Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PNC

IBU POST PARTUM DENGAN MASTITIS

DIUSUN OLEH

Nama : Dewi Livia Pabaru’

NIM : C1814201064

Pembimbing : Ns. Meyke Rosdiana

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS


MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Syukur kepada Tuhan YME atas berkat dan anugrah yang senantiasa ada bagi hamba-
Nya yang membutuhkan dan dimana pun berada. Berkat besar yang saya terima bahwa saya
dapat menyelesaikan penyusunan/pembuatan Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan
pada Ibu Post Partum dengan Mastitis. Dengan mengkutip dari berbagai sumber baik media
cetak maupun media massa saya dapat menyelesaikan tugas ini sebagai pemenuhan target
Praktik Klinik keperawatan Maternitas disemester 4 ini.

Ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya pertama kepada Tuhan YME, kedua


kepada pembimbing saya dengan hormat saya sebut namanya Ns. Meyke Rosdiana, yang
telah menjadi pembimbing kami yang sabar yang selalu mengingatkan selama 3 minggu
terakhir meskipun secara daring karena kondisi namun beliau tetapi kami tetap terhubung
demi lancarnya perkuliahan ini.

Akhir kata ucapan terimakasih juga untuk semua yang telah terlibat dalam pembuatan
ASKEP ini terlebih untuk para penulis buku yang saya kutip. Saya juga sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari siapapun yang membaca ASKEP ini. Semoga
bermanfaat.

#stayAtHome

#staySafe

Toraja Utara, Juli 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................. i

Daftar Isi ..................................................................................................................... ii

BAB 1 Pendahuluan .....................................................................................................1

A. Latar Belakang .................................................................................................1


B. Rumusan Masalah ............................................................................................1
C. Tujuan ..............................................................................................................1

BAB II Pembahasan .....................................................................................................2

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Masa Nifas ..........................................................................................3
B. Defenisi Mastitis ..............................................................................................4
C. Etiologi .............................................................................................................4
D. Faktor Resiko ...................................................................................................5
E. Manifestasi Klinis ............................................................................................7
F. Patofisiologi .....................................................................................................7
G. Komplikasi .......................................................................................................9
H. Penatalaksaan ...................................................................................................9
I. Pencegahan ......................................................................................................11
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian ......................................................................................................13
B. Diagnosa keperawatan ...................................................................................18
C. Intervensi keperawatan ...................................................................................18

BAB III Penutup ........................................................................................................21

A. Kesimpulan ....................................................................................................21
B. Saran ..............................................................................................................21

Daftar Pustaka ............................................................................................................22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mastitis adalah infeksi peradangan pada mammae, terutama pada primipara
yang biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus. Infeksi ini terjadi melalui luka
pada puting susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran darah (Prwirohadjo, 2001).
Mastitis adalah peradangan payudara, yang dapat disertai atau tidak disertai dengan
infeksi. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis
laktasional atau mastitis puerperalis. Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi fatal
apabila tidak diberi tindakan yang adekuat. Mastitis juga seringkali disebut sebagai
abses payudara, dimana terjadi pengumpulan nanah lokal didalam payudara. Keadaan
ini menyebabkan beban penyakit yang berat dan memerlukan biaya yang sangat besar
untuk pengobatannya. Penelitian terbaru juga ada yang mengatakan bahwa mastitis
dapat meningkatkan resiko penularan HIV melalui menyusui.
Pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat tekhnik menyusui yang kurang
benar merupakan penyebab yang penting, tetapi pada kenyataannya saat ini masih
banyak petugas kesehatan yang menganggap bahwa mastitis masih sama dengan
infeksi payudara. Mereka sering tidak membantu pasien mastitis untuk terus
menyusui, dan mereka bahkan mungkin menyarankan pasien tersebut untuk berhenti
menyusui, yang sebenarnya hal tersebut tidak perlu.
Untuk itu makalah ini disusun untuk menyajikan informasi tentang konsep
dasar asuhan keperawatan dengan mastitis, untuk menuntun penatalaksanaan praktik
yang tepat sehingga pasien mastitis masih dapat mempertahankan agar tetap dapat
memberikan ASI kepada bayinya scara ekslusif.

B. Rumusan Masalah
Berikut beberapa hal yang akan dibahas dalam makalah ini :
1. Seperti apa konsep dasar medis dari mastitis ?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan mastitis?

C. Tujuan
Tujuan dari makala ini adalah untuk membahas rumusan masalah diatas.

1
BAB II

PEMBAHASAN

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Masa Nifas


1. Pengertian
Periode post natal adalah waktu penyerahan dari selaput dan plasenta
(menandai akhir dari periode inpartum) menjadi kembali ke saluran reproduktif
wanita pada masa sebelum hamil. Periode ini juga disebut puerperium (Varney,
1997).
Masa nifas (puerperium) menurut Sarwono Prawirohardjo adalah masa yang
dimulai etelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali
seperti keadaan semula atau sebelum hamil, yang berlangsung selama kira-kira 6
mingu. Masa nifas (puerperium) menurut Rustam Mochtar adalah masa pulih
kembali yang dimulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali
seperti prahamil yang lamanya 6-8 minggu. Defenisi lain dari masa nifas
(puerperium) adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya
kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Menurut Hanifa Wiknjosastro,
masa nifas (puerperium) adalah dimulai setelah persalinan selesai dan berakhir
setelah kira-kira 6 minggu.
2. Periode nifas
Menurut Mochtar (1998), nifas dibagi dalam 3 periode antara lain :
a. Puerperium dini
Yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan dan berjalan-
jalan.
b. Puerperium intermedial
Yaitu kepulihan menyeluruhnya alat-alat genital yang lamanya 6-8 minggu
c. Remote puerperium
Yaitu waktu yang diberikan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk
sehat sempurna bisa berminggi-minggi, bulanan bahkan tahunan.
3. Tahapan masa nifas
Tahapan masa nifas menurut Reva Rubin ;
a. Periode Taking In (hari ke 1-2 setelah melahirkan)
- Ibu masih pasif dan tergantung dengan orang lain.
- Perhatian ibu tertuju pada kekhawatiran perubahan tubuhnya.
- Ibu akan mengulangi pengalaman-pengalaman waktu melahirkan.
- Memerlukan ketenangan dalam tidur untuk mengembalikan keadaan
tubuh ke kondisi normal.
- Nafsu makan ibu biasanya bertambah seingga membutuhkan
peningkatan nutrisi. Kurangnya nafsu makan menandakan proses
pengembalian kondisi tubuh tidak berlangsung normal.
b. Peride Taking On/Taking Hold (hari ke 2-4 setelah melahirkan)

2
- Ibu memperhatikan kemampuan menjadi orang tua dan meningkatkan
tanggung jawab akan bayinya.
- Ibu memfokuskan perhatian pada pengontrolan fungsi tubuh, BAK,
BAB dan daya tahan tubuh.
- Ibu berusaha untuk menguasai keterampilan merawat bayi seperti
menggendong, menyusui, memandikan dan mengganti popok.
- Ibu cenderung terbuka menerima depresi postpartum karena merasa
tidak mampu membesarkan bayinya.
c. Periode Letting Go
- Terjadi setelah ibu pulang ke rumah dan dipengaruhi oleh dukungan
serta perhatian keluarga.
- Ibu sudah mengambil tangggung jawab dalam merawat bayi dan
memahami kebutuhan bayi sehingga akan mengurangi hak ibu
dalamkebebasan dan hubungan sosial.
- Depresi postpartum sering terjadi pada masa ini.
4. Issu Terbaru Perawatan Masa Nifas
a. Mobilisasi Dini
Terkadang ibu nifas enggan untuk banyak bergerak karena merasa letih
dan sakit, padahal seharusnya ibu nifas bisa melakukan gerakan/aktifitas
sedini mungkin (early ambulation/ambulasi dini), yaitu kebijakan untuk
selekas mungkin membimbing pasien keluar dari tempat tidurnya dan
membimbing untuk selekas mungkin berjalan. Jika tidak segera diatasi
maka ibu tersebut terancam mengalami bendungan pembuluh darah vena
(thrombosis vena). Gerakan awal yang bisa dilaksanakan adalah
melakukan latihan menarik nafas yang dalam melalui hidung dan
hembuskan perlahan melalui hidung (relaksasi) serta latihan tungkai yang
sederhana dan duduk serta mengayunkan tungkainya ditepi ranjang,
menyusui bayi.
Pada persalinan normal dan keadaan ibu normal maka biasanya ibu
diperbolekan untuk bangun dari tempat tidur 24-48 jam setelah persalinan
contohnya berjalan, mandi dan ke kamar mandi dengan dibantu keluarga,
ambulasi dilakukan secara bertahap sesuai kekuatan ibu.
Keuntungan ambulasi dini yaitu ; meningkatkan sirkulasi dan mencegah
resiko bendungan pembuluh darah, meningkatkan fungsi kerja pencernaan
sehingga sembelit, memungkinkan dalam mengajari ibu untuk merawat
bayi, klien merasa lebih baik dan lebih sehat. Ambulasi dini tidak bisa
dilakukan pada pasien yang mengalami penyulit seperti anemia, penyakit
paru-paru, penyakit jantung dan lain-lain.
Senam nifas bertujuan untuk megurangi bendungan lochea dalam rahim
meningkat, memperlancar peredaran darah sekitar alat kelamin, dan
mempercepat normalisasi alat kelamin.
b. Roaming In (perawatan ibu dan anak dalam 1 ruang/kamar)
Meningkatkan pemberian ASI, bonding attachment, mengajari ibu, cara
perawatanbayi terutama pada ibu primipara, dimulai dengan menerapkan

3
Inisiasi Menyusui Dini. Penelitian Lestari (2010) menunjukkan bahwa
antara rawat gabung dengan mobilisasi dini terdapat hubungan, hal ini
dikarenakan seorang ibu memiliki keinginan untuk segera merawat
bayinya sehingga meningkatkan motivasi ibu untuk melakukan mobilisasi
dini.
c. Pemberian ASI Dini dan Pijat Oksitoksin
Untuk meningkatkan volume ASI pada masa nifas, ibu dapat memberikan
terapi pijat bayi dan mendapatkan pijat oksitosin. Pijat oksitosin sangat
membantu ibu dalam meningkatkan produksi ASI, hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Suryani (2013) tentang pengaruh pijat oksitosin
terhadap produksi ASI ibu postpartum di BPM wilayah kabupaten Klaten
yng menunjukkan pengaruh pijat oxytosin terhadap produksi ASI dengan
indikasi berat badan bayi, frekuensi menyusu, frekuensi bayi BAK dan
bayi tidur setelah menyusui.
d. Dukungan Terhadap Ibu Nifas
Elisabeth (2012) dalam jurnal Social Support During The Postpartum
Period: Mother Views On Needs, Expectations And Mobilization of
Support. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa sumber dukungan sosial
pada ibu nifas adalah dukungan saat depresi post partum, namun sedikit
yang diketahui tentang persepsi perempuan terkait dukungan sosial saat
menjalanni post partum. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa
mengidentifikadi kebutuhan dukungan dan harapan ibu yang baru
melahirkan sangat penting untuk pemulihan setelah ibu melahirkan.
Pencegahan depresi postpartum harus mengintegrasikan fokus yang kuat
pada dukungan sosial seperti kebutuhan ibu dan tantangan post partum,
harapan dukungan sosial dan pemberi dukungan, dukungan mobilisasi dini
dan hambatan untuk dukungan mobilisasi.

B. Defenisi Mastitis
Mastitis adalah radang pada payudara. Penyebabnya adalah payudara bengkak
yang tidak disusu secara adekuat yang akhirnya terjadi mastitis. Puting lecet
memudahkan masuknya kuman dan terjadinya payudara bengkak. Bra/BH yang
terlalu ketat mengakibatkan engorgement segmental. Bila tidak disusu dengan
adekuat, dapat terjadi mastitis. Kurang istirahat, anemia serta diet yang buruk akan
mudah terkena infeksi (Monica, 2009)
Mastitis adalah peradangan payudara, yang dapat disertai atau tidak disertai
infeksi. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis
laktasional (67) atau mastitis puerperalis (1). Kadang-kadang keadaan ini dapat
menjadi fatal bila tidak diberi tindakan yang adekuat. Mastitis atau peradangan pada
payudara yang dapat terjadi sejak hari ketujuh pascapersalinan hingga bayi berusia
beberapa minggu atau bulan (Reddy et al., 2007)

C. Etiologi

4
Dua penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi. Statis ASI
biasanya merupakan penyebab primer, yang dapat disertai atau berkembang menuju
infeksi. Gunthe pada tahun 1958meyimpulkan dari pengamatan klinis bahwa mastitis
diakibatkan oleh stagnasi ASI di dalam payudara, dan bahwa pengeluaran ASI yang
efisien dapat mencegah keadaan tersebut. Ia menyatakan bahwa infeksi, bila terjadi
,bukan primer tetapi diakibatkan oleh stagnasi ASI sebagai media pertumbuhan
bakteri. (Salli Inch et al,2002)
1. Statis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal
ini dapat terjadi bila payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap
saat bila bayi tidak menghisap ASI, yang dihasilkan dari sebagian atau seluruh
payudara. Penyebabnya termasuk kenyutan bayi yang buruk pada payudara,
pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi atau durasi menyusui, dan
sumbatan pada saluran ASI, termasuk suplai ASI yang sangat berlebihan, atau
menyusui untuk kembar dua atau lebih.
2. Infeksi
Organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payudara
adalah organisme koagulase positif Staphylococcus aureus. bakteri ini seringkali
berasal dari mulut bayi yang masuk ke dalam saluran ASI melalui sobekan atau
retakan di kulit pada puting susu. Staph. Albus . escherichia coli dan
Streptococcus kadang-kadang ditemukan, dan organisme yang terakhir terdapat
pada sedikit kasus terbaik dengan infeksi streptokokal nonatus. Mastitis jarang
ditemukan sebagai komplikasi demam tifoid dan infeksi salmonela lain. M.
Tuberculosis adalah penyebab mastitis lain yang jarang ditemukan.
Soetjiningsih (1997) menyebutkan bahwa peradangan pada payudara
(Mastitis) disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya terjadi
mastitis.
b. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara
bengkak.
c. Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental
engorgement sehingga jika tidak di susu secara adekuat bisa terjadi
mastitis.
d. Ibu yang memiliki diet buruk, kurang istirahat, anemia akan
mempermudah terkena infeksi.
Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan
peradangan menahun dari saluran ASI yang terletak dibawah puting susu.
Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan
saluran ASI oleh sel-sel kulit yang mati. Salluran yang tersumbat ini
menyebabkan payudara lebih mudah mengalami infeksi.

D. Faktor Resiko
Ada sejumlah faktor yang telah diduga dapat meningkatkan resiko mastitis.
Sebagian besar bukti yang ada tetap bersifat anekdot. Faktor-faktor tersebut kuran

5
penting bila dibandingkan dengan teknik menyusui, yaitu ; kenyutan yang baik dan
pengeluaran ASI yang efektif.(Salli iInch et al , 2002)
a. Umur
Sebuah studi retrospektif menunjukkan baha wanita berumur 21-35 tahun
lebih sering menderita mastitis daripada wanita dibawah usia 21 dan diatas
35 tahun. Studi retrospektif lain mengidentifikasi wanita berumur 30-34
tahun memiliki insiden mastitis tertinggi, bahkan bila paritas dan kerja
purnawaktu telah dikontrol.
b. Paritas
Primipara ditemukan sebagai faktor resiko pada beberapa studi.
c. Serangan sebelumnya
Terdapat bukti yang kuat bahwa serangan mastitis pertama cenderung
untuk berulang. Pada beberapa studi 40-50% wanitapernah menderita satu
atau lebih serangan sebelumny. Hal ini merupakan akibat dari tekhnik
menyususi yang buruk yang diperbaiki.
d. Melahirkan
Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan resiko mastitis, walaupun
penggunaan oksitosin tidak meningkatkan resiko.
e. Gizi
Faktor gizi sering diduga sebagai predisposisi untuk mastitis, termasuk
asupan garam dan lemak tinggi, dan anemia, tetapi bukti yang ada bersifat
inkonklusif. Gizi yang buruk juga telah diduga, khususnya status
mikronutrien yang buruk. Antioksidan dari vitamin E, vitmin A, dan
selenium diketahui mengurangi risiko mastitis pada hewan menyusui. Uji
coba suplementasi mikronutrien di Tanzania menemukan bahwa minyak
bunga matahari yang kaya vitamin E mengurangi tanda inflamasi
payudara, walaupun vitamin A dari minyak kelapa merah tidak.
e. Faktor kekebalan dalam ASI
Faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme pertahanan
dalam payudara. Studi di Gambia menyatakan bahwa kadar faktor ini
rendah, pertahanan efektif dapat berkurang, dan risiko mastitis berulang
meningkat.
f. Pekerjaan di luar rumah
Dalam studi rerospektif tahun 1991 oleh Kaufmann dan Foxman
ditemukan bahwa bekerja purnawaktu di luar rumah berkaitan dengan
peningkatan resiko mastitis. Penjelasan yang diajukan adalah akibat statis
ASI karena interval antar menyusui yang panjang dan kekurangan waktu
untuk pengeluaran ASI yang adekuat.
g. Faktor lokal dalam payudara
Faktor seperti jenis kulit, reaksi kulit terhadap matahari, alergi, ruam dan
pemajanan terhadap suhu dingin tidak tampak mempengaruhi insiden
mastitis. Beberapa prosedur seperti penggunaan krim puting susu untuk
mencegah mastitis masih tetap bersifat spekulatif. Tidka ada bukti yang

6
mendukung perkiraan bahwa ukuran payudara meningkatkan resiko
mastitis.
h. Trauma
Trauma pada payudara karena penyebab apa pun dapat merusak jaringan
kelenjar dan saluran susu dan hal ini dapat menyebabkan mastitis.
Kemungkinan penyebab yang sebainya tidak dilewatkan adalah kekerasan
dalam rumah tangga, yang dialami banyak wanita di masyarakat, dan
sering terjadi selama laktasi.
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala mastitis dapat berupa :
a. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras dan kadang
terasa nyeri.
b. Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan puting teregang menjadi
rata.
c. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut untuk
menghisap ASI sampai pembengkakan berkurang.
d. Ibu akan tampak seperti sedang menalami flu, dengan gejala demam rasa
dingin dan tubuh terasa pegal dan sakit.
e. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening pada ketiak pada sisi yang sama
dengan payudara yang terkena.

Gejala yang muncul juga hampir sama dengan payudara yang membengkak
karena sumbatan saluran ASI antara lain :

a. Payudara terasa nyeri


b. Teraba keras
c. Tampak kemerahan
d. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti
pecah-pecah, dan badan terasa demam seperti hendak flu, bila terkena
sumbatan tanpa infeksi, biasanya dibadan tidak terasa nyeri dan tidak
demam. Pada payudara juga tidak teraba bagian keras dan nyeri serta
merah.

Namun terkadang dua hal tersebut sulit untuk dibedakan, gampangnya bila
didapat sumbatan pada saluran ASI, namun tidak terasa nyeri pada payudaradan
permukaan kulit tidak pecah-pecah maka hal itu bukan mastitis. Bila terasa sakit pada
payudara namun tidak disertai adanya bagian payudara yang mengeras, maka hal
tersebut bukan mastitis (pitaloka, 2001 dalam Anonim,2013).

F. Patofisiologi
1. Bendungan
Sejak hari ketiga sampai hari keenam setelah persalinan, ketika ASI secara
normal dihasilkan,, payudara menjadi sangat pebuh. Hal ini bersifak fisiologis,
dan dengan pengisapan yang efektif dan pengeluaran ASI oleh bayi, rasa penuh

7
tersebut pulih dengan cepat. Namun, dapat berkembang menjadi bendungan dan
kedua kondisi ini sering membingungkan.
Pada bendungan, payudara terasa sangan penuh dengan ASI dan cairan
jaringan. Aliran vena dan limfatik tersumbat, aliran susu menjadi terhambat, dan
tekanan pada saluran ASI dan alceoli meningkat. Payudara menjadi bengkak dan
edematus. Baik kepenuhan fisiologis maupun bendungan, kedua payudara
biasanya terkena. Namun, terdapat beberapa perbedaan penting, yaitu :
a. Payudara yang penuh terasa panas, berat dan keras. Tidak terlihat
mengkilat, edema, atau merah. ASI biasanya mengalir dengan lancar, dan
kadang-kadang menetes keluar secara spontan. Bayi mudah mengisap dan
mengeluarkan ASI.
b. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, dan sangat nyeri.
Payudara dapat terlihat mengkilat dan edema dengan daerah eritema difus.
Puting susu teregang menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan
bayi sulit mengenyut untuk mengisap ASI sampai oembengkakan
berkurang. Wanita kadang-kadang menjadi demam. Walaupun demikian,
demam biasanya hilang dalam 24 jam.
2. Sumbatan saluran payudara
Statis ASI lokal, mempengaruhi sebagian payudara, seperti sebuah lobus,
sering menunjukkan sumbatan saluran payudara. Kondisi ini dianggap akibat dari
obstruksi benda padat, tetapi dapat pula hanya akibat pengeluaran ASI yang tidak
efisien dari bagian payudara tersebut.
Tanda klinis berupa benjolan yang sangat nyeri pada satu payudara, sering
dengan bercak kemerahan pada kulit diatasnya. Hanya sebagian dari satu
payudara yang terkena. Wanita biasanya tidak demam dan merasa sehat. Beberapa
wanita dengan sumbatan saluran ASI melaporkan adanya bahan partikel pada ASI
yang diperas.

Secara garis besar mastitis atau peradangan pada payudara dapat terjadi karena
proses infeksi ataupun noninfeksi. Namun semuanya bermuara pada proses infeksi.
Mastitis akibat proses noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal. Namun
karena sebab-sebab tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan
pengeluaran ASI atau yang biasa disebut sebagai statis ASI. Hal ini membuat ASI
terperangkap di dalam ductus dan tidak dapat keluar dengan lancar. Akibatnya
mammae menjadi tegang. Sehingga sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar
dan tertekan, permeabilitas jaringan ikat meningkat, beberapa komponen (terutama
protein dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan jaringan sekitar sel
memicu respon imun. Terjadi inflamasi sehingga mempermuadah terjadinya infeksi.
Kondisi ini membuat lubang duktus laktiferus menjadi potr de entry bakteri, terutama
bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus sp.

Hampir sama dengan kejadian pada mastitis noninfeksius, mastitis yang terjadi
akibat proses infeksi terjadi secara langsung, yaitu saat timbul
fisura/robekan/perlukaan pada puting yang terbentuk saat awal laktasi akan

8
menjadikan port de entry / tempat masuknya bakteri. Proses selanjutnya adalah
infeksi pada jaringan mammae.

G. Komplikasi
Berikut beberapa komplikasi karena mastitis :
1. Abses payudara
Abses payudara merupakan komplikasi mastitis yang biasa terjadi karena
pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah petudara teraba
keras, merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus memikirkan
kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjur
menjadi abses. Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi
adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi
jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin
diperlukan aspirasi jarum secara serial/berlanjut. Pada abses yang sangat besar
terkadang diperlukan tindakan bedah. Selma tindakan ini dilakukan, ibu harus
mendapatkan terapi medikasi antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu
di kultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
2. Masitis berulang/kronis
Masitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak
adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum, mengonsumsi
makanan dengan gizi seimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis
berulang karena infeksi bakteri biasanya diberikan antibiotik dosis rendah
(eritromisin 500mg/hari) selama masa menyusui.
3. Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti
candidia albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapatkanterapi
antibiotik. Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa
terbakar yang menjalar di sepanjang sluran ASI. Diantara waktu menyususi
permukaan payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak nampak kelainan. Pada
kasus ini, ibu dan bayi perlu mendapatkan pengobatan. Pengobatan terbaik adalah
mengoles nistatin krim yang juga mengandung kortison ke puting dan aerola
setiap bayi selesai menyusu dan bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang
sama.

H. Penatalaksanaan
1. Penanganan nonifeksi ( Statis ASI)
a. Menyusui tetap dilanjutkan. Pertama, bayi disusukan pada payudara yang
sakit selama dan sesering mungkin agar payudara kosong, kemudian
lakukan hal yang sama pada payudara yang normal.
b. Beri kompres panas dengan menggunakan shower hangat atau lap basah
panas pada payudara yang terkena.
c. Ubah posisi menyusui pada setiap kali menyusui, yaitu dengan posisi tidur,
duduk atau posisi memegang bola (football posotion).
d. Kenakan bra/BH yang longgar.

9
e. Istirahat yang cukup dan makan makanan bergizi
f. Banyak minum (sekitar 2 liter perhari).

Dengan cara-cara diatas, biasanya peradangan akan menghilang setelah 48 jam


dan jarang sekali yang menjadi abses. Tetapi bila dengan cara-cara diatas tidak
ada perbaikan setelah 12 jam, ibu perlu diberi antibiotik selama 5-10 hari dan
anlagesik.

2. Pengobatan infeksi
Setelah diagnosa mastitis dipastikan, hal yang harus segera dilakukan adalah
pemberian susu kepada bayi dari mammae yang sakit dihentikan dan diberi
antibiotik. Dengan tindakan ini terjadinya abses seringkali dapat dicegah, karena
biasanya infeksi disebabkan oleh Staphylococcus aureu. Penicilin dalam dosis
cukup tinggi dapat diberikan sebagai terapi antibiotik. Sebelum pemberian
penicilin dapat diadakan pembiakan/kultur ASI, supaya penyebab mastitis benar-
benar diketahui. Apabila ada abses maka nanah dikeluarkan, kemudian ssipasang
pipa ke tengah abses agar nanah dapat keluar terus. Untuk mencegah kerusakan
pada duktus laktiferus, sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktus-duktus
tersebut.
Terapi antibiotik diindikasikan pada :
a. Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan
infeksi.
b. Gejala berat sejak awal
c. Terlihat puting pecah-pecah
d. Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI
diperbaiki maka Laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadapt
Staphylococcus aureus. Untuk organisme gram negatif,
sefaleksin/amoksisilin mungkin paling tepat. Jika mungkin, ASI dari
payudara yang sakit sebaiknya dikultur dan sensivitas bakteri antibiotik
ditentukan.
Antibiotik Dosis
Eritromisin 250-500 mg/6 jam
Flukloksasilin 250 mg/6jam
Dikloksasilin 125-250 mg oral/6jam
Amoksasilin (sic) 250-500 mg/8jam
Sefaleksin 250-500/6jam
Tabel 1.1 Dosis Antibiotik
Pada kasus infeksi, penanganan mastitis adalah sebagai berikut :
a. Berikan antibiotik Kloksasilim 50mg per oral 4kali sehari setiap 6 jam
selama 10 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10
hari.
b. Bantulah ibu agar tetap menyusui
c. Bebat/sangga payudara

10
d. Kompres hangat sebelum menyususi untuk mengurangi bengkak dan
nyeri yaitu dengan memberikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4
jam dan lakukan evaluasi secara rutin.

Pengobatan yang tepat dengan pemberian antibiotik, mintallah pada


dokter antibiotik yang baik dan aman untuk ibu yang menyususi, selain itu
bila badan terasa panas, ibu dapat minum obat turun panas, kemudian
untuk bagian payudara yang terasa keras dan nyeri, dapat dikompres
dengan menggunakan air hangat untuk mengurangi rasa nyeri.

Bila tidak tahan nyeri, dapat meminum obat penghilang rasa sakit,
istirahat yang cukup amat perlu untuk mengembalikan kondisi tubuh
menjadi sehat kembali. Disamping itu, makan dan minum yang bergizi,
minum banyak air putih juga akan membantu menurunkan demam,
biasanya rasa demam dan nyeri itu akan hilang dalam dua atau tiga hari
dan ibu akan mampu beraktivitas seperti semula.

3. Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang palung banyak wanita merasa sakit dan
membuat frustasi. Selain dalam penanganan yang efektif dan pengendalian nyeri,
wanita membutuhkan dukungan emosional. Ibu harus diyakinkan kembali tentang
nilai menyusui, yang aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara yang
terkena tidak akan membahayakan bayinya dan bahwa payudaranya akan pulih,
baik bentuk bentuk maupun fungsinya. Klien membutuhkan bimbingan yang jelas
tentang semua tindakan yang dibutuhkan untuk penanganan, dan bagaimana
meneruskan menyusui/memeras ASI dari payudara yang sakit. Klien akan
membutuhkan tindak lanjut untuk mendapatkan dukungan terus menerus dan
bimbingan sampai kondisinya benar-benar pulih.
I. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya mastitis dapat dilakukan beberapa tindakan
sebagai berikut (Soetjiningsih, 1997) :
a. Menyusui secara bergantian antara payudara kiri dan kanan
b. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatansaluran, kosongkan
payudara dengan cara memompanya
c. Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah
robekan/luka paa puting susu
d. Minum banyak air
e. Menjaga kebersihan puting susu
f. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui

Tindakan-tindakan berikut ini juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya


mastitis, yaitu :

1. Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui


a. Menyusui sedini mungkin setelah meahirkan

11
b. Menyusui dengan posisi yang benar
c. Memberikan ASI On Demand dan memberikan ASI eksklusif
d. Makan dengan gizi yang seimbang
2. Pemberian info tentang hal-hal yang mengganggu proses menyusui,
membatasi, dan mengurangi isapan proses menyusui dan meningkatkan
statis ASI antara lain :
a. Penggunaan dot
b. Pemberian minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama
c. Tindakan melepaskan mulut bayi dari payudara pertama sebelum bayi
siap untuk menghisap payudara yang lain
d. Beban kerja yang erat atau penuh tekanan
e. Kealpaan menyusui bila bayi mulai tidur sepanjang malam
f. Trauma payudara karena tindakan kekerasan atau penyebab lainnya.
3. Pemberian info tentang penatalaksanaan yang efektif pada payudara yang
penuh dan kencang :
a. Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada payudara oleh
bayinya untuk memperbaiki pengeluaran ASI serta mencegah luka
pada puting susu
b. Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi
menkehendaki tanpa batas
c. Perawatan payudara dengan dikompres dengan air hangat dan
pemerasan ASI
4. Pemberian informasi tentang perhatian dini terhadap statis ASI, Ibu harus
memeriksa payudaranya untuk melihat adanya benjolan, nyeri, panas atau
kemerahan :
a. Bila ibu mempunyai salah satu faktor resiko, seperti keapaan menyusui
b. Bila ibu merasa demam/sakit kepala
c. Bila ibu mempunyai salah satu tanda diatas, maka ibu perlu untuk
beristirahat di tempat tidur bila mungkin, sering menyusui pasa
payudara terkena, mengompres panas pada payudara yang terkena,
berendam dengan air hangat/pancuran, memijat dengan lembut setiap
daerah benjolan saat bayi menyusui untuk membantu ASI mengalir dari
daerah tersebut, mencari pertolongan dari nakes bila ibu merasa lebih
baik selanjutnya.
5. Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain
Ibu membutuhkan bantuan terlatih dalam menyusui setiap saat dan ibu
mengalami kesulitan yang dapat menyebabkan statis ASI, seperti :
a. Nyeri/puting pecah-pecah
b. Ketidaknyamanan payudara setelah menyusui
c. Kompres puting susu (garis putih melintasi ujung puting ketika
bayi melepaskan payudara)
d. Bayi yang tidak puas, menyusu sangat sering, jarang atau lama
e. Kehilangan percaya diri pada suplay ASInya, menganggap ASInya
tidak cukup

12
f. Menggunakan dot
6. Pengendalian infeksi
Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara menyeluruh
dan sering sebelum dan setelah kontak dengan bayi. Kontak kulit dini,
diikuti dengan rawat gabung bayi dengan ibu merupakan jalan penting
untuk mengurangi infeksi rumah sakit.

ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus

Ny. M Umur 25 tahun P2A0, melahirkan normal pada 10 Juli 2020 lalu. Datang ke PKM
mengeluh payudara sebelah kanan bengkak dan teraba hangat, warna kulit kemerahan nyeri
saat ditekan, ibu mengatakan tidak lagi menyusukan payudara yang sakit pada bayinya, ibu
tampak cemas dan bingung, demam sudah 3 hari dan terdapat penurunan nafsu makan. Hasil
pemeriksaan TD : 110/70 mmHg, R :22x/mnt, N 95x/mnt, S : 380C, Hb : 9 g/dl, Leukosit :
15.000/mm3 payudara tampak merah dan keras, tampak lesi pada payudara, uterus tidak
teraba, pengeluaran pervaginam lokia serosa.

A. Pengkajian
Identitas

1. Data Ibu (Istri) 2. Data suami


Nama Ibu : Ny. M Nama suami : Tn. P
Umur : 25 tahun Umur : 30 tahun
Agama : Kristen Agama : Kristen
Suku : Toraja Suku : Toraja
Pendidikan : S1 Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Guru Pekerjaan : Wirausaha
Status Perkawinan : Kawin Status Perkawinan : Kawin
Perkawinan ke- : 1 Perkawinan ke- : 1
Lama Perkawinan : 4 tahun Lama Perkawinan : 4 tahun
Alamat : jl. Wisata 3 Alamat : jl. Wisata 3

Riwayat Obstetri yang lalu

No. Umur Jenis Usia Jenis Penolong Tempat Komplikasi BBL/PBL Laktasi Lama
Anak Kelamin Kehamilan Persalinan persalinan Persalinan Persalinan (ya/tdk) menyusui
(thn
lahir)
1 3 Laki- 39 minggu normal Bidan Di rumah - 3000 Ya 2 tahun
tahun laki gram
4
bulan
(2017)

13
Riwayat Obstetri Terakhir

a. Riwayat Kehamilan (G : 2 P : 2 A : 0
b. HPHT : 5 Oktober 2019
c. TP : 12 Juli 2020
d. Jumlah ANC : 2
e. Imunisasi TT : ya
f. Kebiasaan Saat Hamil: ngemil snack, aktif bergerak (melakukan pekerjaan rumah)
g. Tanggal Persalinan : 10 Juli 2020
h. Jenis Persalinan : persalinan normal
i. Lama Persalinan :
j. Kala I : 6 jam (dari pukul 09.12am s.d 15.00pm )
k. Kala II : 10 menit (dari pukul 15.14pm s.d 15.24pm )
l. Kala III :7 menit(dari pukul 15. 25pm s.d 15.32pm )
m. Kala IV : 1 jam (dari pukul 15.32pm s.d 14.30 )
n. Ketuban Pecah : pukul 09.00am
o. Warna : hijau kecoklatan
p. Bau : tidak berbau
q. Jumlahnya : 550 ml
r. Jumlah Perdarahan : 500 cc
s. Penyulit Persalinan : tidak ada

Riwayat Reproduksi dan Ginekologi

a. Riwayat Menstruasi
Menarche : pada usia 13 tahun
Siklus haid : 27-29 hari
Lamanya : 4-5 hari
Dismenorhoe : 12 hari sebelum haid
b. Riwayat Ginekologi
Penyakit yang pernah diderita : tidak ada
Keluhan :-
c. Riwayat KB
Jenis KB yang pernah digunakan : pil andalan
Lamanya : 1 tahun
Keluhan : peningkatan berat badan
Terakhir menggunakan KB : 1 tahun yang lalu
Alasan berhenti : sudah siap memiliki anak lagi
Pengkajian Pola Kesehatan
1. Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
a. Keadaan saat hamil : kebersihan diri terjaga, rutin ke posyandu

14
b. Keadaan setelah melahirkan: kurang memerhatikan kebersihan diri karena
waktu habis dipakai untuk mengurus 2 orang anak dan urusan rumah tangga.
2. Pola Nutrisi dan Metabolik
a. Keadaan saat hamil: ibu mengatakan sering ngemil dan makan teratur
b. Keadaan setelah melahirkan: ibu mengatakan tidak pernah ngemil lagi, namun
tetap minum air putih dan makan yang cukup, nafsu makan menurun beberapa
hari terakhir
3. Pola Eliminasi
a. Keadaan saat hamil : ibu BAB normal, BAK sering terutama saat perut mulai
membesar
b. Keadaan setelah melahirkan: ibu mengatakan frekuensi BAB 1 kali dalam 1-2
hari, BAK bisa sampai 5 kali sehari
4. Pola Aktivitas dan Latihan
a. Keadaan saat hamil: ibu mengatakan dia selalu aktif melakukan pekerjaan
rumah maupun mengajar
b. Keadaan setelah melahirkan: ibu mengatakan masih melakukan pekerjaan
rumah namun lebih banyak istirahat
5. Pola Tidur dan Istirahat
a. Keadaan saat hamil: ibu mengatakan tidur 7 jam pada malam hari dan 1,5
sampai 2 jam tidur siang
b. Keadaan setelah melahirkan: ibu mengatakan tidur lebih cepat dari biasanya
pada malam hari, namun sering bangun untuk menyusui bayinya.
6. Pola Persepsi dan Kognitif
a. Keadaan saat hamil: ibu mengatakan tidak pernah merasa terbebani dengan
kehamilannya.
b. Keadaan setelah melahirkan: ibu mengatakan merasa senang, namun akhir-
akhir ini menjadi cemas karena masalah yang dialaminya
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
a. Keadaan saat hamil: ibu mengatakan merasa bangga pada dirinya dan
senantiasa menjaga kehamilannya
b. Keadaan setelah melahirkan: ibu mengtakan senang menjaga dan merawat
anaknya, namun akhir-khir ini dia cemas dan kurang percaya diri, dia berfikir
tidak bisa memenuhi kebutuhan ASI anaknya karena masalah kesehatannya
saat ini
8. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama
a. Keadaan saat hamil: ibu mengatakan tinggal dengan keluarganya dan semua
keluarganya memiliki hubungan baik dengannya
b. Keadaan setelah melahirkan: ibu mengatakan suami dan keluarganya selalu
mendukungnya
9. Pola Reproduksi dan Seksualitas
a. Keadaan saat hamil: terakhir melakukan hubungan intim dengan suami saat
usia kehamilan memasuki 36 minggu
b. Keadaan setelah melahirkan: belum pernah melakukan hubungan intim dengan
suami setelah melahirkan, pengeluaran pervaginam lochea serosa

15
10. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stress
a. Keadaan saat hamil: ibu mengatakan merasa baik-baik saja
b. Keadaan setelah melahirkan: ibu mengatakan merasa cemas dengan
keadaannya saat ini
11. Pola Sistem Nilai Kepercayaan
a. Keadaan saat hamil: ibu mengatakan rajin beribadah
b. Keadaan setelah melahirkan: ibu mengatakan pasca bersalin belum pernah lagi
pergi ke tempat ibadah.

Keadaan Umum/ Kesadaran : composmentis

Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital :


Suhu tubuh : 380C
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Denyut nadi : 95x/mnt
Frekuensi pernapasan : 22x/mnt
Pemeriksaan Fisik Sistematis
a. Kepala : bersih
b. Mata
c. Sclera : tidak ikhterik
d. Conjungtiva : tidak anemis
e. Hidung : bersih
f. Telinga : bersih
g. Mulut : bersih
h. Leher : bersih
i. Dada :simetris
j. Payudara : payudara sebelah kanan lebih besar, bengkak, teraba keras dan
rasa nyeri saat di sentuh.
k. Puting : ada lesi
l. Kebersihan : standar
m. Pengeluaran ASI : payudara sebelah kiri lancar, sebelah kanan terbendung

Abdomen : bulat bersih,

a. TFU : tidak teraba


b. Kontraksi : tidak ada
c. Peristaltik usus dan bising usus ibu : .....................................................

Genitalia

a. Lochea
Jenis (warna) : lokia serosa (berwarna kuning kecoklatan)
Banyaknya : .................................................................................
Baunya : ..........................................................................
b. Vulva
Luka perineum : tidak ada. Jahitan : tidak ada

16
Odema : tidak ada Varices : tidak ada
Anus
Haemorrhoid : tidak ada.
Data Medik (pada Kasus Patologis lain)
a. Diagnosa Medik : Mastitis
b. Keluhan Utama : Payudara bengkan sulit menyusui
c. Riwayat Keluhan Utama : Dirasakan sejak hari ke-3 pasca
persalinan
d. Tes Diagnostik : kultur ASI
e. Terapi : kompre hangat dan terapi antibiotik

Toraja Utara, 20 Juli 2020

( Dewi L,p )

Analisa Data
No. Data Masalah Etiologi
DS :
- Pasien mengatakan demam sudah 3
hari
1. Hipertermia Proses penyakit
DO :
- Hasil pemeriksaan suhu 380C
- Leukosit 15.000/mm3
DS :
- Pasien mengatakan nafsu makan
Ketidakseimbangan
menurun Asupan diet
2. nutrisi kurang dari
DO : kurang
kebutuhan tubuh
- Tampak pasien tidak menghabiskan
bubur nya dan hanya minum air putih
DS :
- Pasien mengatakan nyeri pada
payudara sebelah kanan
DO :
- Pasien tampak meringis saat mencoba
menyusukan payudara yang sakit pada
bayinya Agen cedera
3. Nyeri akut
- Skala nyeri : biologis
P : nyeri bertambah saat payudara di
sentuh/ disusukan pada bayi
Q : sifat nyeri seperti tertusuk-tusuk
R : lokasi nyeri pada payudara yang
bengkak
S : skala nyeri numerik (0-10), nyeri

17
berkisar pada skala 6
T : nyeri dirasakan terus dan
bertambah saat payudara
disentu/ditekan atau disusukan pada
bayi
DS :
- Pasien mengatakan cemas dengan apa
yang dialami sehingga pasien
Defisiensi Kurang
4. langsung ke puskesmas
pengetahuan pengetahuan
DO :
- Pasien tampak bingung dan terus
menanyakan keadaannya.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipetermi b/d proses penyakit
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan diet kurang
3. Nyeri akut b/d agen cedera biologis
4. Defisiensi pengetahuan b/d kurang pengetahuan

C. Intervensi Keperawatan
No. Dianosa keperawatan NOC NIC
1. Setelah dilakukan tindakan Perawatan demam :
keperawatan selama 2x24 - Monitor warna kulit dan
jam diharapkan suhu
kesimbangan - Pastikan tanda lain dari
termoregulasi dapat infeksi
dicapai dengan kriteria - Pantau komplikasi yang
hasil : berhubungan demam
- Tingkat pernapasan (misalnya; kejang,
Hipertermi b/d proses dipertahankan pada penurunan tingkat
penyakit skala 3 ditingkatkan kesadaran, status
ke skala 4 elektrolit, dsb)
- Melaporkan - Beri obat atau cairan IV
kenyamanan suhu (misalnya; antipiretik,
dipertahankan pada agen antibakteri dan
skala 2 ditingkatkan agen anti menggigil)
ke skala 4 - Fasilitasi istirahat,
terapkan pembatasan
aktivitas jika diperlukan.

18
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen gangguan makan :
dari kebutuhan tubuh b/d asupan diet selama 2x24 jam diharapkan - Observasi klien selama dan setelah pemberian
kurang keseimbangan status nutrisi: asupan makan/makanan ringan untuk meyakinkan bahwa
nutrisi dapat dipenuhi dengan kriteria intake/asupan yang cukup tercapai dan dipertahankan
hasil sebagai berikut : - Monitor asupan kalori makanan harian
- Asupan kalori dan karbohidrat - Dorong klien untuk mendiskusikan makanan yang disukai
dipertahankan pada skala 2(sedikit dengan ahli gizi
adekuat) ditingkatkan ke skala 4 - Dorong klien untuk memonitor sendiri asupan makanan
(sebagian besar adekuat) harian dan menimbang berat badan dengan tepat
- Asupan serat, vitamin dan mineral - Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk
dipertahankan pada skala 2 mengembangkan rencana perawatan dengan melibatkan
ditingkatkan ke skala 4 klien dan orang-orang terdekatnya dengan tepat
3. Nyeri akut b/d agen cedera biologis Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri :
selama 2x24 jam diharapkan tindakan - Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapatmenurunkan
pengontrolan nyeri dapat dilakukan dan atau memperberat nyeri
nyeri dapat berkurang dengan kriteria - Berikan informasi terkait nyeri, seperti penyebab nyeri ,
hasil : berapa lama nyeri akan dirasakan dan antisipasidari
- Menggunakan tindakan pencegahan ketidaknyamanan akibat prosedur
dipertahan kan pada skala 2 (jarang - Kurangi atau eliminasi faktor yang dapat mencetuskan
menunjukkan) ditingkatkan ke skala atau meningkatkan nyeri misalnya (ketakutan, kelelahan
4 (sering menunjukkan) keadaan monoton dan kurang pengetahuan
- Menggunakan analgesik yang - Berikan individu penurun nyeri yang optimal dengan
direkomendasikan dipertahankan peresepan analgesik
pada skala 2 ditingkatkan ke skala 4 Pemberian analgesik :
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan keparahan
nyeri sebelum mengobati pasien
- Cek adanya alergi obat
- Pilih analgesik atau kombinasi analgesik yang sesuai
ketika lebih dari satu diberikanperbaiki kesalahan
pengertian/mitos yang dimiliki pasien dan anggota
keluarga yang mungkin keliru tentang analgesik

19
4. Defisiensi pengetahuan b/d kurang Setelah dilakukan tindakan keperawatan Kontrol infeksi :
pengetahuan selama 2x24 jam diharapkan pengetahuan - Tingkatkan intake nutriri yang tepat
tentang manajemen infeksi pada ibu - Dorong intake cairan yang tepat
dapat ditingkatkan dengan kriteri hasil : - Dorong untuk beristirahat
- Tanda dan gejala infeksi - Berikan terapi antibiotik yang sesuai
dipertahankan pada skala 2 - Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai
(pengetahuan terbatas) ditingkatkan bagaimana menghindari infeksi
ke skala 4 (pengetahuan banyak) - Anjarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala
- Pentingnya snitasi tangan infeksi dan kapan harus melaporkannya kepada penyedia
dipertahankan pada skala 2 perawatan kesehatan
ditingkatkan ke skala 4 - Anjurkan pasien mengenai tekhnik mencuci tangan
- Tindakan untu meningkatkan daya dengan tepat
tahan terhadap infeksi dipertahankan - Anjurkan pasien untuk meminum antibiotik sepereti yang
pada skala 2 ditingkatkan ke skala 4 diresepkan

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Mastitis adalah peradangan pada payudara bisa karena infeksi maupun statis/
bendungan ASI. Seringkali hal ini dianggap sepele, namun jika tidak diberi tindakan
adekut dalam jangka waktu yang lama penyakit ini dapat menjadi parah dan menjadi
beban yang sangat besar nantinya. Seperti telah disampaikan bahwa penyakit yang
berawal dari ASI yang terbendung ataupun lesi kecil hingga menyebabkan infeksi ini
bisa berakibat ke penularan virus HIV.
B. Saran
Sebagai pemberi pelayanan kesehatan yang baik, hendaklah kita tidak
menyepelekan suatu penyakit sekecil apapun itu, karena hal besar berawal dari hal
yang kecil. Bagi ibu nifas yang sedang menyusui segera lakukan tindakan pencegahan
agar terhindar dari mastitis, jika sudah terjadi segeralah ke pelayanan kesehatan untuk
mendapatkan tindakan pengobatan sesuai penyebab dari mastitis itu.

21
DAFTAR PUSTAKA

Pillietteri, Adele.(2010), Maternal And Child Health Nursing : Care Of The Childbearing
And Childrearing Famil ed 6th. Library of Congress Cataloging-in-Publication Data :
China

World Health Organization (2002) Mastitis : penyebab dan penatalaksanaan.alih bahasa,


Bertha Sugiarto. Jakarta

Bahiyatun,(2009), Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal.editor Monica Ester. Jakarta
:EGCs

Pitriani, Risa (2014) Pedoman Lengkap Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Normal (Askep III) Ed.
II. Ygyakarta : Deepublish

https://www.slideshare.net/mobile/AffiZakiyya/pembahasan-soal-ukom oleh USC Sari, APP,


MPH (dosen jurusan kebidanan poltekkes kemenkes pontianak)

https://www.scribd.com/doc/153055318/Laporan-Askep-pada-Nn-K-dengan-Mastitis-Dextra
diunduh pada 20 juli 2020 pukul 23.30 am

https://www.scribd.com/doc/209361199/Askep-Mastitis diunduh pada 20 juli 2020 pukul


10.07 pm

Whqlibdoc.who.int

22

Anda mungkin juga menyukai