Anda di halaman 1dari 6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kegawatdaruratan Pada Kasus Obstetri


2.1.1. Epidemiologi
Kedaruratan Obstetrik adalah suatu keadaan klinik yang apabila
tidak segera ditangani akan berakibat kesakitan yang berat bahkan
kematian ibu dan janinnya. Secara umum terdapat 4 penyebab utama
kematian ibu, janin dan bayi baru lahir,yaitu (1) perdarahan, (2) infeksi,
sepsis (3) hipertensi, preeklampsia, eklampsia (4) persalinan macet
(distosia). Persalinan macet hanya terjadi pada saat persalinan
berlangsung, sedangkan ketiga penyebab lain dapat terjadi dalam
kehamilan, persalinan, dan masa nifas.
Kedaruratan obstetrik adalah kondisi kesehatan yang mengancam
jiwa yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan
kelahiran. Terdapat sekian banyak penyakit dan gangguan dalam
kehamilan yang mengancam keselamatan ibu dan bayinya. Jenis-jenis
kedaruratan obstetri yang dibahas yakni :
1. Pendarahan Pasca Salin (PPS)
2. Ruptur uteri
3. Distosia Bahu
4. Hipertensi Dalam Kehamilan.
Lima hingga sepuluh persen wanita hamil akan mengalami cedera
dimana mereka mencari perawatan medis. Untungnya, sebagian besar
kasus melibatkan trauma ringan atau sedang, tetapi mengancam jiwa
cedera mempersulit 3 dari 1000 kehamilan. Seperti halnya untuk wanita
tidak hamil di usia subur, motorik. Kecelakaan kendaraan adalah
mekanisme utama maternofetal trauma untuk wanita hamil juga. Falls
adalah yang kedua penyebab paling umum dari cedera pada pasien hamil.
Kehamilan adalah waktu peningkatan stres interpersonal, yang
menempatkan perempuan dalam risiko pelecehan. Frekuensi intim
Kekerasan pasangan selama kehamilan sulit ditegakkan tetapi diperkirakan
antara 1,2% dan 24% . Setelah trauma besar, pasien obstetri memiliki
tentang tingkat kematian yang sama dengan wanita tidak hamil dengan
luka yang sebanding. Namun, janin yang rentan adalah lima hingga tujuh
kali lebih mungkin meninggal karena cedera daripada ibunya.
Perawatan pasien trauma berat dipersulit oleh perubahan fisiologis
normal kehamilan (Tabel 43-1) dan dengan kehadiran pasien kedua, janin.
Kehamilan seharusnya tidak diizinkan mengalihkan perhatian dari
identifikasi cepat dan manajemen yang tepat cedera ibu. Resusitasi ibu
yang kuat masih ada prioritas perawatan awal dan memberi janin yang
terbaik kemungkinan kesempatan untuk bertahan hidup. Hampir semua
prosedur dan intervensi diagnostik digunakan secara rutin dalam
perawatan pasien trauma sama-sama sesuai untuk manajemen pasien
hamil, dengan tambahan beberapa prosedur diagnostik, modifikasi, dan
keamanan sederhana tindakan.

Kematian ibu menjadi isu penting dalam agenda upaya mencapai


derajat kesehatan yang optimal. Target MDG’s) tahun 2015 tujuan ke -5
adalah meningkatkan kualitas kesejahteraan ibu melahirkan dengan
indikator angka kematian ibu (AKI). AKI menggambarkan jumlah wanita
yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan
kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus
insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari
setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000
kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2010).
Kematian ibu dan bayi yang terjadi di Indonesia, salah satunya
disebabkan oleh komplikasi umum yang dapat diatasi dengan akses cepat
terhadap pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi yang berkualitas.
Kematian selama persalinan dan minggu pertama setelah melahirkan
diperkirakan menjadi penyebab dari 60% kematian ibu. Sekitar 25-50%
kematian neonatal terjadi dalam 24 jam pertama dan sekitar 75% dalam
minggu pertama. Kematian ibu terjadi karena tidak semua kehamilan
berakhir dengan persalinan yang berlangsung normal. Persalinan disertai
komplikasi sebesar 30,7%, di mana bila tidak ditangani dengan cepat dan
baik dapat meningkatkan kematian ibu. Kematian ibu banyak terjadi di
rumah, sedangkan kematian di fasilitas kesehatan hanya pada kasus
rujukan (Kemenkes RI, 2013).
Kematian ibu dan bayi yang terjadi di Indonesia, salah satunya
disebabkan oleh komplikasi umum yang dapat diatasi dengan akses cepat
terhadap pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi yang berkualitas.
Kematian selama persalinan dan minggu pertama setelah melahirkan
diperkirakan menjadi penyebab dari 60% kematian ibu. Sekitar 25-50%
kematian neonatal terjadi dalam 24 jam pertama dan sekitar 75% dalam
minggu pertama. Kematian ibu terjadi karena tidak semua kehamilan
berakhir dengan persalinan yang berlangsung normal. Persalinan disertai
komplikasi sebesar 30,7%, di mana bila tidak ditangani dengan cepat dan
baik dapat meningkatkan kematian ibu. Kematian ibu banyak terjadi di
rumah, sedangkan kematian di fasilitas kesehatan hanya pada kasus
rujukan (Kemenkes RI, 2013).
Penyebab tersebut terangkum dalam 4 Terlalu (terlalu tua, terlalu
muda, terlalu sering/rapat) dan 3 Terlambat (terlambat mengambil
keputusan, terlambat membawa, dan terlambat mendapat pelayanan).
Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah pemberdayaan perempuan
yang kurang baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga,
lingkungan masyarakat dan politik, kebijakan, ketidaksetaraan gender,
serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan. di
beberapa wilayah, keputusan tempat bersalin tidak ditentukan oleh ibu
yang sedang mengandung, melainkan oleh suami atau pihak keluarga
(Kemenkes RI, 2013).
Penyebab tidak langsung yang paling dominan adalah ibu hamil
anemia 51%, terlalu muda usianya (< 20 tahun) 10,3%, terlalu tua usianya
(> 35%) 11%, terlalu banyak anak (> 3-4 orang) 19,3%, terlalu dekat
jaraknya kurang dari 24 bulan 15% dan kurang dari 36 bulan 36%
(Kemenkes RI, 2013).
Perdarahan merupakan penyebab kematian tertinggi pada
kegawatdaruratan obstetri, yaitu sebanyak 28%. Persentase tertinggi kedua
disebabkan oleh eklampsia, yaitu sebanyak 24%. Sebab-sebab lainnya
antara lain infeksi (14,9 %), abortus (12,9 %), partus lama (6,9 %), emboli
(2,1 %), serta komplikasi pasca persalinan (9,2 %).
Perdarahan postpartum (pasca salin) merupakan penyebab
kematian maternal tertinggi di seluruh dunia terutama di negara-negara
miskin dan berkembang, dengan perkiraan sebanyak 140.000 wanita
meninggal setiap tahun akibat komplikasi perdarahan atau sebanyak 2%
dari seluruh wanita yang melahirkan, yang berarti terdapat seorang wanita
yang meninggal setiap 4 menit.
Angka kejadian preklampsia di dunia berkisar 5-7% dari seluruh
kehamilan. Sebaliknya di negara berkembang, angkanya cukup tinggi dan
di Indonesia berkisar 5-10%.5 Sibai et al, (2003), menyatakan bahwa
preeklampsia adalah sindroma yang merupakan komplikasi 3-5% dari
seluruh kehamilan dan berkontribusi terhadap tingginya tingkat morbiditas
dan mortalitas ibu dan janin.
2.1.2. Penyebab
2.1.2.1. Perdarahan
Darah yang keluar dari vagina pascamelahirkan dapat normal
terjadi dan disebut dengan lokia. Lokia terjadi akibat runtuhnya jaringan
rahim yang terbentuk ketika hamil. Awalnya, lokia berwarna merah
terang yang kemudian berubah menjadi merah muda dan cokelat
beberapa hari pascamelahirkan. Lokia ini dapat berhenti secara perlahan
selama empat hingga enam minggu.
Namun, selain darah berupa lokia yang normal terjadi, beberapa
wanita dapat mengalami perdarahan postpartum. Perdarahan pasca
melahirkan ditandai dengan jumlah darah yang keluar melebihi 500
mililiter pasca melahirkan normal atau lebih dari 1000 cc pasca
melahirkan dengan operasi Caesar. Perdarahan pasca melahirkan dapat
terjadi dalam 24 jam pertama pasca melahirkan, yang disebut dengan
perdarahan postpartum primer, atau terjadi setelah 24 jam
pascamelahirkan, yang disebut perdarahan postpartum sekunder.
Perdarahan post partum primer lebih banyak disebabkan
otot rahim yang lemas (atonia uteri). Selain itu, retensi plasenta,
luka robek pada rahim, leher rahim atau vagina, serta gangguan
pembekuan darah juga dapat membuat seorang wanita mengalami
perdarahan post partum primer, yang terjadi dalam 24 jam pertama
pascamelahirkan.
Sementara perdarahan post partum sekunder, yaitu
perdarahan yang terjadi setelah 24 jam setelah persalinan, lebih
banyak disebabkan karena peradangan pada rahim (endometritis).
Penyebab ini yang paling banyak mengakibatkan kematian
ibu pada hari kedua hingga kesepuluh pascamelahirkan. Di
samping endometritis, retensi plasenta juga dapat menyebabkan
perdarahan post partum sekunder. Selain plasenta, kantong air
ketuban yang masih tersisa dalam rahim dapat menyebabkan
perdarahan post partum. Sebagian plasenta atau kantong air
ketuban yang masih tersisa di dalam rahim tersebut membuat
rahim tidak bisa berkontraksi secara normal untuk menghentikan
perdarahan.
Beberapa faktor yang membuat wanita yang melahirkan
berisiko mengalami perdarahan pascamelahirkan, antara lain:
1. Riwayat perdarahan pada kehamilan sebelumnya.
2. Usia ibu melebihi 40 tahun saat melahirkan.
3. Melahirkan kembar.
4. Mengalami plasenta previa.
5. Preeklamsia.
6. Anemia saat kehamilan.
7. Persalinan dengan operasi cesar
8. Persalinan dengan induksi.
9. Proses persalinan lebih dari 12 jam.
10. Berat badan bayi yang lahir melebihi 4 kilogram.
2.1.2.2. Preeklampsia
2.1.2.3. Abrasi plasenta
2.1.2.4. Persalinan premature
2.1.2.5. Ruptur uterine
2.1.2.6. Cidera janin
2.1.3. Penanganan

Anda mungkin juga menyukai