Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Apotek
1. Definisi apotek
Apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1027/MENKES/SK/IX/2004 yaitu sebagai suatu tempat dilakukannya
pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
lainnya kepada masyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 9 Tahun 2017 tentang Apotek Pasal 1, yang dimaksud dengan
apotek adalah saranan pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek
kefarmasian oleh apoteker.
2. Tujuan apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9
Tahun 2017, tujuan apotek adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian diapotek.
b. Memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kefarmasian di apotek.
c. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam memberikan
pelayanan kefarmasian di apotek (Permenkes RI No.9/2017).
3. Tugas dan fungsi apotek
Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek adalah:
a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah
jabatan apoteker.
b. Sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.
c. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan mendistribusikan sediaan
farmasi, antara lain obat, bahn baku obat, obat tradisional, dan kosmetik.
d. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional (Bogadenta A,
2013).

6
7

4. Pengolahan apotek
Pengolahan apotek merupakan segala upaya dan kegiatan yang dilakukan
seorang apoteker dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pelayan
apotek.
a. Pengolahan apotek berdasarkan Peraturan Meteri Kesehatan No.
922/MENKES/Per/1993 Pasal 10 dan 11, pengolahan apotek meliputi:
1) Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan, dan penjualan obat atau bahan obat.
2) Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi
lainnya.
3) Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, yang meliputi informasi
obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan kepada dokter, tenaga
kesehatan lainnya, maupun masyarakat (Bogadenta A, 2013).
b. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 tahun
2016, pengolahan sediaan farmasi di apotek meliputi:
1) Perencanaan
Dalam perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan pola
penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
2) Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan
farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3) Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
4) Penyimpanan
a) Semua obat atau bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai
sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya
b) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan
kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
8

c) Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO
(First In Firs Out).
5) Pemusnahan dan penarikan
a) Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan.
b) Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai yang
tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
6) Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan
atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran.
7) Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolahan sediaan farmasi
yang di sesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan digunakan untuk mengetahui kebutuhan manajemen apotek, dan
untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan pelaporan lainnya (Permenkes RI No. 73/2016).

B. Pelayanan Kefarmasian Di Apotek


Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 adalah
sebagai berikut:
1. Pengelolahan sumber daya
a. Sumber daya manusia
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh
seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolahan apoteker senantiasa
harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang
baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar
profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner,
kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier,
9

dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk


meningkatkan pengetahuan (Kemenkes RI. No 1027/2004).
b. Sarana dan prasarana
Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh
masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis
kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota
masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang
terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna
untuk menunjukan intergritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko
kesalahan penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan
mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Lingkungan
apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari hewan pengerat,
serangga atau pest. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama
untuk lemari pendingin. Apotek harus memiliki:
1) Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien
2) Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur
atau materi informasi
3) Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja
dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien
4) Ruang racikan
5) Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.
Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan
obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindungi dari debu,
kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan
dengan temperatur yang telah ditetapkan (Kemenkes RI. No 1027/2004).
c. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem
FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out).
10

1) Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu
diperhatikan sebagai berikut:
a) Pola penyakit
b) Kemampuan masyarakat
c) Budaya masyarakat.
2) Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan
farmasi harus jalur resmi.
3) Penyimpanan
a) Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
b) Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan
menjamin kestabilan bahan (Kemenkes RI. No 1027/2004).
d. Administrasi
Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan
kegiatan administrasi yang meliputi:
1) Administrasi umum
Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan
dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2) Administrasi pelayanan
Pengarsipan resep, pengarsipan cacatan pengobatan pasien, pengarsipan
hasil monitoring penggunaan obat (Kemenkes RI. No 1027/2004).
2. Pelayanan
a. Pelayanan resep
1) Skrining resep
2) Penyiapan obat
b. Promosi dan edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi
secara efektif dalam promosi dan edukasi.
c. Pelayanan residensial
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok
11

lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya (Kemenkes RI.
No 1027/2004).
3. Evaluasi mutu pelayanan
Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah:
a. Tingkat kepuasaan konsumen
Dilakukaan dengan survei berupa angket atau wawancara langsung.
b. Dimensi waktu
Lama pelayanan diukur dengan waktu.
c. Prosedur tetap
Untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan
(Kemenkes RI. No 1027/2004).

C. Obat
1. Definisi obat
Obat menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73
Tahun 2016 adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pecegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk
manusia.
Obat merupakan unsur yang sangat penting dalam upaya penyelenggaraan
kesehatan. Penanganan dan pencegahan berbagai penyakit tidak dapat lepas
dari tindakan terapi dengan obat atau farmakoterapi. Berbagai pilihan obat saat
ini tersedia, sehingga obat harus selalu digunakan secara benar agar
memberikan manfaat klinik yang optimal (Badan POM, 2017).
Menurut DR. dr. Fachmi Idris, M.Kes, Ketua Umum Pengurus Besar
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) periode 2006-2009, secara internasional obat
hanya dibagi menjadi 2 yaitu obat paten dan obat generik. Obat paten adalah
obat yang baru ditemukan berdasarkan riset dan memiliki masa paten yang
tergantung dari jenis obatnya. Menurut UU No. 14 Tahun 2001 masa berlaku
paten di Indonesia adalah 20 tahun. Selama 20 tahun itu, perusahaan farmasi
tersebut memiliki hak eksklusif di Indonesia untuk memproduksi obat yang
12

dimaksud. Perusahaan lain tidak diperkenankan untuk memproduksi dan


memasarkan obat serupa kecuali jika memiliki perjanjian khusus dengan
pemilik paten (Wibowo, 2009:).
Sedangkan berdasarkan penamaannya obat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Nama Kimia, yaitu nama asli senyawa kimia obat.
b. Nama Generik (unbranded name), yaitu nama yang lebih mudah yang
disepakati sebagai nama obat dari suatu nama kimia.
c. Nama Dagang atau Merek, yaitu nama yang diberikan oleh masing-masing
produsen obat. Obat bermerek disebut juga dengan obat paten (Yusuf, 2016).
2. Peran obat
Obat memiliki peranan yang sangat penting dalam pelayanan kesehatan.
Karena pada prinsipnya, pencegahan sekaligus penanganan berbagai jenis
penyakit tidak bisa terlepas dari tindakan terapi dengan menggunakan obat
maupun farmakoterapi. Berpijak pada pengertian tersebut, dapat dipahami
bahwa peran obat dalam kehidupan sosial kemasyarakat meliputi:
a. Penetapan diagnosa
b. Pencegahan terhadap segala bentuk atau jenis penyakit
c. Menyembuhkan segala bentuk atau jenis penyakit yang diderita oleh pasien
d. Memulihkan (rehabilitasi) kesehatan
e. Mengubah fungsi normal tubuh dengan maksud tujuan tertentu
f. Mengurangi rasa sakit
g. Meningkatkan pola hidup sehat dalam ruang lingkup sosial kemasyarakatan
atau peningkatan kesehatan (Zeenot, 2013)

D. Obat Generik
1. Definisi obat generik
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. HK. 02. 02/ MENKES/ 068/I
/2010 obat generik adalah obat dengan nama resmi INN (International Non
Propietary Names) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan dari
WHO untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Obat generik merupakan salah
satu kebijakan untuk mengendalikan harga obat, dimana obat dipasarkan
dengan nama bahan aktifnya. Agar para dokter dan masyarakat dapat
13

menerima dan menggunakan obat generik, di Indonesia kewajiban


menggunakan obat generik berlaku di unit-unit pelayanan kesehatan
pemerintah (Badan POM, 2017).
Obat generik biasanya dibuat setelah obat paten berhenti masa patennya,
obat paten kemudian disebut sebagai obat generik (generik= nama zat
berkhasiatnya) (Wibowo, 2009: 45). Dalam pelayanan kesehatan dikenal
berbagai macam-macam obat generik, yaitu:
a. Obat generik
Obat generik yang menggunakan nama sesuai dengan zat kimia yang
dikandungnya berdasarkan the international nonpropietary names lists for
pharmaceutical preparation, yang disingkat INN. Contohnya paraceramol
tetap dijual dengan nama paracetamol.
b. Obat generik dengan nama dagang (branded generic medicines).
Obat generik yang dijual dan diedarkan dengan nama dagang. Contohnya
panadol untuk paracetamol.
c. Obat generik berlogo
Obat generik berlogo adalah obat generik yang menyandang logo, sebagai
lambang yang menyatakan bahwa obat tersebut diproduksi oleh industri
farmasi yang telah mendapatkan setifikat cara pembuatan obat yang baik
(CPOB) (Priyanto, 2008).
2. Manfaat obat generik
Manfaat obat generik secara umum adalah sebagai berikut:
a. Sebagai saran pelayanan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
b. Dari segi ekonomis obat generik dapat dijangkau masyarakat golongan
ekonomi menengah kebawah.
c. Dari segi kualitas obat generik memiliki mutu atau khasiat yang sama dengan
obat yang bermerek dagang ataupun obat paten (Yusuf, 2016).
3. Kebijakan obat generik
Kebijakan obat generik adalah salah satu kebijakan untuk mengendalikan
harga obat, dimana obat dipasarkan dengan nama bahan aktifnya. Agar upaya
14

pemanfaatan obat generik ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka
kebijakan tersebut mencakup komponen-komponen berikut:
a. Produksi obat generik dengan cara pembuatan obat yang baik (CPOB).
Produksi dilakukan oleh produsen yang memenuhi syarat CPOB dan
disesuaikan dengan kebutuhan akan obat generik dalam pelayanan kesehatan.
b. Pengendalian mutu obat generik secara ketat.
c. Distribusi dan penyediaan obat generik di unit-unit pelayanan kesehatan
sesuai dengan cara distribusi obat yang baik.
d. Peresepan berdasarkan atas nama generik, bukan nama dagang.
e. Penggantian (substitusi) dengan obat generik diusulkan diberlakukan di unit-
unit pelayanan kesehatan.
f. Informasi dan komunikasi mengenai obat generik bagi dokter dan masyarakat
luas secara berkesinambungan.
g. Pemantauan dan evaluasi berkala terhadap penggunaan obat generik (Badan
POM, 2017)
4. Obat generik adalah hak pasien
Menurut dr. Marius Widjajarta, SE, Undang-Undang No. 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen telah menguraikan apa yang menjadi hak-hak
seorang pasien, antara lain:
a. Hak untuk informasi yang benar, jelas, dan jujur
b. Hak untuk jaminan keamanan dan keselamatan
c. Hak untuk ganti rugi
d. Hak untuk memilih
e. Hak untuk didengar
f. Hak untuk mendapatkan advokasi
g. Hak-hak yang diatur oleh perundang-undangan (Wibowo, 2009).

E. Paracetamol
1. Definisi paracetamol
Derivat para amino fenol yaitu fenasetin dan asetaminofen. Asetaminofen
(paracetamol) merupakan fenasetin metabolit aktif dari yang bertanggung
jawab dengan efek analgesiknya. Efek analgesik ini akan menimbulkan
15

penghambatan prostaglandin lemah dalam jaringan perifer dan tidak memiliki


efek inflamasi yang signifikan. Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal
sebagai paracetamol (Katzung, 2002).
Paracetamol merupakan obat bebas, obat dengan golongan ini termaksut
obat yang relatif aman digunakan, karena dapat diperoleh tanpa resep dokter,
selain di apotek dapat juga di peroleh di warung atau toko terdekat dan
pelayanan kesehatan lainnya (Depkes RI, 2007). Paracetamol digunakan
untuk menghilangkan nyeri ringan sedang dan kondisi demam ringan.
Paracetamol juga termasuk obat analgetik non narkotik yang memiliki cara
kerja dengan menghambat sintesis prostaglandin terutama di sistem syaraf
pusat (SSP) (Darsono, 2002)
Paracetamol generik bagi sebagian masyarakata sudah tidak asing lagi,
bahkan sering menjumpai saat melakukan pengobatan di puskesmas dan
rumah sakit, dan juga secara bebas bisa dibeli di apotek tanpa pengawasan
langsung dokter. Menurut Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (2008)
penggunaan obat generik merupakan salah satu program pemerintah dalam
upaya memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada masyarakat
karena memberi solusi sehat secara murah (Maharani, 2015).
2. Farmakodinamik
Asetaminofen (paracetamol) menghambat sintesis prostaglandin, yang
mengurangi sensasi nyeri. Obat ini efektif untuk menghilangkan nyeri ringan
atau sedang, sakit kepala dan berguna untuk antipiretiknya. Mula kerjanya
cepat dan lama kerjanya 5 jam atau kurang. Reaksi yang merugikan yang berat
dapat terjadi pada takar lajak, sehingga asetaminofen (paracetamol) dalam
bentuk cairan atau tablet kunyah harus dihindari dari jangkauan anak-anak
(Kee dan Evelyn, 1996).
3. Farmakokinetik
Paracetamol diberikan secara oral. Penyerapan dihubungkan dengan
tingkat pengosongan perut, dan konsentrasi darah puncak biasanya tercapai
dalam 30-60 menit. Paracetamol sedikit terikat pada protein plasma dan
sebagian dimetabolisme oleh enzim mikrosomal hati dan diubah menjadi
sulfat dan glukoronida acetaminophen,yang secara farmakologis tidak aktif.
16

Kurang dari 5% diekresikan dalam keadaan tidak berubah. Metabolit minor


tetapi sangat aktif (N-acetyl-p-benzoquinone) adalah penting dalam dosis
besar karena efek toksiknya terhadap hati dan ginjal. Waktu paruh
paracetamol adalah 2-3 jam dan relatif tidak terpengaruh oleh fungsi ginjal.
Dengan kuantitas toksik atau penyakit hati, waktu-paruhnya dapat meningkat
dua kali lipat atau lebih (Katzung, 2002).

F. Harga eceran tertinggi (HET)


1. Definisi harga eceran tertinggi(HET)
Harga eceran tertinggi obat yang selanjutnya disingkat HET menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 98 Tahun 2015 adalah
harga jual tertinggi obat di apotek, toko obat dan instalasi farmasi rumah sakit
atau klinik. Harga netto apotek yang selanjutnya disingkat HNA adalah harga
jual termaksut pajak pertambahan nilai (PPN) dari Perdagangan Besar Farmasi
(PBF) kepada apotek, toko obat dan instalasi farmasi sakit atau klinik
(Permenkes RI No. 98/2015).
2. Informasi HET obat pada label obat
Pengaturan pemberian informasi harga eceran tertinggi obat dimaksudkan
untuk memberi informasi yang benar, jelas mengenai harga eceran tertinggi
atau harga obat yang diberikan kepada masyarakat (Permenkes RI No.
98/2015).
a. Industri farmasi wajib memberikan informasi HET dengan mencantumkan
pada label obat
b. Nilai nominal dalam bentuk satuan rupiah
c. Pencantuman informasi HET pada label obat sampai kemasan sekunder.
d. Ukuran yang cukup besar dan warna yang jelas serta diletakkan ditempat yang
mudah terlihat sehingga mudah dibaca.
e. Dicap menggunakan tinta permanen yang tidak dapat dihapus atau dicetak
pada kemasan (Permenkes RI No. 98/2015).
17

3. Pemberian informasi harga eceran tertinggi (HET) obat pada pelayanan


kefarmasian
Menurut peraturan menteri kesehatan RI No. 98 tahun 2015 pemberian
informasi harga eceran tertinggi (HET) obat pada pelayanan kefarmasian
yaitu:
a. Apotek, toko obat, dan instalasi farmasi rumah sakit atau klinik hanya dapat
menjual obat dengan harga yang sama atau lebih rendah dari HET.
Dikecualikan ketentuan apotek, toko obat, dan instalasi farmasi rumah sakit
atau klinik dapat menjual obat dengan harga lebih tinggi dari HET apabila
harga yang tercantum pada label sudah tidak sesuai dengan ketentuan
pemerintah yang berlaku. Sehingga apotek, toko obat, dan instalasi farmasi
rumah sakit atau klinik harus memberi penjelasan kepada masyarakat
(Permenkes RI No. 98/2015).
b. Apoteker pada apotek atau instalasi farmasi rumah sakit atau klinik pada saat
memberikan pelayanan obat atau resep dokter yang wajib memberikan
informasi tentang HET obat kepada pasien atau keluarga pasien. Selain
memberikan informasi HET apoteker harus menginformasikan obat lain
terutama obat generik yang memiliki komponen aktif dengan kekuatan yang
sama dengan obat yang diresepkan yang tersedia pada apotek atau instalasi
farmasi rumah sakit atau klinik kepada pasien atau keluarga pasien
(Permenkes RI No. 98/2015).
4. Penyebab obat generik dijual lebih mahal dari HET
Penyebab obat generik di jual lebih mahal dari HET di apotek yaitu:
a. Lemahnya pengawasan dalam penegakan aturan HET
b. Ketidaktahuan mayoritas masyarakat tentang HET
c. Ketidaktahuan seorang petugas apotek tentang HET Permenkes
d. Petugas apotek hanya menjual obat dengan HET yang di tetapkan produsen
dan bukan HET Permenkes (Andriansyah, 2018).
18

G. Kerangka Teori

Apotek

Pelayanan kefarmasian
di apotek

Obat

Obat Paten / Bermerk Obat Generik

Paracetamol

Harga Eceran Tertinggi


(Permenkes RI No. 98/2015)

Gambar 2.1 Kerangka Teori


19

H. Kerangka konsep

1. Persentase (%) harga jual tablet


paracetamol generik di apotek dengan
harga eceran tertinggi (HET) yang
terdapat pada kemasan obat
2. Persentase (%) harga jual tablet
paracetamol generik di apotek dengan
harga eceran tertinggi (HET) yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor
Gambaran penerapan harga 436/MENKES/SK/XI/2013
jual tablet parasetamol generik 3. Persentase (%) harga eceran tertinggi
yang beredar di apotek (HET) yang diterapkan oleh produsen
wilayah Kota Bandar pada kemasan tablet paracetamol generik
Lampung dengan harga eceran tertinggi (HET) yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor
436/MENKES/SK/XI/2013
4. Persentase (%) kepatuhan apotek terhadap
harga eceran tertinggi (HET) tablet
paracetamol generik yang diterapkan oleh
produsen (kemasan)
5. Persentase (%) kepatuhan produsen
terhadap harga eceran tertinggi (HET)
tablet paracetamol generik yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor
436/MENKES/SK/XI/2013
6. Persentase (%) jumlah produsen yang
paling banyak digunakan di apotek Kota
Bandar Lampung.

Gambar 2.2 Kerangka Konsep


20

I. Definisi operasional

Tabel 2.1
Definisi operasional

No Variabel Definisi Alat Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Ukur Ukur
1. Harga jual Harga jual tablet Checklist Peneliti membeli 1 = Diatas HET Ordinal
tablet paracetamol lansung tablet 2 = Sama dengan
paracetamol generik yang paracetamol HET
generik didapat peneliti generik dengan 3 = Dibawah HET
kemasan di apotek Kota bukti pembelian
Bandar berupa nota/
Lampung kwitansi lalu
dibandingkan membandingkan
dengan harga harga yang
eceran tertinggi didapat dengan
(HET) yang harga eceran
terdapat pada tertinggi (HET)
kemasan obat yang terdapat
pada kemasan
2. Harga jual Harga jual tablet Checklist Peneliti membeli 1 = Diatas HET Ordinal
tablet paracetamol lansung tablet 2 = Sama dengan
paracetamol generik yang paracetamol HET
generik didapat peneliti generik dengan 3 = Dibawah HET
pemerintah di apotek Kota bukti pembelian
Bandar berupa nota/
Lampung kwitansi lalu
dibandingkan membandingkan
dengan harga harga yang
eceran tertinggi didapat dengan
(HET) yang harga eceran
ditetapkan oleh tertinggi (HET)
Menteri yang ditetapkan
Kesehatan oleh Menteri
Republik Kesehatan
Indonesia Republik
Nomor Indonesia
436/MENKES/ Nomor
SK/XI/2013 436/MENKES/
SK/XI/2013
21

3. Harga eceran Harga eceran Checklist Peneliti membeli 1 = Diatas HET Ordinal
tertinggi tertinggi (HET) langsung tablet 2 = Sama dengan
(HET) yang yang diterapkan paracetamol HET
diterapkan oleh produsen generik dengan 3 = Dibawah HET
produsen pada kemasan pengelompokan
(kemasan) tablet sesuai produsen,
dengan paracetamol lalu harga eceran
pemerintah generik dengan tertinggi (HET)
harga eceran yang terdapat
tertinggi (HET) pada kemasan
yang ditetapkan dibandingkan
oleh Menteri dengan harga
Kesehatan eceran tertinggi
Republik (HET) yang
Indonesia ditetapkan oleh
Nomor Menteri
436/MENKES/ Kesehatan
SK/XI/2013 Republik
Indonesia
Nomor
436/MENKES/
SK/XI/2013

4. Kepatuhan Kepatuhan Checklist Peneliti membeli 1 = Tidak patuh Ordinal


apotek apotek terhadap langsung tablet 2 = Patuh
terhadap harga harga eceran paracetamol
eceran tertinggi (HET) generik di
tertinggi yang terdapat berberapa apotek
(HET) pada kemasan lalu sesuaikan
produsen tablet dengan harga
paracetamol eceran tertinggi
generik (HET) pada
kemasan obat

5. Kepatuhan Kepatuhan Checklist Peneliti membeli 1 = Tidak patuh Ordinal


produsen produsen langsung tablet 2 = Patuh
terhadap harga terhadap harga paracetamol
eceran eceran tertinggi generik di
tertinggi (HET) yang berberapa apotek
(HET) ditetapkan oleh dengan
pemerintah Menteri pengelompokan
Kesehatan sesuai produsen,
Republik lalu sesuaikan
Indonesia dengan harga
Nomor eceran tertinggi
436/MENKES/ (HET) yang
SK/XI/2013 ditetapkan oleh
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
436/MENKES/
SK/XI/2013
22

6 Produsen yang Produsen yang Checklist Peneliti membeli 1= Pt. Pim Nominal
paling banyak didapatkan dari langsung tablet Pharmaceuticals
digunakan di pembelian tablet paracetamol 2= Pt.
apotek paracetamol generik di Promedrahardji
generik di apotek dengan Farmasi Industri
apotek pengelompokan 3= Holi Pharma
produsen 4= Mersifarma Tm
5= Pt. First
Medipharma
6= Bernofarm
7= Kimia Farma
8= Mega Esa
Farma
9= Novapharin

Anda mungkin juga menyukai