Anda di halaman 1dari 20

Penatalaksanaan pada Pasien Sindrom Metabolik

Lorenzia. Wijaya- 102013180

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

e-mail:hanlencha3110@gmail.com

Pendahuluan

Sindrom metabolik (SM) adalah keadaan klinis dimana pada seseorang terdapat sekumpulan
kelainan metabolik, antara lain kelainan kadar lipid (dislipidemia), peningkatan kadar glukosa
(hiperglikemia), peningkatan kadar asam urat (hiperurikemia), peningkatan tekanan darah
(hipertensi), dan kegemukan (obesitas). Kondisi ini dikaitkan dengan risiko penyakit
kardiovaskular (PKV), stroke, diabetes melitus tipe 2 (DM t2) dan kematian. sehingga
memerlukan intervensi modifikasi gaya hidup yang ketat (intensif)1

Komponen utama dari sindrom metabolik meliputi : Resistensi insulin, Obesitas


abdominal/sentral, Hipertensi, Dislipidemia berupa peningkatan kadar trigliserida dan
penurunan kadar HDL kolesterol1

Sindrom Metabolik disertai dengan keadaan proinflammasi / prothrombotik yang


dapat menimbulkan peningkatan kadar C-reactive protein, disfungsi endotel,
hiperfibrinogenemia, peningkatan agregasi platelet, peningkatan kadar PAI-1, peningkatan
kadar asam urat, mikroalbuminuria dan peningkatan kadar LDL cholesterol. Berdasarkan
pengamatan di banyak negara, baik di negara maju maupun yang sedang berkembang, jumlah
orang dengan kelainan ini makin banyak. Oleh karena itu telah banyak peringatan dan
anjuran untuk segera melakukan upaya untuk mencegah timbulnya sindrom metabolik.
Upaya pertama adalah dengan mengenal terlebih dahulu kelainan, faktor-faktor yang
berperan, patofisiologinya kemudian diikuti dengan upaya pencegahan dan
penatalaksanaannya. Dalam upaya tersebut telah dikemukakan beberapa definisi mengenai
kelainan apa saja yang perlu diperhatikan dan kriteria batasan nilainya. Antara beberapa
rekomendasi tersebut banyak persamaannya tetapi ada pula perbedaannya, bahkan timbul
perdebatan kontroversial antara para ahli sehingga membingungkan para pengguna, yaitu
para dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Diinginkan adanya suatu pedoman yang bersifat
universal yang dapat dipakai bersama di semua negara.2

1
Pada makalah ini dibahas secara singkat mengenai sindrom metabolik, bermacam-macam
definisi dan kriteria batasan nilai, berbagai faktor risiko, dan anjuran cara penatalaksanaannya
termasuk pencegahannya.

Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis adalah suatu teknik wawancara terhadap pasien disertai dengan empati.
Anamnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis
pribadi.3
Anamnesis susunan sistem bertujuan mengumpulkan data-data positif dan negatif
yang berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien berdasarkan alat tubuh yang sakit.
Riwayat penyakit dalam keluarga penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter,
familial atau penyakit infeksi.
Didalam skenario, anamnesis dapat dilakukan secara auto-anamnesis karena keadaan
pasien memungkinkan untuk memberikan keterangan. Beberapa pertanyaan yang dapat
diajukan kepada pendamping pasien:
Keluhan utama : Seorang laki-laki usia 40 tahun merasa terlalu gemuk terutama bagian perut
dan sulit menurunkan berat badan.3
Riwayat Penyakit Sekarang:
 Apakah dirasakan sesak saat bernapas? Biasanya saat istirahat atau saat aktivitas
berlangsung?
 Apa terdapat kesulitan berjalan yang dapat mengganggu aktivitas?
 Apakah disertai rasa haus yang terus menerus?
 Apakah suka bolak-balik ke kamar mandi karena merasa ingin berkemih dalam waktu
yang dekat?
 Apakah ada rasa lapar terus menerus?
 Apa terasa mudah letih saat aktivitas?
 Apakah ada mengkonsumsi obat?
Riwayat Penyakit Dahulu:
 Adakan riwayat hipertensi, DM, jantung, dan penyakit ginjal?
 Jika ada, tanyakan riwayat penggunaan obat.

2
Riwayat Penyakit Keluarga:
 Apakah dikeluarga ada yang menderita penyakit DM atau hipertensi maupun penyakit
jantung?
Riwayat Personal dan Sosial:
 Apakah suka mengonsumsi makanan berlemak?
 Sehari makan berapa kali?
 Apakah pasien suka merokok?
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-
temuan dalam anamnesis. Teknik pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan visual atau
pandang (Inspeksi), periksa raba (Palpasi), periksa ketok (Perkusi) dan pemeriksaan dengar
dengan menggunakan stetoskop (Auskultasi).4
Keadaan umum pasien dapat dibagi atas tampak sakit ringan atau sakit sedang atau
sakit berat; sesuai dengan kasus diketahui keadaan umum pasien tampak baik.4
Kesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan melihat reaksi pasien yang
wajar terhadap stimulus visual, auditor maupun taktil; sesuai dengan kasus diketahui bahwa
pasien memiliki tingkat kesadaran yaitu kompos mentis, yaitu sadar sepenuhnya, baik
terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya dimana pasien dapat menjawab pertanyaan
pemeriksa dengan baik.4
Tanda-tanda vital berupa suhu, tekanan darah, frekuensi nadi, dan frekuensi
pernapasan. Hasil dari tanda-tanda vital: tekanan darah 150/90 mmHg, fekuensi nadi
80x/menit, frekuensi nafas 20x/menit dan suhu 36,5oC.

Berat Badan Normal/ Ideal (BBN/ BBI)

Salah satu parameter untuk mengetahui keseimbangan energi seseorang adalah melalui
penentuan berat badan ideal dan indeks massa tubuh. Rumus Brocca adalah cara untuk
mengetahui berat badan ideal, yaitu sebagai berikut:2

Usia < 40 tahun, BBI = tinggi badan (cm) – 100 – 10%

Usia ≥ 40 tahun, BBI = tinggi badan (cm) – 100

Hasilnya, apabila berat badan kurang dari berat badan ideal maka status gizinya
kurang. Sedangkan jika berat badan lebih dari berat badan ideal maka status gizinya lebih.

3
Pada kasus di atas, pasien berusia 40 tahun memiliki tinggi badan 165 cm dan berat
badan 88 kg, maka berat badan ideal pasien tersebut seharusnya 65 kg. Sehingga status gizi
pasien adalah berlebih, karena berat badan badan pasien lebih dari berat badan ideal.

Indeks Massa Tubuh (IMT)/ Body Mass Index (BMI)

IMT dihitung dengan pembagian berat badan (kg) oleh tinggi badan (m) pangkat dua. Kini
IMT banyak digunakan di rumah sakit untuk mengukur status gizi pasien karena IMT dapat
memperkirakan ukuran lemak tubuh yang sekalipun hanya estimasi tetapi lebih akurat
daripada pengukuran berat badan saja. Di samping itu, pengukuran IMT lebih banyak
dilakukan saat ini karena orang yang kelebihan berat badan atau yang gemuk lebih berisiko
untuk menderita penyakit diabetes, penyakit jantung, stroke, hipertensi, osteoarthritis dan
beberapa bentuk penyakit kanker. Namun, The National Institute of Diabetes and Digestive
and kidney Diseases mengingkatkan bahwa orang yang berotot dan bertulang besar dapat
memiliki IMT yang tinggi tetapi tetap sehat. Begitu pula orang berusia lanjut, orang dengan
massa otot yang rendah dan pasien malnutrisi bisa memiliki IMT yang normal tetapi tidak
tepat. Berikut ini adalah rumus untuk menghitung IMT:1

Berat badan (kg)

Tinggi badan (m2)

Rasio Pinggang : Panggul/ Waist to Hip Ratio (WHR)

Rasio pi-pa diukur dengan mula-mula mengukur lingkar pinggang (perut) pada lingkaran
terkecil di atas panggul. Kemudian, lingkaran panggul diukur lewat tonjolan gluteus yang
paling maksimal. Hasil kedua pengukuran ini kemudian digambar pada nomogram dan
letakkan hasil pengukuran lingkaran pinggang pada skala di sebelah kiri, sementara hasil
pengukuran lingkaran panggul pada skala di sebelah kanan. Hubungkan kedua hasil pada
skala tersebut dengan garis lurus yang akan memotong garis AGR/ WHR (abdominal-gluteal
ratio atau waist to hip ratio) yang terletak di antara kedua skala. Rasio pi-pa (WHR) yang
sebesar 1,0 atau kurang bagi laki-laki dan 0,8 atau kurang bagi wanita merupakan nilai
normal.1

Pengukuran lingkar perut (waist circumference) kini menjadi metode paling populer
kedua (sesudah IMT) untuk menentukan status gizi. Cara pengukuran lingkaran perut ini
dapat dapat membedakan obesitas menjadi jenis abdominal (obesitas tipe android) dan perifer

4
(obesitas tipe ginoid). Pasien dengan obesitas abdominal yang merupakan faktor risiko untuk
berbagai penyakit metabolik, vaskuler dan degeneratif memiliki lingkaran perut yang lebih
besar dari normal. Untuk diagnosis obesitas abdominal, lingkaran perut bagi wanita Asia
adalah ≥ 80 cm dan bagi pria Asia adalah ≥ 90 cm. 1,2 Pada pasien didaptkan Lpe 135 cm dan
Lpa 115cm.
Dari beberapa penelitian, WHR (waist- hip ratio) dapat juga sebagai acuan untuk
menentukan sindrom metabolik. Untuk menghitung WHR harus diketahui Lingkar
perut/pinggang dan Lingkar Panggul. Setelah itu hasil Lpe dibagi dengan Lpa.
Lpe/Lpa = WHR
Status Gizi

Hasil pengukuran yang spesifik mengenai ukuran dan perubahan proporsi tubuh merupakan
indikator penting bagi status gizi. Pengukuran ini meliputi berat dan tinggi badan yang
digunakan untuk menghitung indeks massa tubuh pada pada orang dewasa dan sebagai
indikator tubuh kurus dan tubuh pendek pada anak. Lingkar lengan atas (LiLA) dapat
menunjukkan gizi kurang pada anak, rasio pinggang : panggul (waist to hip ratio/ WHR)
merupakan indikator adipositas sentral pada orang dewasa. Ketebalan lipatan kulit
merupakan ukuran jaringan adipose subkutan dan jika diukur pada tempat yang sesuai dapat
digunakan untuk menghitung persentase lemak tubuh.4

Hampir semua aspek dalam penelitian gizi berpotensi memiliki kelemahan. Beberapa
dapat dihilangkan dengan perencanaan dan desain studi secara teliti, dan jika memungkinkan
pengukuran dilakukan berulang kali. Dalam usaha mengaitkan pajanan dengan faktor
penyebab (atau pencegah), dan akibat kesehatan (atau penyakit), sifat multifaktorial dari
keterkaitan tersebut perlu diperhatikan untuk mencegah penarikan kesimpulan yang tidak
tepat. Dalam menilai asupan makanan individu, sering terjadi kompromi antara pengukuran
yang akurat dan pengukuran yang menggambarkan asupan makanan yang normal. Asupan
nutrien (zat gizi) dihitung menggunakan tabel komposisi makanan. Perkiraan ukuran porsi
dan penyesuaian terhadap jumlah makanan yang terbuang juga perlu dipertimbangkan.4

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan gula darah bisa dilakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa, 2
jam setelah berbuka puasa, dan gula didalam urine. Pada pemeriksaan lemak darah dapat

5
diperiksa kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida. Bila pasien memiliki riwayat penyakit
aterosklerosis pertimbangkan lipoprotein (a), apolipoprotein-B100, danCRP.5

Gula darah puasa


Ambil darah vena 5 sampai 10ml dan masukkan ke dalam tabung bertutup merah atau
abu-abu. Darah biasanya diambil antara pukul 07.00 sampai 09.00. Pasien harus berpuasa
makan dan minum 12 jam sebelum pemeriksaan.5

Gula darah postprandial


Ambil darah vena 5 sampai 10ml dan masukkan ke dalam tabung bertutup merah atau
abu-abu. Darah diambil 2 jam setelah makan pagi atau makan siang.

Kolesterol Total dan HDL


HDL merupakan jenis kolesterol yang berfungsi membawa seluruh kolesterol ke
‘pabrik’ pengolahannya yakni hati. HDL juga berfungsi membawa kolesterol yang telah
diolah untuk didistribusikan ke otak, jantung, dan seluruh organ tubuh yang lain. Oleh karena
itu, HDL dikatakan sebagai ‘kolesterol baik’. Jika kadar HDL rendah maka akan banyak
kolesterol yang menempel pada pembuluh darah. Kejadan ini adalah cikal bakal terjadinya
tekanan darah tinggi karena banyak penyumbatan pada pembuluh darah.5

Kolesterol LDL
LDL merupakan kolesterol yang dapat menyebabkan terjadinya penimbunan plak di
dalam saluran pembuluh darah. LDL mempunyai tugas yang berlawanan dengan HDL. Jika
kadar LDL anda meninggi maka diperkirakan banyak kolesterol yang berasal dari makanan
yang tidak terangkut ke hati. Hal ini disebabkan ulah LDL yang menahan kolesterol.6

Kolesterol Trigliserida
Ini adalah kolesterol yang mengikat trigliserida. Kadarnya yang tinggi menunjukkan
banyak kolesterol jenis trigliserida di dalam darah anda.6
Ketiga kolesterol ini sering dinyatakan sebagai Kolesterol Total. Anda yang
mempunyai penyakit hipertensi dan kencing manis, apabila disertai peningkatan salah satu
atau keseluruhan kolesterol maka akan beresiko untuk terjadinya penyumbatan di dalam
pembuluh darah. Penyakit yang akan timbul jika terjadi sumbatan akibat kenaikan kolesterol
adalah stroke.6

6
Pemeriksaan radiologi
Pencitraan tidak secara rutin ditunjukkan dalam diagnosis sindrom metabolik. Namun,
mereka mungkin cocok untuk pasien dengan gejala atau tanda-tanda dari banyak komplikasi,
termasuk penyakit jantung. Keluhan nyeri dada, dyspnea, atau klaudikasio dapat dilakukan
elektrokardiografi (EKG), ultrasonografi (echocardiography), single-photon emission
computed tomography (SPECT), cardiac positron emission tomography (PET), atau
pemeriksaan yang lainnya.

Working Diagnosis
Sindrom Metabolik
Definisi Sindrom metabolik menurut NCEP-ATP III yaitu obesitas abdominal
(kegemukan dengan lingkar perut yang melebihi 80cm pada wanita dan 90cm pada laki-laki),
kenaikan kadar trigliserida, penurunan HDL, kenaikan kadar gula puasa hingga 110-
126mg/ml (akibat peningkatan resistensi insulin), dan kenaikan tekanan darah. Kondisi ini
dikaitkan dengan risiko penyakit kardiovaskular, stroke, diabetes melitus tipe 2, dan
kematian.7

Etiologi
Beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya sindrom metabolik yaitu faktor
yang bisa diubah dan tidak bisa diubah. Faktor yang tidak bisa diubah terdiri dari
pertambahan usia, genetik, dan jenis kelamin. Sedangkan faktor yang dapat diubah terdiri
dari kegemukan, pola makan yang salah, kurang gerak, kehidupan yang stres, penggunaan
substansi yang merugikan kesehatan seperti konsumsi alkohol, rokok, atau obat-obatan yang
efek sampingnya berpotensi menaikkan gula darah seperti kortikostreoid.
Sindrom metabolik diduga disebabkan oleh disfungsi jaringan adiposa dan resistensi
insulin. Jaringan adiposa disfungsional juga memainkan peran penting dalam patogenesis
resistensi insulin berkaitan dengan obesitas. Kedua pembesaran sel adiposa dan infiltrasi
makrofag ke dalam hasil jaringan adiposa dalam pelepasan sitokin proinflamasi dan
mempromosikan resistensi insulin.8
Resistensi insulin tampaknya menjadi mediator utama sindrom metabolik. Insulin
mempromosikan penyerapan glukosa di dalam otot, lemak, dan sel-sel hati dan dapat
mempengaruhi lipolisis dan produksi glukosa oleh hepatosit.8
Kontributor tambahan untuk resistensi insulin termasuk kelainan sekresi insulin dan
sinyal reseptor insulin, pembuangan glukosa, dan sitokin proinflamasi. Kelainan ini, pada

7
gilirannya, dapat menyebabkan obesitas dengan peningkatan terkait dalam kadar asam lemak
bebas dan perubahan dalam distribusi insulin (insulin terakumulasi dalam lemak).8
Distribusi jaringan adiposa muncul untuk mempengaruhi perannya dalam sindrom
metabolik. Lemak yang berkorelasi visceral atau intra-abdominal dengan peradangan,
sedangkan lemak subkutan tidak. Ada beberapa penjelasan potensial untuk ini, termasuk
pengamatan eksperimental bahwa lemak omentum lebih tahan terhadap insulin dan dapat
mengakibatkan konsentrasi yang lebih tinggi dari asam lemak bebas racun dalam sirkulasi
portal.9,10
Lemak perut dikenal untuk menghasilkan tingkat yang berpotensi membahayakan
sitokin, seperti tumor necrosis factor (TNF), adiponektin, leptin, resistin, dan plasminogen
activator inhibitor.
Karakteristik psikologis, termasuk kemarahan, depresi, dan permusuhan, mungkin
terkait dengan peningkatan risiko sindrom metabolik. Namun, gangguan psikologis, terutama
kecemasan, mungkin merupakan komorbiditas atau komplikasi dari sindrom metabolik.8,9

Epidemiologi
Di US, peningkatan kejadian obesitas mengiringi peningkatan prevalensi sindrom
metabolik. Prevalensi sindrom metabolik pada populasi usia >20 tahun sebesar 25% dan pada
usia >50 tahun sebesar 45%. Pandemi sindrom metabolik juga berkembang seiring dengan
peningkatan prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia, termasuk Indonesia. Studi
yang dilakukan di Depok (2001) menunjukkan prevalensi sindrom metabolik menggunakan
kriteria National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III)
dengan modifikasi Asia Pasifik, terdapat pada 25.7% pria dan 25% wanita. Penelitian
Soegondo (2004) melaporkan prevalensi sindrom metabolik sebesar 13,13% dan
menunjukkan bahwa kriteria Indeks Massa Tubuh (IMT) obesitas >25 kg/m2 lebih cocok
untuk diterapkan pada orang Indonesia. Penelitian di DKI Jakarta pada tahun 2006
melaporkan prevalensi sindrom metabolik yang tidak jauh berbeda dengan Depok yaitu
26,3% dengan obesitas sentral merupakan komponen terbanyak (59,4%). 2 Umumnya sindrom
metabolik mulai terjadi pada usia dewasa pertengahan yaitu sekitar 35-40 tahun.2

Patogenesis
Obesitas sentral
Obesitas yang digambarkan dengan indeks massa tubuh tidak begitu sensitif dalam
menggambarkan risiko kardiovaskular dan gangguan metabolik yang terjadi. Studi

8
menunjukkan bahwa obesitas sentral yang digambarkan oleh lingkar perut (dengan cut-off
yang berbeda antara jenis kelamin) lebih sensitif dalam memprediksi gangguan metabolik
dan risiko kardiovaskular. Lingkar perut menggambarkan baik jaringan adiposa subkutan dan
visceral. Meski dikatakan bahwa lemak viseral lebih berhubungan dengan komplikasi
metabolik dan kardiovaskular, hal ini masih kontroversial. Peningkatan obesitas berisiko pada
peningkatan kejadian kardiovaskular. Variasi faktor genetik membuat perbedaan dampak
metabolik maupun kardiovaskular dari suatu obesitas. Seorang dengan obesitas dapat tidak
berkembang menjadi resistensi insulin, dan sebaliknya resistensi insulin dapat ditemukan
pada individu tanpa obes (lean subjects). Interaksi faktor genetik dan lingkungan akan
memodifikasi tampilan metabolik dari suatu resistensi insulin maupun obesitas.2
Jaringan adiposa merupakan sebuah organ endokrin yang aktif mensekresi berbagai
faktor pro dan anti inflamasi seperti leptin, adiponektin, Tumor nekrosis factor α (TNF-α),
Interleukin-6 (IL-6) dan resistin. Konsentrasi adiponektin plasma menurun pada kondisi DM
tipe 2 dan obesitas. Senyawa ini dipercaya memiliki efek antiaterogenik pada hewan coba dan
manusia. Sebaliknya, konsentrasi leptin meningkat pada kondisi resistensi insulin dan
obesitas dan berhubungan dengan risiko kejadian kardiovaskular tidak tergantung dari faktor
risiko tradisional kardiovaskular, IMT dan konsentrasi CRP Sejauh ini belum diketahui
apakah pengukuran pengukuran marker hormonal dari jaringan adiposa lebih baik daripada
pengukuran secara anatomi dala memprediksi risiko kejadian kardiovaskular dan kelainan
metabolik yang terkait.2

Resistensi Insulin
Resistensi insulin mendasari kelompok kelainan pada sindrom metabolik. Sejauh ini
belum disepakati pengukuran yang ideal dan praktis untuk resistensi insulin. Teknik clamp
merupakan teknik yang ideal namun tidak praktis untuk klinis sehari-hari. Pemeriksaan
glukosa plasma puasa juga tidak ideal mengingat gangguan toleransi glukosa puasa hanya
dijumpai pada 10% sindrom metabolik. Pengukuran Homeostasis Model Asessment (HOMA)
dan Quantitative Insulin Sensitivity Check Index (QUICKI) dibuktikan berkorelasi erat
dengan pemeriksaan standar, sehingga dapat disarankan untuk mengukur resistensi insulin.
Bila melihat dari patofisiologi resistensi insulin yang melibatkan jaringan adiposa dan sistem
kekebalan tubuh, maka pengukuran resistensi insulin hanya dari pengukuran glukosa dan
insulin (seperti rumus HOMA dan QUICKI) perlu ditinjau ulang. Oleh karenanya,
penggunaan rumus ini secara rutin di klinis belum disarankan maupun disepakati.2

9
Dislipidemia
Dislipidemia yang khas pada sindrom metabolik ditandai dengan peningkatan
trigliserida dan penurunan kolesterol HDL. Kolesterol LDL biasanya normal, namun
mengalami perubahan struktur berupa peningkatan small dense LDL. Peningkatan
konsentrasi trigliserida plasma dipikirkan akibat peningkatan masukan asam lemak bebas ke
hatisehingga terjadi peningkatan produksi trigliserida. Namun studi pada manusia dan hewan
menunjukkan bahwa peningkatan trigliserida tersebut bersifat multifaktorial dan tidak hanya
diakibatkan oleh peningkatan masukan asam lemak bebas ke hati.2
Penurunan kolesterol HDL disebabkan peningkatan trigliserida sehingga terjadi
transfer trigliserida ke HDL. Namun, pada subyek dengan resistensi insulin dan konsentrasi
trigliserida normal dapat ditemukan penurunan kolesterol HDL. Sehingga dipikirkan terdapat
mekanisme lain yang menyebabkan penurunan kolesterol HDL disamping peningkatan
trigliserida. Mekanisme yang dipikirkan berkaitan dengan gangguan masukan lipid post
prandial pada kondisi resistensi insulin sehingga terjadi gangguan produksi Apolipoprotein
A-I (Apo A-l) oleh hati yang selanjutnya mengakibatkan penurunan kolesterol HDL. Peran
sistem imunitas pada resistensi insulin juga berpengaruh pada perubahan profil lipid pada
subyek dengan resistensi insulin. Studi pada hewan menunjukkan bahwa aktivasi sistem imun
akan menyebabkan gangguan pada lipoprotein, protein transport, reseptor dan enzim yang
berkaitan sehingga terjadi perubahan profil lipid.2

Peran sistem imunitas pada resistensi insulin


Inflamasi subklinis kronik juga merupakan bagian dari sindrom metabolik. Marker
inflamasi berperan pada progresifitas DM dan komplikasi kardiovaskular. C reactive protein
(CRP) dilaporkan menjadi data prognosis tambahan tentang keparahan inflamasi pada subyek
wanita sehat dengan sindrom metabolik. Namun, belum didapatkan kesepakatan alur
diagnosis yang mampu menggabungkan peningkatan CRP, koagulasi, dan gangguan
fibrinolisis dalam memprediksi risiko kardiovaskular.

Hipertensi
Resistensi insulin juga berperan pada pathogenesis hipertensi. Insulin merangsang
sistem saraf simpatis meningkatkan reabsorpsi natrium ginjal, mempengaruhi transport kation
dan mengakibatkan hipertrofi sel otot polos pembuluh darah. Pemberian infus insulin akut
dapat menyebabkan hipotensi akibat vasodilatasi. Sehingga disimpulkan bahwa hipertensi
akibat resistensi insulin terjadi akibat ketidakseimbangan antara efek pressor dan depressor.

10
The Insulin Resistance Atherosclerosis Stucfy melaporkan hubungan antara resistensi insulin
dengan hipertensi pada subyek normal namun tidak pada subyek dengan DM tipe 2.2

Gejala Klinis
Menurut pedoman dari National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI) dan
American Heart Association (AHA), sindrom metabolik didiagnosis ketika pasien memiliki
setidaknya 3 dari 5 kondisi berikut:13
1. Glukosa puasa ≥100 mg / dL (atau menerima terapi obat untuk hiperglikemia).
2. Tekanan darah ≥130 / 85 mmHg (atau menerima terapi obat untuk hipertensi).
3. Trigliserida ≥150 mg / dL (atau menerima terapi obat untuk hipertrigliseridemia).
4. HDL-C <40 mg / dL pada pria atau <50 mg / dL pada wanita (atau menerima terapi
obat untuk mengurangi HDL-C).
5. Lingkar pinggang ≥102 cm (40 in) pada pria atau ≥88 cm (35 in) pada wanita; jika
Asian Amerika, ≥90 cm (35 in) pada pria atau ≥80 cm (32 in) pada wanita.
Ada beberapa gejala yang mungkin dirasakan pasien ketika mengalami komplikasi.
Nyeri dada atau sesak napas menunjukkan munculnya gejala kardiovaskular. Neuropati
perifer, dan retinopati biasa terjadi pada pasien dengan resistensi insulin dan hiperglikemia
atau diabetes melitus. Xanthomas atau xanthelasma umumnya pada pasien dengan
dislipidemia parah.7

Komplikasi
Komplikasi dari sindrom metabolik yang luas. Banyak terkait komplikasi
kardiovaskular, terutama penyakit jantung koroner, tetapi juga fibrilasi atrium, gagal jantung,
stenosis aorta, stroke iskemik, dan mungkin penyakit venothromboembolic.
Muncul data menunjukkan korelasi penting antara sindrom metabolik dan risiko
stroke. Masing-masing komponen sindrom metabolik telah dikaitkan dengan peningkatan
risiko stroke, dan bukti menunjukkan hubungan antara sindrom metabolik kolektif dan risiko
stroke iskemik. Sindrom metabolik juga dapat dikaitkan dengan neuropati karena mekanisme
hiperglikemia melalui mediator inflamasi.10
Gangguan metabolik yang menjadi ciri sindrom metabolik telah terlibat dalam
perkembangan penyakit hati berlemak nonalkohol. Memang, hati berlemak diduga
memainkan peran penting dalam pengembangan sindrom metabolik.10
Selain itu, sindrom metabolik telah terlibat dalam patofisiologi beberapa penyakit
lain, termasuk apnea tidur obstruktif. Kanker payudara juga telah dikaitkan dengan sindrom

11
metabolik, mungkin melalui disregulasi dari siklus plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1).
Tambahan studi telah dikaitkan dengan sindrom metabolik kanker usus besar, kandung
empedu, ginjal, dan, mungkin, kelenjar prostat.10

Penatalaksanaan

Medikamentosa
Obesitas dan Obesitas Sentral
Pemahaman tentang hubungan antara obesitas dan sindrom metabolik serta peranan
otak dalam pengaturan energi, merupakan titik tolak yang penting dalam penatalaksanaan
klinik. Pengaturan berat badan merupakan dasar tidak hanya bagi obesitas tapi juga sindrom
metabolik. Mempertahankan berat badan yang lebih rendah dikombinasi dengan pengurangan
asupan kalori dan peningkatan aktifitas fisik merupakan prioritas utama pada penyandang
sindrom metabolik. Target penurunan berat badan 5-10% dalam tempo 6-12 bulan, dapat
dicapai dengan mengurangi asupan kalori sebesar 500-1000 kalori per hari ditunjang dengan
aktifitas fisik yang sesuai. Aktifitas fisik yang disarankan adalah selama 30 menit atau lebih
setiap hari. Untuk subyek dengan komorbid penyakit jantung koroner, perlu dilakukan
evaluasi kebugaran sebelum diberikan anjuran jenis-jenis olah raga yang sesuai.2
Pemakaian obat-obatan dapat berguna sehingga dipertimbangkan pada beberapa
pasien. Dua obat yang dapat digunakan dalam menurunkan berat badan adalah sibutramin
dan orlistat. Dengan mempertimbangkan peranan otak sebagai regulator berat badan,
sibutramin dapat menjadi pertimbangan walaupun tanpa mengesampingkan kemungkinan
efek samping yang mungkin timbul. Cara kerjanya di sentral memberikan efek mengurangi
asupan energi melalui efek mempercepat rasa kenyang dan mempertahankan pengeluaran
energi setelah berat badan turun dapat memberikan efek tidak hanya untuk penurunan berat
badan namun juga mempertahankan berat badan yang sudah turun. Demikian pula dengan
efek metabolik, sebagai efek dari penurunan berat badan pemberian sibutramin setelah 24
minggu yang disertai dengan diet dan aktifitas fisik, memperbaiki konsentrasi trigliserida dan
kolesterol HDL.Terapi pembedahan dapat dipertimbangkan pada pasien-pasien yang berisiko
serius akibat obesitasnya.2

Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular. Hipertensi juga
mengakibatkan mikroalbuminuria yangdipakai sebagai indikator independen morbiditas

12
kardiovaskular pada pasien tanpa diabetes atau hipertensi. Target tekanan darah berbeda
antara subyek dengan DM dan tanpa DM. Pada subyek dengan DM dan penyakit ginjal,
target tekanan darah adalah <130/80 mmHg, sedangkan pada bukan, targetnya <140/90
mmHg. Untuk mencapai target tekanan darah, penatalaksanaan tetap diawali dengan
pengaturan diet dan aktifitas fisik. Peningkatan tekanan darah ringan dapat diatasi dulu
dengan upaya penurunan berat badan, berolah raga, menghentikan rokok dan konsumsi
alkohol serta banyak mengkonsumsi serat. Namun apabila modifikasi gaya hidup sendiri
tidak mampu mengendalikan tekanan darah maka dibutuhken pendekatan medikamentosa
untuk mencegah komplikasi seperti infark miokard, gagal ginjal kronik dan stroke.2
Dalam suatu penelitian meta-analisis didapatkan bahwa enzim pengkonversi
angiotensin dan penghambat reseptor angiotensin mempunyai manfaat yang bermakna dalam
meregresi hipertrofi ventrikel kiri dibandingkan dengan penghambat beta adrenergik, diuretik
dan antagonis kalsium. Valsartan, suatu penghambat reseptor angiotensin, dapat mengurangi
mikroalbuminuria yang diketahui sebagai faktor risiko independen kardiovaskular. Beberapa
studi menyarankan pemakaian ACE inhibitor sebagai linipertama pada penyandang hipertensi
dengan sindrom metabolik terutama bila ada DM, Angiotensin receptor blocker (ARB) dapat
digunakan apabila tidak toleran terhadap ACE inhibitor. Meski pemakaian diuretik tidak
dianjurkan pada subyek dengan gangguan toleransi glukosa, namun pemakaian diuretik dosis
rendah yang dikombinasi dengan regimen lain dapat lebih bermanfaat dibandingkan efek
sampingnya.2

Gangguan Toleransi Glukosa


Intoleransi glukosa merupakan salah satu manifestasi sindrom metabolik yang dapat
menjadi awal suatu diabetes melitus. Penelitian-penelitian yang ada menunjukkan adanya
hubungan yang kuat antara toleransi glukosa terganggu (TGT) dan risiko kardiovaskular
padasindrom metabolik dan diabetes. Perubahan gaya hidup dan aktifitas fisik yang teratur
terbukti efektif dapat menurunkan berat badan dan TGT. Modifikasi diet secara bermakna
memperbaiki glukosa 2 jam pasca prandial dan konsentrasi insulin.2
Tiazolidindion memiliki pengaruh yang ringan tetapi persisten dalam menurunkan
tekanan darah sistolik dan diastolik. Tiazolidindion dan metformin juga dapat menurunkan
konsentrasi asam lemak bebas. Pada Diabetes Prevention Program, penggunaan metformin
dapat mengurangi progresi diabetes sebesar 31% dan efektif pada pasien muda dengan
obesitas.2

13
Dislipidemia
Pilihan terapi untuk dislipidemia adalah perubahan gaya hidup yang diikuti dengan
medikamentosa. Namun demikian, perubahan diet dan latihan jasmani saja tidak cukup
berhasil mencapai target. Oleh karena itu disarankan untuk memberikan obat berbarengan
dengan perubahan gaya hidup. Menurut ATP III, setelah kolesterol LDL sudah mencapai
target, sasaran berikutnya adalah dislipidemia aterogenik. Pada konsentrasi trigliserida ± 200
mg/di, maka target terapi adalah non kolesterol HDL setelah kolesterol LDL terkoreksi.
Terapi dengan gemfibrozil tidak hanya memperbaiki profil lipid tetapi juga secara bermakna
dapat menurunkan risiko kardiovaskular. Fenofibrat secara khusus digunakan untuk
menurunkan trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL, telah menunjukkan perbaikan
profil lipid yang sangat efektif dan mengurangi risiko kardiovaskular. Fenofibrat juga dapat
menurunkan konsentrasi fibrinogen. Kombinasi fenofibrat dan statin memperbaiki
konsentrasi trigliserida, kolesterol HDL dan LDL.2
Target terapi berikutnya adalah peningkatan apoB. Beberapa studi menunjukkan apoB
lebih baik dalam menggambarkan dislipidemia aterogenik yang terjadi dibandingkan dengan
konlesterol non HDL sehingga menyarankan apoB sebagai target terapi. Meskipun demikian,
ATP III tetap menyarankan pemakaian kolesterol non HDL sebagai target terapi mengingat di
beberapa tempat, sarana pemeriksaan apoB belum tersedia.2
Apabila konsentrasi trigliserida ± 500 mg/dL, maka target terapi pertama adalah
penurunan trigliserida untuk mencegah timbulnya pancreatitis akut. Pada konsentrasi
trigliserida < 500 mg/dL, terapi kombinasi untuk menurunkan trigliserida dan kolesterol LDL
dapat digunakan. Berbeda dengan trigliserida dan kolesterol LDL, untuk kolesterol HDL
tidak ada target terapi tertentu, hanya dinaikkan saja.2

Non-medikametosa
Perubahan gaya hidup yang terdiri atas pola makan dan olahraga. Untuk mengatur
pola makan, kita harus menghitung kebutuhan kalori perhari dan disesuaikan dengan tabel
status gizi. Untuk mengetahui status gizi kita dapat menghitung IMT terlebih dahulu. Setelah
itu kita mencari tahu aktivitas fisik sehari-hari pasien.
Untuk kategori aktivitas, dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu aktivitas ringan,
sedang, berat dan berat sekali. Dibawah ini beberapa contoh aktivitas/pekerjaan yang dibagi
menjadi beberapa bagian:
 Ringan: Pekerjaan kantoran, lebih banyak duduk, mengetik, guru, ahli hukum

14
 Sedang: ibu rumah tangga (tanpa pembantu),
 Berat: penebang pohon (gergaji menggunakan tangan), buruh bangunan
 Berat Sekali: pendaki gunung, penarik becak

STATUS GIZI
Aktivitas Norma
Kurang Lebih
l
Ringan 36 kal 30 kal 25 kal
Sedang 40 kal 35 kal 30 kal
Berat 45 kal 40 kal 36 kal
Berat
55 kal 50 kal 45 kal
Sekali
Tabel 1. Kebutuhan kalori perhari

Setelah kita mendapatkan IMT: Lebih (status gizi) dan aktivitas: karyawan swasta
(pekerjaan) pasien, kita dapat mengetahui kebutuhan pasien adalah 25kal (lihat tabel diatas).
Lalu kita kalikan BB dengan kebutuhan kalori pasien.
BB(88kg) x 25kal: 2200 kalori
Dari hasil diatas, kita mendapatkan kalori normal yang dibutuhkan untuk pasien. Lalu,
selanjutnya kita dapat mengurangkan kalori dengan range 500-1000 kalori. Diatas pasien
memiliki persentase IMT Obese 2 sehingga kita dapat mengurangi kebutuhan kalori perhari
menjadi 1000kalori. Terapi ini juga disertai dengan keseimbangan Karbohidrat, Protein dan
Lemak, yaitu dengan persentase Karbohidrat (65-70%) Protein (15-20%) dan Lemak
(20-30%). Pola makan yang dianjurkan diet rendah kalori untuk mengatasi obesitas dan
pembatasan 5G (gula, garam, gorengan, gurih, dan gajih). Peningkatan asupan serat pangan
dalam bentuk sayuran, buah, kacang-kacangan dan biji-bijian utuh yang berserat juga perlu
dianjurkan.11
Lalu kita dapat menganjurkan pasien dengan berolahraga 30-60 menit sehari dan
dikerjakan 3-5 dalam seminggu. Olahraga seperti jalan kaki, jogging, lari, bersepeda, renang,
aerobik dan banyak lagi.
Terapi atau penatalaksanaan dikatakan berhasil jika, BB berkurang 10% dari total BB
awal, tekanan darah yang menurun, glukosa darah puasa menurun. Dan terapi ini berlanjut
juga dengan tetap melakukan pengecekan kolesterol sampai kolesterol normal.
Dan, terakhir edukasikan kepada pasien beberapa hal yang dapat membuat diet atau
terapi tidak berhasil seperti sulit mengubah pola makan, niat setengah-setengah dan motivasi

15
yang cepat menurun saat melihat BB yang lambat menurun. Semua hal diatas dapat
dikerjakan jika pasien ada niat. Sebagai dokter kita harus tetap memotivasi dan membantu
pasien hingga quality of life nya membaik.

Pengobatan gizi medis (PGM)

Edukasi gizi dan kebiasaan makan yang baik untuk pengendalian berat badan pasien
obesitas merupakan inti strategi penanganan. Intervensi ini dimaksudkan untuk menormalkan
kadar lemak, menstabilkan kadar gula darah, menurunkan tekanan darah, serta mengurangi
atau memelihara berat badan. Pengobatan gizi medis untuk pasien obesitas yang didasarkan
pada pengurangan asupan kalori, setidaknya terbagi ke dalam 4 pilihan, yaitu:8

1. Diet kalori sangat rendah (DKSR)


DKSR (< 800 kkal/hari) ditujukan bagi pasien dengan nilai BMI ≥ 30 tanpa
faktor komorbid dan atau faktor risiko lain atau pasien yang mempunyai BMI ≥ 27
dengan faktor komorbid dan/ atau faktor risiko lain. Diet jenis ini diterapkan secara
eksklusif selama <8 minggu yang kemudian dilanjutkan dengan diet kalori rendah
(800-1200 kkal) selama 24 minggu hingga 5 tahun.
2. Diet kalori rendah (DKR)
Diet ini (800-1200 kkal/hari) dianjurkan pada pasien obes denga nilai BMI
≥27 tanpa faktor kormobid dan/ atau faktor risiko lain atau pasien yang mempunyai
BMI ≥25 dengan faktor komorbid dan/ atau faktor risiko lain. Dalam kurun waktu 6-
12 bulan.
3. Diet kalori sedang dengan kandungan lemak rendah/ diet rendah lemak (DRL)
Jumlah kalori yang dipatok untuk DRL berkisar antara 1200-2300 kkal/hari.
Kontribusi lemak antara 20-30%.
4. Diet perorangan
Jumlah asupan energi yang ditakar berdasarkan kebutuhan gizi yang khas
untuk setiap pasien obesitas. Dalam hal ini, jumlah asupan energi per hari tentunya
diupayakan jangan kurang dari 1200 kkal. Dari sini, disusun daftar menu yang
bergizi, beragam, serta berimbang (B3), untuk selanjutnya diterjemahkan ke dalam
daftar bahan penukar.

16
Kebutuhan Kalori/ Energi

Kebutuhan kalori total ditentukan oleh basal metabolisme rate (BMR), aktivitas fisik, dan
specific dynamic action (SDA)/ efek termis makanan. Sebelum menentukan jumlah
kebutuhan kalori total, maka harus ditentukan BMR terlebih dahulu. Berikut adalah beberapa
cara untuk mengukur BMR, yaitu:2

1. Rumus Harris Benedict yang dikenal dengan rumus REE (Resting Energy
Expenditure)
BMR (laki-laki) = 66,4 + [13,7 x BB] + [5 x TB] - [6,8 x Umur]
BMR (perempuan) = 655 + [9,6 x BB] + [1,8 x TB] - [4,7 x Umur]
2. Metode faktorial
BMR (laki-laki) = BBI (kg) x 1 kKal x 24 jam
BMR (perempuan) = BBI (kg) x 0,9 kKal x 24 jam

Langkah selanjutnya menentukan berat/ ringan jenis aktivitas yang dilakukan sehari-
hari oleh pasien. Berikut ini adalah penggolongan aktivitas:2

1. Ringan sekali = 30 %
2. Ringan = 50 %
3. Sedang = 75 %
4. Berat = 100 %
5. Berat sekali = 125 %

Contoh aktivitas yang termasuk dalam golongan ringan adalah pegawai kantor, ahli
hokum, dokter, guru. Aktivitas sedang adalah pekerja industri ringan, mahasiswa, pekerjaan
rumah tangga. Aktivitas berat adalah buruh kasar, penari balet, olahragawan.2

Langkah terakhir yaitu menghitung besarnya efek termis makanan yang diperkirakan
besarnya adalah 10% dari jumlah energi basal dan energi aktivitas. Maka rumus untuk
menghitung jumlah kebutuhan kalori total adalah:2

Total energi = energi basal (BMR) + energi aktivitas + SDA

Karbohidrat

Karbohdirat adalah sakarida yang tergabung dalam berbagai tingkat kompleksitas


untuk membentuk gula sederhana, serta unit yang lebih besar seperti oligosakarida dan

17
polisakarida. Fungsi utamanya adalah sebagai sumber energi dalam bentuk glukosa. Beberapa
karbohidrat tidak dapat dicerna (disebut non-glikemik) dan terdiri atas polisakarida nonpati
yang merupakan bagian dari serat makanan dan berperan dalam fungsi usus.4

Jika energi yang dibutuhkan sangat tinggi, sedangkan intake ataupun cadangan
karbohidrat berkurang, maka mekanisme tubuh adalah mengubah sumber-sumber
nonkarbohidrat seperti lemak menjadi glukosa. Kebutuhan tubuh terhadap karbohidrat sekitar
55-65% total kalori/ hari. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori.4

Lemak

Lemak meliputi beraneka ragam zat yang larut dalam lipid, sebagian besar merupakan
trigliserida atau triasilgliserol (TAG). Produk turunannya, seperti fosfolipid dan sterol (yang
paling terkenal adalah kolesterol) juga termasuk dalam kelompok ini. TAG dipecah untuk
menghasilkan energi dan menyusun cadangan energi utama bagi tubuh dalam jaringan
adiposa. Asam lemak spesifik yang terdapat dalam TAG penting bagi struktur dan fungsi
membrane sel, dan harus diperoleh dari diet. Asam lemak ini disebut asam lemak esensial.4

Fungsi lemak adalah sebagai sumber cadangan energi, komponen dari membrane sel,
insulator suhu tubuh, pelarut vitamin A, D, E, dan K. kebutuhan lemak oleh tubuh sekitar 20-
30% total kalori/ hari. Satu gram lemak menghasilkan 9 kalori.4

Protein

Protein terdiri atas berbagai rantai dari asam amino tunggal yang tergabung membentuk
beraneka ragam protein. Saat dicerna, masing-masing asam amino digunakan untuk sintesis
asam amino serta protein lainnya yang diperlukan oleh tubuh, dengan melibatkan cukup
banyak daur ulang dari komponen-komponen tersebut.4

Ada delapan asam amino esensial (untuk anak, ada lebih dari delapan) yang harus
diperoleh dari diet. Selain itu, beberapa asam amino mungkin menjadi esensial karena
keadaan (conditionally essential) dalam kondisi stres fisiologis tertentu. Jika aasam amino
tidak dibutuhkan lebih lanjut, barulah asam amino tersebut dipecah dan digunakan sebagai
energy dan bagian nitrogennya terekskresi sebagai urea. Konsumsi protein oleh tubuh kita
sekitar 15-20% total kalori/ hari. Satu gram protein menghasilkan 4 kalori.4

18
Pencegahan
The US Preventive Services Task Force merekomendasi konsultasi diet intensif
terhadap pasien-pasien dewasa yang mempunyai factor-faktor risiko untuk terjadinya
penyulit kardiovaskular. Para dokter keluarga lebih efektif dalam membantu pasien
menerapkan kebiasaan hidup sehat. The Diabetes Prevention Program telah membuktikan
bahwa intervensi gaya hidup yang ketat pada pasien prediabetes dapat menghambat
progresivitas terjadinya diabetes lebih dari 50% ( dari 11% menjadi 4,8%).11
Tips untuk pencegahan sindrom metabolik, antara lain:15
- Olahraga secara teratur sepanjang hidup kita, supaya tidak bosan cobalah untuk
mengikut sertakan keluarga, tetangga, rekan kerja, jika perlu ikutlah klub olahraga di
sekitar rumah Anda
- Memberi dukungan kepada putra dan putri Anda untuk memiliki aktivitas fisik tiap
harinya, berikanlah pilihan permainan yang memerlukan aktivitas fisik, seperti
outbond, dll. Jangan lupa untuk selalu memilih makanan sehat.
- Mengkonsumsi makanan sehat, seimbang gizi, hindari lemak jenuh, perbanyak
mengkonsumsi sayuran dan buah.
- Hentikan kebiasaan merokok.
- Kenali diri Anda, apakah Anda memiliki kecenderungan secara genetic (keturunan)
terkena penyakit diabetes, penyakit jantung, dan sindrom metabolik
- Usahakan melakukan medical check-up secara teratur dan terapi secara dini tekanan
darah bila Anda menderita tekanan darah tinggi.

Prognosis
Prognosis dapat membaik ataupun memburuk, tergantung dari kepatuhan pasien
menjalani terapi. Semakin banyak factor resiko, semakin tinggi resiko timbulnya penyakit
jantung dan serebrovaskular. Penyakit seperti diabetes mellitus dan hipertensi tidak dapat
sembuh total, tetapi hanya dapat di control.11

Kesimpulan
Laki-laki berusia 40 tahun tersebut menderita sindroma metabolik. Sindroma
metabolik merupakan kumpulan dari gejala penyakit obesitas, diabetes mellitus, dislipidemi,
dan hipertensi. Dilihat dari gejala-gejala dan hasil pemeriksaan yang dilakukan, laki-laki
tersebut memiliki hasil yang sama dengan kriteria-kriteria sindroma metabolik.

19
DAFTAR PUSTAKA
1. Cotran & Robbins. Sistem endokrin. Dalam: Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Edisi
ke-7. Jakarta: EGC; 2006.h.644.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, dll. Sindrom metabolik. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. Edisi ke-5. Jakarta: Penerbit Internal Publishing;
2009.h.1865-1872.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, dll. Anamnesis, Pemeriksaan fisis. Dalam:
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi ke-5. Jakarta: Penerbit Internal Publishing;
2009.h.29-31; 65-68.
4. Gibney MJ, Margetts BM, Kearney JM, Arab L. Epidemiologi gizi. Dalam: Gizi
Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC; 2009.h.54.
5. Lee JL. Glukosa: Gula darah puasa. Dalam: Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik.
Jakarta: EGC; 2002.h.107.
6. Tandra H. Segala hal yang harus anda ketahui mengenai diabetes. Jakarta: Gramedia;
2007.h.23-4.
7. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Metabolisme kolesterol dan lipoprotein. Dalam:
Biokimia Kedokteran Dasar. Jakarta: EGC; 2000.h.515.
8. Hartono A. Implementasi nutrisi oral dan diet. Dalam: Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit.
Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2006.h.195.
9. Goossens GH. The role of adipose tissue dysfunction in the pathogenesis of obesity-
related insulin resistance. In: Physiol Behav. 2008.p.206-18.
10. Gustafson B, Hammarstedt A, Andersson CX, et al. Inflamed adipose tissue: a culprit
underlying the metabolic syndrome and atherosclerosis. In: Arterioscler Thromb Vasc
Biol. 2007.p.2276-83.
11. McPhee SJ, Papadakis MA. Current Medical Diagnosis & Threatment. USA: McGraw-
Hill Companies; 2008.p.1035.

20

Anda mungkin juga menyukai