Anda di halaman 1dari 20

NAMA : SEFTIANA

NPM : 173210373
TUGAS REVIEW KELAS TGB E

REVIEW PAPER
Judul : Pengaruh Parameter Operasional Injeksi CO2 Terhadap
Peningkatan Perolehan: Studi Kasus Lapangan M
Penulis : M. Abdurrahman, A. K. Permadi, F. Hidayat, L. Pangaribuan
Penerbit : JTMGB
Tahun : 2018
Hal : 81-91

Latar Belakang : Lapangan M tergolong lapangan tua (mature field)


dengan mekanisme pendorongan gas terlarut (solution gas drive) yang terletak di
Provinsi Jambi. Salah satu permasalahan lapangan ini adalah tenaga dorong
reservoir yang telah menurun sehingga terjadi penurunan produksi.
Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mendukung penerapan
injeksi CO2 di Lapangan M dalam rangka meningkatkan perolehan minyak.
Metodologi : Studi ini dilakukan menggunakan simulator
komposisional dengan model yang sederhana. Heterogenitas reservoir
digambarkan oleh sebaran permeabilitas.

Model yang digunakan mempunyai ukuran grid 15×15×2 dengan luas area sebesar
10 acre.
Hasil Pembahasan :
Karakteristik reservoir Lapangan M tertera pada Tabel 1 dan Lampiran A
terkandung di dalam reservoir tergolong ke dalam minyak ringan . Sumur #01
dalam studi ini dibuka pada tanggal 1 Januari 2018. Setelah melakukan
initialization run diperoleh hasil seperti yang tertera pada Tabel 2

Sumur #01 diproduksikan selama satu tahun. Produksi kumulatif minyak


diperoleh sebesar 36 Mbbl seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Dengan demikian,
sumur ini memiliki faktor perolehan sebesar 22%. Sementara itu, sumur ini masih
menyisakan saturasi minyak rata-rata di reservoir sebesar 45% seperti terlihat
pada Gambar 2. Dengan kata lain, proses perolehan tahap primer pada Sumur #01
telah menguras saturasi minyak sebesar 31% dari total saturasi minyak awal. CO2.

Hasil pengujian core flooding menunjukkan bahwa permeabilitas relatif minyak


akan meningkat seiring kenaikan suhu terutama di fractured reservoir sementara
kenaikan permeabilitas relatif air relatif tidak banyak berubah.
Laju injeksi CO2 dilakukan mulai dari 5 MSCFD hingga 20 MSCFD. Gambar 3
menunjukkan bahwa peningkatan laju injeksi menyebabkan peningkatan laju
produksi minyak yang cukup signifikan. Dalam hal ini, peningkatan laju injeksi
akan menyebabkan proses pendesakan yang lebih efektif dan tenaga pendorongan
yang lebih tinggi. Secara mikroskopis, jumlah molekul CO2 yang menembus
rongga pori dan berkontak dengan minyak menjadi lebih banyak. Tabel 3
menunjukkan ringkasan studi pengaruh laju injeksi terhadap perolehan minyak.
Perolehan minyak tertinggi dihasilkan oleh laju injeksi 20 MSCFD. Perolehan ini
tidak memberikan hasil yang optimal karena pengaruh breakthrough yang terjadi
lebih cepat. Untuk setiap peningkatan laju injeksi 5 MSCFD, perolehan minyak
meningkat sebesar 11% hingga 23% dari perolehan minyak awal.

Viskositas minyak akan menurun seiring dengan


bertambahnya kelarutan CO2 dalam minyak.
Fenomena penurunan viskositas tersebut dapat
terlihat pada contoh kasus laju injeksi sebesar 20
MSCF seperti ditunjukkan pada Gambar 4.
Terlihat pada gambar tersebut distribusi harga
viskositas antara sumur injeksi dan produksi. Terlihat pula bahwa semakin dekat
dengan sumur injeksi maka viskositas minyak
semakin kecil. Namun demikian, untuk kasus yang dikaji dalam studi ini,
penurunan viskositas yang terjadi tidak terlalu signifikan. Secara
kuantitatif, harga rata-rata viskositas minyak sebelum injeksi adalah 0,51 cp.
Setelah injeksi, harga rata-rata viskositas minyak turun menjadi
0,48 cp. Dengan kata lain, penurunan viskositashanya sebesar 6% dari viskositas
sebelum injeksi.

Gambar 5 menunjukkan pengaruh injeksi CO2 terhadap perubahan tegangan antar


muka. Terlihat bahwa penurunan tegangan antarmuka terjadi lebih besar di daerah
sekitar sumur injeksi. Namun demikian, secara umum dalam
studi kasus ini, penurunan tegangan antar muka tidak terlalu signifikan. Seperti
terlihat pada Gambar 5, tegangan antar muka hanya berkurang
dari 25,21 dyne/cm menjadi 23,67 dyne/cm. Dengan kata lain, tegangan antar
muka hanya berkurang sebesar 6% dari nilai awal. Penurunan tegangan yang tidak
signifikan tersebut merupakan konsekuensi dari keadaan ketidaktercampuran
(immiscible) pada proses injeksi CO2 yang dilakukan pada studi ini.

Ukuran slug merupakan parameter yang sangat penting dalam perencanaan injeksi
CO2. Parameter ini menggambarkan total volume CO2 yang diinjeksikan ke dalam
reservoir. Total ukuran slug umumnya didasarkan pada jumlah total pore volume
(PV) pada reservoir target. Pada studi ini, total volume CO2 yang diinjeksikan
berkisar antara 0,5 hingga 2 PV. Variasi harga ini bertujuan untuk melihat
pengaruh parameter ukuran slug terhadap perolehan minyak. Peningkatan CO2
ukuran slug akan menyebabkan peningkatan produksi kumulatif minyak. Namun,
bila harga total volume CO2 yang diinjeksikan lebih besar dari 1 PV, perolehan
minyak terlihat tidak signifikan. Seperti ditunjukkan oleh Gambar 6, peningkatan
volume CO2 yang diinjeksikan dari 1,5 PV menjadi 2 PV hanya
menyebabkan peningkatan produksi kumulatif sebesar 0,48% (lihat juga Tabel 4).
Pada keadaan ini, produksi gas CO2 telah meningkat secara
drastis seperti ditunjukkan oleh Gambar 7. Hal ini menandakan bahwa gas injeksi
CO2 telah mengalami breakthrough. Dengan kata lain, CO2 yang diinjeksikan
tidak mengalami kontak dengan minyak secara efektif dan selanjutnya gas
tersebut langsung terproduksi ke permukaan.

Tabel 4 menunjukkan pengaruh perubahan besaran CO2 ukuran slug terhadap


perolehan minyak. Dari data pada tabel tersebut terlihat bahwa setiap peningkatan
PV ukuran slug sebesar 0,5 akan meningkatkan perolehan minyak sekitar
10% hingga 21%. Dengan demikian, besaran ukuran slug merupakan salah satu
faktor penting yang perlu dipertimbangkan untuk memperoleh jumlah minyak
yang optimal.

Sebaran saturasi minyak setelah injeksi CO2 dapat dilihat pada Gambar 8. Sebaran
ini terjadi setelah dilakukan injeksi-produksi selama 2 tahun dengan total ukuran
slug sebesar 2 PV. Nilai saturasi minyak rata-rata yang tersisa di reservoir adalah
sebesar 41%. Dibandingkan dengan saturasi minyak tersisa setelah produksi
tanpa injeksi, maka injeksi CO2 telah menguras saturasi minyak rata-rata hingga
sebesar 9%.

umur #01 diproduksikan selama satu tahun. Produksi kumulatif minyak diperoleh
sebesar 36 Mbbl seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Dengan demikian, sumur ini
memiliki faktor perolehan sebesar 22%. Sementara itu, sumur ini masih
menyisakan saturasi minyak rata-rata di reservoir sebesar 45% seperti terlihat
pada Gambar 2. Dengan kata lain, proses Lapangan M memproduksikan gas yang
berasal dari gas terlarut (solution gas). Gas yang terproduksi tersebut memiliki
komposisi seperti dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar tersebut menunjukkan
bahwa metana atau CH4 merupakan komponen penyusun gas yang utama dengan
jumlah sebesar 0,77 gmol. Komponen terbanyak berikutnya adalah C2H6 dan
C3H8 dengan jumlah yang relatif jauh lebih kecil yaitu kurang dari 0,1 gmol.
Dengan demikian, dalam kasus ini komponen CH4 dipandang sebagai komponen
impurity utama.
Jumlah komponen CH4 sebagai CO2 impurity yang digunakan dalam studi ini
adalah 10%, 20%, dan 30%. Variasi besaran impurity ini dimaksudkan untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap perolehan minyak. Tabel 5 menunjukkan
komposisi gas injeksi CO2 beserta gas CH4 sebagai imputiry. Tabel 5. Jumlah
komponen gas impurity pada injeksi CO2.

Setelah dilakukan injeksi CO2 sebesar 1 PV dengan CH4 sebagai impurity masing-
masing dengan jumlah seperti ditunjukkan pada Table 4, maka diketahui pengaruh
keberadaan impurity tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 10.
Terlihat bahwa peningkatan produksi kumulatif terjadi sampai kandungan
impurity sebesar 20%. Namun peningkatan perolehan ini hanya berkisar antara
0.8% hingga 2% dibandingkan dengan injeksi CO2 murni. Fakta ini memberikan
kemungkinan jika proyek injeksi CO2 dapat memanfaatkan gas terproduksi
setidaknya untuk tujuan pengurangan volume CO2 yang diperlukan

Gambar 10 juga menunjukkan bahwa peningkatan jumlah CH4 sebagai impurity


selanjutnya tidak memberikan peningkatan perolehan minyak yang signifikan.
Untuk kasus impurity sebesar 30%, perolehan minyak bahkan mengalami
penurunan. Keadaan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor
yang paling mungkin adalah keberadaan CH4 sebagai komponen utama impurity.
Eksistensi CH4 dalam gas CO2 akan mempengaruhi nilai tekanan tercampur pada
kondisi reservoir seperti ditunjukkan oleh Tabel 6. Terlihat bahwa peningkatan
kadar CH4 dalam gas CO2 dapat meningkatkan tekanan tercampur sekitar 15%
(untuk kadar CH4 sebesar 10%) sampai 50% (untuk kadar CH4 sebesar 30%).
Karena keberadaan CH4 dengan densitas yang cukup rendah, maka dibutuhkan
tekanan pencampuran yang lebih tinggi agar CO2 dapat bercampur dengan minyak
(miscible).
Kesimpulan : Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam studi ini, dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Peningkatan laju injeksi CO2 dapat meningkatkan perolehan minyak.
Untuk kasus di Lapangan M, peningkatan injeksi sebesar 5 MSCFD
dapat meningkatkan perolehan minyak sebesar 11% hingga 23%.
2. Peningkatan ukuran slug CO2 dapat meningkatkan perolehan minyak.
Untuk kasus di Lapangan M, peningkatan ukuran slug sebesar 0,5
PV dapat meningkatkan perolehan minyak sebesar 10% hingga 21%.
3. Kandungan CH4 sebagai impurity dalam gas CO2 sebesar 10% hingga
20% meningkatkan perolehan minyak secara tidak signifikan, yaitu hanya
sebesar 0,8% hingga 2%. Peningkatan kandungan CH4 lebih dari 20%
bahkan menurunkan perolehan minyak yang cukup signifikan.
Daftar Pustaka:
Abdurrahman, M., Bae, W., dan Kim, S. (2015). CO2 Sources and Future EOR
Prospects In Sumatra Island-Indonesia. World Congress on
Advances in Civil, Environmental, and Materials Research
(ACEM15).
Abdurrahman, M., dan Permadi, A. K. (2016). Studi Laboratorium Terhadap
Tegangan Antar Muka Sistem Minyak-CO2 pada Kondisi Reservoir.
Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi IATMI, 12 (3).
Amanda, D., dan Marhaendrajana, T. (2013).Studi Teknik Peningkatan Perolehan
Minyak Dengan Metode Injeksi CO2 Menggunakan Uji
Laboratorium dan Simulasi Reservoir. Jurnal Teknologi Minyak dan
Gas Bumi IATMI, 4.
Brashear, J.P., dan Lewin. (1978). The Potential and Economics of EOR. Journal
of Petroleum Technology 30 (9). SPE 6350-PA
Jin, L., Pekot, L. J., Hawthorne, S. B., Gobran, B., Greeves, A., Nicholas, W.,
Gorecki, C. D. (2017). Impact of CO2 Impurity on MMP and Oil
Recovery Performance of the Bell Creek Oil Field. Energy
Proceedia, 114 (November 2016). https://doi.org/ 10.1016/j.
egypro.2017.03.1841
Khurshid, I., dan Choe, J. (2013). Characterizing Formation Damages Due to
Carbon Dioxide Injection in High Temperature Reservoirs and
Determining the Effect of Solid Precipitation and Permeability
Reduction on Oil Production.
SPE 165158.
A. Muslim, dan Permadi, A. K. (2016). Pencampuran Gas CO2 untuk Menurunkan
Tekanan Tercampur Minimum: Studi Kasus pada Lapisan AB-4 dan
AB-5 Formasi Air Benakat, Cekungan Sumatera Selatan CO2. Jurnal
Teknologi Minyak dan Gas Bumi IATMI, 10 (1).
Samintha, M., Perera, A., Gamage, R. P., Rathnaweera, T. D., Ranathunga, A. S.,
Koay, A., dan Choi, X. (2016). A Review of CO2- Enhanced Oil
Recovery with a Simulated Sensitivity Analysis. Energie. http
Zhou, D., Ya , M., dan Calvin, W. M. (2012). Optimization of a Mature CO2
Flood — FromContinuous Injection to WAG. SPE 154181(April).

REVIEW PAPER

Judul : Studi Terintegrasi Kelayakan Proses Injeksi Gas


CO2 untuk Enhanced Oil Recovery (EOR) di
Lapangan Minyak
Penulis : Dedy Kristanto, Hariyadi, Y. Deddy Hermawan, dan
Yusmardhany Yusuf
Penerbit : Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”
Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya
Alam Indonesia
Tahun : 2018
Hal : 1-7

Latar Belakang : Indonesia memiliki kebutuhan energi sebesar 998 juta


BOE dimana minyak mentah masih diandalkan sebagai pemasok utama kebutuhan
energi dalam negeri (MEMRRI, 2017). Dengan cadangan minyak terbukti sebesar
3.6
miliar barel dimana sekitar 90% dari produksi minyak nasional berasal dari
lapangan tua yang sudah depleted (SKK Migas, 2016). Jika level produksi migas
masih bertahan seperti sekarang tanpa tambahan dan temuan cadangan baru
maka minyak indonesia diperkirakan akan habis dalam kurun waktu 11
tahun(SKK Migas, 2016).Pertamina sebagai perusahaan minyak nasional yang
memiliki sumber gas alam sebesar 110 Tscf yang mana gas tersebut berlokasi
direservoar yang memiliki kandungan CO2 sangat tinggi(Suarsana, 2010), hal ini
tentu menjadi ada nya peluang kegiatan CO2-EOR untuk menaikan level produksi
minyak saat ini. Untuk mendukung program tersebut maka perlu
diawali kajian konseptual kelayakan CO2-EOR, meliputi: CO2 terlarut dalam
minyak, kenaikan recovery minyak akibat dari CO2 terlarut, transportasi CO2 dan
fasilitas pemurnian CO2 dari gas alam.
Tujuan Penelitian : untuk memberikan gambaran evaluasi kelayakan CO2-
EOR pada suatu blok lapangan target secara simpel, tepat dan cepat.
Metodologi : Metodologi perhitungan dalam makalah ini meliputi data
geologi, reservoir, data pendukung laboratorium termasuk aspek engineering
kenaikan minyak terpungut yang dilakukan secara konseptual juga disertai oleh
contoh hasil simulasi. Adapun diagram alir metodologi dapat dilihat pada Gambar 1.

Aspek GGRP (geologi, geofisika, reservoir, produksi) meliputi data-data


penunjang jalannya simulasi, seperti yang ditunjukan pada Tabel 1.
Pehitungan perubahan viskositas minyak dimulai dari input data, laju, tekanan dan
kadar CO2 injeksi yang kemudian dilanjutkan perhitungan kesetimbangan CO2
terlarut dalam minyak menggunakan lima persamaan yang diselesaikan secara
berurutan meliputi kesetimbangan masa CO2-minyak baik itu secara
thermodinamika, perubahan viskositas, kenaikan produksi minyak dan kenaikan
minyak terproduksi, dengan rincian sebagai berikut :
1. Kesetimbangan masa dimodelkan pada kondisi steady dengan laju injeksi
CO2 sebagai faktor penentu absorpsi.

2. Kesetimbangan masa CO2 secara aspek termodinamika, dimana fugasitas


masing-masing fasa merupakan fungsi dari persaman equation of state
(EOS) Peng-Robinson (1978). Dengan melibatkan EOS maka simulasi
perhitungan CO2-EOR dapat mengakomodir skenario injeksi CO2 pada
fasa gas, sedangkan pada kasus dimana injeksi CO2 dilakukan pada
kondisi undersaturated diasumsikan fugasitas antar fasa ≈ 1

3. Bertambahnya CO2 yang terlarut dalam fasa minyak, minyak akan


terekstraksi yang berakibat pada penurunan viskositas, perubahan
viskositas tersebut dapat dijabarkan oleh korelasi yang diajukan oleh
Barclay (2016) :

4. Menurunnya viskositas minyak menyebabkan menurunnya mobility ratio,


sehingga minyak semakin mudah mengalir di dalam ruang pori yang
berakibat pada peningkatan produksi minyak. Keterkaitan perubahan
vikositas terhadap kenaikan produksi minyak dapat digambarkan pada
persamaan Inflow Performance Relationship (IPR) Vogel berikut ini :

5. Sedangan persen jumlah minyak terproduksi dapat dimodelkan dengan


persamaan di bawah ini :
6. Dimana, besaran persen kenaikan minyak terproduksi dimodelkan dari
persamaan neraca massa pada keadaan unsteady, dengan saturasi minyak
(so) sebagai variabel terikat dan waktu (t) sebagai variable bebas.

Pada evaluasi desain fasilitas pemurnian CO2 terdapat 2 (dua) pilihan alternatif
desain yaitu: metode distilasi dan absorpsi. Perhitungan kolom distilasi dihitung
berdasarkan 3 (tiga) persamaan utama, yaitu neraca masa, kesetimbangan fasa dan
neraca panas. Ketiga persamaan tersebut dapat diselesaikan menggunakan
program numeric maupun program simulasi proses. Sedangkan pada metode
absorpsi, mekanisme operasi pemisahan CO2 dilakukan dengan cara gas alam
masuk melalui bagian bawah kolom absorpsi sedangkan cairan absorban masuk
melalui
bagian puncak menara, gas dan cairan akan saling berkontak, dimana cairan
absorben akan menyerap CO2 yang terkandung bersama gas alam, zat absorban
berupa cairan alkylamines, seperti: Diethanolamine (DEA), Monoethanolamine
(MEA) dan Methyldiethanolamine (MDEA) (Miller dan Zawacki, 1978; Gary dan
Kaiser, 1984; Kohl dan Richard, 1997; LPPM, 2011). Perhitungan menara
absorber dihitung berdasarkan 2 (dua) konsep, yaitu konsep kesetimbangan fasa
antara gas dan cairan seperti analogi pada persamaan dan konsep perpindahan
masa
antara gas dan cairan.
Pembahasan : pada simulasi tekanan yang lebih tinggi, diperoleh nilai
xCO2 yang semakin tinggi, fenomena ini sejalan dengan analogi semakin tinggi
tekanan maka semakin tinggi kerapatan antar molekul. Pada perhitungan simulasi
perubahan viskositas minyak terhadap kadar CO2 dalam minyak yang disajikan
pada Gambar 3, terlihat bahwa semakin besar kadar CO2
yang terlarut di dalam minyak menyebabkan penurunan viskositas akibat dari
bergesernya kesetimbangan viskositas minyak menuju kesetimbang. Pada Gambar
4, terlihat pada tekanan injeksi 40,8 atm diperoleh kenaikan IPR pada setiap
kenaikan kumulatif hari injeksi, yang berpengaruh terhadap perhitungan kumulatif
minyak terpungut (persamaan 5 dan 6). Dari Gambar 5, terlihat bahwa perbedaan
kumulatif minyak terproduksi antara metode injeksi CO2 dan tanpa injeksi CO2
mulai terlihat sejak melewati kumulatif hari ke 300.
Perkiraan Biaya Fasilitas Permurnian CO2
biaya investasi paling sedikit yaitu $ 9,5 juta
Kesimpulan : Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan di atas, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Proses integrasi GGRP mampu memberikan gambaran tentang evaluasi
kelayakan CO2-EOR, secara cepat, sederhana dan terintegrasi.
2. Studi simulasi yang dilakukan sangat bermanfaat sebagai panduan sebelum
memulai studi CO2-EOR lebih detail menggunakan gridding block dan studi
analisa regresi EOS Pressure Volume Temperature (PVT) untuk CO2-
hidrokarbon.
Daftar Pustaka
Abdassah, D., S. Siregar, and D. Kristanto. "The potential of carbon dioxide gas
injection application in improving oil recovery." International Oil and
Gas Conference and Exhibition in China. SPE, 2000.
Abdurrahman, M., et al. "EOR in Indonesia: past, present, and future."
International Journal of Oil, Gas and Coal Technology16.3 (2017):
250-270.
Barclay, Taylor Hall, and Srikanta Mishra. "New correlations for CO2-Oil
solubility and viscosity reduction for light oils." Journal of Petroleum
Exploration and Production Technology6.4 (2016): 815-823.
Buckley, Se E., and MCi Leverett. "Mechanism of fluid displacement in sands."
Transactions ofthe AIME 146.01 (1942): 107-116.
Chae, Kwang-Seok, and J. W. Lee. "Risk analysis and simulation for geologic
storage of CO2." Proceedings of the World Congress on Advances in
Civil, Environmental, and Materials Research, Incheon, Korea. 2015.
Emera, M. K., and H. K. Sarma. "A genetic algorithm-based model to predict co-
oil physical properties for dead and live oil." Canadian International
Petroleum Conference. Petroleum Society of Canada, 2006.
Gary, J. H., G. E. Handwerk, and M. Kaiser. "Refinery products." Petroleum
refining: technology and economics, 2nd ed. Marcel Dekker, Inc.,
New York (1984): 5-15.
Holm, L. W., and V. A. Josendal. "Mechanisms of oil displacement by carbon
dioxide." Journal of petroleum Technology 26.12 (1974): 1-427. Kohl,
Arthur L., and Richard Nielsen. Gas purification. Gulf Professional
Publishing, 1997.
Leach, M. P., and W. F. Yellig. "Compositional model studies-CO2 oil
displacement mechanisms." Society of Petroleum Engineers Journal
21.01 (1981): 89-97.
Lee, Yong Lee., et al. "Overview of CO2-EOR Operation Plan in Meruap Field"
Proceedings of the World Congress on Advances in Civil,
Environmental, and Materials Research, Incheon, Korea. 2015.
LPPM UPN “Veteran” Yogyakarta, 2011, “Feasibility Study of CO2 Flooding,
Lapangan Jatibarang, Pertamina EP Region Jawa”, Yogyakarta.
Miller, John S., and Ray A. Jones. "A laboratory study to determine physical
characteristics ofheavy oil after CO2 saturation." SPE/DOE Enhanced
Oil Recovery Symposium. Society of Petroleum Engineers, 1981.

Miller, L. N., R. A. Macriss, and T. S. Zawacki. Process for acid gas removal
from gaseous mixtures. No. US 4080424. 1978.
Ministry of Energy and Mineral Resources of Republic of Indonesia (MEMRRI)
(2017) “Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia
2017”, Pusdatin ESDM, Jakarta, Indonesia, 2017.
Muslim, A., et al. "Opportunities and challenges of CO2 flooding implementation
in Indonesia." SPE Asia Pacific Oil and Gas Conference and
Exhibition. 2013.
Rostami, Alireza, et al. "Modeling of CO 2 solubility in crude oil
during carbon dioxide enhanced oil recovery using gene expression
programming." Fuel 210 (2017): 768-782.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
(SKK Migas) (2016) Laporan Tahunan2016, Jakarta, Indonesia.
Sohrabi, Mehran, and Alireza Emadi. "Novel Insights into the Pore-Scale
Mechanisms of Enhanced Oil Recovery by CO2 Injection." SPE
Europec/EAGE Annual Conference. Society of Petroleum Engineers,
2012.
Suarsana, I. Putu. "Producing high CO2 gas content reservoirs in Pertamina
Indonesia using multi stage cryogenic process." SPE Asia Pacific Oil
and Gas Conference and Exhibition. Society of Petroleum Engineers,
2010.
Yellig, William F. "Carbon dioxide displacement of a West Texas reservoir oil."
Society ofPetroleum Engineers Journal22.06 (1982): 805-815.

REVIEW PAPER
Judul : Laboratory Experiments on Enhanced Oil Recovery with
Nitrogen Injection
Penulis : S. Siregar, A. D. Hidayaturobbi, B. A. Wijaya, S.N. Listiani, T.
Adiningrum,Irwan&A.I. Pratomo
Penerbit : ITB J.Eng. Sci
Tahun : 2007
Hal : 20-27

Latar Belakang : Pada tahun 1970-an, pemulihan minyak yang ditingkatkan


(EOR) menjadi teknik yang populer dan penting dalam industri perminyakan.
Menurunnya produksi minyak dan lesunya cadangan minyak baru ditambah
dengan meningkatnya permintaan minyak, menjadi alasan teknik EOR
berkembang. Selain itu, tingginya permintaan minyak dan gas yang tidak
diimbangi dengan produksi membuat harga minyak dan gas naik signifikan. Saat
ini teknik EOR menjadi salah satu prioritas utama pengembangan teknologi di
industri perminyakan. Metode EOR terdiri dari recovery sekunder dan tersier.
Metode tersebut digunakan untuk meningkatkan perolehan kembali hidrokarbon
dari reservoir dengan karakteristik fluida yang berubah terkadang bahkan
mengubah karakteristik reservoir. Ada dua metode pemulihan sekunder klasik
yang masih kami gunakan sampai sekarang. Cara-cara tersebut adalah injeksi air
dan injeksi gas yang terbukti meningkatkan perolehan kembali minyak dan gas.
Gas lain mungkin digunakan untuk meningkatkan pemulihan minyak dan gas
seperti gas tanpa lemak, CO2, bahan bakar, udara, dan nitrogen. Nitrogen telah
berusia lima puluh tahun yang memiliki peran penting dalam industri
perminyakan, seperti penyelesaian sumur dan pekerjaan sumur hingga. Ada
beberapa keuntungan saat menggunakan injeksi nitrogen di lapangan: Nitrogen
tidak korosif terhadap Gas nitrogen relatif lebih murah dibandingkan dengan gas
injeksi lainnya (misalnya lean gas). Nitrogen dapat diproduksi di lapangan dengan
peralatan pemisahan tertentu dengan cara mengekstraksi nitrogen dari
udara.Nitrogen tidak berbahaya dibandingkan dengan gas lain (tidak mudah
terbakar).
Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
tekanan injeksi dan laju perpindahan terhadap recovery reservoir. Parameter yang
diteliti adalah perolehan minyak dan komposisi gas nitrogen sebelum dan sesudah
injeksi.
Metodologi : Peralatan tabung ramping dan tabung sampel yang
digunakan dalam penelitian ini menghasilkan perilaku produksi ketika sampel
minyak dalam tabung tipis diinjeksi dengan gas nitrogen. Perpindahan yang
terjadi pada alat tabung tipis adalah perpindahan satu dimensi. Perubahan sifat
fisik minyak diselidiki. Dalam kondisi ini, sampel minyak akan bersentuhan
langsung dengan gas nitrogen. Instrumen tersebut merupakan fasilitas
laboratorium EOR Departemen Teknik Perminyakan, Institut Teknologi Bandung
(ITB) tempat dilakukan penelitian. Alat terakhir yang digunakan adalah
spektrometri massa kromatografi gas (CGMS). Alat ini digunakan untuk
mengidentifikasi komposisi gas nitrogen sebelum dan sesudah percobaan
menggunakan Slim Tube Apparatus yang merupakan fasilitas dari Departemen
Teknik Kimia ITB.
Hasil pembahasan : percobaan menggunakan satu sampel oli dengan
tekanan injeksi 1500 dan 2500 psig. Setiap proses dioperasikan pada berbagai laju
injeksi untuk mengidentifikasi laju injeksi optimal yang memberikan perolehan
oli maksimum. Karakteristik tabung ramping dan kondisi penelitian yang
diterapkan selama percobaan ini diberikan dalam Tabel 1 dan 2

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan tabung ramping,
gas kromatografi-spektrometri massa (GCMS), pompa merkuri, hidrometer, jarum
suntik. Gambar alat tabung ramping dapat dilihat pada Gambar 1. Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sampel minyak Lapangan KAJI, gas
nitrogen, toluena, dan merkuri.
Hasil dan pembahasan : Berdasarkan empat percobaan berikut, kami
menemukan bahwa perolehan minyak meningkat seiring dengan laju injeksi. Plot
antara N2 yang diinjeksikan (dalam volume pori) dan recovery factor dapat dilihat
pada Gambar 1 (untuk Pi = 1500 psig dan qi = 20 cc / jam), Gambar 2 (untuk Pi =
1500 psig dan qi = 20 cc / jam) , Gambar 3 (untuk Pi = 1500 psig dan qi = 36,66
cc / jam), dan Gambar 4 (untuk Pi = 2500 psig dan qi = 20 cc / jam).
Perbandingan dari Proses injeksi dapat dilihat pada Tabel 3, dimana semakin
tinggi laju injeksi maka semakin tinggi recovery factor. Ini mungkin karena front
nitrogen yang lebih stabil yang terbentuk di belakang bank minyak. Teramati
adanya peningkatan recovery factor dari Pi = 1500 psig dan qi = 20 cc / jam
menjadi Pi = 1500 psig dan qi = 30 cc / jam. Namun, pada Pi = 1500 psig dan qi =
36,66 cc / jam faktor pemulihan menurun. Ini menunjukkan bahwa ada yang
optimal tingkat injeksi untuk injeksi nitrogen. Karenanya laju injeksi yang lebih
tinggi tidak selalu meningkatkan faktor pemulihan.

Di sisi lain, kami menemukan bahwa ada peningkatan faktor pemulihan


melakukan percobaan dengan mengoperasikan tekanan injeksi yang lebih besar
dengan laju injeksi konstan. Hasil percobaan pada Pi = 1500 psig & qi = 20.00
cc / jam dan Pi = 2500 psig & qi = 20 cc / jam menunjukkan pemulihan yang
menurun. Hal itu disebabkan oleh terobosan awal yang ditunjukkan oleh 0,43 PVI
yang cukup besar lebih rendah dari waktu terobosan proses perpindahan ideal
seperti piston sebesar 1 PVI.

Berdasarkan analisis pada kromatografi gas - spektrometri massa (GCMS), kami


dirasakan bahwa gas yang diambil dari slim tube outlet memiliki perbedaan
konsentrasi nitrogen dan oksigen dibandingkan sebelum proses injeksi. Itu
perubahan konsentrasi gas dapat dilihat pada Tabel 4, dimana terjadi peningkatan
konsentrasi oksigen dan karbon dioksida setelah injeksi. Ini adalah disebabkan
oleh perpindahan massa molekul antara gas nitrogen dan minyak, dimana minyak
memiliki oksigen dan karbon sebagai komponennya. Jadi oksigen dan
karbondioksida gas dilepaskan dari minyak dan memasuki aliran gas bergabung
dengan nitrogen. Pada laju injeksi yang lebih tinggi yaitu 30 cc / jam, persentase
gas bebas oksigen lebih sedikit, kemungkinan karena proses oksidasi yang terjadi,
yang mengkonsumsi oksigen di dalam minyak selama injeksi. Oksidasi ini
membantu meningkatkan perolehan minyak. Namun, pada laju injeksi yang lebih
tinggi yaitu 36,66 cc / jam, laju aliran mungkin terlalu tinggi agar proses oksidasi
berlangsung efektif, jadi ada lebih banyak oksigen yang dilepaskan sebagai gas
bebas. Ini mungkin menyebabkan penggunaan jari atau terobosan awal yang
mengakibatkan perolehan minyak lebih rendah yang diamati.
Kesimpulan :
1. Meningkatkan kecepatan injeksi tidak selalu meningkatkan faktor pemulihan,
tetapi ada adalah laju injeksi optimal untuk injeksi nitrogen.
2. Terdapat perbedaan komposisi gas sebelum dan sesudah injeksi proses,
menunjukkan bahwa beberapa transfer molekul telah terjadi bahkan pada tekanan
di bawah tekanan miscibility.
Daftar pustaka :
Willhite, G. P. & Green, D. W., Enhanced Oil Recovery, Textbook Series, SPE
Richardson, Texas, 1998.
Slack, W. W. & Ehrlich, R., Immiscible Displacement of Oil By Simultaneous Injection of
Water and Nitrogen, SPE 9807, 1981.
Clancy, J. P., Gilchrist, R. E., & Kroll, D.E., Nitrogen for Enhanched of
Oil and Gas, SPE 9912, 1981. Alcocer, C.F., Mezie, D. & Crichlow, H.,
Preliminary Experimental Results of High Pressure Nitrogen Injection for EOR
system, SPE, 1983.
Adler, A. B. & Crawford, P. B., Nitrogen Injection into Water-Driven Natural Gas or
Condensate Reservoirs Increase Recovery, SPE 12046, 1983.
Ypma, J.G.J., Compositional Effects in Gravity-Dominated Nitrogen Displacement, SPE
14416, 1988.
Glaso, G., Miscible Displacement: Recovery Tests with Nitrogen, SPE 17378, 1990.
Sebastian, H.M. & Lawrence, D.D., Nitrogen Minimum Miscibility Pressure, SPE 24134,
1992
Evison, B. & Gilchrist, R. E., New Development in Nitrogen in the Oil Industry, SPE
24313, 1992.
Mungan, N., High Pressure Nitrogen Injection For Miscible/Immiscible Enhanced Oil
Recovery, SPE 81008, 2003.
Tjahjono, W., Penentuan Harga Tekanan Tercampur Minimum (TTM) Pada Pendesakan
Minyak Oleh CO2 dan Penelitian Awal Pengaruh Komposisi Minyak,
Temperatur dan Berat Molekul Pada TTM Dengan Menggunakan Peralatan
Slim Tube, Thesis, ITB, 1992

Anda mungkin juga menyukai