Anda di halaman 1dari 11

UAS MATERIAL HANDLING

1. AMATI DISEKITAR KITA

2. BOLEH TOKO, PABRIK, DLL

3. JENIS USAHA TOKONYA APA,

4. MATERIAL HANDLING YANG DIGUNAKAN

5. MANFAATNYA APA

6. TUJUANNYA APA

7. PRINSIP DASARNYA APA (10 PRINSIP)

Objek yang diamati : Pabrik Tahu

Jenis Usahanya adalah Produksi/ Industri Skala Kecil (Home Industri)

Bahan-bahan
 Kacang kedelai
 Air
 Biang Tahu
 Minyak
 Garam
Peralatan
 Ember besar
 Tampah/ nyiru
 Kain saring/kain blancu
 Kain pengaduk
 Cetakan
 Rak bamboo
 Tungku
 Mesin penggiling
 Pisau
 Pallet Plastik
 Wajan Besar
 DLL
Proses Pembuatan

1. Perendaman
Perendaman biji akan memperlunak struktur sel sehingga akan mengurangi energi yang diperlukan
selama penggilingan. Struktur sel yang lunak juga akan mempermudah ekstraksi sari dari
ampasnya. Waktu perendaman tergantung suhu air perendam, umur dan varietas kedelai.
Penyerapan air lebih cepat jika menggunakan air panas, tetapi jika air yang digunakan terlalu panas
(lebih dari 55 0C) dapat menyebabkan kedelai setengah matang sehingga susu kedelai yang
dihasilkan menurun. Proses perendaman umumnya dilakukan secara manual oleh pengrajin sendiri.
Peralatan perendaman meliputi ember plastik dan sebagian merendamnya dalam keadaan masih
terbungkus karung. Perendaman kedelai dilakukan dengan cara menuangkan kedelai kering
kedalam bak perendaman (ember plastik) baik secara curah maupun dibungkus karung kemudian
diberi air secukupnya.

Seorang pengrajin tahu di Bantul mengemukakan bahwa biji kedelai yang dibeli dari pasar langsung
direndam tanpa penyortiran sebelumnya. Perendaman biasanya dilakukan pagi hari sebelum
penggilingan. Perendaman yang umum dilakukan berkisar antara 3-4 jam untuk kedelai impor dan
4-5 jam untuk kedelai lokal. Biji kedelai yang telah direndam kemudian dibersihkan dengan
menghilangkan air rendaman beserta kotoran-kotoran yang umumnya mengapung diatas air.

2. Penggilingan
Biji kedelai tersebut kemudian digiling menjadi bubur kedelai. Penggilingan bertujuan untuk
memperkecil ukuran partikel kedelai sehingga akan mempermudah ekstraksi protein kedalam susu
kedelai. Selama penggilingan dilakukan penambahan air dengan debit 1,8 liter per menit (Purwadi,
2000). Hal ini sesuai dengan pengamatan di industri tahu tempe PRIMKOPTI Ngoto Yogyakarta
yaitu setiap penggilingan 10 kg kedelai kering akan menghasilkan bubur kedelai ± 25-30 liter dengan
berat sekitar 45-50 kg. Jumlah kedelai untuk sekali penggilingan bervariasi ada yang 5kg sekali
giling dan ada juga yang 6 kg sekali giling.

 3. Pemasakan
Bubur kedelai yang diperoleh sebagai hasil penggilingan selanjutnya dimasukan ke dalam bak
masak dengan penambahan air lagi sehingga bubur kedelai menjadi encer. Bubur kedelai ini
kemudian dimasak. Dari pengamatan, setiap 10 kg kedelai kering akan menghasilkan bubur masak
sekitar 100-120 liter. Hal ini sesuai dengan keterangan yang diberikan seorang pengrajin tahu yang
menyatakan bahwa untuk mendapatkan bubur kedelai siap masak dari 10 kg kedelai kering harus
ditambahkan 8 ember air.

UKM tahu tradisional umumnya memasak bubur kedelai dengan cara tradisional. Mereka masih
menggunakan metode pemanasan langsung pada wajan yang dipasang permanen diatas tungku.
Proses pemasakan dimulai dengan memasukan sejumlah air ke dalam wajan pemasak, kemudian
dipanasi. Setelah panas, bubur kedelai hasil proses penggilingan dimasukan ke dalam wajan
tersebut dan dipanaskan hingga mendidih.
Proses pemasakan bubur kedelai mempengaruhi kualitas tahu yang dihasilkan. Proses pemanasan
secara langsung pada wajan tersebut menyebabkan timbulnya kerak pada dinding dasar wajan.
Kerak timbul karena suhu wajan yang tinggi sehingga endapan bubur kedelai mengerak. Bila diaduk
kerak ini akan bercampur dengan bubur kedelai sehingga menjadi kotor dan berwarna gelap
(kecoklatan). Kerak tersebut menimbulkan bau sangit yang akan menyebar ke seluruh bubur
kedelai. Bau tersebut akan terbawa hingga akhir proses, yaitu pencetakan. Tahu yang dihasilkan
dari proses tersebut berwarna gelap dan berbau sangit.

4. Penyaringan
Bubur kedelai yang telah dimasak kemudian disaring untuk mendapatkan sari kedelai (susu
kedelai). Penyaringan yang umum  dilakukan dengan meletakan bubur kedelai diatas kain belacu
(mori kasar) ataupun kain sifon yang sengaja dipasang diatas bak penampung. Kemudian dilakukan
pengepresan dengan memberikan papan penjepit dan diberi beban sekuat-kuatnya agar semua air
yang berada pada bubur kedelai terperas semua. Bila perlu ampas saringan diperas lagi dengan
menambahkan sejumlah air. Menurut pengrajin tahu di Condong Catur, penyaringan dilakukan
dengan menaruh bubur kedelai pada keranjang yang dilapisi kain belacu, kemudian diaduk hingga
cairannya keluar. Penyaringan dilakukan beberapa kali dengan penambahan sejumlah air untuk
mendapatkan sari kedelai yang maksimal. Hasil utama penyaringan ini adalah sari kedelai,
sedangkan hasil sampingannya berupa ampas yang banyak digunakan sebagai pakan ternak. Air
sari bubur kedelai akan menetes dengan sendirinya ke bak penampung yang sekaligus sebagai bak
proses penggumpalan. Setelah air sari bubur kedelai tidak menetes lagi, ampas dari bubur kedelai
yang masih mengandung air sari bubur kedelai di-press dengan alat pengepress yang dibuat dari
kayu. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan sisa air sari bubur kedelai yang masih terdapat
dalam ampas.

 5. Pengasaman
Proses pengasaman atau lebih dikenal dengan penggumpalan belum menggunakan alat mesin.
Penggumpalan atau pengasaman adalah proses selanjutnya setelah proses penyaringan bubur
kedelai masak. Untuk menggumpalkan sari kedelai, para pengrajin menggunakan bahan asam yang
dinamakan “bibit”. Semua pengrajin tahu di desa Adiwerna menggunakan “bibit” sebagai bahan
pengasaman. “Bibit” adalah bahan asam sisa proses penggumpalan sehari sebelumnya.
Sisa “bibit” saat penggumpalan yang tidak dapat menggumpalkan sari bubur kedelai ditampung
dalam wadah ember yang selanjutnya didinginkan selama semalam untuk digunakan sebagai bahan
pengasaman pada hari berikutnya.

6. Pembungkusan dan Pencetakan


Bubur kedelai yang telah digumpalkan selanjutnya dicetak menjadi tahu. Pengrajin tahu di Desa
Adiwerna hampir semuanya menggunakan teknik cetak bungkus. Teknik cetak bungkus dilakukan
dengan bantuan alat press yang ada cetakannya dengan ukuran cetakan yang berbeda-beda sesuai
dengan jenis dan ukuran tahu yang akan dibuat. Tahu yang akan dicetak sebelumnya dibungkus
dengan kain belacu yang dipotong segiempat kecil-kecil. Untuk pembungkusan dan pencetakan,
para pengrajin tahu memperkerjakan 2 orang dengan lama waktu pembungksan dan pencetakan
adalah 30 menit untuk setiap kali masak.

Setelah proses pembungkusan dan pencetakan adalah melepaskan kain belacu yang dipakai
sebagai bungkus pada waktu proses pencetakan. Untuk proses ini hanya dibutuhkan tenaga 1
orang saja. Tahu yang sudah jadi selanjutnya dapat dipasarkan. Namun sebelum dipasarkan, tahu
yang sudah jadi diberi pewarna dan digarami. Untuk pemberian warna, pengrajin tahu
menggunakan kunyit sebagai bahan bakunya. Ada 2 bentuk kunyit yang digunakan oleh pengrajin
tahu dalam proses pewarnaan, yaitu kunyit alami (kunyit yang diparut) dan kunyit serbuk dalam
kemasan. Dari hasil wawancara, kebanyakan pengrajin tahu beralih ke pengunaan kunyit serbuk
kemasan sebagai bahan baku pewarna tahu. Jumlah kunyit yang dipakai adalah ¼ kg untuk kunyit
parutan (untuk 4 kali proses pewarnaan) atau ¼ ons untuk kunyit serbuk (untuk 4 kali proses
pewarnaan)

1. Perendaman

Seorang pengrajin tahu di Bantul mengemukakan bahwa biji kedelai yang dibeli dari pasar
langsung direndam tanpa penyortiran sebelumnya. Perendaman biasanya dilakukan pagi hari
sebelum penggilingan. Perendaman yang umum dilakukan berkisar antara 3-4 jam untuk
kedelai impor dan 4-5 jam untuk kedelai lokal. Biji kedelai yang telah direndam kemudian
dibersihkan dengan menghilangkan air rendaman beserta kotoran-kotoran yang umumnya
mengapung diatas air.

2. Penggilingan

Biji kedelai tersebut kemudian digiling menjadi bubur kedelai. Penggilingan bertujuan untuk
memperkecil ukuran partikel kedelai sehingga akan mempermudah ekstraksi protein kedalam
susu kedelai. Selama penggilingan dilakukan penambahan air dengan debit 1,8 liter per menit
(Purwadi, 2000). Hal ini sesuai dengan pengamatan di industri tahu tempe PRIMKOPTI Ngoto
Yogyakarta yaitu setiap penggilingan 10 kg kedelai kering akan menghasilkan bubur kedelai ±
25-30 liter dengan berat sekitar 45-50 kg. Jumlah kedelai untuk sekali penggilingan bervariasi
ada yang 5kg sekali giling dan ada juga yang 6 kg sekali giling.

 3. Pemasakan

Bubur kedelai yang diperoleh sebagai hasil penggilingan selanjutnya dimasukan ke dalam bak
masak dengan penambahan air lagi sehingga bubur kedelai menjadi encer. Bubur kedelai ini
kemudian dimasak. Dari pengamatan, setiap 10 kg kedelai kering akan menghasilkan bubur
masak sekitar 100-120 liter. Hal ini sesuai dengan keterangan yang diberikan seorang pengrajin
tahu yang menyatakan bahwa untuk mendapatkan bubur kedelai siap masak dari 10 kg kedelai
kering harus ditambahkan 8 ember air.

UKM tahu tradisional umumnya memasak bubur kedelai dengan cara tradisional. Mereka masih
menggunakan metode pemanasan langsung pada wajan yang dipasang permanen diatas
tungku. Proses pemasakan dimulai dengan memasukan sejumlah air ke dalam wajan pemasak,
kemudian dipanasi. Setelah panas, bubur kedelai hasil proses penggilingan dimasukan ke
dalam wajan tersebut dan dipanaskan hingga mendidih.

Proses pemasakan bubur kedelai mempengaruhi kualitas tahu yang dihasilkan. Proses
pemanasan secara langsung pada wajan tersebut menyebabkan timbulnya kerak pada dinding
dasar wajan. Kerak timbul karena suhu wajan yang tinggi sehingga endapan bubur kedelai
mengerak. Bila diaduk kerak ini akan bercampur dengan bubur kedelai sehingga menjadi kotor
dan berwarna gelap (kecoklatan). Kerak tersebut menimbulkan bau sangit yang akan menyebar
ke seluruh bubur kedelai. Bau tersebut akan terbawa hingga akhir proses, yaitu pencetakan.
Tahu yang dihasilkan dari proses tersebut berwarna gelap dan berbau sangit.

4. Penyaringan

Bubur kedelai yang telah dimasak kemudian disaring untuk mendapatkan sari kedelai (susu
kedelai). Penyaringan yang umum  dilakukan dengan meletakan bubur kedelai diatas kain
belacu (mori kasar) ataupun kain sifon yang sengaja dipasang diatas bak penampung.
Kemudian dilakukan pengepresan dengan memberikan papan penjepit dan diberi beban
sekuat-kuatnya agar semua air yang berada pada bubur kedelai terperas semua. Bila perlu
ampas saringan diperas lagi dengan menambahkan sejumlah air. Menurut pengrajin tahu di
Condong Catur, penyaringan dilakukan dengan menaruh bubur kedelai pada keranjang yang
dilapisi kain belacu, kemudian diaduk hingga cairannya keluar. Penyaringan dilakukan
beberapa kali dengan penambahan sejumlah air untuk mendapatkan sari kedelai yang
maksimal. Hasil utama penyaringan ini adalah sari kedelai, sedangkan hasil sampingannya
berupa ampas yang banyak digunakan sebagai pakan ternak. Air sari bubur kedelai akan
menetes dengan sendirinya ke bak penampung yang sekaligus sebagai bak proses
penggumpalan. Setelah air sari bubur kedelai tidak menetes lagi, ampas dari bubur kedelai
yang masih mengandung air sari bubur kedelai di-press dengan alat pengepress yang dibuat
dari kayu. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan sisa air sari bubur kedelai yang masih
terdapat dalam ampas.

 5. Pengasaman

Proses pengasaman atau lebih dikenal dengan penggumpalan belum menggunakan alat mesin.
Penggumpalan atau pengasaman adalah proses selanjutnya setelah proses penyaringan bubur
kedelai masak. Untuk menggumpalkan sari kedelai, para pengrajin menggunakan bahan asam
yang dinamakan “bibit”. Semua pengrajin tahu di desa Adiwerna menggunakan “bibit” sebagai
bahan pengasaman. “Bibit” adalah bahan asam sisa proses penggumpalan sehari sebelumnya.
Sisa “bibit” saat penggumpalan yang tidak dapat menggumpalkan sari bubur kedelai ditampung
dalam wadah ember yang selanjutnya didinginkan selama semalam untuk digunakan sebagai
bahan pengasaman pada hari berikutnya.

6. Pembungkusan dan Pencetakan

Bubur kedelai yang telah digumpalkan selanjutnya dicetak menjadi tahu. Pengrajin tahu di Desa
Adiwerna hampir semuanya menggunakan teknik cetak bungkus. Teknik cetak bungkus
dilakukan dengan bantuan alat press yang ada cetakannya dengan ukuran cetakan yang
berbeda-beda sesuai dengan jenis dan ukuran tahu yang akan dibuat. Tahu yang akan dicetak
sebelumnya dibungkus dengan kain belacu yang dipotong segiempat kecil-kecil. Untuk
pembungkusan dan pencetakan, para pengrajin tahu memperkerjakan 2 orang dengan lama
waktu pembungksan dan pencetakan adalah 30 menit untuk setiap kali masak.

Setelah proses pembungkusan dan pencetakan adalah melepaskan kain belacu yang dipakai
sebagai bungkus pada waktu proses pencetakan. Untuk proses ini hanya dibutuhkan tenaga 1
orang saja. Tahu yang sudah jadi selanjutnya dapat dipasarkan. Namun sebelum dipasarkan,
tahu yang sudah jadi diberi pewarna dan digarami. Untuk pemberian warna, pengrajin tahu
menggunakan kunyit sebagai bahan bakunya. Ada 2 bentuk kunyit yang digunakan oleh
pengrajin tahu dalam proses pewarnaan, yaitu kunyit alami (kunyit yang diparut) dan kunyit
serbuk dalam kemasan. Dari hasil wawancara, kebanyakan pengrajin tahu beralih ke
pengunaan kunyit serbuk kemasan sebagai bahan baku pewarna tahu. Jumlah kunyit yang
dipakai adalah ¼ kg untuk kunyit parutan (untuk 4 kali proses pewarnaan) atau ¼ ons untuk
kunyit serbuk (untuk 4 kali proses pewarnaan)

PENDAHULUAN
Tata letak pabrik ini meliputi perencanaan dan pengaturan letak mesin, peralatan, aliran
bahan dan orang-orang yang bekerja pada masing-masing stasiun kerja.
Pabrik Tahu Toridin merupakan sebuah home industry yang bergerak dalam
pembuatan tahu.
UD. Dhika Putra berdiri sejak tahun 2003, terletak di Jalan Sukajadi, Desa Tarai
Bangun Kubang Raya Kabupaten Kampar. Saat ini kondisi layout fasilitas produksi dan
kondisi fisik lingkungan kerja di perusahaan mengalami kendala. Kondisi layout fasilitas
produksi di perusahaan mengalami kendala dalam hal jarak pemindahan bahan baku
(material handling) yang kurang efisien. Dimana dalam proses produksinya terdapat
aliran pemindahan bahan yang berpotongan (cross movement) dikarenakan tata letak
mesin yang kurang teratur sehingga dapat mengakibatkan proses produksi terganggu.
Jarak antar departemen produksi yang cukup jauh menimbulkan ongkos material
handling yang cukup besar. Selain itu hubungan kedekatan antar stasiun kerja kurang
diperhatikan sehingga membuat aliran material handling menjadi kurang optimal. Belum
tersedianya parkir dan area penimbunan bahan baku juga ikut menjadi kendala pada
perusahaan ini, seperti terlihat pada Gambar 1. Melihat kondisi ini, perlu adanya suatu
pertimbangan untuk mengubah tata letak fasilitas yang ada menjadi lebih efektif dan
efisien.
Gambar 2. Kondisi Fisik Lingkungan Kerja yang Tidak Rapi pada Pabrik Tahu UD.
Dhika Putra
Gambar 2 menunjukkan kondisi fisik lingkungan kerja yang kurang tertata rapi, seperti
adanya percampuran antara wadah (ember) yang berisi tahu dan wadah yang tidak
berisi tahu pada area gudang bahan jadi. Keadaan ini menunjukkan ketidakteraturan
dalam penataan lingkungan kerja. Selain itu di pabrik tahu ini juga ditemui kondisi lantai
dan peralatan kerja yang kotor serta belum adanya batas yang jelas pada penempatan
peralatan kerja.

Metode Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Jenis penelitian ini
menggambarkan suatu gejala sosial. Dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan
sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat studi.

Teknik Pengumpulan Data


Beberapa teknik pengumpulan data, yaitu :

1. Observasi
2. Wawancara
3. Dokumentasi

Hasil Penelitian dan Pembahasan


Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Tata letak pabrik ini meliputi perencanaan dan pengaturan letak mesin,
peralatan, aliran bahan dan orang-orang yang bekerja pada masing-masing stasiun
kerja.
Pabrik Tahu Toridin merupakan sebuah home industry yang bergerak dalam
pembuatan tahu. Usaha Tahu Toridin bertempat di Mendala Karang Anyar RT 04/04 Mendala
Sirampog, Brebes, Jawa Tengah. Usaha tahu ini adalah milik Bapak Toridin yang telah diturunkan kepada
anaknya, dan merupakan badan usaha milik swasta. Usaha ini berdiri sejak tahun 2002, dan telah
menjadi salah satu produksi tahu yang terkenal dikecamatan Sirampog.

Kondisi layout fasilitas produksi di perusahaan mengalami kendala dalam hal


jarak pemindahan bahan baku (material handling) yang kurang efisien. Dimana dalam
proses produksinya terdapat aliran pemindahan bahan yang berpotongan (cross
movement) dikarenakan tata letak mesin yang kurang teratur sehingga dapat
mengakibatkan proses produksi terganggu. Jarak antar departemen produksi yang
cukup jauh menimbulkan ongkos material handling yang cukup besar. Selain itu
hubungan kedekatan antar stasiun kerja kurang diperhatikan sehingga membuat aliran
material handling menjadi kurang optimal. Belum tersedianya parkir dan area
penimbunan bahan baku juga ikut menjadi kendala pada perusahaan ini, seperti terlihat
pada Gambar 1. Melihat kondisi ini, perlu adanya suatu pertimbangan untuk mengubah
tata letak fasilitas yang ada menjadi lebih efektif dan efisien.
Gambar 2 menunjukkan kondisi fisik lingkungan kerja yang kurang tertata rapi, seperti
adanya percampuran antara wadah (ember) yang berisi tahu dan wadah yang tidak
berisi tahu pada area gudang bahan jadi. Keadaan ini menunjukkan ketidakteraturan
dalam penataan lingkungan kerja. Selain itu di pabrik tahu ini juga ditemui kondisi lantai
dan peralatan kerja yang masih kotor serta belum adanya pemberian label dan batas
yang jelas pada penempatan peralatan kerja. Kondisi lingkungan kerja tersebut
memerlukan beberapa upaya perbaikan melalui penerapan program “5S”. Penelitian ini
bertujuan merancang ulang tata letak fasilitas pabrik pembuatan tahu yang dapat
meminimalkan panjang lintasan material handling serta menerapkan metode 5S untuk
meningkatkan produktivitas kerja.
Layout Sesuai Dengan Urutan Operasi
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa proses pembuatan tahu tata letak peralatan belum sesuai
dengan urutan operasi pembuatan tahu, karena dari tempat mengambil kacang kedelai yang dibawa ke
pencucian harus melalui bagian tempat perendaman dan drum air yang jaraknya berkisar 8 meter
karena jarak tempat kedelai berada didapur rumah pemilik pabrik dengan tempat pencucian ada berpa
dibelakang rumah yaitu dipabrik tempat produksi. Setelah dicuci kedelai dilakukan perendaman yang
tempatnya harus berjalan lagi sekitar 2 meter. Setelah direndam dari jam 04.00 sampai jam 07.00 pagi
dilakukan penggilingan dengan jarak 2 meter. Setelah digiling dilakukan penguapan, dimana jaraknya 8
meter karena tempat penguapan terletak di ujung dan melewati tempat perendaman. Setelah
penguapan dilakukan penyaringan, yang mana jaraknya 2 meter dari proses penguapan pemotongan.
Setelah itu dilakukan pencetakan dan pemotongan yang tempatnya masing-masing disamping
penyaringan. Setelah dicetak dan dipotong dilakukan penggorengan untuk tahu goreng. Lokasinya
berada 2 meter disamping tempat cetak dan pemotongan. Jarak ini cukup dekat, akan tetapi tetap
terjadi bolak balik ke tempat dari tempat cetak dan pemotongan ke tempat penggorengan.

Adapun kondisi ruangan produksi tahu hanya satu lantai, dimana dari pintu masuk samping kiri langsung
berhadapan dengan tempat penggorengan dan sebelah kanan tempat pencetakan dan pemotongan.
Pada tempat proses produksi ini hanya terdiri 1 lantai dan tidak ada pembagian ruangan untuk tempat
istirahat dan juga kamar mandi di ruang produksi ini, dimana letak kamar mandi terletak didalam rumah
pemilik pabrik.

Dengan demikian kesesuaian layout dengan urutan operasi dalam proses pembuatan tahu
pada Pabrik Tahu Toridin masih belum sesuai dengan urutan operasi pembuatan tahu dikarenakan lokasi
tiap proses cukup berjauhan dan melewati proses produksi satu dengan lainnya, sehingga dalam
pengerjaan terjadi bolak balik dari tempat satu ke tempat lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan pekerjaan dari satu proses secara
langsung dikerjakan ke proses berikutnya, hanya saja kadang terdapat jeda karena tempat yang
berjauhan dari satu proses ke proses berikutnya atau tejadi penyilangan tempat pelaksanaan produksi.
Dimana proses pengolahan tahu itu langsung dikerjakan sama-sama mulai dari pengambilan kacang
kedelai, pencucian, perendaman, penggilingan dan penguapan. Lokasi pencetakan dan pemotongannya
masing-masing terdapat disamping penyaringan. Tempat penggorengan adalah satu tempat dengan
tempat penguapan.

Pada proses produksi ini terlihat aktivitas pemindahan (movement) sekurang-kurangnya satu dari tiga
elemen dasar sistem produksi, meliputi bahan baku, orang (pekerja) dan peralatan produksi.

Sistem material handling yang kurang sistematis menjadi masalah yang cukup besar dan
menggangu kelancaran terhadap proses produksi sehingga dapat memepengaruhi suatu sistem secara
menyeluruh. Maka diperlukan penanganan tata lelak fasilitas yang dapat menunjang aspek kelancaran
aliran bahan. Pengaturan fasilitas-fasilitas produksi yang tepat diharapkan mampu memanfaatkan luas
tempat permesinan dan fasilitas lainnya serta memperlancar gerakan perpindahan material sehingga
diperoleh aliran bahan yang baik, dan teratur. Di lakukan dengan cara mengatur layout pabrik sedemikin
rupa berdasarkan hubungan kedekatanya supaya aliran produksi menjadi lebih efektif dan efisien.

Dengan demikian kesinambungan pelaksanaan pekerjaan dari satu proses secara langsung dikerjakan ke
proses berikutnya masih belum tercapai karena terdapat jeda dalam pelaksanaan pekerjaan akibat
tempat yang berjauhan dari satu proses ke proses berikutnya atau tejadi penyilangan tempat
pelaksanaan produksi.
7. Pallet Plastik

Pallet Plastik merupakan alat yang dirancang dengan fungsi khusus yaitu sebagai tatakan
atau alas barang. Mempunyai bentuk balok segi empat. Terbuat dari bahan plastic penuh
tanpa bahan campuran lain sehingga mempunyai tekstur yang kuat, tidak mudah pecah
serta dapat digunakan didalam maupun luar ruangan sekalipun. Pallet Plastik sangat cocok
digunakan dalam kegiatan industry seperti halnya pergudangan, industry makanan dan
minuman, industri petrokimia, dalam kegiatan medis atau kesehatan, pertokoan, penataan
barang di pabrik dan gudang serta kegiatan produksi lainnya.
Tujuan Desain Tata Letak Pabrik
Untuk dapat melaksanakan desain tata letak dengan baik, maka perlu diadakan persiapan-
persiapan desain tata letak pabrik tersebut. Data dan masukan tentang tata letak yang dapat
dipergunakan dalam perusahaan tersebut serta pemecahan masalah-masalah pemindahan bahan,
keseimbangan kapasitas dan lain-lain akan sangat mendukung penyusunan tata letak pabrik yang akan
dilaksankan pada perusahaan tersebut. Disamping persiapan tersebut, metoda desain tata letak yang
dipergunakan manajemen dalam perusahaan, dengan persiapan desain tata letak dapat memperoleh
hasil penyusunan tata letak pabrik yang sesuai dengan proses produksi di pabrik tersebut (Purnomo,
2014:27).

Tujuan Desain Tata Letak Pabrik


Untuk dapat melaksanakan desain tata letak dengan baik, maka perlu diadakan persiapan-
persiapan desain tata letak pabrik tersebut. Data dan masukan tentang tata letak yang dapat
dipergunakan dalam perusahaan tersebut serta pemecahan masalah-masalah pemindahan bahan,
keseimbangan kapasitas dan lain-lain akan sangat mendukung penyusunan tata letak pabrik yang akan
dilaksankan pada perusahaan tersebut. Disamping persiapan tersebut, metoda desain tata letak yang
dipergunakan manajemen dalam perusahaan, dengan persiapan desain tata letak dapat memperoleh
hasil penyusunan tata letak pabrik yang sesuai dengan proses produksi di pabrik tersebut (Purnomo,
2014:27).

Anda mungkin juga menyukai