Anda di halaman 1dari 28

ARTIKEL KEISLAMAN:

1. KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM


2. SAINS&TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
3. GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS
4. PENGERTIAN SALAF (REFERENSI HADITS)
5. ISLAM, AJARAN TENTANG BERBAGI SERTA KEADILAN PENEGAKAN
HUKUM

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam


Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:
Nama : Tia zarleni
NIM : G1D020062
Fakultas : Matematika Dan ilmu pengetahuan Alam
Prodi : Matematika
Semester : Satu (1)

PROGRAM STUDI MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah saya haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas
Artikel keislaman ini tepat pada waktunya.
Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW
atas segala karunia, rahmat serta hidayah-hidayahnya.
Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I.,
M.Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam.
Adapun tujuan dari penulisan dari artikel ini adalah untuk memenuhi tugas pendidikan
agama islam dan juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang materi yang di
bahasa di dalam artikel ini bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan artikel ini.
Saya menyadari, artikel yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat kepada saya maupun pembaca
nantinya.

Mataram, 20 oktober 2020


Penyusun,

Nama : Tia zarleni


NIM : G1D020062

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
I. Keistimewaan dan Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam 1
II. Sains dan Teknologi dan Al-Qur’an dan Al-Hadits 6
III. Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits 14
IV. Pengertian Salaf Menurut Al-Hadits 15
V. Islam: Ajaran Tentang Berbagi serta Keadilan Penegakan Hukum 18
DAFTAR PUSTAKA 24

iii
1. KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM
Siapakah Tuhan itu?

Perkataan ilah, yang selalu diterjemahkan “Tuhan”, dalam al-Qur’an dipakai untuk menyatakan
berbagai objek yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam surat al-Furqan
ayat 43.

Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya ?

Dalam surat al-Qashash ayat 38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri:

Dan Fir’aun berkata: ‘Wahai para pembesar hambaku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu
selain aku’.

Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ilah bisa mengandung arti
berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi maupun benda nyata (Fir’aun atau
penguasa yang dipatuhi dan dipuja). Perkataan ilah dalam al-Qur’an juga dipakai dalam bentuk
tunggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna: ilaahaini), dan banyak (jama’: aalihatun). Bertuhan
nol atau atheisme tidak mungkin. Untuk dapat mengerti tentang definisi Tuhan atau Ilah yang
tepat, berdasarkan logika al-Qur’an adalah sebagai berikut:

Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian rupa,
sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai olehnya.

Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di dalamnya yang dipuja,
dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat memberikan kemaslahatan atau kegembiraan,
dan termasuk pula sesuatu yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian.

Ibnu Taimiyah memberikan definisi al-ilah sebagai berikut:

Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya, merendahkan diri di
hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam
kesulitan, berdo’a, dan bertawakkal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan
dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya.
(M. Imaduddin, 1989: 56).

Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat dipahami, bahwa Tuhan itu bisa berbentuk apa saja,
yang dipentingkan oleh manusia. Yang pasti ialah manusia tidak mungkin atheis, tidak mungkin
tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika al-Qur’an setiap manusia pasti mempunyai sesuatu yang
dipertuhankannya. Dengan demikian, orang-orang komunis pada hakikatnya ber-Tuhan juga.
Adapun Tuhan mereka ialah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka.

Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “Laa illaha illaa Allah”. Susunan kalimat tersebut dimulai
dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan suatu penegasan
“melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan dari segala
macam Tuhan terlebih dahulu, yang ada dalam hatinya hanya satu Tuhan yang bernama Allah.

1
Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan

1. Pemikiran Barat

Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan
atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat
penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori
evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat
sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula
dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith,
Lubbock, dan Jevens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori
evolusionisme adalah sebagai berikut:

a. Dinamisme

Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang
berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada
benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada
pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama yang
berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti (India). Mana adalah
kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan pancaindera. Oleh karena itu
dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Meskipun mana tidak dapat diindera, tetapi ia dapat
dirasakan pengaruhnya.

b. Animisme

Di samping kepercayaan dinamisme, masyarakat primitif juga mempercayai adanya peran roh
dalam hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat
primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena
itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang,
serta mempunyai kebutuhan-kebutuhan. Roh akan senang apabila kebutuhannya dipenuhi.
Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut,
manusia harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan advis dukun adalah
salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.

c. Politeisme

Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan kepuasan, karena terlalu
banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut
dewa. Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada Dewa
yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang membidangi masalah air, ada yang
membidangi angin dan lain sebagainya.

d. Henoteisme

Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh karena itu
dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang
sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu
bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun manusia masih

2
mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain. kepercayaan satu Tuhan untuk satu bangsa disebut dengan
henoteisme (Tuhan tingkat Nasional).

e. Monoteisme

Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi monoteisme. Dalam monoteisme


hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk
monoteisme ditinjau dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga paham yaitu: deisme, panteisme,
dan teisme.

Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana dinyatakan oleh Max Muller
dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya
monoteisme dalam masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa orang-orang yang
berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang Kristen. Mereka mempunyai
kepercayaan pada wujud yang Agung dan sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan mereka, yang
tidak mereka berikan kepada wujud yang lain.

Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur golongan evolusionisme


menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat mulai menantang
evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah agama. Mereka
menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi dengan relevansi atau
wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada penyelidikan bermacam-macam
kepercayaan yang dimiliki oleh kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan
bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme dan
monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan. (Zaglul Yusuf, 1993: 26-37).

2. Pemikiran Umat Islam

Dikalangan umat Islam terdapat polemik dalam masalah ketuhanan. Satu kelompok
berpegang teguh dengan Jabariah, yaitu faham yang mengatakan bahwa Tuhan mempunyai
kekuatan mutlah yang menjadi penentu segalanya. Di lain pihak ada yang berpegang pada
doktrin Qodariah, yaitu faham yang mengatakan bahwa manusialah yang menentukan nasibnya.
Polemik dalam masalah ketuhanan di kalangan umat Islam pernah menimbulkan suatu dis-
integrasi (perpecahan) umat Islam, yang cukup menyedihkan. Peristiwa al-mihnah yaitu
pembantaian terhadap para tokoh Jabariah oleh penguasa Qadariah pada zaman khalifah al-
Makmun (Dinasti Abbasiah). Munculnya faham Jabariah dan Qadariah berkaitan erat dengan
masalah politik umat Islam setelah Rasulullah Muhammad meninggal. Sebagai kepala
pemerintahaan, Abu Bakar Siddiq secara aklamasi formal diangkat sebagai pelanjut Rasulullah.
Berikutnya digantikan oleh Umar Ibnu Al-Khattab, Usman dan Ali.

Embrio ketegangan politik sebenarnya sudah ada sejak khalifah Abu Bakar, yaitu persaingan
segitiga antara sekompok orang Anshar (pribumi Madinah), sekelompok orang Muhajirin yang
fanatik dengan garis keturunan Abdul Muthalib (fanatisme Ali), dan kelompok mayoritas yang
mendukung kepemimpinan Abu Bakar. Pada periode kepemimpinan Abu Bakar dan Umar
gejolak politik tidak muncul, karena sikap khalifah yang tegas, sehingga kelompok oposisi tidak
diberikan kesempatan melakukan gerakannya.

Ketika khalifah dipegang oleh Usman Ibn Affan (khalifa ke 3), ketegangan politik menjadi terbuka.
Sistem nepotisme yang diterapkan oleh penguasa (wazir) pada masa khalifah Usman menjadi
penyebab adanya reaksi negatif dari kalangan warga Abdul Muthalib. Akibatnya terjadi

3
ketegangan,yang menyebabkan Usman sebagai khalifah terbunuh. Ketegangan semakin
bergejolak pada khalifah berikutnya, yaitu Ali Ibn Abi Thalib. Dendam yang dikumandangkan
dalam bentuk slogan bahwa darah harus dibalas dengan darah, menjadi motto bagi kalangan
oposisi di bawah kepemimpinan Muawiyah bin Abi Sufyan. Pertempuran antara dua kubu tidak
terhindarkan. Untuk menghindari perpecahan, antara dua kubu yang berselisih mengadakan
perjanjian damai. Nampaknya bagi kelompok Muawiyah, perjanjian damai hanyalah merupakan
strategi untuk memenangkan pertempuran. Amru bin Ash sebagai diplomat Muawiyah
mengungkapkan penilaian sepihak. Pihak Ali yang paling bersalah, sementara pihaknya tidak
bersalah. Akibat perjanjian itu pihak Ali (sebagai penguasa resmi) tersudut. Setelah dirasakan
oleh pihak Ali bahwa perjanjian itu merugikan pihaknya, di kalangan pendukung Ali terbelah
menjadi dua kelompok, yaitu : kelompok yang tetap setia kepada Ali, dan kelompok yang
menyatakan keluar, namun tidak mau bergabung dengan Muawiyah. Kelompok pertama
disebut dengan kelompok SYIAH, dan kelompok kedua disebut dengan KHAWARIJ. Dengan
demikian umat Islam terpecah menjadi tiga kelompok politik, yaitu: 1) Kelompok Muawiyah
(Sunni), 2) Kelompok Syi’ah, dan 3) Kelompok Khawarij.

Untuk memenangkan kelompok dalam menghadapi oposisinya, mereka tidak segan-segan


menggunakan konsep asasi. Kelompok yang satu sampai mengkafirkan kelompok lainnya.
Menurut Khawarij semua pihak yang terlibat perjanjian damai baik pihak Muawiyah maupun
pihak Ali dinyatakan kafir. Pihak Muawiyah dikatakan kafir karena menentang pemerintah,
sedangkan pihak Ali dikatakan kafir karena tidak bersikap tegas terhadap para pemberontak,
berarti tidak menetapkan hukum berdasarkan ketentuan Allah. Mereka mengkafirkan Ali dan
para pendukungknya, berdasarkan Al-Quran Surat Al-Maidah (5) : 44

‫َّللا فَأُولَئِكَ هُ ُم الْكَاف ُِرون‬


ُ ‫َ َو َم ْن لَ ْم يَ ْحكُ ْم بِ َما أَنْزَ َل ه‬
Siapa yang tidak menegakkan hukum sesuai dengan apa yang diturunkan Allah (Al-Quran), maka
mereka dalah orang-orang kafir.

Munculnya doktrin saling mengkafirkan antara satu kelompok dengan kelompok lain membuat
pertanyaan besar bagi kalangan cendikiawan. Pada suatu mimbar akademik (pengajian) muncul
pertanyaan dari peserta pengajian kepada gurunya yaitu Hasan Al-Bashry. Pertanyaan yang
diajukan berkaitan dengan adanya perbedaan pendapat tentang orang yang berbuat dosa besar.
Sebagian pendapat mengatakan bahwa mereka itu adalah mukmin, sedangkan pendapat lain
mengatakan kafir. Para pelaku politik yang terlibat tahkim perjanjian antara pihak Ali dan pihak
Muawiyah, mereka dinilai sebagai pelaku dosa besar. Alasan yang mengatakan mereka itu
mukmin beralasan bahwa iman itu letaknya di hati, sedangkan orang lain tidak ada yang
mengetahui hati seseorang kecuali Allah. Sedangkan pendapat lainnya mengatakan bahwa iman
itu bukan hanya di hati melainkan berwujud dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Berarti orang
yang melakukan dosa besar dia adalah bukan mukmin. Kalau mereka bukan mukmin berarti
mereka kafir.

Sebelum guru besarnya memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang dimajukan tentang
dosa besar tersebut, seorang peserta pengajian yang bernama Wasil ibnu Atha mengajukan
jawaban, bahwa pelaku dosa besar bukan mukmin dan bukan kafir melainkan diantara keduanya.
Hasan Al-Bashry sebagai pembina pengajian tersebut memeberikan komentar, terhadap
jawaban Wasil. Komentarnya bahwa pelaku dosa besar termasuk yang terlibat dalam perjanjian

4
damai termasuk kelompok fasik. Wasil membantah komentar gurunya itu, karena orang yang
fasik lebih hina dimata Allah ketimbang orang yang kafir. Akibat polemik tersebut Wasil bersama
beberapa orang yang sependapat dengannya memisahkan diri dari kelompok pengajian Hasal
Al-Bashry. Peserta pengajian yang tetap bergabung bersama Hasan Al-Bashry mengatakan,
“I’tazala Wasil ‘anna.” (Wasil telah memisahkan diri dari kelompok kita.) Dari kata-kata inilah
Wasil dan pendukungnya disebut kelompok MUKTAZILAH. (Lebih jelasnya lihat Harun Nasution
dalam Teologi Islam).

Kelompok Muktazilah mengajukan konsep-konsep yang bertentangan dengan konsep yang


diajukan golongan Murjiah (aliran teologi yang diakui oleh penguasa politik pada waktu itu, yaitu
Sunni. Berarti Muktazilah sebagai kelompok penentang arus). Doktrin Muktazilah terkenal
dengan lima azas (ushul al-khamsah) yaitu:

1. meniadakan (menafikan) sifat-sifat Tuhan dan menetapkan zat-Nya


2. Janji dan ancaman Tuhan (al-wa’ad dan al-wa’id)
3. Keadilan Tuhan (al-‘adalah)
4. Al-Manzilah baina al-manzilatain (posisi diatara dua posisi)
5. Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.

Dari lima azas tersebut – menurut Muktazilah – Tuhan terikat dengan kewajiban-kewajiban.
Tuhan wajib memenuhi janjinya. Ia berkewajiban memasukkan orang yang baik ke surga dan
wajib memasukkan orang yang jahat ke neraka, dan kewajiban-kewajiban lain. Pandangan-
pandangan kelompok ini menempatkan akal manusia dalam posisi yang kuat. Sebab itu
kelompok ini dimasukkan ke dalam kelompok teologi rasional dengan sebutan Qadariah.

Sebaliknya, aliran teologi tradisional (Jabariah) berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat
(sifat 20, sifat 13, dan maha sifat). Ia maha kuasa, memiliki kehendak mutlak. Kehendak Tuhan
tidak terikat dengan apapun. Karena itu ia mungkin saja menempatkan orang yang baik ke dalam
neraka dan sebaliknya mungkin pula ia menempatkan orang jahat ke dalam surga, kalau Ia
menghendaki. Dari faham Jabariah inilah ilmu-ilmu kebatinan berkembang di sebagaian umat
Islam.

Konsep Ketuhanan dalam Islam

Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap yang menjadi
penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh manusia. Orang yang
mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di dalam Al-Quran konotasinya ada
dua kemungkinan, yaitu Allah, dan selain Allah. Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah
(tuhan). Benda-benda seperti : patung, pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula berperan
sebagai ilah. Demikianlah seperti dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) : 165, sebagai berikut:

‫َّللا‬
‫ُب ه‬ِ ‫َّللا أَنْدَادًا يُحِ بُّونَ ُه ْم َكح‬ ِ ‫اس َم ْن يَتهخِ ذُ م ِْن د‬
ِ ‫ُون ه‬ ِ ‫ِ َومِنَ النه‬
Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan terhadap Allah.
Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.

Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep tauhid
(monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari ungkapan-ungkapan yang
mereka cetuskan, baik dalam do’a maupun acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika memberikan

5
khutbah nikah Nabi Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun sebelum turunya Al-Quran)
ia mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat Al-Wasith,hal 29). Adanya nama Abdullah
(hamba Allah) telah lazim dipakai di kalangan masyarakat Arab sebelum turunnya Al-Quran.
Keyakinan akan adanya Allah, kemaha besaran Allah, kekuasaan Allah dan lain-lain, telah
mantap. Dari kenyataan tersebut timbul pertanyaan apakah konsep ketuhanan yang dibawakan
Nabi Muhammad? Pertanyaan ini muncul karena Nabi Muhammad dalam mendakwahkan
konsep ilahiyah mendapat tantangan keras dari kalangan masyarakat. Jika konsep ketuhanan
yang dibawa Muhammad sama dengan konsep ketuhanan yang mereka yakini tentu tidak
demikian kejadiannya.

Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam dikemukakan dalam Al-Quran
surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;

ُ ‫س َوالْقَ َم َر لَيَقُولُنه ه‬
‫َّللا فَأَنهى يُؤْ فَكُون‬ َ ‫س هخ َر الشه ْم‬ ِ ‫سأَلْتَ ُه ْم َم ْن َخلَقَ السه َم َوا‬
َ ْ‫ت َو ْاْلَر‬
َ ‫ض َو‬ َ ‫َ َولَئ ِْن‬
Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan menundukkan
matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah.

Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu berarti orang itu
beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru laik dinyatakan bertuhan kepada Allah jika
ia telah memenuhi segala yang dimaui oleh Allah. Atas dasar itu inti konsep ketuhanan Yang
Maha Esa dalam Islam adalah memerankan ajaran Allah yaitu Al-Quran dalam kehidupan sehari-
hari. Tuhan berperan bukan sekedar Pencipta, melainkan juga pengatur alam semesta.

Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah sebagaimana dinyatakan dalam
surat Al-Ikhlas. Kalimat syahadat adalah pernyataan lain sebagai jawaban atas perintah yang
dijaukan pada surat Al-Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika Allah yang harus terbayang dalam
kesadaran manusia yang bertuhan Allah adalah disamping Allah sebagai Zat, juga Al-Quran
sebagai ajaran serta Rasullullah sebagai Uswah hasanah.

2.SAINS & TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS

Ilmu Pengetahuan dalam Al Qur’an

Ilmu pengetahuan adalah merupakan salah satu isi pokok kandungan kitab suci Alquran. Bahkan
kata ‘ilm itu sendiri disebut dalam Alquran sebanyak 105 kali, tetapi dengan kata jadiannya ia
disebut lebih dari 744 kali (Rahardjo, 2002). yang memang merupakan salah satu kebutuhan
agama Islam, betapa tidak setiap kali umat Islam ingin melaksanakan ibadah selalu memerlukan
penentuan waktu dan tempat yang tepat, umpamanya melaksanakan shalat, menentukan awal
bulan Ramadhan, pelaksanaan haji, semuanya punya waktu-waktu tertentu. Dalam menentukan
waktu yang tepat diperlukan ilmu astronomi. Maka dalam Islam pada abad pertengahan dikenal
istilah sains mengenai waktu-waktu tertentu (Turner, 2004).

Banyak lagi ajaran agama yang pelaksanaannya sangat terkait erat dengan sains dan teknologi,
seperti menunaikan ibadah haji, berdakwah, semua itu membutuhkan kendaraan sebagai alat
transportasi. Allah telah meletakkan garis-garis besar sains dan ilmu pengetahuan dalam
Alquran, manusia hanya tinggal menggali, mengembangkan konsep dan teori yang sudah ada,
antara lain sebagaimana terdapat dalam QS. Ar-Rahman ayat 33 di bawah ini.
َ َٰ ْ‫وا ۚ ََل تَنفُذُونَ إِ هَل بِسُل‬
‫طن‬ ۟ ُ‫ض فَٱن فُذ‬
ِ ْ‫ت َو ْٱْلَر‬
ِ ‫ار ٱلسه َٰ َم َٰ َو‬
ِ ‫ط‬ ۟ ُ‫طعْتُ ْم أَن تَنفُذ‬
َ ْ‫وا م ِْن أَق‬ َ َ‫نس إِ ِن ٱ ْست‬ ِ ْ ‫ٍ َٰيَ َمعْش ََر ٱلْ ِج ِن َو‬
ِ ‫ٱْل‬

6
Artinya: “Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit
dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.”

Ayat di atas pada masa empat belas abad yang silam telah memberikan isyarat secara ilmiyah
kepada bangsa Jin dan Manusia, bahwasanya mereka telah dipersilakan oleh Allah untuk
mejelajah di angkasa luar asalkan saja mereka punya kemampuan dan kekuatan (sulthan).
Kekuatan yang dimaksud di sini sebagaimana di tafsirkan para ulama adalah ilmu pengetahuan
atau sains dan teknologi, hal ini telah terbukti di era modern sekarang ini, dengan di temukannya
alat transportasi yang mampu menembus luar angkasa, bangsa-bangsa yang telah mencapai
kemajuan dalam bidang sains dan teknologi telah berulang kali melakukan pendaratan di Bulan,
Pelanet Mars, Jupiter dan planet-pelanet lainnya.

Kemajuan yang telah diperoleh oleh bangsa-bangsa yang maju (bangsa barat) dalam bidang ilmu
pengetahuan, sains dan teknologi di abad modern ini, sebenarnya merupakan kelanjutan dari
tradisi ilmiah yang telah dikembangkan oleh ilmuan-ilmuan muslim pada abad pertengahan atau
dengan kata lain ilmuan muslim banyak memberikan sumbangan kepada ilmuan barat, hal ini
sebagaimana diungkapkan oleh Yatim (1997) dalam bukunya Sejarah Perdaban Islam:
“Kemajuan Barat pada mulanya bersumber dari peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui
Spanyol”

Hal ini diakui oleh sebagian mereka. Sains dan teknologi baik itu yang ditemukan oleh ilmuan
muslim maupun oleh ilmuan barat pada masa dulu, sekarang dan yang akan datang, semua itu
bukti kebenaran informasi yang terkandung di dalam Alquran, karena jauh sebelum peristiwa
penemuan-penemuan itu terjadi, Alquran telah memberikan isyarat-isyarat tentang hal itu dan
ini termasuk bagian dari kemukjizatan Alquran, dimana kebenaran yang terkandung di dalamnya
selalu terbuka untuk dikaji, didiskusikan, diteliti, diuji dan dibuktikan secara ilmiah oleh siapa
pun.

Alquran adalah kitab induk, rujukan utama bagi segala rujukan, sumber dari segala sumber, basis
bagi segala sains dan ilmu pengetahuan. Alquran adalah buku induk ilmu pengetahuan, di mana
tidak ada satu perkara apapun yang terlewatkan (Kartanegara, 2006), semuanya telah diatur di
dalamnya, baik yang berhubungan dengan Allah (hablum minallah) sesama manusia (hablum
minannas) alam, lingkungan, ilmu akidah, ilmu sosial, ilmu alam, ilmu emperis, ilmu agama,
umum dan sebagainya (dalam QS Al An’am: 38).

Lebih lanjut Baiquni (1997) mengatakan bahwa sebenarnya segala ilmu yang diperlukan manusia
itu tersedia di dalam Alquran (p. 17). Salah satu kemukjizatan (keistimewaan) Alquran yang
paling utama adalah hubungannya dengan ilmu pengetahuan, begitu pentingnya ilmu
pengetahuan dalam Alquran sehingga Allah menurunkan ayat yang pertama kali QS. Al-‘Alaq: 1-
5, yaitu:

‫) الذي علم بالقلم‬3( ‫) اقرأ وربك اْلكرم‬2( ‫) خلق اْلنسان من علق‬1( ‫( اقرأ باسم ربك الذي خلق‬4

‫( علم اْلنسان ما لم يعلم‬5

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Pentingnya Belajar Menurut Al Qur’an dalam Surat Al-Alaq Ayat 1-5

7
Surat Al-Alaq (Iqra’) termasuk ayat Al Qur’an pertama yang diturunkan, termasuk ayat makiyyah,
terdiri dari 19 ayat, 93 kalimat dan 280 huruf. Dalam Surat Al Alaq dapatlah di lihat suatu
gambaran yang hidup mengenai suatu peristiwa terbesar yang pernah terjadi pada sejarah
manusia, yaitu pertemuan Nabi Muhammad SAW dengan Malaikat Jibril untuk pertama kali di
Gua Hiro’ dan penerimaan wahyu yang pertama setelah Nabi berusia 40 tahun.

Bagian pertama Surat Al-Alaq ini mengarahkan Nabi Muhammad SAW kepada Allah agar beliau
berkomunikasi dengan Allah dan beliau dengan nama Allah membaca ayat-ayat Alquran yang
diterima melalui wahyu/Jibril (bukan membaca tulisan di atas kertas, sebab ia adalah
ummi/tidak pandai baca tulis). Sebab dari Allah-lah asal mula segala makhluk dan kepadanya
pulalah semua akan kembali.

Wahyu pertama itu juga mengingatkan, bahwa Allah telah memuliakan/menjunjung tinggi
martabat manusia melalui baca. Artinya dengan proses belajar mengajar itu manusia dapat
menguasai ilmu-ilmu pengetahuan dan dengan ilmu-ilmu pengetahuan ini manusia dapat
mengetahui rahasia alam semesta yang sangat bermanfaat bagi kesejahteraan hidupnya.
Padahal manusia itu dijadikan oleh Allah dari segumpal darah yang melekat dirahim ibu. Surat
Al-Alaq ayat 1-5 diturunkan sewaktu Rasulullah SAW berkhalwat di Gua Hiro, ketika itu beliau
berusia 40 tahun. Ayat-ayat pertama yang diturunkan sekaligus merupakan tanda pengangkatan
Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul Allah.

Surat Al-Alaq ayat 1-5 mengandung pengertian bahwa untuk memahami segala macam ilmu
pengetahuan, seseorang harus pandai dalam membaca. Dalam membaca itu harus didahului
dengan menyebut nama Tuhan; yakni dengan membaca “BasmAllah” terlebih dulu dan ingat
akan kekuasaan yang dimiliki-Nya, sehingga ilmu yang diperoleh dari membaca itu, akan
menambah dekatnya hubungan manusia dengan khaliq-nya.

Allah SWT menjelaskan bahwa Dia-lah yang menciptakan manusia dari segumpal darah dan
kemudian menjadikan makhluk yang paling mulia. Ini menunjukkan betapa Maha Kuasanya Allah
SWT. Pada ayat berikutnya Allah SWT Mengulang untuk memerintahkan membaca, dalam
rangka untuk mengetahui kemuliaan Allah Yang Maha Pemurah. Dengan limpahan karunia-Nya,
Dia juga mengajarkan kepada manusia kemampuan membaca dan kemampuan menggunakan
pena (kemampuan baca tulis), yang menyebabkan manusia dapat mempelajari berbagai
persoalan, sehingga manusia dapat menguasai berbagai ilmu yang diperlukan dalam hidupnya.

Surat Al-Alaq ayat 1-5 mengandung perintah membaca, membaca berarti berfikir secara teratur
atau sitematis dalam mempelajari firman dan ciptaan-Nya, berfikir dengan menkorelasikan
antara ayat qauliah dan kauniah manusia akan mampu menemukan konsep-konsep sains dan
ilmu pengetahuan. Bahkan perintah yang pertama kali dititahkan oleh Allah kepada Nabi
Muhammad SAW dan umat Islam sebelum perintah-perintah yang lain adalah mengembangkan
sains dan ilmu pengetahuan serta bagaimana cara mendapatkannya. Tentu ilmu pengetahuan
diperoleh di awali dengan cara membaca, karena membaca adalah kunci dari ilmu pengetahuan,
baik membaca ayat qauliah maupun ayat kauniah, sebab manusia itu lahir tidak mengetahui
apa-apa, pengetahuan manusia itu diperoleh melalui proses belajar dan melalui pengalaman
yang dikumpulkan oleh akal serta indra pendengaran dan penglihatan demi untuk mencapai
kejayaan, kebahagian dunia dan akhirat (Sarwar, 1994).

Menurut DEPAG (2000), dalam Alquran terdapat kurang lebih 750 ayat rujukan yang berkaitan
dengan ilmu pengetahuan sementara tidak ada agama atau kebudayaan lain yang menegaskan

8
dengan begitu tegas akan kepentingan ilmu dalam kehidupan manusia. Ini membuktikan bahwa
betapa tingginya kedudukan sains dan ilmu pengetahuan dalam Alquran (Islam). Alquran selalu
memerintahkan kepada manusia untuk mendayagunakan potensi akal, pengamatan,
pendengaran, semaksimal mungkin (Hasan, 2005).

Islam adalah satu-satunya agama di dunia yang sangat (bahkan paling) empatik dalam
mendorong umatnya untuk menuntut ilmu, bahkan Alquran itu sendiri merupakan sumber ilmu
dan sumber inspirasi berbagai disiplin ilmu pengetahuan sains dan teknologi. Betapa tidak,
Alquran sendiri mengandung banyak konsep-konsep sains, ilmu pengetahuan dan teknologi
serta pujian terhadap orang-orang yang berilmu.

Dalam QS. Al-Mujaadilah ayat 11, Allah SWT berfirman:

ۙ ۡ‫َّللا الهذ ِۡينَ َٰا َمن ُۡوا م ِۡنكُم‬


ُ ‫َّللا لَـكُمۡ ۚ َواِذَا ق ِۡي َل انْشُزُ ۡوا فَانْشُزُ ۡوا يَ ۡرفَعِ ه‬ َ ‫َٰٰۤياَيُّ َها الهذ ِۡينَ َٰا َمن ُٰۡۤوا اِذَا ق ِۡي َل لَـكُمۡ تَفَسهح ُۡوا فِى ۡال َمجَٰ ل ِِس ف َۡاف‬
َ ‫سح ُۡوا يَ ۡف‬
ُ ‫سحِ ه‬
‫َّللا بِ َما تَعۡ َملُ ۡونَ َخبِ ۡير‬ ٍ َٰ‫ٌ َوالهذ ِۡينَ اُ ۡوتُوا ۡالع ِۡل َم د ََرج‬
ُ ‫تؕ َو ه‬
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "Berilah kelapangan
di dalam majelis-majelis," maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.
Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat
(derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa
derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.

Dalam Tasmara (2004), kita dapat melihat dengan jelas bahwa Islam merupakan agama yang
sangat maju dalam bidang ilmu pengetahuan, jadi Islam bukanlah sebatas ibadah dan shalat saja
tetapi Islam adalah kaffah (menyeluruh). Menurut Ali Syariati (dalam Tasmara, 2004), Alquran
merupakan firman Allah yang sangat komprehensif, yang menjadi sumber inspirasi bagi manusia
dalam semua lini kehidupan. Hal ini dapat dilihat dari klasifikasi Alquran yang dibuat olehnya.

Tabel 1 Klasifikasi Alquran

No Klarifikasi Surat Jumlah Surat Prosentase

1 Fenomena Alam dan Materi 32 26,66%

2 Aqidah dan Aliran Pemikiran 29 24,14%

3 Sosial dan Politik 27 22,5%

4 Sejarah dan Filsafat Sejarah 17 14,14%

5 Perilaku dan Akhlak 4 3,3%

6 Masalah Harta 4 3,3%

7 Ibadah san Syiar Agama 2 1,7%


Sumber: Tasmara (2004)

Prinsip tauhid di dalam Islam, menegaskan bahwa semua yang ada berasal dan atas izin Allah
SWT. Dia-lah Allah SWT yang Maha Mengetahui segala sesuatu. Konsep kekuasaan-Nya juga
meliputi pemeliharaan terhadap alam yang Dia ciptakan. Konsep yang mengatakan bahwa Allah
SWT lah yang mengajarkan manusia disebutkan dalam Al-Quran.

9
QS Al Baqarah ayat 31:
ٓ َ ‫علَى ۡال َم َٰلٓٮِٕ َك ِة فَقَا َل اَ ۡۢۡنبِ ُٔــ ۡون ِۡى بِا َسۡ َمآءِ َٰ ٓهؤ‬
‫َُلءِ ا ِۡن كُ ۡنتُمۡ صَٰ ِدق ِۡين‬ َ ۡ‫ض ُهم‬ َ ‫عله َم َٰاد ََم ۡاَلَسۡ َمآ َء كُله َها ثُ هم‬
َ ‫ع َر‬ َ ‫َ َو‬
Artinya: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-
benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!"

QS Al Baqarah ayat 239:


۟ ‫عله َمكُم هما لَ ْم تَكُون‬
‫ُوا تَعْلَ ُمون‬ َ ‫ٱَّلل َك َما‬
َ ‫وا ه‬۟ ‫اَل أَ ْو ُر ْكبَانًا ۖ فَإِذَآ أَمِنتُ ْم فَٱ ْذكُ ُر‬
ً ‫َفَإِ ْن خِ فْتُ ْم ف َِر َج‬

Artinya: “Jika kamu dalam Keadaan takut (bahaya), Maka Shalatlah sambil berjalan atau
berkendaraan. kemudian apabila kamu telah aman, Maka sebutlah Allah (shalatlah),
sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”

QS Ar-Rahman ayat 2:
َ
‫عله َم ۡالقُ ۡر َٰان‬
َ ؕؕ
Artinya: “Yang telah mengajarkan Alquran.”

QS. Al-A’laq ayat 4-5:

‫عله َم بِٱلْقَلَم‬
َ ‫ِٱلهذِى‬
‫سنَ َما لَ ْم يَعْلَم‬ ِ ْ ‫عله َم‬
َ َٰ ‫ٱْلن‬ َ ْ
Artinya: “Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya.”

Sumber-sumber pengetahuan lain selain yang diwahyukan langsung misalnya fenomena alam,
psikologi manusia, dan sejarah. Alquran menggunakan istilah ayat (tanda) untuk
menggambarkan sumber ilmu berupa fenomena alam dan psikologi, dalam ayat-ayat berikut.

QS Al Baqarah ayat 164:

َ ‫ار َو ْٱلفُ ْلكِ ٱلهتِى تَ ْج ِرى فِى ٱلْبَ ْح ِر بِ َما يَنفَ ُع ٱلنه‬
ُ ‫اس َو َمآ أَنزَ َل ه‬
‫ٱَّلل مِنَ ٱلسه َمآءِ مِن‬ ِ ‫ض َوٱ ْختِ َٰلَفِ ٱلهيْ ِل َوٱلنه َه‬
ِ ْ‫ت َو ْٱْلَر‬ ِ ‫ِإنه فِى خ َْل‬
ِ ‫ق ٱلسه َٰ َم َٰ َو‬
‫ت ِلق َْو ٍم‬ َٰ
ٍ َ‫ض َل َءاي‬ َ ْ ٓ
ِ ْ‫سخ ِر بَيْنَ ٱلسه َماءِ َوٱْلر‬ ‫ه‬ ْ
َ ‫ب ٱل ُم‬ َٰ
ِ ‫ٱلريَحِ َوٱلسه َحا‬ َ ٓ ُ ‫ه‬
ِ ِ‫ض بَعْ َد َم ْوتِ َها َوبَث فِي َها ِمن ك ِل َدابه ٍة َوتص ِْريف‬ َ ْ‫همآءٍ فَأ َ ْحيَا بِ ِه ٱْلر‬
َ ْ
‫َيَعْ ِقلُون‬

Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang,
bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya
dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran
Allah) bagi kaum yang memikirkan.”

QS Asy Syuura ayat 53:

‫ير ْٱْل ُ ُمور‬


ُ ‫َص‬ ِ ‫ض ۗ أَ ََلٓ إِلَى ه‬
ِ ‫ٱَّلل ت‬ ِ ْ‫ت َو َما فِى ْٱْلَر‬
ِ ‫ٱَّلل ٱلهذِى لَهُۥ َما فِى ٱلسه َٰ َم َٰ َو‬
ِ ‫ص َٰ َرطِ ه‬
ِ ُ

10
Artinya: “(yaitu) jalan Allah yang Kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan apa yang ada
di bumi. Ingatlah, bahwa kepada Allah-lah kembali semua urusan.”

Untuk sumber ilmu berupa fenomena sejarah, Alquran menggunakan istilah ‘ibrah (pelajaran,
petunjuk) yang darinya bisa diambil pelajaran moral dalam ayat berikut.

QS Yusuf ayat 111:


ً‫ش ْىءٍ َوهُدًى َو َر ْح َمة‬ ْ َ‫ب ۗ َما كَانَ َحدِيثًا يُفْت ََر َٰى َو َٰلَكِن ت‬
ِ ْ‫صدِيقَ ٱلهذِى بَيْنَ يَ َديْ ِه َوتَف‬
َ ‫صي َل كُ ِل‬ ِ َ‫ص ِه ْم ِعب َْرةٌ ِْل ُ ۟ولِى ْٱْلَلْ َٰب‬ َ َ‫لَقَ ْد كَانَ فِى ق‬
ِ ‫ص‬
‫َِلق َْو ٍم يُؤْ ِمنُون‬

Artinya: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan
(kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang beriman.”

Sebagai akibat wajar dari otoritas ketuhanan-Nya, Alquran, di samping menunjukkan sumber-
sumber pengetahuan eksternal, Alquran juga merupakan sumber utama pengetahuan
(Hafidhuddin, 1998). Dalam Islam, pencarian pengetahuan oleh seseorang bukanlah sesuatu
yang tidak mungkin, tetapi harus, dan dianggap sebagai kewajiban bagi semua Muslim yang
bertanggung jawab. Kedudukan ini berbeda dengan sikap skeptis Yunani dan Sophis, yang
menganggap pengetahuan hanya imajinasi kosong.

Dalam bahasa Arab, pengetahuan digambarkan dengan istilah al-ilm, al-ma’rifah dan al-syu’ur.
Namun, dalam pandangan dunia Islam, yang pertamalah yang terpenting, karena ia merupakan
salah satu sifat Allah SWT. Al-ilm berasal dari akar kata l-m dan diambil dari kata ‘alamah, yang
berarti tanda, simbol, atau lambang, yang dengannya sesuatu itu dapat dikenal. Tapi ’alamah
juga berarti pengetahuan, lencana, karakteristik, petunjuk dan gejala. Karenanya ma’lam (jamak
ma’alim) berarti petunjuk jalan, atau sesuatu yang menunjukkan dirinya atau dengan apa
seseorang ditunjukkan. Hal yang sama juga pada kata alam berarti rambu jalan sebagai petunjuk.
Di samping itu, bukan tanpa tujuan Alquran menggunakan istilah ayat baik terhadap wahyu,
maupun terhadap fenomena alam. Pengertian ayat (dan juga ilm, alam, dan ’alama) di dalam
Alquran tersebut yang menyebabkan Nabi Muhammad SAW mengutuk orang-orang yang
membaca Surat Ali Imran ayat 190-195 yang secara jelas menggambarkan karakteristik orang-
orang yang mambaca, mengingat ayat-ayat Allah SWT di muka bumi tanpa mau merenungkan
maknanya.

QS Ali Imran ayat 190-195:

‫ى‬ َ ‫ الهذِينَ يَ ْذكُ ُرونَ َّللاَ قِيَاما ً َوقُعُوداً َو‬-١٩٠- ‫ب‬


َ َ‫عل‬ ِ ‫ت ِْل ُ ْولِي اْللْبَا‬ ٍ ‫ار آليَا‬ ِ ‫ض َوا ْختِالَفِ اللهيْ ِل َوالنه َه‬ ِ ْ‫ت َواْلَر‬ ِ ‫اوا‬ َ ‫ق السه َم‬ ِ ْ‫إِنه فِي خَل‬
‫ َربهنَا إِنهكَ َمن تُ ْدخِ ِل‬-١٩١- ‫ار‬ ِ ‫اب النه‬ َ َ‫عذ‬ َ ‫ض َربهنَا َما َخلَقْتَ هَذا بَاطِ الً سُبْ َحانَكَ فَ ِقنَا‬ َ
ِ ْ‫ت َواْلر‬ ِ ‫اوا‬ َ ‫ق السه َم‬ ْ
ِ ‫ُجنُوبِ ِه ْم َويَتَفَكه ُرونَ فِي خَل‬
‫ان أَ ْن آ ِمنُواْ ِب َر ِبكُ ْم فَآ َمنها َربهنَا فَا ْغفِرْ لَنَا ذُنُو َبنَا‬ ِ َ ِ ‫م‬‫ي‬ ‫إل‬ ‫ل‬
ِ ‫ِي‬ ‫د‬ ‫َا‬ ‫ن‬ ‫ي‬
ُ ً ‫ا‬‫ِي‬ ‫د‬ ‫َا‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫َا‬
ُ ْ َ ِ ‫ه‬‫ن‬ ‫ع‬ ‫م‬
ِ ‫س‬ ‫َا‬ ‫ن‬ ‫ه‬ ‫ن‬ ‫إ‬ ‫َا‬ ‫ن‬ ‫ب‬
‫ه‬ ‫ر‬ - ١٩٢ - ‫ار‬
ٍ َ ‫ص‬ ‫ن‬ َ ‫أ‬ ‫ِن‬ْ ‫م‬ َ‫ِين‬ ‫ار فَقَ ْد أَ ْخزَ يْتَهُ َو َما لِلظها ِلم‬ َ ‫النه‬
-١٩٤- ‫ِف المِيعَا َد‬ ْ ْ ْ ْ
ُ ‫على ُرسُلِكَ َوَلَ تُخ ِزنَا يَ ْو َم ال ِقيَا َم ِة إِنهكَ َلَ تُخل‬ َ َ ‫عدتنَا‬ ‫ه‬ َ ‫ َربهنَا َوآتِنَا َما َو‬-١٩٣- ‫ار‬ ‫ه‬
ِ ‫سيِئَاتِنَا َوت ََوفنَا َم َع اْلب َْر‬ َ ‫عنها‬ َ ْ‫َو َك ِفر‬
‫ار ِه ْم‬
ِ ‫ي‬
َ ‫د‬
ِ ‫ِن‬ ‫م‬ ْ ‫ا‬‫ُو‬ ‫ج‬‫ر‬ ْ
‫خ‬
ِ َ ُ ‫أ‬‫و‬ ْ ‫ا‬ ‫و‬‫ر‬ُ ‫ج‬
َ ‫َا‬ ‫ه‬ َ‫ين‬ ‫ذ‬
ِ ‫ه‬ ‫ل‬‫َا‬ ‫ف‬ ‫ض‬ٍ ‫ع‬
ْ ‫ب‬
َ ‫ن‬ ‫م‬
ِ ‫م‬ ُ ‫ك‬ ‫ض‬
ُ ‫ع‬
ْ ‫ب‬
َ ‫ى‬ َ ‫ث‬ ‫ن‬ ُ ‫أ‬ ‫و‬ ْ َ ‫أ‬ ‫َر‬
ٍ ‫ك‬َ ‫ذ‬ ‫ن‬ ‫م‬ِ ‫م‬ ُ ‫ك‬ ‫ن‬ ‫م‬
ِ ‫ل‬
ٍ ‫م‬
ِ ‫ا‬ ‫ع‬
َ ‫ل‬
َ ‫م‬َ ‫ع‬
َ ‫ع‬ُ ‫ي‬ ‫ض‬
ِ ُ ‫أ‬ َ ‫َل‬ ‫ي‬ ‫ن‬
ِ َ ‫أ‬ ‫م‬
ْ ‫ه‬
ُ ‫ب‬
ُّ ‫ر‬
َ ‫م‬
ْ ‫ه‬
ُ َ ‫ل‬ ‫اب‬
َ ‫فَا ْستَ َج‬
ُ‫ار ث َوابا ِمن عِن ِد َّللاِ َوَّللاُ عِن َده‬ً َ ْ َ
ُ ‫ت تَ ْج ِري ِمن تَ ْحتِ َها اْلن َه‬ ‫ه‬ ‫ه‬ َ
ٍ ‫سيِئَاتِ ِه ْم َوْل ْدخِ لن ُه ْم َجنا‬ ُ ْ
َ ‫عن ُه ْم‬ ‫نه‬ ُ ْ ُ ُ
َ ‫سبِيلِي َوقاتَلوا َوقتِلوا ْل َك ِف َر‬ ْ ُ َ َ ‫َوأُوذُوا فِي‬ْ
-١٩٥- ‫ب‬ ِ ‫ُح ْس ُن الثه َوا‬
Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang

11
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka. Ya Tuhan Kami,
Sesungguhnya Barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, Maka sungguh telah
Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun. Ya Tuhan
Kami, Sesungguhnya Kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu):
"Berimanlah kamu kepada Tuhanmu", Maka Kamipun beriman. Ya Tuhan Kami, ampunilah bagi
Kami dosa-dosa Kami dan hapuskanlah dari Kami kesalahan-kesalahan Kami, dan wafatkanlah
Kami beserta orang-orang yang banyak berbakti. Ya Tuhan Kami, berilah Kami apa yang telah
Engkau janjikan kepada Kami dengan perantaraan Rasul-rasul Engkau. dan janganlah Engkau
hinakan Kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.". Maka Tuhan mereka
memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya aku tidak menyia-
nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena)
sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang
diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh,
pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah aku masukkan mereka ke
dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah
pada sisi-Nya pahala yang baik."

Sifat penting dari konsep pengetahuan dalam Alquran adalah holistik dan utuh (berbeda dengan
konsep sekuler tentang pengetahuan). Pembedaan ini sebagai bukti worldview tauhid dan
monoteistik yang tak kenal kompromi. Dalam konteks ini berarti persoalan-persoalan
epistemologis harus selalu dikaitkan dengan etika dan spiritualitas. (Dalam Islam) ruang lingkup
persoalan epistemologis meluas, baik dari wilayah (yang disebut) bidang keagamaan dengan
wilayah-wilayah (yang disebut sekuler), karena worldview Islam tidak mengakui adanya
perbedaan mendasar antara wilayah-wilayah ini. Adanya pembedaan semacam itu akan
memberi implikasi penolokan hikmah dan petunjuk Allah SWT, dan hanya memberi perhatian
dalam wilayah tertentu saja. Wujud Allah SWT sebagai sumber semua pengetahuan, secara
langsung meliputi kesatuan dan integralitas semua sumber dan tujuan epistemologis. Ini
menjadi jelas jika kita merenungkan kembali istilah ayat yang menunjuk pada ayat-ayat Alquran
dan semua wujud di alam semesta.

Konsep integralitas pengetahuan telah diuraikan al-Ghazali dalam kitabnya Jawahir Alquran, di
mana ia menegaskan bahwa ayat-ayat Alquran yang menguraikan tentang bintang dan
kesehatan, misalnya, hanya sepenuhnya dipahami masing-masing dengan pengetahuan
astronomi dan kesehatan. Ibnu Rusyd dalam fasl al-maqal, juga memberikan penjelasan
keterkaitan antara penafsiran keagamaan dan kefilsafatan dengan mengutip beberapa ayat
Alquran yang mendorong manusia meneliti dan menggambarkan kajian penciptaan langit dan
bumi, dalam ayat-ayat berikut.

QS Al A’raaf ayat 185:

‫ث َب ْع َد ُهۥ‬ ِ َ ‫ب أَ َجلُ ُه ْم ۖ فَ ِبأ‬


ٍ ‫ى َحدِي‬ َ ‫س َٰ ٓى أَن َيكُونَ قَ ِد ٱقْت ََر‬ َ ‫ش ْىءٍ َوأَ ْن‬
َ ‫ع‬ َ ‫ٱَّلل مِن‬ ِ ْ‫ت َو ْٱْلَر‬
ُ ‫ض َو َما َخلَقَ ه‬ ِ ‫س َٰ َم َٰ َو‬ ۟ ‫أَ َولَ ْم َينظُ ُر‬
ِ ‫وا فِى َملَكُو‬
‫ت ٱل ه‬
‫َيُؤْ ِمنُون‬

Artinya :”dan Apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu
yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada
berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al Quran itu?”

QS Ali Imran ayat 191:

12
ُ ‫ض َربهنَا َما َخلَقْتَ َٰهَذَا َٰ َبطِ ًال‬
َ ‫سبْ َٰ َحنَكَ فَ ِقنَا‬
َ ‫ع َذ‬
‫اب‬ ِ ْ‫ت َو ْٱْلَر‬ ِ ْ‫علَ َٰى ُجنُو ِب ِه ْم َو َيتَفَكه ُرونَ فِى خَل‬
ِ ‫ق ٱلسه َٰ َم َٰ َو‬ َ ‫ٱلهذِينَ َي ْذكُ ُرونَ ه‬
َ ‫ٱَّلل ِق َٰ َي ًما َوقُ ُعودًا َو‬
‫ِٱلنهار‬

Artinya :”(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya
Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka
peliharalah Kami dari siksa neraka”.

QS Al Ghaasiyyah ayat 17-18:

‫ْف ُخ ِلقَت‬ ِ ْ ‫ْأَف ََال يَنظُ ُرونَ إِلَى‬


َ ‫ٱْلبِ ِل َكي‬

َ ‫ْ َو ِإلَى ٱلسه َمآءِ َكي‬


‫ْف ُرفِ َعت‬

Artinya :”Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan, dan langit,
bagaimana ia ditinggikan?”

Dengan hal yang sama, Alquran juga mendorong manusia melakukan perjalanan di bumi untuk
mempelajari nasib peradaban sebelumnya. Ini membentuk kajian sejarah, arkeologi,
perbandingan agama, sosiologi dan sebagainya secara utuh. Dalam QS Fushshilat ayat 53, secara
kategoris, Alquran menegaskan bahwa ayat-ayat Allah SWT di alam semesta dan di kedalaman
batin manusia merupakan bagian yang berkaitan dengan kebenaran wahyu, dan menegaskan
kecocokan dan keutuhan yang saling terkait. Namun, keutuhan dan kesatuan cabang-cabang
pengetahuan ini tidak berarti bahwa disiplin-disiplin itu sama, atau tidak ada prioritas diantara
mereka.

QS Fushshilat ayat 53:

‫ش ِهيد‬
َ ٍ‫ش ْىء‬ َ ‫ِى أَنفُ ِس ِه ْم َحته َٰى يَتَبَيهنَ لَ ُه ْم أَنههُ ٱلْ َحقُّ ۗ أَ َولَ ْم يَ ْكفِ بِ َربِكَ أَنههُۥ‬
َ ‫علَ َٰى كُ ِل‬ ِ ‫سن ُِري ِه ْم َءا َٰيَتِنَا فِى ٱلْ َءافَا‬
ٓ ‫ق َوف‬ َ ٌ
Artinya: Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala
wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah
benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?

Pengetahuan wahyu dalam konsep Islam adalah lebih utama, unik karena berasal langsung dari
Allah SWT dan memiliki manfaat yang mendasar bagi alam semesta. Semua pengetahuan lain
yang benar harus membantu kita memahami dan menyadari arti dan jiwa pengetahuan Allah
SWT di dalam Alquran untuk kemajuan individu dan masyarakat.

Ilmu Pengetahuan dalam Hadits

Hadits-hadits Nabi juga sangat banyak yang mendorong dan menekankan, bahkan mewajibkan
kepada umatnya untuk menuntut ilmu (Alavi, 2003). Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW:

‫طلب العلم فريضة على آل مسلم‬


Artinya: “Menuntut ilmu itu suatu kewajiban kepada setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah)

Hadits di atas memberikan dorongan yang sangat kuat bagi kaum muslimin untuk belajar
mencari ilmu sebanyak-banyaknya, baik ilmu-ilmu agama maupun ilmu-ilmu umum, karena
suatu perintah kewajiban tentunya harus dilaksanakan, dan berdosa hukumnya jika tidak
dikerjakan. Lebih lanjut Rasulullah mewajibkan kepada umatnya untuk menuntut ilmu

13
sepanjang hayatnya, tanpa di batasi usia, ruang, waktu dan tempat sebagaimana sabdanya
“Tuntutlah ilmu dari buayan sampai liang lahat” dan “Tuntutlah ilmu sekalipun ke negeri Cina”.

Dalam Media Islamika (2007), dorongan dari Alquran dan perintah dari Rasulullah tersebut telah
dipraktikkan oleh generasi Islam pada masa abad pertengahan (abad ke 7-13 M). Hal ini terbukti
dengan banyaknya ilmuan-ilmuan Muslim tampil kepentas dunia ilmu pengetahuan, sains dan
teknologi, seperti Al-Farabi, Al-Kindi, Ibnu Sina, Ikhwanusshafa, Ibn Miskwaih, Nasiruddin al-
Thusi, Ibn rusyd, Imam al-Ghazali, Al-Biruni, Fakhrudin ar-Razy, Imam Hanafi, Imam Malik, Imam
Syafi’i, Imam Hambali dan lain-lain. Ilmu yang mereka kembangkanpun berbagai macam disiplin
ilmu, bahkan meliputi segala cabang ilmu yang berkembang pada masa itu, antara lain: ilmu
Filsafat, Fisika, Astronomi, Astrologi, Alkemi, Kedokteran, Optik, Farmasi, Tasauf, Fiqih, Tafsir,
Ilmu Kalam dan sebagainya.

Pada masa itu kejayaan, kemakmuran, kekuasaan dan politik berada di bawah kendali umat
Islam, karena mereka meguasai sains, ilmu pengetahuan dan teknologi. Rasululullah SAW
pernah bersabda: “Umatku akan jaya dengan ilmu dan harta”. Banyak lagi hadits-hadits beliau
yang memberikan anjuran dan motivasi kepada umatnya untuk belajar menuntut ilmu, namun
dalam kesempatan ini tentunya tidak dapat disebutkan semuanya.

3. GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS

Generasi terbaik umat ini adalah para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka adalah
sebaik-baik manusia. Lantas disusul generasi berikutnya, lalu generasi berikutnya. Tiga kurun ini
merupakan kurun terbaik dari umat ini. Dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhuma, bahwa
dia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ْ َخي َْر أُ همتِـي قَرْ نِي ثُ هم اله ِذيْنَ يَلُونَ ُه ْم ثُ هم الهذِينَ يَلُونَ ُهم‬

“Sebaik-baik umatku adalah pada masaku. Kemudian orang-orang yang setelah mereka
(generasi berikutnya), lalu orang-orang yang setelah mereka.” (Shahih Al-Bukhari, no. 3650)

Mereka adalah orang-orang yang paling baik, paling selamat dan paling mengetahui dalam
memahami Islam. Mereka adalah para pendahulu yang memiliki keshalihan yang tertinggi (as-
salafu ash-shalih).

Maka, istilah as-salafu ash-shalih secara mutlak dilekatkan kepada tiga kurun yang utama. Yaitu
para sahabat, at-tabi’un, dan atba’u tabi’in (para pengikut tabi’in). Siapapun yang mengikuti
mereka dari aspek pemahaman, i’tiqad, perkataan maupun amal, maka dia berada di atas
manhaj as-salaf. Adanya ancaman yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap orang-
orang yang memilih jalan-jalan selain jalan yang ditempuh as-salafu ash-shalih, menunjukkan
wajibnya setiap muslim berpegang dengan manhaj as-salaf. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:

‫يرا‬
ً ‫ص‬ِ ‫سا َءتْ َم‬ ْ ُ‫سبِي ِل الْ ُمؤْ ِمنِينَ ن َُو ِل ِه َما تَ َولهى َون‬
َ ‫ص ِل ِه َج َهنه َم َو‬ َ ‫الرسُو َل ِم ْن بَعْ ِد َما تَبَيهنَ لَهُ الْ ُهدَى َويَتهبِ ْع‬
َ ‫غي َْر‬ ‫ق ه‬ ِ ِ‫َو َم ْن يُشَاق‬
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan
yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah

14
dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk
tempat kembali.” (An-Nisa’: 115)

Inilah beberapa generasi terbaik yang beliau sebutkan dalam hadits tersebut:

1. Sahabat

Sahabat adalah orang-orang yang bertemu dan melihat Rasulullah secara langsung serta
membantu perjuangan beliau. Menurut Imam Ahmad, siapa saja diantara orang beriman yang
bertemu dan melihat Rasulullah, baik sebulan, sepekan, sehari atau bahkan hanya sewaktu-
waktu maka ia dikatakan sebagai sahabat. Derajatnya masing-masing ditentukan dengan lama
apa pun ia menyertai Rasulullah.

Para sahabat merupakan orang-orang yang mewariskan ilmu dari Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam. Diantara sahabat yang terbaik adalah para Khulafaur Rasyidin, kemudian 10 orang
sahabat yang terisi oleh Rasulullah yang mendapatkan jaminan surga.

2. Tabi'in

Tabi'in adalah orang-orang beriman yang hidup pada masa Rasulullah atau setelah beliau wafat
tetapi tidak bertemu dengan Rasulullah dan bertemu serta melihat para sahabat. Tabi'in
merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan ilmu dari para sahabat Rasulullah.

Salah seorang terbaik dari generasi Tabi'in adalah Uwais Al Qarn, yang pernah mendatangi
rumah Rasulullah untuk mendapatkan kemuliaan menjadi sahabat, tetapi tidak berhasil
bertemu dengan beliau. Uwais Al Qarn, pernah mengajar secara langsung melalui lisan
Rasulullah sebagai orang yang asing di bumi tapi terkenal di langit. Bahkan Rasulullah
memerintahkan sahabatnya, Umar dan Ali, untuk mencari Uwais dan meminta meminta di
doakan, karena ia merupakan orang yang memiliki doa yang diijabah oleh Allah.

Adapun diantara orang-orang yang tergolong menciptakan tabi'in lainnya yakni Umar bin Abdul
Aziz, Urwah bin Zubair, Ali Zainal Abidin bin Al Husein, Muhammad bin Al Hanafiyah, Hasan Al
Bashri dan yang lainnya.

3. Tabi'ut Tabi'in

Tabi'ut tabi'in adalah orang beriman yang hidup pada masa sahabat atau setelah mereka wafat
tetapi tidak bertemu dengan sahabat dan bertemu dengan generasi tabi'in. tabi'ut tabi'in
merupakan orang-orang yang belajar dan mewariskan ilmu dari para tabi'in.

Diantara orang-orang yang termasuk dalam generasi ini adalah Imam Malik bin Anas, Sufyan bin
Uyainah, Sufyan Ats-Tsauri, Al Auza'i, Al Laits bin Saad dan yang lainnya.

Merekalah generasi terbaik umat ini, maka selayaknya kita sebagai umat Muslim yang datang
belakangan untuk mencontoh dan mengambil ilmu dari kitab-kitab yang telah mereka tuliskan.
Semoga kita bisa mengikuti generasi terbaik umat ini.

4. PENGERTIAN SALAF (REFERENSI HADITS)

Definisi Salaf (‫)ُالسهلَف‬

15
Menurut bahasa (etimologi), Salaf ( ‫ ) ُاَلسهلَف‬artinya yang terdahulu (nenek moyang), yang lebih
tua dan lebih utama. Salaf berarti para pendahulu. Jika dikatakan (‫الرجُل‬ ‫ف ه‬ُ َ‫سل‬
َ ِ) salaf seseorang,
maksudnya kedua orang tua yang telah mendahuluinya.

Menurut istilah (terminologi), kata Salaf berarti generasi pertama dan terbaik dari ummat (Islam)
ini, yang terdiri dari para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan para Imam pembawa petunjuk
pada tiga kurun (generasi/masa) pertama yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,
sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

‫اس قَرْ نِ ْي ثُ هم اله ِذيْنَ يَلُ ْونَ ُه ْم ثُ هم اله ِذيْنَ يَلُ ْونَ ُهم‬
ِ ‫ْ َخي ُْر النه‬.
“Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu masa para Sahabat), kemudian yang
sesudahnya (masa Tabi’in), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’ut Tabi’in).”

Menurut al-Qalsyani: “Salafush Shalih adalah generasi pertama dari ummat ini yang pemahaman
ilmunya sangat dalam, yang mengikuti petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjaga
Sunnahnya. Allah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallamdan
menegak-kan agama-Nya…”

Syaikh Mahmud Ahmad Khafaji berkata di dalam kitabnya, al-‘Aqiidatul Islamiyyah bainas
Salafiyyah wal Mu’tazilah: “Penetapan istilah Salaf tidak cukup dengan hanya dibatasi waktu saja,
bahkan harus sesuai dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih
(tentang ‘aqidah, manhaj, akhlaq dan suluk-pent.). Barangsiapa yang pendapatnya sesuai
dengan Al-Qur-an dan As-Sunnah mengenai ‘aqidah, hukum dan suluknya menurut pemahaman
Salaf, maka ia disebut Salafi meskipun tempatnya jauh dan berbeda masanya. Sebaliknya,
barangsiapa pendapatnya menyalahi Al-Qur-an dan As-Sunnah, maka ia bukan seorang Salafi
meskipun ia hidup pada zaman Sahabat, Ta-bi’in dan Tabi’ut Tabi’in.

Penisbatan kata Salaf atau as-Salafiyyuun bukanlah termasuk perkara bid’ah, akan tetapi
penisbatan ini adalah penisbatan yang syar’i karena menisbatkan diri kepada generasi pertama
dari ummat ini, yaitu para Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.

Ahlus Sunnah wal Jama’ah dikatakan juga as-Salafiyyuun karena mereka mengikuti manhaj
Salafush Shalih dari Sahabat dan Tabi’ut Tabi’in. Kemudian setiap orang yang mengikuti jejak
mereka serta berjalan berdasarkan manhaj mereka -di sepanjang masa-, mereka ini disebut
Salafi, karena dinisbatkan kepada Salaf. Salaf bukan kelompok atau golongan seperti yang
difahami oleh sebagian orang, tetapi merupakan manhaj (sistem hidup dalam ber-‘aqidah,
beribadah, berhukum, berakhlak dan yang lainnya) yang wajib diikuti oleh setiap Muslim. Jadi,
pengertian Salaf dinisbatkan kepada orang yang menjaga keselamatan ‘aqidah dan manhaj
menurut apa yang dilaksanakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat
Radhiyallahu anhum sebelum terjadinya perselisihan dan perpecahan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (wafat th. 728 H) berkata: “Bukanlah merupakan
aib bagi orang yang menampakkan manhaj Salaf dan menisbatkan dirinya kepada Salaf, bahkan
wajib menerima yang demikian itu karena manhaj Salaf tidak lain kecuali kebenaran.”

Definisi Ahlus Sunnah wal Jama’ah

Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah: Mereka yang menempuh seperti apa yang pernah ditempuh
oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Disebut

16
Ahlus Sunnah, karena kuatnya (mereka) berpegang dan berittiba’ (mengikuti) Sunnah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum.

As-Sunnah menurut bahasa (etimologi) adalah jalan/cara, apakah jalan itu baik atau buruk.

Sedangkan menurut ulama ‘aqidah (terminologi), As-Sunnah adalah petunjuk yang telah
dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya, baik tentang ilmu,
i’tiqad (keyakinan), perkataan maupun perbuatan. Dan ini adalah As-Sunnah yang wajib diikuti,
orang yang mengikutinya akan dipuji dan orang yang menyalahinya akan dicela.

Pengertian As-Sunnah menurut Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah (wafat 795 H): “As-Sunnah
ialah jalan yang ditempuh, mencakup di dalamnya berpegang teguh kepada apa yang
dilaksanakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para khalifahnya yang terpimpin dan lurus
berupa i’tiqad (keyakinan), perkataan dan perbuatan. Itulah As-Sunnah yang sempurna. Oleh
karena itu generasi Salaf terdahulu tidak menamakan As-Sunnah kecuali kepada apa saja yang
mencakup ketiga aspek tersebut. Hal ini diriwayatkan dari Imam Hasan al-Bashri (wafat th. 110
H), Imam al-Auza’i (wafat th. 157 H) dan Imam Fudhail bin ‘Iyadh (wafat th. 187 H).”

Disebut al-Jama’ah, karena mereka bersatu di atas kebenaran, tidak mau berpecah-belah dalam
urusan agama, berkumpul di bawah kepemimpinan para Imam (yang berpegang kepada) al-
haqq (kebenaran), tidak mau keluar dari jama’ah mereka dan mengikuti apa yang telah menjadi
kesepakatan Salaful Ummah.

Jama’ah menurut ulama ‘aqidah (terminologi) adalah generasi pertama dari ummat ini, yaitu
kalangan Sahabat, Tabi’ut Tabi’in serta orang-orang yang mengikuti dalam kebaikan hingga hari
Kiamat, karena berkumpul di atas kebenaran.

Imam Abu Syammah asy-Syafi’i rahimahullah (wafat th. 665 H) berkata: “Perintah untuk
berpegang kepada jama’ah, maksudnya adalah berpegang kepada kebenaran dan mengikutinya.
Meskipun yang melaksanakan Sunnah itu sedikit dan yang menyalahinya banyak. Karena
kebenaran itu apa yang dilaksanakan oleh jama’ah yang pertama, yaitu yang dilaksanakan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya tanpa melihat kepada orang-orang
yang menyimpang (melakukan kebathilan) sesudah mereka.”

Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu:

‫عةُ َما َوافَقَ الْ َحقه َوإِ ْن كُنْتَ َو ْحدَك‬


َ ‫َاَلْ َج َما‬
“Al-Jama’ah adalah yang mengikuti kebenaran walaupun engkau sendirian.”

Jadi, Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang yang mempunyai sifat dan karakter mengikuti
Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjauhi perkara-perkara yang baru dan bid’ah
dalam agama.

Karena mereka adalah orang-orang yang ittiba’ (mengikuti) kepada Sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengikuti Atsar (jejak Salaful Ummah), maka mereka juga
disebut Ahlul Hadits, Ahlul Atsar dan Ahlul Ittiba’. Di samping itu, mereka juga dikatakan sebagai
ath-Thaa-ifatul Manshuurah (golongan yang mendapatkan per-tolongan Allah), al-Firqatun
Naajiyah (golongan yang selamat), Ghurabaa’ (orang asing).

Tentang ath-Thaa-ifatul Manshuurah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ber-sabda:

17
َ ‫ََلَتَزَ ا ُل م ِْن أُ هم ِت ْي أُ همةٌ قَا ِئ َمةٌ ِبأ َ ْم ِر هللاِ َلَ َيض ُُّرهُ ْم َم ْن َخذَلَ ُه ْم َوَلَ َم ْن خَالَفَ ُه ْم َحتهى َيأْ ِت َي ُه ْم أَ ْم ُر هللاِ َوهُ ْم‬.
‫علَى ذَلِك‬

“Senantiasa ada segolongan dari ummatku yang selalu menegakkan perintah Allah, tidak akan
mencelakai mereka orang yang tidak menolong mereka dan orang yang menyelisihi mereka
sampai datang perintah Allah dan mereka tetap di atas yang demikian itu.”

Tentang al-Ghurabaa’, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ فَطُ ْوبَى لِلْغ َُربَاء‬،ً‫سيَعُ ْودُ َك َما بَ َدأَ غ َِريْبا‬


َ ‫ َو‬،ً‫ِبَ َدأَ اْ ِْل ْسالَ ُم غ َِريْبا‬
“Islam awalnya asing, dan kelak akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah
bagi al-Ghurabaa’ (orang-orang asing).”

Sedangkan makna al-Ghurabaa’ adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr
bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu ketika suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menerangkan tentang makna dari al-Ghurabaa’, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫صيْ ِه ْم أَ ْكثَ ُر ِم هم ْن يُطِ يْ ُع ُهم‬ ِ ‫صا ِلح ُْونَ فِ ْي أُن‬


ِ ْ‫َاس س ُْوءٍ َكثِي ٍْر َم ْن يَع‬ ٌ ‫ْأُن‬
َ ‫َاس‬
“Orang-orang yang shalih yang berada di tengah banyaknya orang-orang yang jelek, orang yang
mendurhakai mereka lebih banyak daripada yang mentaati mereka.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda mengenai makna al-Ghurabaa’: ‫َاَله ِذيْن‬

‫سا ِد النهاس‬
َ َ‫ص ِلح ُْونَ ِعنْ َد ف‬
ْ ُ‫ِي‬

“Yaitu, orang-orang yang senantiasa memperbaiki (ummat) di tengah-tengah rusaknya manusia.”

Ahlus Sunnah, ath-Tha-ifah al-Manshurah dan al-Firqatun Najiyah semuanya disebut juga Ahlul
Hadits. Penyebutan Ahlus Sunnah, ath-Thaifah al-Manshurah dan al-Firqatun Najiyah dengan
Ahlul Hadits suatu hal yang masyhur dan dikenal sejak generasi Salaf, karena penyebutan itu
merupakan tuntutan nash dan sesuai dengan kondisi dan realitas yang ada. Hal ini diriwayatkan
dengan sanad yang shahih dari para Imam seperti: ‘Abdullah Ibnul Mubarak: ‘Ali Ibnul Madini,
Ahmad bin Hanbal, al-Bukhari, Ahmad bin Sinan dan yang lainnya.

Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “Apabila aku melihat seorang ahli hadits, seolah-olah aku
melihat seorang dari Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mudah-mudahan Allah
memberikan ganjaran yang terbaik kepada mereka. Mereka telah menjaga pokok-pokok agama
untuk kita dan wajib atas kita berterima kasih atas usaha mereka.”

Imam Ibnu Hazm azh-Zhahiri rahimahullah menjelaskan mengenai Ahlus Sunnah: “Ahlus Sunnah
yang kami sebutkan itu adalah ahlul haqq, sedangkan selain mereka adalah Ahlul Bid’ah. Karena
sesungguhnya Ahlus Sunnah itu adalah para Sahabat Radhiyallahu anhum dan setiap orang yang
mengikuti manhaj mereka dari para Tabi’in yang terpilih, kemudian ashhaabul hadits dan yang
mengikuti mereka dari ahli fiqih dari setiap generasi sampai pada masa kita ini serta orang-orang
awam yang mengikuti mereka baik di timur maupun di barat.”

5. ISLAM, AJARAN TENTANG BERBAGI SERTA KEADILAN PENEGAKAN HUKUM


Bersedekah adalah suatu ibadah yang dapat kita lakukan kapan saja. Bersedekah sangat
dianjurkan dalam Islam.Dengan bersedekah, hubungan bersosial bisa menjadi lebih baik.

18
Bersedekah juga menjauhkan diri dari sikap sombong dan angkuh. Memberikan sesuatu dengan
ikhlas kepada oang lain dapat meringankan beban mereka.

Sedekah berasal dari bahasa Arab "shadaqoh" yang artinya adalah suatu pemberian dari seorang
muslim kepada orang lain secara sukarela tanpa adanya batasan waktu dan jumlah
tertentu.Allah berfirman dalam surat An-Nisa ayat 114 yang menyuruh umat muslim untuk
senantiasa berbuat kebaikan salah satunya dengan bersedekah.

َ ْ‫اس ۚ َو َمن يَفْ َعلْ َٰذَلِكَ ٱبْتِغَآ َء َمر‬ َٰ ْ ‫ص َدقَ ٍة أَ ْو معْ ُروفٍ أَ ْو إ‬
‫ف‬ َ َ‫ٱَّلل ف‬
َ ‫س ْو‬ ِ‫ت ه‬ ِ ‫ضا‬ ٍ َ‫صل‬
ِ ‫ح بَيْنَ ٱلنه‬ ِ َ َ ِ‫ِير مِن نهج َْو َٰٮ ُه ْم ِإ هَل َم ْن أَ َم َر ب‬
ٍ ‫هَل َخي َْر فِى َكث‬
َ ‫نُؤْ تِي ِه أَ ْج ًرا‬
‫عظِ ي ًما‬
Artinya:"Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan
dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan
perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari
keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar."

Bentuk-bentuk sedekah

Bersedekah tak hanya berupa harta, tapi bisa dengan apapun seperti menolong orang lain
dengan tenaga dan pikirannya, senyum, memberi nafkah keluarga, mengajarkan ilmu, berdzikir,
dan lain sebagainya.Cakupan bersedekah dalam Islam itu sangat luas. Namun, agar lebih utama,
harta benda yang kita miliki juga harus disedekahkan kepada orang-orang yang membutuhkan.

Ayat-ayat tentang bersedekah

Allah telah menjelaskan dalam beberapa ayat mengenai sedekah. Di antaranya sebagai berikut:

1. Surat Al Baqarah ayat 177.

‫ب َوالنه ِب ّٖينَ ۚ َو َٰاتَى ۡال َما َل‬ ٓ


ِ ‫اَلخِ ِر َو ۡال َم َٰل ِٕٮ َک ِة َو ۡال ِك َٰت‬ َٰ ۡ ‫اَّلل َو ۡال َي ۡو ِم‬
ِ ‫ب َو َٰلـ ِكنه ۡال ِب هر َم ۡن َٰا َمنَ ِب ه‬ ِ ‫ق َو ۡال َم ۡغ ِر‬ِ ‫س ۡال ِب هر اَ ۡن تُ َولُّ ۡوا ُوج ُۡوهَكُمۡ ِق َب َل ۡال َم ۡش ِر‬ َ ‫لَ ۡي‬
ۡ
ۡ‫الزکوةَ ۚ َوال ُم ۡوفُ ۡونَ بِعَهۡ ِدهِم‬ َٰ َٰ
‫ام الصهلوةَ َواتَى ه‬ َٰ َ َ‫بۚ َواَق‬ ِ ‫الرقَا‬ ۡ َٰ ۡ ۡ
ِ ‫ع َٰلى حُبِ ّٖه ذَ ِوى القُ ۡربَٰى َواليَتمَٰ ى َوال َمسَٰ ك ِۡينَ َو ۡابنَ السهبِ ۡي ۙ ِل َوالسهآٮِٕل ِۡينَ َوفِى‬ َ
‫ولٮِٕكَ هُ ُم ۡال ُمتهقُ ۡون‬ ٓ َٰ ُ‫ص َدقُ ۡوا ؕۚ َوا‬ َ‫ن‬ ۡ
‫ِي‬ ‫ذ‬ ‫ه‬ ‫ل‬‫ا‬ َ‫ِٕك‬ ‫ٮ‬ ٓ‫ول‬
َٰ ُ ‫ا‬ ‫س‬
ؕ ۡ
‫ا‬ ‫ب‬ ۡ
‫ال‬ َ‫ن‬ ۡ
‫ي‬ ِ‫ح‬‫و‬ ِ‫ء‬ٓ ‫ا‬‫هر‬ ‫ض‬ ‫ال‬‫و‬ ِ‫ء‬ٓ ‫ا‬‫س‬ ۡ
‫ا‬ ‫ب‬ ۡ
‫ال‬ ‫ى‬ ‫ف‬
ِ َ‫ن‬‫ي‬ۡ ‫ر‬ ‫ب‬ ‫ص‬ ‫ال‬ ‫و‬ ۚۚ ‫ا‬‫ُو‬ۡ ‫د‬ ‫ه‬ َٰ‫ع‬ ‫ا‬َ ‫ذ‬ ِ‫َا‬
َ ِ َ َ ‫ه‬ َ َ َ ِِ ‫ه‬ َ َ
Artinya:"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan
tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat,
kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang
meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat;
dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar
(imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa."

2. Surat Al Baqarah ayat 254.

‫عةٌ ؕ َو ۡال َٰكف ُِر ۡونَ هُ ُم الظه ِل ُم ۡون‬ ٰۤ


َ ‫َ َٰيـاَيُّ َها الهذ ِۡينَ َٰا َمن ُٰۡۤوا اَ ۡن ِفقُ ۡوا ِم هما َرزَ ۡق َٰنكُمۡ م ِۡن قَ ۡب ِل اَ ۡن ي ۡهات‬
َ ‫ِى يَ ۡو ٌم هَل بَ ۡي ٌع ف ِۡي ِه َو ََل ُخلهةٌ هو ََل‬
َ ‫شفَا‬
Artinya:"Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang
telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan
tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim."

3. Surat Al Baqarah ayat 274.

‫علَ ۡي ِهمۡ َو ََل هُمۡ يَ ۡحزَ ن ُۡون‬ ٌ ‫ع َالنِيَةً فَلَ ُهمۡ اَ ۡج ُرهُمۡ ع ِۡن َد َربِ ِهمۡ ۚ َو ََل خ َۡو‬
َ ‫ف‬ ِ ‫َاَلهذ ِۡينَ ي ُۡن ِفقُ ۡونَ اَمۡ َوالَ ُهمۡ بِاله ۡي ِل َوالنه َه‬
َ ‫ار س ًِّرا هو‬

19
Artinya:"Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara
tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati."

Keutamaan sedekah.

1. Bersedekah tidak akan mengurangi rezeki.Jika kita melakukan sedekah, hal tersebut tidak
akan mengurangi harta atau rezeki kita. Justru Allah akan menggantinya dengan rezeki yang
sebaik-baiknya.

Seperti dalam firman Allah pada Alquran surat Saba ayat 39 yang Artinya: Katakanlah:
"Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-
hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". Dan barang apa saja yang
kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-
baiknya."

2. Membuka pintu rezeki.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwasanny Rosulullah Shallallahu’ alaihi wasallam
bersabda

"Tidak ada suatu hari pun ketika seorang hamba melewati paginya kecuali akan turun dua
malaikat. Lalu salah satunya berkata, "Ya Allah berikanlah pengganti bagi siapa yang
menafkahkan hartanya", sedangkan yang satunya lagi berkata, "Ya Allah berikanlah kehancuran
(kebinasaan) kepada orang yang menahan hartanya (bakhil)." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dai hadits tersebut dijelaskan bahwa bersedekah justru akan membuka pintu rezeki yang baru.

3. Dapat menghapus dosa dosa

Rasulullah bersabda, "Sedekah dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api." (HR.
Tirmidzi)

Allah hanya akan mengampuni dosa-dosa seseorang yang telah bersedekah dengan syarat orang
tersebut mengikutinya dengan taubat. Dan jika seseorang melakukan sedekah dengan niat agar
dosa-dosanya dianggap impas, maka sesungguhnya hal ini tidaklah dibenarkan.

4. Dijauhkan dari api neraka

Rasulullah Sholallahu Alaihi Wassalam bersabda, "Jauhilah neraka walupun hanya dengan
(sedekah) sebiji kurma, kalau kamu tidak menemukan sesuatu, maka dengan omongan yang
baik." (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim)

5. Merupakan amal jariyah

Sedekah merupakan salah satu amal jariyah yang pahalanya tidak akan pernah putus, bahkan
saat kita sudah meninggal. Rasulullah bersabda, "Jauhilah neraka walupun hanya dengan
(sedekah) sebiji kurma, kalau kamu tidak menemukan sesuatu, maka dengan omongan yang
baik." (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim.)

Penegakan Hukum

20
Terdapat beberapa faktor yang dapat mendukung tegaknya hukum di suatu Negara antara lain:
Kaidah hukum, Penegak hukum, Fasilitas dan Kesadaran hukum warga Negara. Dalam
pelaksanaannya masih tergantung pada sistem politik Negara yang bersangkutan. Jika sistem
politik Negara itu otoriter maka sangat tergantung penguasa bagaimana kaidah hukum, penegak
hukum dan fasilitas yang ada. Adapun warga Negara ikut saja kehendak penguasa (lihat
synopsis). Pada sistem politik demokratis juga tidak semulus yang kita bayangkan. Meski warga
Negara berdaulat, jika sistem pemerintahannya masih berat pada eksekutif (Executive heavy)
dan birokrasi pemerintahan belum direformasi, birokratnya masih “kegemukan” dan bermental
mumpung, maka penegakan hukum masih mengalami kepincangan dan kelambanan (kasus
“hotel bintang” di Lapas).

Belum lagi kaidah hukum dalam hal perundang-undangan yang simpang siur penerapannya
(kasus Prita). Agar suatu kaidah hukum berfungsi maka bila kaidah itu berlaku secara yuridis,
maka kemungkinan besar kaidah tersebut merupakan kaidah mati (dode regel), kalau secara
sosiologis (teori kekuasaan), maka kaidah tersebut menjadi aturan pemaksa (dwang maat regel).
Jika berlaku secara filosofi, maka kemungkinannya hanya hukum yang dicita-citakan yaitu ius
constituendum. Kaidah hukum atau peraturan itu sendiri, apakah cukup sistematis, cukup
sinkron, secara kualitatif dan kuantitatif apakah sudah cukup mengatur bidang kehidupan
tertentu. Dalam hal penegakan hukum mungkin sekali para petugas itu menghadapi masalah
seperti sejauh mana dia terikat oleh peraturan yang ada, sebatas mana petugas diperkenankan
memberi kebijaksanaan. Kemudian teladan macam apa yang diberikan petugas kepada
masyarakat. Selain selalu timbul masalah jika peraturannya baik tetapi petugasnya malah kurang
baik. Demikian pula jika peraturannya buruk, maka kualitas petugas baik.

Fasilitas merupakan sarana dalam proses penegakan hukum. Jika sarana tidak cukup memadai,
maka penegakan hukum pun jauh dari optimal. Mengenai warga negara atau warga masyarakat
dalam hal ini tentang derajat kepatuhan kepada peraturan. Indikator berfungsinya hukum
adalah kepatuhan warga. Jika derajat kepatuhan rendah, hal itu lebih disebabkan oleh
keteladanan dari petugas hukum.

Keadilan

Pengertian keadilan dapat ditinjau dari dua segi yakni keadilan hukum dan keadilan sosial.
Adapun keadilan mengandung asas kesamaan hukum artinya setiap orang harus diperlakukan
sama di hadapan hukum. Dengan kata lain hukum harus diterapkan secara adil. Keadilan hukum
ternyata sangat erat kaitannya dengan implementasi hukum di tengah masyarakat. Untuk
mencapai penerapan dan pelaksanaan hukum secara adil diperlukan kesadaran hukum bagi para
penegak hukum.

Dengan demikian guna mencapai keadilan hukum itu, maka faktor manusia sangat penting.
Keadilan hukum sangat didambakan oleh siapa saja termasuk penjahat (pembunuh, pemerkosa,
dan koruptor). Jika dalam suatu negara ada yang cenderung bertindak tidak adil secara hukum,
termasuk hakim, maka pemerintah harus bertindak mencegahnya. Pemerintah harus
menegakkan keadilan hukum, bukan malah berlaku zalim terhadap rakyatnya. Keadilan sosial
terdapat dalam kehidupan masyarakat, terdapat saling tolong-menolong sesamanya dalam
berbuat kebaikan. Terdapat naluri saling ketergantungan satu dengan yang lain dalam
kehidupan sosial (interdependensi). Keadilan sosial itu diwujudkan dalam bentuk upah yang
seimbang, untuk mencegah diskriminasi ekonomi. Keadilan sosial adalah persamaan

21
kemanusiaan, suatu penyesuaian semua nilai, nilai-nilai yang termasuk dalam pengertian
keadilan. Kepemilikan atas harta seharusnya tidak bersifat mutlak. Perlu dilakukan pemerataan,
distribusi kekayaananggota masyarakat. Bagaimana pemilik harta seharusnya menggunakan
hartanya. Penimbunan atau konsentrasi kekayaan, sehingga tidak dimanfaatkan dalam sirkulasi
dan distribusi akan merugikan kepentingan umum. Sebaiknya harta kekayaan itu digunakan
sebaik mungkin dan memberikan manfaat bagi pemiliknya maupun bagi masyarakat.

Hukum dan Keadilan Dalam Islam

Menurut M. Natsir adalah suatu penegasan, ada undang-undang yang disebut Sunnatullah yang
nyata-nyata berlaku dalam kehidupan manusia pada umumnya. Perikehidupan manusia hanya
dapat berkembang maju dalam berjama’ah (Society).

Man is born as a social being. Hidup perorangan dan hidup bermasyarakat berjalin, yang satu
bergantung pada yang lain. Kita mahluk sosial harus berhadapan dengan berbagai macam
persoalan hidup, dari persoalan rumah tangga, hidup bermasyarakat, berbangsa, bernegara,
berantara negara, berantar agama dan sebagainya, semuanya problematika hidup duniawi yang
bidangnya amat luas. Maka risalah Muhammad Saw, meletakkan beberapa kaidah yang
memberi ketentuan-ketentuan pokok guna memecahkan persoalan-persoalan.

Kestabilan Hidup bermasyarakat memerlukan tegaknya keadilan lanjut M. Natsir. Tiap-tiap


sesuatu yang melukai rasa keadilan terhadap sebagian masyarakat, maka bisa merusak
kestabilan secara keseluruhan. Menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat dan bangsa
diawali dengan kedaulatan hukum yang ditegakkan. Semua anggota masyarakat berkedudukan
sama di hadapan hukum. Jadi di hadapan hukum semuanya sama, mulai dari masyarakat yang
paling lemah sampai pimpinan tertinggi dalam Negara.

“Dan janganlah rasa benci kamu kepada suatu golongan menyebabkan kamu tidak berlaku adil.
Berlaku adilah, karena itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah karena
sesungguhnya Allah amat mengetahui apa yang kamu kerjakan”(QS.5:8).

“Dengarlah dan taatilah sekalipun andaikata yang menjalankan hukum atasmu seseorang budak
Habsyi yang kepalanya seperti kismis selama dijalankannya hukum Allah Swt”. (H.R.Buchori dari
Anas)

Tidak mungkin hukum dan keadilan dapat tegak berdiri keadilan dapat tegak berdiri kokoh
apabila konsep persamaan itu diabaikan. Implementasi keadilan hukum di masyarakat dewasa
ini banyak ditemui sandungan yang menyolok atas pandangan lebih terhadap orang yang punya
kedudukan tinggi, yang punya kekayaan melimpah, sehingga rakyat banyak telah menyimpan
imej bertahun-tahun bahwa di negeri ini keadilan itu dapat dibeli. Lebih jauh kesamaan itu
dijabarkan Rachman di bukunya Political Science and Government dalam Ramly Hutabarat di
bukunya Hukum dan Demokrasi (1999) yaitu, yakni:

a. Manusia secara alamiah dilahirkan sama (Natural Equality)

b. Setiap masyarakat memiliki kesamaan hak sipil

c. Semua warga negara memiliki hak yang sama mendapatkan lapangan pekerjaan

22
d. Semua warga Negara sama kedudukannya dalam politik.

QS.4:135.”Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu orang yang tegak menegakkan
keadilan, menjadi saksi kebenaran karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu
bapakmu atau kerabatmu”

23
Daftar Pustaka
Abdurrahim, Muhammad, Imaduddin, Kuliah Tauhid, (Jakarta: Yayasan Sari Insan, 1989), h.16-
21, 54-56.

Al-Ghazali, Muhammad Selalu Melibatkan Allah, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2001), h.
28-39.

Jusuf, Zaghlul, Dr, SH., Studi Islam, (Jakarta: Ikhwan, 1993), h. 26-37.

Kadir, Muhammad Mahmud Abdul, Dr. Biologi Iman, (Jakarta: al-Hidayah, 1981), h. 9-11.

Khan, Waheduddin, Islam Menjawab Tantangan Zaman, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1983), h.
39-101.

Suryana, Toto, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Tiga Mutiara, 1996), h. 67-77.

Daradjat, Zakiah, Dasar-dasar Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996), h. 55-152.

DEPAG. (2000). Sains menurut perespektif Alquran. Jakarta: Dwi Rama.

Gordon, S. (2008). Asia menguasai dunia. Jakarta: Cahaya Insan Suci.

Hafidhuddin, D. (1998). Dakwah actual. Jakarta: Gema Insani Press.

Hasan, M. T. (2005). Prospek Islam dalam menghadapi tantangan zaman. Jakarta: Lantabora
Press.

Kartanegara, M. (2006). Reaktualisasi tradisi ilmiah Islam. Jakarta: Baitul Ihsan.

Media Islamika. (2007). Jurnal Kedokteran, Kesehatan dan Keislaman Fak. Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN S Jakarta. MI, Vol. 4, No. 1, Mei 2007.

Rahardjo, M. D. (2002). Ensiklopedi Alquran tafsir sosila berdasarkan konsep-konsep kunci.


Jakarta: Paramadina.

Sarwar, H. G. (1994). Filsafat Alquran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Turner, H. R. 2004. Sains Islam yang mengagungkan sebuah catatan terhadap abad pertengahan.
Bandung: Nuansa Bandung.

Yatim, B. (1997). Sejarah peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Hamzah, Andi Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, 2005.

Natsir,M Demokrasi dibawah Hukum, Media Dakwah, Jakarta Cet.III 2002.

Hutabarat, Ramly Hukum dan Demokrasi menurut M.Natsir, Biro Riset DDII Jakarta, 1999.

Soekamto, Soeryono, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Radja Gravindo


Persada, Jakarta 1993

_________, penegakan Hukum, BPHN DEPKES, 1983

Natsir, Chaidar, Republika Minggu, 7 Maret 2010

24
25

Anda mungkin juga menyukai