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suhandi, A., Rusdiana, D., Samsudin, A., & Wibowo, F. C.
(2018, February) dalam jurnal yang berjudul “Problem-Solving Laboratory-Based Course Development to
Improve Mental Model and Mental-Modeling Ability” Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya
model mental (MM) dan kemampuan pemodelan mental (MMA) siswa yang merupakan calon guru fisika di
salah satu LPTK di Palu-Indonesia adalah program kursus tradisional. Para siswa tidak dapat menggunakan
pengetahuan mereka untuk menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, perlu untuk mengembangkan program
kursus berbasis eksperimen pemecahan masalah untuk meningkatkan model mental calon guru fisika (MM)
dan kemampuan pemodelan mental (MMA). Pengembangan program kursus ini menggunakan metode R &
D (penelitian dan pengembangan). Proses pengembangan ini menghasilkan manual program studi yang
terdiri dari model kursus berbasis pemecahan masalah, LKM (lembar kerja siswa), PD (panduan dosen), dan
penilaian yang berfokus pada peningkatan MM dan MMA calon guru fisika. Manual ini telah diverifikasi
dalam materi kursus elektronik dan magnetic[ CITATION Suh18 \l 1033 ].

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aryanti, R., & Kusasi, M. (2017) dalam jurnal yang berjudul
“Pembelajaran Kimia Berbasis Problem Solving Menggunakan Laboratorium Riil Dan Virtual Ditinjau Dari
Gaya Belajar Dan Hasil Belajar Pada Materi Larutan Elektrolit Dan Nonelektrolit” Telah dilakukan
penelitian tentang pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan laboratorium riil dan virtual
ditinjau dari gaya belajar dan hasil belajar pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit siswa kelas X
SMA Negeri 8 Banjarmasin. Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui perbedaan hasil belajar, (2) deskripsi
pembuktian kecendrungan gaya belajar, dan (3) respon siswa antara kelas dengan pembelajaran kimia
berbasis problem solving menggunakan laboratorium riil dan kelas dengan menggunakan laboratorium
virtual. Metode Penelitian ini adalah quasi experimental design dengan nonequivalent control group design.
Sampel penelitian adalah kelas X-7 sebagai eksperimen dengan pembelajaran menggunakan laboratorium
virtual dan X-4 sebagai kontrol dengan pembelajaran menggunakan laboratorium riil. Pengumpulan data
menggunakan teknik tes, observasi dan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan uji-t, uji korelasi dan
analisis deskriptif. Uji-t digunakan dalam menganalisis perbedaan hasil belajar kognitif siswa kelas
eksperimen dengan kelas kontrol. Uji korelasi digunakan untuk menganalisis hubungan antara hasil belajar
dengan gaya belajar siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat perbedaan hasil belajar kognitif
yang signifikan antara siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol, (2) kinestetik cenderung ke
laboratorium riil sedangkan visual dan auditori cenderung ke laboratorium virtual, dan (3) pembelajaran
kimia berbasis problem solving menggunakan laboratorium riil dan virtual mendapat respon positif dari
siswa pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit
[ CITATION Ary17 \l 1033 ].

2.4 HOT-Lab

High Order Thinking Lab merupakan kegiatan model praktikum laboratorium yang diorientasikan kepada
siswa untuk melatih keterampilan berfikir kritis dan kreatif sehingga mahir dalam menemukan solusi dari
suatu permasalahan. Sedangkan pendidik diusahakan mampu menyiapkan dan mengarahkan peserta didiknya
untuk bisa berpikir kritis dan kreatif. Pada dasarnya, HOT Lab merupakan kombinasi dari PSL dan CPS.
HOT Lab bisa dilakukan baik menggunakan real lab maupun virtual lab (Makiyah et al., 2019).

Karakteristik utama dari HOT Lab adalah kegiatan laboratorium dirancang agar peserta didik mampu
mengembangkan kemampuan berpikir kritis serta berpikir kreatif, berlandaskan teori konstruktivisme,
berorientasi pada kegiatan pemecahan masalah dengan mengaplikasikan konsep Fisika Dasar, berorientasi
pada pembekalan keterampilan berpikir kritis dan kreatif dalam pemecahan masalah, menggunakan real
world problem sebagai titik tolak kegiatan praktikum, menggunakan bantuan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK), setting kegiatannya kooperatif-kolaboratif. Sistematika dan unsur-unsur panduan
praktikum HOT-LAB terbagi menjadi tiga tahapan yaitu Sesi Pra Lab (real world problem, pertanyaan
eksperimen, menentukan dan mengevaluasi ide, pertanyaan konseptual, prediksi), Sesi Lab (peralatan,
eksplorasi, pengukuran, analisis dan kesimpulan) dan Pasca Lab (Presentasi)

Kelebihan dari model HOT-Lab yakni melatih keterampilan siswa dalam belajar berpikir kritis, kreatif dan
inovatif, melatih keterampilan dalam memecahkan suatu masalah, dan belajar mengobservasi sebuah
peristiwa yang memerlukan penjelasan. Peserta didik juga dalam melakukan kegiatan laboratorium akan
lebih terasa, sehingga lebih tertanam jiwa seorang ilmuan dalam diri peserta didik. Sedangkan kelemahannya
dimana peserta didik fokus terhadap pelaksanaan praktikumnya dibanding menggali informasi yang
menunjang solusi pemecahan masalah yang diberikan sehingga peserta didik hanya ditekankan untuk lebih
menguasai konsep dan materi terlebih dahulu dan pencarian literatur diluar kegiatan praktikum sehingga
tidak dapat teramati secara langsung.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setiawan, A., Malik, A., Suhandi, A., & Permanasari, A. (2018,
February) dalam jurnal yang berjudul “Effect of higher order thinking laboratory on the improvement of
critical and creative thinking skills” Penelitian ini didasarkan pada kebutuhan untuk meningkatkan
keterampilan berpikir kritis dan kreatif siswa di abad ke-21. Dalam penelitian ini, telah ditenerapkan model
HOT-Lab untuk topik gayanya. Model ini ditandai dengan pemecahan masalah dan pengembangan
pemikiran tingkat tinggi melalui kegiatan laboratorium nyata. Penelitian ini menggunakan metode
eksperimen quasy dengan pre-test post-test control group design. Sampel penelitian ini adalah 60 siswa
Program Pendidikan Fisika Lembaga Pendidikan Guru di Bandung. Sampel dibagi menjadi 2 kelas, kelas
eksperimen (model HOT-lab) dan kelas kontrol (model laboratorium verifikasi). Instrumen penelitian adalah
tes esai untuk pengukuran keterampilan berpikir kreatif dan kritisHasil penelitian mengungkapkan bahwa
model pengaruh HOT-Lab telah meningkatkan keterampilan berpikir kreatif dan kritis siswa. Namun,
peningkatan kelas eksperimen secara signifikan lebih tinggi daripada kelas kontrol, seperti yang ditunjukkan
oleh rata-rata perolehan yang dinormalisasi (N-gain) untuk keterampilan berpikir kritis 60,18 dan 29,30 dan
untuk keterampilan berpikir kreatif masing-masing 70,71 dan 29,40. untuk kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Selain itu, tidak ada korelasi yang signifikan antara peningkatan keterampilan berpikir kritis dan
keterampilan berpikir kreatif di kedua kelas [ CITATION Set18 \l 1033 ].

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sapriadil, S., Setiawan, A., Suhandi, A., Malik, A., Safitri, D.,
Lisdiani, S. A. S., & Hermita, N. (2019, April) dalam jurnal yang berjudul “Effect of Higher Order Thinking
Virtual Laboratory (HOTVL) in Electric Circuit on Students’ Creative Thinking Skills” Keterampilan
berpikir kreatif adalah salah satu keterampilan yang sangat dibutuhkan pada abad ke-21. Oleh karena itu,
pengembangan keterampilan berpikir kreatif melalui pengajaran dan pembelajaran fisika adalah penting.
Penelitian ini menerapkan laboratorium virtual berpikir tingkat tinggi (HOTVL) pada topik sirkuit listrik
untuk memfasilitasi keterampilan berpikir kreatif siswa. Penelitian ini membahas perbandingan peningkatan
keterampilan berpikir kreatif antara siswa yang bereksperimen menggunakan HOTVL dan model lab
verifikasi. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu dengan kelompok kontrol pretestposttest
design. Subjek penelitian ini adalah siswa SMA kelas XII yang diambil menggunakan Purporsive Sampling.
Sampel tujuh puluh (70) siswa berpartisipasi dalam penelitian. Jumlah yang setara yaitu tiga puluh lima (35)
siswa ditugaskan untuk kelompok kontrol dan eksperimen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan
keterampilan berpikir kreatif siswa yang melakukan model HOTVL lebih tinggi daripada mereka yang
melakukan model laboratorium verifikasi. Hasil ini menunjukkan bahwa HOTVL efektif untuk
meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa dalam konsep rangkaian listrik [ CITATION Sap19 \l
1033 ].

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Malik, A., Setiawan, A., Suhandi, A., Permanasari, A., &
Sulasman, S. (2018, January) dalam jurnal yang berjudul “HOT Lab–Based Practicum Guide for Pre-Service
Physics Teachers” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan panduan praktikum berbasis
praktikum HOT-Lab (Berpikir Tingkat Tinggi) yang meningkatkan keterampilan berpikir kreatif guru fisika
pre-service. Metode penelitian menggunakan model 3D-1I (Define, Design, Develop and Implementation).
Subjek penelitian ini adalah 40 siswa Program Pendidikan Fisika UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa panduan praktikum berbasis HOT Lab memiliki karakteristik yang: 1)
mengandung masalah yang kaya konteks, 2) menyelesaikan masalah melalui praktikum, 3) menerapkan
konsep fisika, 4) membutuhkan pemikiran kreatif dan kritis dalam menyelesaikan masalah, 6) punya jawaban
alternatif yang tidak sepele, 7) menyajikan hasil penyelesaian masalah. Penerapan HOT Lab dapat
meningkatkan keterampilan berpikir kreatif guru fisika pada konsep sirkuit listrik. Lab HOT memiliki
karakteristik seperti yang disebutkan sebelum dan ketika diterapkan, ini dapat meningkatkan keterampilan
berpikir kreatif siswa karena dikembangkan berdasarkan laboratorium pemecahan masalah dan pemecahan
masalah kreatif. Dapat disimpulkan bahwa panduan praktikum HOT Labbased telah berhasil dikembangkan
dan ketika diterapkan dapat meningkatkan keterampilan berpikir kreatif guru fisika pre-service. Dengan
demikian, HOT Lab dapat digunakan sebagai alternatif dalam mengembangkan keterampilan berpikir tingkat
tinggi [ CITATION Mal18 \l 1033 ].

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Malik, A., Setiawan, A., Suhandi, A., & Permanasari, A. (2017,
September) dalam jurnal yang berjudul “Learning experience on transformer using hot lab for pre-service
physics teacher’s” Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki peningkatan keterampilan berpikir kritis guru
pre-service melalui Laboratorium Higher Order Thinking (HOT) pada pembelajaran transformator.
Penelitian ini menggunakan metode campuran dengan model eksperimental tertanam. Subjek penelitian
adalah 60 siswa Pendidikan Fisika di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa berdasarkan hasil analisis laporan praktis dan lembar observasi menunjukkan siswa dalam kelompok
eksperimen lebih baik dalam melaksanakan praktikum dan dapat memecahkan masalah nyata sementara
kelompok kontrol melakukan sebaliknya. Keterampilan berpikir kritis siswa yang menerapkan Lab HOT
lebih tinggi dari lab verifikasi. Keterampilan berpikir kritis dapat meningkat karena pemecahan masalah
berbasis HOT Lab yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi melalui kegiatan
laboratorium. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa penerapan HOT Lab lebih efektif daripada verifikasi lab
pada peningkatan keterampilan berpikir siswa pada pembelajaran topik transformator. Akhirnya, HOT Lab
dapat diimplementasikan dalam pembelajaran mata pelajaran lain dan dapat digunakan untuk meningkatkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi lainnya [ CITATION Mal17 \l 1033 ].

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jannah, K., & Pahlevi, T. (2020) dalam jurnal yang berjudul
“Pengembangan Instrumen Penilaian Berbasis Higher Order Thinking Skills Berbantuan Aplikasi" Kahoot!"
Pada Kompetensi Dasar Menerapkan Penanganan Surat Masuk Dan Surat Keluar Jurusan OTKP Di SMK
Negeri 2 Buduran” Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan instrumen penilaian berdasarkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dibantu oleh Kahoot! pada kompetensi dasar penerapan
penanganan surat masuk dan keluar, menganalisis kesesuaian instrumen penilaian berdasarkan keterampilan
berpikir tingkat tinggi yang dikembangkan, menganalisis keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa,
menganalisis respons siswa terhadap penggunaan Kahoot! aplikasi, dan mengetahui kekuatan dan kelemahan
Kahoot! aplikasi. Penelitian ini menggunakan model pengembangan Sugiyono dengan 7 langkah
pengembangan. Subjek penelitian terdiri dari 73 siswa kelas X jurusan OTKP SMK Negeri 2 Buduran.
Instrumen penilaian yang dikembangkan adalah dalam bentuk 20 pertanyaan pilihan ganda. Berdasarkan
hasil penelitian, validitas instrumen penilaian lebih dari 0,227 dan reliabilitas 0,714. Instrumen penilaian juga
telah memenuhi ujian tingkat kesulitan pertanyaan, diferensiasi pertanyaan, dan penipuan pertanyaan. Rata-
rata kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa berada dalam kategori "baik" dan siswa memberikan respons
"sangat positif" terhadap penggunaan Kahoot! 96%. Kekuatan Kahoot! antara lain, memiliki penampilan
yang menarik dan latar belakang musik, dan ada variasi dalam bentuk kuis. Adapun Kahoot! kekurangannya
antara lain, pilihan jawaban hanya terdiri dari 4 pilihan dan ada karakter yang terbatas dalam mengisi
pertanyaan dan jawaban [ CITATION Jan20 \l 1033 ].

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lisdiani, S. A. S., Setiawan, A., Suhandi, A., Malik, A., &
Safitri, D. (2019, April) dalam jurnal yang berjudul “The implementation of hot lab activity to improve
students critical thinking skills” Berpikir kritis sebagai bagian dari keterampilan abad ke-21 penting untuk
dikuasai oleh siswa dalam mempersiapkan mereka untuk bersaing dalam tantangan kehidupan nyata. Namun,
aktivitas lab verifikatif yang diterapkan di kelas fisika, tidak efektif untuk memberikan kesempatan untuk
mengembangkan keterampilan. Dibawah kebutuhan tersebut, sebuah penelitian eksperimen semu dengan
pretest postest Lab Verificative Group Implemented group dilaksanakan untuk menyelidiki bagaimana
implementasi desain Higher Order Thinking (HOT) Lab dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis
siswa dibandingkan dengan mereka yang melakukan lab verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
peningkatan yang signifikan keterampilan berpikir kritis siswa di HOT Lab Implemented Group
dibandingkan dengan yang ada di kelompok lab Verificative[ CITATION Lis19 \l 1033 ].

4 Simpulan
Kegiatan laboratorium merupakan aspek yang penting dalam proses pembelajaran Abad-21, karena
dengan melakukan kegiatan praktikum, keterampilan untuk melakukan penemuan dan
pengembangan fakta, konsep, sikap serta nilai akan terasah dengan tidak menutup kemungkinan,
faktor tantangan akan berkurang dengan adanya bantuan teknologi. Sebagai akhir dari sebuah
proses pendidikan, pembekalan keterampilan abad 21 melalui praktikum sains (MIPA) berada pada
kategori cukup. Kegiatan laboratorium ini berperan sebagai penggerak peserta didik untuk
mendapatkan sebuah pengalaman bereksperimen dan memotivasi dalam melaksanakan percobaan
dengan interaktif, serta membuat peserta didik lebih memahami suatu konsep atau suatu fakta yang
telah dipelajari. Pada kenyataannya, dalam meningkatkan pembelajaran kegiatan laboratorium pada
aspek keterampilan terdapat beberapa hambatan, diantaranya yaitu kemampuan guru dalam
menyelenggarakan praktikum, kemampuan guru dalam mempersiapkan segala sesuatu untuk
kepentingan kegiatan praktikum, ketersediaan sarana dan prasarana, tidak ada
teguran/peringatan/sanksi yang diberikan kepada guru yang tidak menggunakan metode praktikum
dalam pbm ipa, guru dan siswa merasa tidak penting melakukan pbm dengan metode praktikum,
karena yang diukur masih sebatas kemampuan kognitif. Maka dari itu, mulai sejak sekarang ini
siswa minimal harus mengetahui mengenai pengetahuan laboratorium yang diantaranya
(Cookbook/Verification, Inquiry Lab, Problem Solving Lab, dan HOT-Lab).

Referensi

Lisdiani, S. A. S., Setiawan, A., Suhandi, A., Malik, A., & Safitri, D. (2019, April). The implementation of
hot lab activity to improve students critical thinking skills. In Journal of Physics: Conference Series
(Vol. 1204, No. 1, p. 012033). IOP Publishing.
Jannah, K., & Pahlevi, T. (2020). Pengembangan Instrumen Penilaian Berbasis Higher Order Thinking Skills
Berbantuan Aplikasi" Kahoot!" Pada Kompetensi Dasar Menerapkan Penanganan Surat Masuk Dan
Surat Keluar Jurusan OTKP Di SMK Negeri 2 Buduran. Jurnal Pendidikan Administrasi Perkantoran
(JPAP), 8(1).
Setiawan, A., Malik, A., Suhandi, A., & Permanasari, A. (2018, February). Effect of higher order thinking
laboratory on the improvement of critical and creative thinking skills. In IOP Conference Series:
Materials Science and Engineering (Vol. 306, No. 1, p. 012008). IOP Publishing
Sapriadil, S., Setiawan, A., Suhandi, A., Malik, A., Safitri, D., Lisdiani, S. A. S., & Hermita, N. (2019,
April). Effect of Higher Order Thinking Virtual Laboratory (HOTVL) in Electric Circuit on Students’
Creative Thinking Skills. In Journal of Physics: Conference Series (Vol. 1204, No. 1, p. 012025).
IOP Publishing.
Malik, A., Setiawan, A., Suhandi, A., Permanasari, A., & Sulasman, S. (2018, January). HOT Lab–Based
Practicum Guide for Pre-Service Physics Teachers. In IOP Conference Series: Materials Science and
Engineering (Vol. 288, No. 1, p. 012027). IOP Publishing.
Malik, A., Setiawan, A., Suhandi, A., & Permanasari, A. (2017, September). Learning experience on
transformer using hot lab for pre-service physics teacher’s. In Journal of Physics: Conference Series
(Vol. 895, No. 1, p. 012140). IOP Publishing.
Aryanti, R., & Kusasi, M. (2017). Pembelajaran Kimia Berbasis Problem Solving Menggunakan
Laboratorium Riil Dan Virtual Ditinjau Dari Gaya Belajar Dan Hasil Belajar Pada Materi Larutan
Elektrolit Dan Nonelektrolit. Quantum: Jurnal Inovasi Pendidikan Sains, 7(2), 135-138.
Subali, B., Gumilar, S., & Sartika, D. (2019, November). Whats wrong with cookbook experiment? a case
study of its impacts toward learning outcomes of pre-service physics teachers. In Journal of Physics:
Conference Series (Vol. 1280, No. 5, p. 052047). IOP Publishing.
Seidler, G. T., Mortensen, D. R., Ditter, A. S., Ball, N. A., & Remesnik, A. J. (2016, May). A modern
laboratory XAFS cookbook. In Journal of Physics: Conference Series (Vol. 712, No. 1, p. 012015).
IOP Publishing
Karmila, D. D., Supeno, S., & Subiki, S. (2019). Keterampilan Inkuiri Siswa SMA Dalam Model
Pembelajaran Inkuiri Berbantuan Virtual Laboratory. Jurnal Pembelajaran Fisika, 8(3), 151-158.
Saminan, N. F., Gani, A., & Safitri, R. (2016). Peningkatan keterampilan berpikir kritis dan sikap ilmiah
siswa dengan menggunakan model cooperative inquiry labs (CIL) pada materi suhu dan kalor. Jurnal
Pendidikan Sains Indonesia, 4(1), 123205.
Ural, E. (2016). The effect of guided-inquiry laboratory experiments on science education students'
chemistry laboratory attitudes, anxiety and achievement. Journal of Education and Training Studies,
4(4), 217- 227.
Suhandi, A., Rusdiana, D., Samsudin, A., & Wibowo, F. C. (2018, February). Problem-Solving Laboratory-
Based Course Development to Improve Mental Model and Mental-Modeling Ability. In First
Indonesian Communication Forum of Teacher Training and Education Faculty Leaders International
Conference on Education 2017 (ICE 2017). Atlantis Press.
Mariko, S. (2019). Aplikasi website berbasis HTML dan JavaScript untuk menyelesaikan fungsi integral
pada mata kuliah kalkulus. Jurnal Inovasi Teknologi Pendidikan, 6(1), 80-91.
Nasir, M., & Abdullah, E. (2018). BOUNDED INQUIRY LABORATORY TERHADAP KEMAMPUAN
LITERASI SAINS MAHASISWA. BIOEDUKASI, 9(2), 91-98.
Patel, G. D. (2018). Guided-Inquiry in Biochemistry Laboratory Course Improves Lab Math Skills.
Uzezi, J. G., & Zainab, S. (2017). Effectiveness of guided-inquiry laboratory experiments on senior
secondary schools students academic achievement in volumetric analysis. American Journal of
Educational Research, 5(7), 717-724.
Gebrehiwot, H. (2017). Evaluation and intervention of students’ laboratory performance in chemistry
graduating classes; Wachemo University, Ethiopia. International Journal, 3(7), 203.
Imaduddin, M., & Hidayah, F. F. (2019). Redesigning Laboratories for Pre-service Chemistry Teachers:
From Cookbook Experiments to Inquiry-Based Science, Environment, Technology, and Society
Approach. Journal of Turkish Science Education, 16(4), 489-507.
Rakhmawan, A., Setiabudi, A., & Mudzakir, A. (2015). Perancangan pembelajaran literasi sains berbasis
inkuiri pada kegiatan laboratorium. Jurnal Penelitian dan Pembelajaran IPA, 1(1), 143-152.
Sapriadil, S., Setiawan, A., Suhandi, A., Malik, A., Safitri, D., Lisdiani, S. A. S., & Hermita, N. (2019,
April). Effect of Higher Order Thinking Virtual Laboratory (HOTVL) in Electric Circuit on Students’
Creative Thinking Skills. In Journal of Physics: Conference Series (Vol. 1204, No. 1, p. 012025).
IOP Publishing
Shihab, M. R. (2019). Pengembangan Penuntun Praktikum Berbasis Inkuiri Terbimbing Pada Pokok
Bahasan Struktur Tumbuhan Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Peserta Didik Tingkat
SMA/MA (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).
Budiyono, A., & Hartini, H. (2016). Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap
Keterampilan Proses Sains Siswa SMA. Wacana Didaktika, 4(2), 141-149.
Pranoto, A. M. S., Sajidan, S., & Prayitno, B. A. (2017). Pengembangan Modul Berbasis Inquiry Lab Pada
Materi Sistem Gerak Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XI SMAN 1
Mejayan. Didaktika Biologi: Jurnal Penelitian Pendidikan Biologi, 1(1), 33-46.
Sopian, A., & Afriansyah, E. A. (2017). Kemampuan Proses Pemecahan Masalah Matematis Siswa melalui
Model Pembelajaran Creative Problem Solving dan Resource Based Learning. Jurnal Elemen, 3(1),
97-107.
Prabowo, C. A., Ibrohim, I., & Saptasari, M. (2016). Pengembangan modul pembelajaran inkuiri berbasis
laboratorium virtual. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan, 1(6), 1090-1097.
Prabowo, C. A., Ibrohim, I., & Saptasari, M. (2016). Pengembangan modul pembelajaran inkuiri berbasis
laboratorium virtual. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, dan Pengembangan, 1(6), 1090-1097.
Nielsen, B. L., & Hougaard, R. F. (2018). SCAFFOLDING STUDENTS’REFLECTIVE DIALOGUES IN
THE CHEMISTRY LAB: CHALLENGING THE COOKBOOK. In Conference of the European
Science Education Research Association (pp. 2237-2246). European Science Education Research
Association.
Makiyah, Y. S., Malik, A., Susanti, E., & Mahmudah, I. R. (2019). Higher Order Thinking Real and Virtual
Laboratory (HOTRVL) untuk Meningkatkan Keterampilan Abad Ke-21 Mahasiswa Pendidikan
Fisika. DIFFRACTION, 1(1).

Anda mungkin juga menyukai