Anda di halaman 1dari 12

AKUNTANSI FORENSIK DAN AUDIT INVESTIGATIF

“FRAUD INVESTIGATION”

OLEH:

KELOMPOK 3

1. GEDE IVAN MEIDIKA (1733121029)


2. NI PUTU RIKA JULIANTARI (1733121030)
3. GALUH AYU PRASETYANINGRUM (1733121039)
4. NI LUH RANIA SARI (1733121051)
5. LUH DIAN ADELIA JONYPUTRI (1733121361)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS WARMADEWA
2020
1. INVESTIGASI TINDAKAN FRAUD
Investigasi tindak pencurian adalah aktivitas yang secara langsung menyelidiki
atau menginvestigasi tindakan fraud, seperti, tindakan pengawasan dan penyamaran,
mengawasi, pencarian bukti fisik, dan pengumpulan bukti elektronik. Investigasi atau
penyelidikan terhadap tindak pencurian biasanya diawali dengan menggunakan teknik
yang tidak akan menambah kecurigaan dan yang paling penting tidak akan salah atau
keliru dalam melibatkan seseorang yang tidak bersalah dalam suatu tindak kejahatan.
Oleh karena itu, pada awalnya beberapa orang yang terlibat dalam penyelidikan
seharusnya menghindari penggunaan kata investigasi (kata audit dan pemeriksaan lebih
dapat diterima). Investigasi seharusnya dimulai dengan menggunakan teknik yang tidak
mungkin dikenali. Sama halnya dengan sebuah proses pemeriksaan, metode investigasi
akan bekerja ke arah orang yang paling dicurigai sampai akhirnya dilakukan wawancara.
Adapun proses dalam Metode investigasi antara lain:
1) Melakukan wawancara terhadap orang yang dicurigai
2) Melakukan wawancara terhadap pembeli dan pekerja yang lain
3) Mencari catatan public dan melakukan pengawasan
4) Melakukan wawancara terhadap pemberi kerja yang terdahulu dan pemasok
yang tidak sukses
5) Mengecek catatan personal dan catatan perusahaan.

Metode Dalam Melakukan Investigasi Tindak Pencurian


1) Mengembangkan Vulnerability Chart
Ketika memulai suatu investigasi, diperlukan pengembangan teori atas tindak
fraud atau kecurangan apa yang dapat terjadi, siapa yang dapat menjadi pelaku dalam
tindak fraud, apa yang menjadi motivasi dalam melakukan tindak fraud, dan
bagaimana tindakan fraud dapat dilakukan. Salah satu cara untuk mengembangkan
ialah dengan menggunakan vulnerability chart.
Vulnerability chart adalah alat untuk menjelaskan segala aspek atas tindak fraud
dan penetapan teori fraud.Vulnerability Chart mengkoordinasikan bermacam-macam
elemen dalam tindak fraud.

2) Melakukan Survei Dan Covert Operation


Survei dan operasi rahasia merupakan suatu teknik investigasi dalam pencurian
berdasarkan pada suatu pemikiran terutama mendengar dan melihat. Survei dan
observasi berarti melihat dan mencatat suatu fakta, tindakan, dan perpindahan. Secara
teknis, terdapat tiga tipe atas survei antara lain:
a. Stationary or Fix Point
Dalam metode observasi ini, investigator harus menemukan scene atau
adegan yang diobservasi, mengantisipasi tindakan yang biasanya terjadi dalam
adegan tersebut, dan juga membuat catatan yang detail mengenai aktivitas
yang dilakukan oleh pelaku. Selain mencatat informasi mengenai kejdian
tersebut, investigator juga dapat menyimpannya dalam bentuk film atau
rekaman.
Dalam catatan yang dibuat harus terdapat hal-hal berikut:

- Waktu dan tanggal observasi

- Nama orang yang diobservasi

- Nama saksi yang menguatkan kejadian

- Tempat melakukan observasi, serta jaraknya terhadap kejadian tersebut

- Waktu dimulai dan berakhirnya observasi, yang berhubungan dengan


perpindahan dan aktivitas pelaku.

b. Moving Or Tailing
Dalam tailing auditor memburu pelaku. Keuntungan dari metode ini
adalah lebih dapat mengidentifikasi tindak kejahatan.

c. Electronic Surveillience
Electronic surveillance dilakukan dengan menggunakan camera video
serta seringkali dilakukan dengan melakukan penyadapan. Metode survey dan
operasi rahasia ini, merupakan aktivitas yang legal, selama tidak melanggar
privasi seseorang yang diatur dalam amandemen mengenai hak asasi manusia.

Covert operation memakan biaya yang besar dan waktu yang lama, sehingga
hanya dilakukan untuk menangani kasus tertentu yang sangat merugikan. Misi rahasia
ini biasanya dilakukan ketika:
 Fraud dilakukan dalam persekongkolan yang besar.

 Metode investigasi yang lain gagal dilakukan.

 Investigasi dilakukan dalam pengawasan yang ketat.

 Terdapat alasan yang signifikan mengenai terjadinya fraud.

 Investigasi dilakukan pelanggaran yang berkaitan dengan hukum dan etika suatu
organisasi.

 Investigasi dilakukan untuk kasus yang rahasia.

 Otoritas pelaksanaan undang-undang diberitahu bahwa bukti terakumulasi.

3) Melakukan Pengawasan (Invigilation)


Invigilation merupakan suatu teknik investigasi atas pencurian yang melibatkan
pengawasan terhadap orang yang dicurigai selama periode pengujian. Pengawasan
(invigilation) merupakan suatu teknik investigasi yang mahal. Hal ini seharusnya
digunakan hanya dengan menggunakan pendekatan manajemen dengan tingkat resiko
yang tinggi. Dengan digunakannya Invigilation oleh nanagement dengan cara
melakukan pengawasan terhadap internal control perusahaan sehingga dapat
mengurangi peluang karyawan dalam melakukan fraud.
4) Pencarian Bukti
Metode investigasi terakhir yang digunakan dalam investigasi tindakan pencurian
adalah menemukan barang bukti. Dalam investigasai ini terdapat dua macam barang
bukti, yakni:
a. Bukti Fisik
Bukti fisik sangat berguna untuk beberapa kasus, terutama untuk kasus yang
berkaitan dengan persediaan. Hal ini dikarenakan fisik persediaan dapat dihitung
dan bila terdapat perbedaan jumlah persediaan dapat ditelusuri. Dalam kasus
fraud bukti fisik sangat sulit untuk ditemukan, berbeda dengan tindak kejahatan
lainnya seperti pembunuhan, perampokan dll. Dalam pengumpulan bukti fisik,
juga diperlukan analisa objek terkait, seperti persediaan, asset, dan kunci yang
patah, zat-zat, seperti pelumas dan cairan gas, cetakan, seperti bekas potongan,
jejak, dan sidik jari.
b. Bukti Elektronik
Salah satu barang bukti yang berkembang pesat beberapa tahun terakhir
adalah bukti eletronik. Ilmu yang mempelajari mengenai pencarian bukti
elektronik adalah computer foreinsik. Terdapat empat tahapan dalam
mengumpulkan bukti elektronik antara lain:

1. Amankan peralatan elektronik dan fungsinya telah berjalan.

2. Gandakan peralatan tersebut dan perhitungkan CRC Checksum.

3. Telusuri peralatan secara manual.

4. Telusuri peralatan secara otomatis.

2. Review Artiket/Kasus
3. Investigasi dan Audit Investigasi
a. Aksioma Dalam Investigasi
Merupakan klaim atau pernyataan yang dapat dianggap benar, tanpa perlu
pembuktian lebih lanjut. Aksioma atau postulate adalah pernyataan (proposition)
yang tidak dibuktikan atau diperagakan dan dianggap sudah jelas dengan sendirinya
(self-evident).
Association of Certifed Fraud Examiners (ACFE) menyebut tiga aksioma dalam
melakukan investigasi atau pemeriksaan fraud. Ketiga aksioma tersebut terdiri dari:
 Aksioma – 1, Fraud is hidden
Berbeda dengan kejahatan lain, sifat perbuatan fraud adalah tersembunyi. Metode
atau modus operandingnya mengandung tipuan, untuk menyembunyikan sedang
berlangsungnya fraud. Hal yang terlihat dipermukaan bukanlah yang sebenarnya
terjadi atau berlangsung.
 Aksioma – 2, Reverse proof
Reverse proof secara harafah berarti pembuktian secara terbalik. Agar kita tidak
keliru memcampuradukkannya dengan istilah hokum pembalikan beban
pembuktiaan,penulisan menerjemahkan reverse proof sebagai pembuktiaan fraud
secara timbal balik.
 Aksioma – 3, existence of fraud
Aksioma ini secara sederhana ingin mengatakan bahwa hanya pengadilan yang
dapat (berhak) menetapkan bahwa fraud terjadi atau tidak terjadi.
b. Pertemuan Pendahuluan
Akuntansi forensic melakukan pertemuan pendahuluan dengan calon klien
(pimpinan perusahaan di sektor swasta). Ia bisa bertemu dengan dan mewawancarai
komite audit (atau pejabat perusahaan lainnya) dan menanyakan hal-hal sebagai
berikut:
1. Mengapa pimpinan menduga atau mencurigai adanya fraud?
2. Pada unit usaha (cabang, departemen,bagian) atau transaksi apa diduga terjadi
fraud sehingga audit investigative diperlukan?
3. Apa sifat (nature) dari fraud tersebut?
4. Kapan fraud diduga atau dicurigai terjadi?
5. Bagaimana masalahnya ditemukan?
6. Siapa yang menemukan masalahnya?
7. Bagaiman fraud tersebut dilakukan (modus operansi)?
8. Berapa banyak jumlah yang dijarah?
9. Siapa yang diduga menjadi pelaku fraud?
10.Apakah ada pekerjaan pendahuluan yang sudah dilakukan sebagai persiapan
untuk audit investigative?

Akuntan forensic kemudian merumuskan lingkup dan tujuan audit investigative


yang memenuhi harapan klien, misalnya berikut ini :
1. Pemecatan pelaku fraud
2. Pengumpulan bukti dan barang bukti yang cukup untuk penuntutan di
pengadilan
3. Penentuan apakah telah terjadi salah saji yang material didalam laporan
keuangan, dan tidak lanjutnya (misalnya melapor ke Bappepam-LK,
melakukan restatement, dan lain-lain).
4. Periapan terhadap potensi tuntutan kelompok (class action) oleh pemegang
saham, konsumen (pemakai produk yang dihasilkan klien), dan lain-lain dan
investigasi oleh penegak hokum (kejaksaan, KPK, Bappepam, penyidik dari
Direktorat Jenderal Pajak ) terkait dengan audit investigative akuntan
forensic.
5. Persiapan untuk menghadapi negosiasi dengan lembaga-lembaga
pemerintahan yang berkenan dengan kasus yang diaudit investigative.
c. Predication
Langkah pertama akuntan forensic dalam audit investigativenya adalah menyusun
predication. Predication adalah keseluruhan dari peristiwa, keadaan pada saat
peristiwa itu, dan segala hal yang terkait atau berkaitan yang membawa sesorang
yang cukup terlatih dan berpengalaman dengan kehati-hatian yang memadai,, kepada
kesimpulan bahwa fraud telah, sedang atau akan berlangsung.
Investigasi dengan pendekatan teori fraud meliputi langkah-langkah sebagai
berikut :
1. Analisis data yang tersedia
2. Ciptakan (atau kembangkan) hipotesis berdasarkan analisis diatas
3. Uji atau tes hipotesis tersebut
4. Perhalus atau ubah hipotesis berdasarkan hasil pengujian sebelumnya.
d. Pemeriksaan Dalam Hukum Acara Pidana
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981)
mengatur tahapan hokum acara pidana sebagai berikut:
1. Penyelidikan
Penyelidikan adalah serangkaian kegiatan penyidik untuk mencari dan
menemukan suatu perbuatan yang diduga merupakan tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya penyidikan dilakukan.
Penyelidik mempunyai wewenang sebagai berikut:
1. Menerima laporan atau pengaduan tentang adanya dugaan tindak pidana.
2. Mencari keterangan dan barang bukti
3. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa
tanda pengenal diri.
Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa :
1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggledahan, dan penyitaan.
2. Pemeriksaan dan penyitaan surat
3. Membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik

2. Penyedikan
Penyidikan adalah serangkaian kegiatan penyidik untuk mencari dan
mengumpulkan bukti, dan dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang
terjadi untuk menemukan tersangkanya. Untuk mencari dan mengumpulkan bukti,
undang-undang memberi wewenang kepada penyidik untuk:
a. Menggeledah dan menyita surat dan barang bukti
b. Memanggil dan memeriksa saksi, yang keterangannya dituangkan dalam
berita acara pemeriksaan saksi
c. Memanggil dan memeriksa tersangka, yang keterangannya dituangkan dalam
berita acara pemeriksaan tersangka
d. Mendatangkan ahli untuk memperoleh keterangan ahli yang dapat juga
diberikan dalam bentuk laporan ahli
e. Menahan tersangka, dalam hal tersangka dikhawatirkan akan melarikan diri,
menghilangkan barang bukti atau mengulangi melakukan tindak pidana.

Apabila dari bukti-bukti yang terkumpul diperoleh persesuaian antara


satu dengan yang lainnya, dan dari persesuaian itu diyakini bahwa memang telah
terjadi tindak pidana dan tersangka itulah yang melakukannya, maka penyidik
menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum. Hasil penyidikan ini
tertuang dalam berkas perkara yang didalamnya terdapat bukti-bukti.
Dalam hal penyidik (kepolisian atau kejaksaan) berpendapat bahwa dari
bukti-bukti yang dikumpulkan secara maksimal ternyata tidak terdapat cukup
bukti atau terbukti tapi bukan merupakan tindak pidana (korupsi) maka mereka
berwenang menghentikan penyidikan. KPK tidak dibenarkan menghentikan
penyidikannya, karena kewenangannya ada pada penghentian penyidikan.

3. Prapenuntut
Prapenuntut adalah tindakan jaksa (penuntut umum) untuk memantau
perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya
penyidikan dari penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara
hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk guna
dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut
dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan.
Penuntut umum tidak akan menerima berkas perkara hasil penyidikan
yang buktinya tidak lengkap. Oleh karena itu bukti ini akan dijadikan alat bukti di
siding pengadilan untuk membuktikan tindak pidana yang didakwakan. Di tahap
prapenuntut, pembuktian merupakan focus utama dalam meneliti berkas perkara
hasil penyidikan.

4. Penuntutan
Penuntutan adalah tindakan penuntut umum yang melimpahkan perkara ke
pengadilan negeri yang berwenang, sesuai dengan cara yang diatur dalam hukum
acara pidana, dengan permintaan agar diperiksa dan diputus oleh hakim siding
pengadilan.
Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan
yang lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara itu
sudah atau belum memenuhi syarat untuk dilimpahkan ke pengadilan.
Apabila penuntut umum berpendapat bahwa tidak dapat dilakukan penuntutan
karena dari hasil penyidikan tidak terdapat cukup bukti, maka penuntut umum
dengan surat ketetapan menghentikan penuntutan. Sebaliknya, apabila penuntut
umum berpendapat bahwa terdapat cukup bukti maka ia segera membuat surat
dakwaan. Bersama berkas perkara, surat dakwaan dilimpahkan ke pengadilan
untuk selanjutnya dijadikan dasar pemeriksaan di siding pengadilan.

5. Pemeriksaan di Pengadilan
Seperti pada tahap-tahap sebelumnya, acara pemeriksaan di siding
pengadilan tidak lain berkenaan dengan pembuktian. Bukti-bukti yang diperoleh
di tingkat penyidikan diperiksa kembali di siding pengadilan untuk dijadikan alat
bukti adalah berikut ini:
a. Sanksi-sanksi yang telah diperiksa oleh penyidik dipanggil kembali ke siding
pengadilan untuk memperoleh alat bukti keterangan saksi.
b. Tersangka yang sudah diperiksa di tahap penyidikan, diperiksa kembali di
siding pengadilan, untuk mendapat alat bukti keterangan terdakwa.
c. Ahli yang telah memberikan keterangan di penyidikan atau yang telah
membuat laporan ahli, dipanggil lagi untuk di dengar pendapatnya atau
dibacakan laporannya di siding pengadilan, agar diperoleh alat bukti
keterangan ahli.
d. Surat dan barang bukti yang telah disita oleh penyidik diajukan ke siding
pengadilan untuk dijadikan alat bukti surat dan petunjuk.
Itulah cara memperoleh alat bukti di siding pengadilan. Hanya alat bukti yang sah
yang diperoleh di siding pengadilan, yang dapat meyakinkan hakim tentang
kesalahan terdakwa. Alat bukti yang sah ini terdiri atas:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Keterangan terdakwa
e. Petunjuk
Pemeriksaan di siding pengadilan mempunyai satu tujuan saja, yaitu mencari alat
bukti yang membentuk keyakinan hakim tentang bersalah atau tidaknya terdakwa.

6. Putusan Pengadilan
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan
bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
bersalah. Kesalahan terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim. Namun
keyakinan ini harus didasarkan atas sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah,
yang harus ada persetujuan satu dengan yang lain.
Berdasarkan alat bukti yang diperoleh di siding pengadilan, hakim menjatuhkan
putusan berikut ini:
a. Putusan pemidanaan, apabila pengadilan berpendapat bahwa terdakwa terbukti
bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.
b. Putusan bebas, apabila pengadilan berpendapat bahwa dari hesil pemeriksaan
di siding, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan tidak terbukti
secara sah dan meyakinkan.
c. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum, apabila pengadilan berpendapat
bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan
itu tidak merupakan suatu tindak pidana atau terbukti tetapi terdakwa tiak dapat
dipertanggungjawabkan terhadap perbuatannya.

7. Upaya Hukum
Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut uum untuk tidak menerima
putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi, atau hak
terpidana untuk mengajukan permohonan meninjauan kembali, atau hak jaksa
agung untuk mengajukan kasasi demi kepentingan hukum hal serta menurut cara
yang diatur dalam undang-undang.
Upaya hukum ada dua macam, yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum
luar biasa. Upaya hukum biasa terdiri atas pemeriksaan tingkat banding dan
pemeriksaan kasasi. Upaya hukum luar biasa terdiri atas pemeriksaan kasasi demi
kepentingan hukum dan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
Permintaan banding ke pengadilan tinggi dilakukan terhadap putusan
pemidanaan. Ini berarti bahwa terdakwa atau penuntut umum tidak menerima
putusan pengadilan negeri, dan menyangkut masalah pembuktian di mana
pengadilan tinggi yang berhak menilainya.
Permintaan kasasi dapat diajukan oleh terdakwa atau penuntut umum untuk
diperiksa oleh mahkamah agung terhadap semua putusan selain putusan
mahkamah agung, kecuali putusan bebas murni. Mahkamah agung antara lain
akan memeriksa apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan
undang-undang. Dalam arti hukum, apakah acara pembuktian tidak dilaksanakan?
Permintaan peninjauan kembali diajukan oleh terpidana untuk diperiksa
mahkamah agung terhadap semua putusan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, kecuali putusan bebas, atau lepas dari segala tuntutan hukum.
Dasarnya adalah novum (bukti baru) yang ditemukan setelah putusan pengadilan
mempunyai kekuatan hukum tetap.

8. Bukti Pembuktian-Auditing dan Hukum


Para auditor yang berlatar belakang pendidikan akuntansi mengenal istilah
bukti audit. Mereka bahkan mengira bahwa pengertian bukti dalam auditing sama
dengan pengertian yang digunakan di pengadilan atau dalam bidang hukum.
Mautz dan Sharaf membandingkan pengertian bukti dalam ilmu “eksakta”
(matematika, logika), ilmu fisikal (eksperimental), hukum, sejarah, dan auditing.
Dalam bidang mereka sendiri para akuntan dan auditor di Indonesia sering
terkecoh dengan “bukti” dan sesuatu yang mengandung unsur-unsur pembuktian
(evidential matter).

Anda mungkin juga menyukai