Anda di halaman 1dari 15

Nama : Muh.

Raka Henawan
Stambuk : C 301 15 298
Mata Kuliah : Akuntansi Keuangan lanjutan

BAB I
Latar Belakang

1.1. Kombinasi Bisnis


Kombinasi bisnis merupakan terminologi akuntansi yang substansinya di Indonesia dibahas
dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 22 yang telah direvisi pada tahun 2010.
Transaksi kombinasi menurut PSAK 22 revisi tahun 2010 terjadi ketika suatu entitas memperoleh
pengendalian atas entitas lain yang berupa bisnis. Disini yang dimaksud dengan Pengendalian
adalah kekuasaan untuk mengatur kebijaksanaan keuangan dan operasi suatu entitas, demi
memperoleh manfaat dari aktifitas entitas tersebut. Kombinasi bisnis melibatkan 2 pihak, yakni
entitas pengakuisisi dan entitas yang diakuisisi. Pihak pengakuisisi merupakan entitas yang
memperoleh pengendalian atas entitas yang diakuisisi dalam transaksi bisnis. Sebaliknya, entitas
yang diakuisisi atau disebut juga entitas target merupakan entitas yang dalam transaksi kombinasi
bisnis dikendalikan oleh entitas lain (entitas pengakuisisi). PSAK 22 direvisi tahun 2010 cenderung
menggunakan istilah entitas dibanding perusahaan.
PSAK 22: Kombinasi bisnis merupakan pengadopsian dari Standar Akuntansi Internasional
yakni, Internasional Financial Reporting Standard (IFRS) 3 tahun 2008. IFRS 3 pada awalnya
terbit tahun 2004 sebagai pengganti dari International Accounting Standard (IAS) 22. Hasi kerja
sama dewan standar akuntansi internasional atau Financial Accounting Standard Boars (FASB)
dengan dewan standar Amerika. Dalam hal ini Financial Accounting Standard Boars (FASB),
sebagai bagian dari upaya konvergensi standar akuntansi internasional, menghasilkan Norwalk
agreement yang merevisi kembali IFRS 3 tahun 2004 sehingga terbitlah IFRS 3 tahun 2008. Pada
tahun 1994 terbit PSAK 22 mengenai penggabungan usaha sebagai hasil adopsi dari International
Accounting Standars (IAS) 22. PSAK 22 tahun 1994 menggunakan terminologi “Penggabungan
Usaha”, kemudia pada tahun 2010 revisi PSAK 22 mengganti terminologi “Penggabungan Usaha”
menjadi “Kombinasi Bisnis”.
PSAK 22 tahun 1994 menggunakan istilah “Perusahaan” dalam pengabungan usaha, yang
menyatakan bahwa penggabungan usaha terjadi antara satu perusahaan dengan perusahaan lain.
Walaupun tampaknya sama, terdapat perbedaan istilah “Perusahaan” dengan istilah “Bisnis”. Bisnis
merupakan substansi usaha tanpa memandang bentuk usaha, sementara “Perusahaan” mengacu
pada bentuk atau badan usaha. PSAK 22 revisi 2010 mendefinisikan “Bisnis” sebagai suatu
rangkaian terpadu dan kegiatan dan aset yang mampu diadakan serta dikelola dengan tujuan
memberikan hasil dalam bentuk dividen, biaya yang lebih rendah, atau manfaat ekonomi lainnya
secara langsung kepada investor atau pemilik, anggota atau peserta lainnya.
PSAK 22 revisi 2010 bermaksud mencegah transaksi semacam itu. PSAK 22 revisi 2010
bermaksud menegakkan kombinasi bisnis, yaitu mendapatkan sinergi positif dari kedua aktifitas
ekonomi (bisnis), bukan untuk menggabungkan dua badan hukum.
PSAK 22 revisi 2010 menyatakan bahwa suatu bisnis memiliki input dan proses serta mampu
menghasilkan output. Walaupun bisnis biasanya menghasilkan output, namun apabila dalam suatu
rangkaian aktifitas tidak memilki output yang jelas, maka dapat dipertimbangkan factor - faktor
lain yang menentukan apakah suatu aktifitas merupakan bisnis atau tidak, yaitu:
1. Aktifitas utama yang direncanakan telah dimulai.
2. Terdapat karyawan, kekayaab intelektual, serta input dan proses lainnya yang dapat
diterapkan pada input.
3. Sedang dijalankan rencana untuk memproduksi output.
4. Dapat diperoleh akses ke pelanggan yang akan membeli output, dan lainnya.

1.2. Pengendalian
Pengendalian ini dapat diperoleh dengan kepemilikan hak suara atas entitaslain. Hak suara
biasanya melekat dalam kepemilikan ekuitas suatu entitas walaupun tidak selalu demikian. Jika hak
suara yang dimiliki sedemikian besar, diperoleh hak pengendalian dan pada saat itu telah terjadi
kombinasi bisnis. Kepemilikan ekuitas suatu entitas dalam jumlah tertentu dapat menimbulkan
pengendalian atas entitas tersebut dan hal itu menunjukkan bahwa telah terjadi kombinasi bisnis.
Entitas yang tidak berbadan hukum merupakan usaha yang didirikan namun belum memiliki
bentuk hukum tetap. Contoh bentuk hukum dalam hal ini meliputi perusahaan perseorangan, CV
Firma, Perseroan Terbatas dan bentuk lainnya. Sepanjang entitas bersangkutan merupakan bisnis
yang riil, kombinasi bisnis dapat dilakukan atas entitas tidak berbadan hukum tersebut.
Akan tetapi, makna mengendalikan lebih dari sekedar memiliki ekuitas entitas lain.
Pengendalian tidak harus selalu diperoleh dengan kepemilikan dan sebaliknya, kepemilikan hak
suara mayoritas tidak selalu memberikan hak pengendalian.
Pengendalian yang diperoleh tanpa adanya kepemilikan dapat terjadi melalui kontrak. Sebagai
contoh, suatu entitas telah terikat kontrak hanya menjual atau memberikan jasa atau memberikan
hak pemakaian aset pada entitas lain yang mengindikasikan adanya pengendalian oleh entitas lain
tersebut. Ini berarti entitas yang mengendalikan. Sebaliknya, jika ada pengendalian tanpa
kepemilikan, itu merupakan indikasi bahwa telah terjadi kombinasi bisnis. Dalam kasus lain, suatu
entitas mungkin memiliki sebagian saham biasa entitas lain dan entitas pengakuisisi tersebut dalam
posisi mengendalikan. Misalkan PT R memiliki 450 saham dari 1000 lembar PT S yang beredar.
Dalam hal ini, PT R memiliki hak suara 45%. Namun PT S kemudian menarik sahamnya dari
peredaran yang tidak dimiliki PT R sebanyak 200 lembar, sehingga saham beredar PT S sekarang
adalah 800 lembar. Akibatnya, hak suara PT R atas PT S menjadi 56.25% (450/800) dan hak suara
ini membuat PT R dalam posisi mengendalikan PT S. Kasus ini menggambarkan telah terjadinya
kombinasi bisnis.

1.3. Kombinasi Bisnis dan Pengendali Tertinggi.


Kombinasi bisnis mengenal istilah entitas “Pengendali”, dimana pengendalian dapat diperoleh
secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh, PT A mengakuisisi 90% hak suara PT B,
dan di sini telah terjadi kombinasi bisnis karena PT A memiliki hak 90% hak suara PT B. Jika PT B
memiliki hak pengendalian 80% atas PT C, maka PT A dengan sendirinya memiliki hak
pengendalian atas PT C karena memiliki hak suara tidak langsung atas PT C sebesar 72% (90% x
80%). Dalam kasus ini, PT A merupakan pengendali tertinggi. Selain itu, dapat juga dikatakan
bahwa ketiga entitas (PT A, PT B dan PT C merupakan satu grup). Dalam praktik, hal ini sering
terjadi.
Misalkan PT A mengakuisisi 20% hak suara PT C dengan menukarkan hak kepemilikannya
atas PT B. Dalam hal ini, secara ekonomi tidak ada perubahan kepemilikan PT A atas grup atau
kelompok tersebut walaupun tidak ada perubahan kepemilikan PT A atas grup atau kelompok
tersebut walaupun secara hukum ada. Hal itu bukan merupakan kombinasi bisnis yang sesuai
dengan PSAK 22 revisi 2010. PT A merupakan pengendali tertinggi baik sebelum maupun
sesudah PT A mengakuisisi hak suara PT C, Transaksi semacam itu disebut Kombinasi Bisnis Entitas
Sepengendali yang diatur tersendiri dalam PSAK 38 revisi 2011.
BAB II
Akuntansi Kombinasi Bisnis

2.1 Metode Kombinasi Bisnis


Kombinasi bisnis adalah suatu transaksi dimana suatu perusahaan memperoleh pengendalian
atas satu atau lebih perusahaan lain.
Kombinasi bisnis pada umumnya terjadi dengan kepemilikan hak suara yang memberikan hak
pengendalian. Kepemilikan hak suara biasanya direalisasi dengan perolehan ekuitas entitas lain,
sebagai contoh, hak suara dalam entitas yang berbentuk peseroan terbatas dinyatakan dalam
kepemilikan saham biasa PSAK 22 revisi tahun 2010 mensyaratkan penerapan metode pembelian
(purchase) atau metode akuasisi untuk perolehan ekuitasentitas yang dimaksud. Pembahasan
selanjutnya mengasumsikan bahwa kombinasi bisnis terjadi diantara entitas yang berbentuk
peseroan terbatas melalui akuisisi saham biasa kecuali disebut khusus.
Kombinasi saham bisa berupa merger, konsolidasi dan akuisisi. Perbedaan diantara ketiganya
yaitu :
1. Merger (Perusahaan A + Perusahaan B = Perusahaan A atau Perusahaan B) adalah
penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana perusahaan yang me-merger
mengambil/membeli semua assets dan liabilities perusahaan yang di-merger dengan begitu
perusahaan yang me-merger memiliki paling tidak 50% saham dan perusahaan yang di-
merger berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya menerima, Marcus (1999:5)
2. Akuisisi (Perusahaan A + Perusahaan B = Perusahaan A dan Perusahaan B) adalah
pengambil-alihan (takeover) sebuah perusahaan dengan membeli saham atau aset
perusahaan tersebut, perusahaan yang dibeli tetap ada. Brealey, Myers, & Marcus,
(1999:598).
3. Konsolidasi (Perusahaan A + Perusahaan B = Perusahaan C) adalah dua buah perusahaan
yang bergabung bubar demi hukum dan sebagai gantinya didirikan suatu perusahaan
dengan nama yang baru meskipun secara financial perusahaan baru tersebut mengambil
alih asset hak dan kewajiban dari 2 perusahaan yang bubar tersebut.
Akuisisi saham biasa entitas target biasanya menyebabkan entitas pengakuisisi memiliki hak
suara dalam entitas target. Akuisisi sebagian besar saham entitas target memberikan hak
pengendalian bagi entitas pengakuisisi, sehingga terjadi kombinasi bisnis.
Apabila entitas mengakuisisi merupakan perusahaan publik, peraturan bapepam masyarakat
adanya pihak independen, yakni perusahaan penilai (appraisal Company), untuk menilai kelayakan
harga akuisisi berdasarkan nilai wajar dari entitas target. Penilai independen akan melakukan
penilaian berdasarkan penilaian yang di Indonesia disebut Standar penilaian Indonesia (SPI).
Profesi perusahaan penilai ini diatur dalam undang - undang pasar modal no.8 tahun 1995.
Perusahaan penilai memiliki peran penting dalam menentukan nilai wajar aset entitas, kerena nilai
wajar ini diperlukan sebagi informasi wajib mematuhi prosedur dan tatacara yang dipersiapkan
serta dikeluarkan oleh organisasi profesi bersangkutan dalam menentukan dan melaporkan nilai
wajar aset entitas dimaksud.
Suatu akuisisi dapat dibiayai dengan kas atau saham. Akuisisi yang dibiayai dengan kas
dilakukan melaui pembayaran kas atau setara kas atau penerbit surat utang kepada pemilik entitas
target. Dengan pembayaran tersebut, pemilik lama entitas yang diakuisisi akan meninggalkan
entitas tersebut dan dan digantikan oleh entitas pengakuisisi sebagai pemilik baru. Pembiayaan
akuisisi dengan saham dilakukan dengan menerbitkan saham baru. Pembiayaan jenis ini dilakukan
dengan menerbitkan saham baru atau mengeluarkan kembali saham treasuri atau pembendaharaan
yang diberikan kepada pemilik lama entitas target. Akuisisi yang dibiayai dengan saham
menyebabkan pemilik lama entitas target meninggalkan entitas tersebut, tetapi menjadi pemegang
saham entitas pengakuisisi atau dengan kata lain, menjadi pemilik baru entitas pengakuisisi,
(investor). Walaupun secara hukum entitas pengakuisisi dan entitas target merupakan entitas yang
berbeda, tetapi secara ekonomi keduanya adalah satu. Dengan demikian, pada dasarnya pemilik
lama entitas target tetap memiliki hak suara dalam entitas target meskipun ia kini terhitung sebagi
pemegang saham entitas pengakuisisi. Karena itu, akuisisi tersebut tidak memiliki dampak ekonomi
terhadap pemilik lama entitas target.
PT. Pinokio mengakuisisi seluruh saham biasa PT. Abunawas. Saham PT. Abunawas yang
beredar berjumlah 1 juta lembar dengan nilai nominal Rp. 1.000 per lembar, agio Rp. 200 per
lembar saham dan nilai buku saham Rp. 1.500 perlembar saham. Harga akuisisi perlembar saham
adalah Rp. 1.500 dan untuk ini PT. Pinokio menerbitkan 1 juta lembar saham dengan nilai nominal
Rp. 1.000 per lembar sementara harga pasar perlembar adalah Rp. 1.500. PT. Pinokio mencatat ayat
jurnal berikut:

Investasi saham PT. Abunawas Rp 1.500.000.000

Model Saham Rp 1.000.000.000

Tambahan Modal Disetor Rp 500.000.000


2.2 Harga Akuisisi
Nilai investasi pada tanggal akuisisi dicatat sebesar harga perolehan. Biaya terkait akuisisi
adalah biaya yang dikeluarkan pihak pengakuisisi dalam rangka kombinasi bisnis, yang meliputi
biaya makelar, hukum, akuntansi, penilaian dan biaya profesional atau konsultasi lainnya; serta
biaya administrasi umum, termasuk biaya pemeliharaan departemen akuisisi internal yang dicatat
sebagai beban pada periode akuisisi. Khusus biaya pendaftaran serta penerbitan efek utang dan efek
ekuitas sesuai dengan PSAK 22 revisi 2010 diakui berdasarkan ketentuan dalam PSAK 55 (revisi
2006 ) instrumen keuangan: pengakuan dan pengukuran.
Contoh: Pada tanggal 1 januari 2012, PT. Intiseka mengakuisisi saham biasa PT. Andaika
sebanyak 4 juta lembar dengan harga per saham Rp. 1.400. pengeluaran - pengeluaran lain
sehubungan dengan akuisisi tersebut antara lain:
- Biaya akuntan, perusahaan penilai dan pihak independen lain yang terlibat akuisisi Rp. 200
juta
- Pengeluaran sehubungan dengan surat menyurat Rp. 15.000.000
Harga akuisisi dibayar dengan menerbitkan saham PT. Intiseka sebanyak 2 juta lembar dengan
nilai nominal Rp. 2000 dan harga pasar Rp. 2.800 per lembar. Saham ini diberikan kepada pemilik
lama 4 juta lembar saham PT. Andaika. Biaya konsultan dan pengeluaran lainnya dibayar per kas
tunai.
Dengan demikian harga perolehannya adalah 4 juta lembar x Rp. 1.400 per saham = Rp. 5,6
miliar, yang merupakan nilai investasi pada tanggal 1 januari 2012 transaksi ini dicatat sebagai
berikut:

Investasi dalam saham biasa Rp. 5.600.000.000

Beban Rp. 215.000.000

Saham biasa (2 juta x 2.000) Rp. 4.000.000.000

Tambahan modal disetor Rp. 1.600.000.000

Kas Rp. 215.000.000

Akuisisi saham akan diakui dengan registrasi saham. Biaya registrasi saham pada dasarnya
merupakan biaya langsung akuisisi, tetapi tidak satu paket dengan harga akuisisi. Biaya langsung
yang tidak satu paket dengan transaksi akuisisi diperlakukan sebagai pengurang tambahan modal
disetor. Dalam transaksi akuisisi diatas, misalkan perusahaan mencatat saham dengan biaya Rp. 100
juta per kas, PT. Intiseka akan mencatat ayat jurnal sebagai berikut:
Tambahan modal disetor Rp. 100.000.000

Kas Rp. 100.000.000

Jadi tambahan modal disetor PT. intiseka berkurang sebesar Rp. 100 juta akibat pencatatan
saham PT. Andaika yang diakuisisi tersebut.

2.3 Alokasi Harga Akuisisi


Metode akuisisi mensyaratkan dilakukannya penilaian atas nilai wajar perusahaan. Nilai wajar
sebesar Rp. 6,8 miliar merupakan nilai wajar 100% kekayaan PT Andika, yaitu yang baik yang
akan diakusisi 80% maupun kepentingan nonpengendali.
Harga akusisi sebesar Rp. 5,6 miliar mencerminkan harga wajar atas 80% bank suara PT
Andika. Karena kepentingan nonpengendali juga harus nilai pada harga wajar sesuai PSAK 22
revisi 2010 maka harga diakusisi sebesar Rp. 5,6 miliar dapat dijadikan rujukan harga wajar untuk
20% kepentingan nonpengendali. Jika harga wajar untuk 80% hak suara adalah Rp. 5,6 miliar,
maka harga pasar untuk 100% adalah Rp. 7 miliar (Rp. 5,6 miliar/80%). Dengan demikian harga
nonpengendali adalah Rp. 1,4 miliar (20% x Rp. 7 miliar). Perhitungan harga wajar kepentingan
nonpengendali ini bukan satu - satunya teknik yang diizinkan. Jika terdapat bukti lain yang lebih
valid, dapat diterapkan teknik perhitungan lain untuk kepentingan nonpengendali. Jadi, harga wajar
kepentingan nonpengendali bisa saja lebih besar atau lebih kecil dari Rp. 1,4 miliar.

2.4 GoodWill
Goodwill merupakan selisih lebih harga akusisi dengan nilai wajar ekuitas yang diakuisasi
PSAK 22 menyatakan goodwill dialokasikan ke pihak pengendali (perusahaan induk) dan
kepentingan nonpengendali.
Dengan demikian, nilai goodwill adalah selisih lebih dari penjumlahan harga ekuitas yang
diakusisi dan harga wajar pepentingan nonpengendali, dengan total nilai wajar kekayaan entitas
yang diakuisisi:
Harga ekuitas yang diakuisisi xxx

Harga wajar kepentingan nonpengendali xxx

Total harga wajar xxx

Total nilai wajar entitas yang diakuisisi (xxx)

Goodwill xxx
2.5 Diskon Pembelian
Kadang kala, pihak pengakuisisi melakukan pembelian dengan diskon, yaitu suatu
kombinasi bisnis dimana hasil penjumlahan harga ekuitas yang diakuisisi dan harga wajar
kepintingan nonpengendalian lebih kecil dari nilai wajar total ekuitas yang diakusisi. Hal
ini mengidentifikasi adanya diskon pembelian yang menjadi keuntungan bagi pihak
pengakuisisi.
Sebelum mengakui kentungan dari pembelian dengan diskon, pihak pengakuisisi
menilai kembali apakah telah mengidentifikasi dengan tepat seluruh aset yang diperoleh
dan liabilitas yang diambil - alih, serta mengakui setiap aset atau liabilitas tambahan yang
dapat diidentifikasi dalam pengkajian kembali tersebut. PSAK 22 mensyaratkan pihak
pengakuisisi juga mengkaji kembali prosedur yang digunakan untuk mengukur jumlah
yang diakui pada tanggal akuisisi bagi hal - hal berikut:
a. Aset teridentifakasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil – alih.
b. Kepentingan nonpengendalian pada pihak yang diakuisisi, jika ada.
c. Untuk kombinasi bisnis yang dilakukan secara berpahap, kepentingan ekuitas
pihak pengkuisasi yang dimiliki sebelunya pada pihak yang diakuisisi.
d. Imbilan yang dialihkan.

Jika selisih lebih nilai wajar entitas yang diakuisisi tetap ada, pihak pengakuisisi
mengakui keutungan yang dihasilkan dalam laporan laba rugi pada tanggal akusisi.
Keutungan tersebut diatribusikan kepada pihak pengakuisisi.

2.6 Pembukuan Entitas Pengakuisisi


Akuisisi ekuitas dalam kombinasi bisnis membuat pihak pengakuisisi menjadi induk dan pihak
yang diakuisisi sebagai anak.
Prosedur akutansi investasi pihak pengkuisisi dalam ekuitas entitas yang diakuisisi dalam
banyak hal dilakukan sesuai dengan PSAK 15 revisi 2009. Investasi dalam entitas asosiasi yang
mensyarakat penerapan metode ekuitas. Menurut metode ekuitas, investasi pada awalnya dicatat
sebesar biaya diperoleh dan jumlah tercatat tersebut ditambah atau dikurangi untuk mengakui
bagian investor, yang dalam hal ini adalah pihak pengakuisisi, atas laba atau rugi invesestee (entitas
yang diakuisisi) setelah tanggal peroleh. Bagian investor atas laba/rugi invesestee dicacat sebagai
pendapat investasi, dengan ayat jurnal berikut:
Investasi dalam ekuitas xxx

Pendapat investasi xxx

Distribusi laba atau dividen (kecuali dividen saham) yang diterima dari investee mengurangi
nilai tercatat investasi yang dicacat investor sebagai berikut:
Piutang Dividen xxx

Investasi dalam ekuitas xxx

Karena itu, nilai investasi dalam metode ekuitas mengalami perkembangan sesuai dengan
perkembangan entitas investee dengan persamaan sebagai berikut:
Investasi Akhir = Investasi Awal + Pendapatan Investasi - Dividen Investee
PSAK 15 revisi 2009 juga masyarakat penyusuaian terhadap nilai tercatat investasi jika
pendapat perubahan proposi bagian investor atas yang timbul dari pendapatan comprehensive
lainnya bagi investee. Investor akan mencatat:
Investasi dalam ekuitas xxx

Pendapatan comprehensive lainnya xxx

2.7 Selisih Harga Akuisisi


Dalam penentuan harga akuisisi, kombinasi bisnis PT. Intiseka dan PT. Andaika
diperhitungkan undervalue atas penilaian indevenden berdasarkan nilai wajar sebesar Rp.
300.000.000 dan Goodwill Rp. 200.000.000, keterangan mengenai informasi nilai wajar tersebut
disajikan dalam peraga 2-2 :
PERAGA 2-2
Informasi Tahun 2012 PT Andika
Nama Akun Jumlah Keterangan
Piutang Usaha – Overvalue Rp. (500.000.000)
Persedian – Overvalue Rp. (350.000.000) Telah terjual tahun 2012
Bangunan – Undervalue Rp. 500.000.000 Umur 10 tahun, metode garis lurus
Tanah – Undervalue Rp. 800.000.000
Utang Pajak – Overvalue Rp. (150.000.000)
Goodwill Rp. 200.000.000 Penurunan nilai tahun 2012 Rp. 12,5
Jumlah Rp. 500.000.000 jt
Nilai investasi PT Intiseka sebesar Rp5.600.000.000 dapat dijelaskan sebagai berikut:

Nilai buku investee yang dimiliki (80% x Rp. 6,5 M) Rp. 5.200.000.000

Selisih investasi dengan nilai buku (80% x Rp. 500 jt) 400.000.000

Nilai investasi Rp. 5.560.000.000

Jika diurai berdasarkan komponennya, maka nilai investasi itu adalah sebagai berikut:
Investasi = kekayaan bersih investee yang dimiliki + selisih investasi.
Informasi mengenai kekayaan investasi dan saldo selisih investasi pada tanggal dimaksud.
Peraga 2-2 menyajikan informasi tentang aset, liabilitas dan goodwill penyebab harga akuisisi
(investasi) berbeda dari nilai buku kekayaan entitas yang diakuisisi. Jika seluruh persediaan PT.
Andaika pada tanggal akuisisi telah terjual selama tahun 2012, hal ini menunjukan bahwa selisih
investasi yang disebabkan oleh overvalue persediaan akan nihil. Hal ini juga berlaku untuk seluruh
aset lainnya seperti piutang yang diterima, bangunan yang akan habis masa pakainya dan tanah
yang mungkin akan terjual. Utang pajak juga harus dilunasi, sementara goodwill akan mengalami
penurunan nilai. PSAK 15 mensyaratkan bagian investor atas laba/rugi investee disesuaikan dengan
perubahan nilai tersebut. Pada tahun 2012, persediaan yang terjual, bangunan yang disusutkan dan
penurunan nilai goodwill kombinasi bisnis akan mengubah selisih harga akuisisi (nilai investasi)
PT. Intiseka yang harus disesuaikan.
Terjualnya persediaan oleh PT. Andaika akan menyebabkan overvalue persediaan harus
dipulihkan. Karena kondisi overvalue menurunkan harga akuisisi (nilai investasi), maka PT.
Intiseka harus memulihkan nilai investasi sebesar Rp. 280 juta (80% x Rp. 350 juta) dengan jurnal
sebagai berikut:
Investasi Rp. 280.000.000

Pendapatan investasi Rp. 280.000.000

Selisih investasi dengan nilai buku akibat bangunan yang undervalue sebesar Rp. 400 juta
(80% x Rp. 350 juta) akan menyebabkan naiknya harga akuisisi. Bangunan merupakan aset tetap
yang dibeli bukan untuk dijual kembali seperti persediaan, melainkan untuk dipakai dalam operasi
normal perusahaan. Nilai bangunan PT. Andaika akan terus menurun selama 10 tahun umur
ekonomisnya. Karena itu, nilai investasi harus diturunkan setiap tahun sebesar Rp. 40 juta (Rp. 400
juta/ 10 tahun) untuk menyesuaikan penurunan nilai bangunan tersebut dengan ayat jurnal berikut:
Pendapatan investasi Rp. 40 juta

Investasi dalam saham Rp. 40 juta


Sementara itu, goodwill akan menyebabkan harga akuisisi naik sebesar Rp. 160 juta (80% x
Rp. 200 juta). Penurunan nilai goodwill sebesar Rp. 12,5 juta mengharuskan PT. Intiseka
menurunkan nilai investasi sebesar Rp. 10 juta (80% x Rp. 12,5 juta), dengan ayat jurnal pada akhir
tahun 2012 sebagai berikut:
Pendapatan investasi Rp. 10 juta

Investasi dalam saham biasa Rp. 10 juta

Pendapatan investasi PT. Intiseka pada tahun 2012 berdasarkan ayat jurnal penyesuain
(adjustment) di atas adalah:
Laba investee (80% x Rp. 200 juta) Rp. 160.000.000

Amortisasi selisih investasi

- Overvalue persediaan Rp. 280.000.000


- Undervalue bangunan Rp. (40.000.000)
- Goodwill di-impair Rp. ( 10.000.000)
Total pendapatan investasi Rp. 390.000.000

Berdasarkan pendapatan investasi tersebut, perhitungan nilai investasi pada akhir tahun dapat
disajikan sebagai berikut:
Investasi awal Rp. 5.600.000.000

Pendapatan investasi 2012 Rp. 390.000.000

Dividen yang diumumkan Rp. (80.000.000)

Investasi 31/12/2012 Rp. 5.910.000.000

Perhitungan investasi berdasarkan komponennya juga dapat dilakukan seperti berikut:


Kekayaan investee yang dimiliki (80% x Rp. 6.600.000) Rp 5.280.000.000

Selisih investasi (lihat peraga 2-3) Rp. 630.000.000

Investasi 31 Desember 2012 Rp. 5.910.000.000

Kekayaan investasi per 31 Desember 2008 sebesar Rp. 6.6 miliar berasal dari:
Kekayaan 1 januari Rp. 6.500.000.000

Laba tahun 2012 Rp. 200.000.000

Dividen yang diumumkan pada akhir tahun Rp. (100.000.000)

Nilai kekayaan 31 Desember 2012 Rp. 6.600.000.000

Selisih investasi setelah penyesuain atas persediaan, bangunan dan penurunan nilai goodwill
tahun 2012 disajikan dalam peraga 2-3. Selisih investasi itu membesar dari Rp. 400 juta menjadi
Rp. 630 juta setelah amortisasi selisih investasi, karena akun yang diamortisasi lebih besar dari
akun yang overvalue (Rp. 280 juta), yakni persediaan, dibanding amortisasi akun yang undervalue.
PERAGA 2-2

1/1/2012 Amortisasi 31/12/2012


Piutang Usaha Rp. 400.000.000 -
(Rp. 400.000.000)
Persedian – Overvalue (Rp. 280.000.000) Rp. 280.000.000
Bangunan Rp. 400.000.000 Rp. 40.000.000
Rp. 360.000.000
Tanah Rp. 640.000.000 -
Rp. 640.000.000
Utang Pajak – Overvalue (Rp. 120.000.000) -
(Rp. 120.000.000)
Goodwill Rp. 160.000.000 Rp. 10.000.000
Rp. 150.000.000
Jumlah Rp. 400.000.000
Rp. 630.000.000

Selisih investasi tersebut suatu saat akan menjadi nol. Aset akan menjadi nol melalui proses
penjualan, penyusutan, amortisasi atau bahkan kerusakan, hilang atau ditarik dari operasi karena
teknologi yang tidak sesuai lagi. Sementara itu, utang akan menjadi nol melalui proses pelunasan
atau pembebasan utang. Apabila aset atau utang yang menjadi faktor penyebab selisih investasi
pada saat akuisisi menjadi nol, investor harus mengoreksi nilai investasinya. Apabila selisih
investasi menjadi nol, maka:
Investasi = Jumlah Kekayaan Investasi yang Dimilki Investor
Misalkan pada tahun 2040 selisih investasi telah seluruhnya diamortisasi. Apabila kekayaan
pemegang saham PT. Andaika sebesar Rp. 10 miliar, maka nilai investasi adalah 80% x Rp. 10
miliar = Rp. 8 miliar.
Apabila pada saat akuisisi tidak terdapat selisih investasi dengan nilai kekayaan yang
diperoleh atau harga investasi pada saat akuisisi sebesar nilai buku kekayaan investee yang
diakuisisi, maka jumlah kekayaan investee yang dimiliki mencerminkan nilai investasi dan tidak
ada amortisasi selisih investasi yang mempengaruhi investasi serta pendapatan investasi.
Misalkan harga perolehan investasi dalam saham PT. Andaika pada tanggal 1 januari 2012
adalah Rp. 5,2 miliar untuk 80% saham. Nilai investasi tersebut sama dengan jumlah kekayaan PT.
Andaika yang dimiliki saat itu, yakni 80% x Rp. 6.5 miliar = Rp. 5,2 miliar. Apabila pada tahun
2012 PT. Andaika laba sebesar Rp. 200 juta dan membagi dividen Rp. 100 juta, kekayaan PT.
Andaika per 31 Desember 2012 adalah sebesar Rp. 6.500.000.000 + Rp. 100.000.000 = Rp.
6.600.000.000. Karena itu, nilai investasi PT. Intiseka menjadi sebesar 80% x Rp. 6,6 miliar = Rp.
5,28 miliar atau meningkat Rp. 80 juta dari tanggal 1 januari 2012.
Pendapatan investasi apabila pada tanggal akuisisi terdapat selisih investasi adalah
sebagai berikut:
Laba investasi x % kepemilikan xxx

Amotisasi/impairment selisih investasi

- Undervalue (xxx)
- Overvalue xxx
- Aset tidak berwujud (goodwill dll) (xxx)
Total pendapatan investasi xxx

Apabila selisih investasi sudah menjadi nol melalui proses amortisasi dan impairment,
pendapatan investasi hanya bersumber dari laba entitas investee kecuali terjadi kasus lain.
Misalkan pada tahun 2040 setelah semua selisih investasi menjadi nol, PT. Andaika
mengumumkan laba sebesar Rp. 400 juta. Jadi, pendapatan investasi PT. Intiseka adalah
80% x Rp. 400 juta = Rp. 320 juta.

2.8 Pendapatan Investasi Dalam Laporan Keuangan Individu


Walaupun pihak pengakuisisi setelah kombinasi bisnis diharuskan mencatat dan menyesuaikan
nilai investasinya dengan metode ekuitas sesuai PSAK 15 revisi 2009, tetapi PSAK 4 tetap
mengizinkan entitas pengakuisisi (induk) menggunakan metode biaya (cost) ketika menyusun
laporan tersendiri (laporan individu) dalam batas sebagai informasi tambahan sesuai dengan PSAK
55: Intrument keuangan, pengakuan dan pengukuran. Pencatatan dengan metode cost menyajikan
nilai investasi sebesar harga perolehan dan mengabaikan perkembangan nilai investasi dalam
entitas anak.
Metode cost disebut juga metode pendapatan. Metode cost berpandangan bahwa perusahaan
investee adalah sumber pendapatan investor. Bila investee mengumumkan laba, hal itu belumlah
menjadi pendapatan bagi perusahaan investor. Berdasarkan teori akuntansi, pendapatan itu harus
dibuktikan dengan adanya aliran masuk kas atau bukti akan menerima kas (piutang). Pengumuman
laba entitas investee tidak serta merta menjadi tanda aliran masuk bagi investor kecuali investee
berniat membagikan laba tersebut kepada pemegang saham (dividen). Jadi, laba entitas investee
tidak boleh diakui sebagai pendapatan oleh investor. Karena itu, tidak ada ayat jurnal penyesuaian
yang dibuat entitas investor atas pengumuman laba investee.
Jika pihak investee mengumumkan dividen, hal ini merupakan bukti pendapatan bagi investor,
yakni pendapatan dividen. Investor akan mencatat pengumuman dividen tersebut sebesar jumlah
yang akan di peroleh berdasarkan jumlah kepemilikan atas saham, dengan ayat jurnal sebagai
berikut:
Piutang Dividen (dividen x % kepemilikan saham) xxx
Pendapatan Dividen xxx

Dalam metode cost, sumber pendapatan investasi adalah laba yang dibagikan oleh
investee (dividen). Penerapan metode cost ini juga dapat dilakukan dengan alas an - alasan tertentu,
yakni:
a. Pengendalian dimaksudkan untuk sementara, karena saham perusahaan anak dibeli
dengan tujuan dijual kembali dalam jangka pendek.
b. Perusahaan anak dibatasi oleh suatu restrika jangka panjang sehingga mempengaruhi
secara signifikan kemampuannya dalam mentransfer dana perusahaan induk.
c. Penggunaan metode akuitas atas investee tidak lagi sesuai dengan alasan – alasan
tertentu.

Misalkan PT. Andaika membagi dividen setelah PT. Intiseka menjadi pemilik saham
perusahaan tersebut sebesar 80%. Apabila PT. Intiseka mencatat investasinya dengan menggunakan
metode cost, pengumuman dividen untuk yang 80% dicatat sebagai pendapatan dengan ayat jurnal
berikut:
Piutang dividen (80% x 100 jt) Rp. 80 jt
Pendapatan investasi Rp. 80 jt
Jadi, pendapatan investasi dalam metode cost merupakan dividen yang diumumkan investee.
Pada umunya, dividen ditetapkan berdasarkan laba yang diperoleh, sementara hak investor
atas dividen maksimum sebesar laba entitas investee. Misalkan pada tahun 2012 PT. Andaika
mengumumkan laba sebesar Rp. 200 juta, sehingga hak PT. Intiseka atas dividen PT. Andaika
maksimum sebesar 80% x Rp. 200 juta = Rp. 160 juta. Apabila PT. Andaika mengumumkan
dividen sebesar Rp. 225 juta atau PT. Intiseka mendapat 80% x Rp. 225 juta = Rp. 180 juta,
penerimaan ini telah melampaui hak PT. Intiseka sebesar Rp. 180 Juta – Rp. 160 Juta = Rp. 20 juta.
Kelebihan hak atas pendapatan ini diperlakukan sebagai pengurang nilai investasi, sehingga
pengumuman dividen investee dicatat oleh PT. Intiseka sebagai berikut:
Piutang dividen Rp. 180 juta
Pendapatan investasi Rp. 160 juta
Investasi dalam saham Rp. 20 juta

Akibat pengumuman dividen ini nilai investasi PT. Intiseka berkurang sebesar Rp. 20 juta
sehingga investasi per 31 desember 2012 menjadi Rp. 5,6 miliar – Rp. 20 juta = Rp. 5.580.000.000.
Apabila PT. Andaika mengumumkan pembagian dividen sebesar Rp. 225 juta sebelum tanggal
laporan keuangan, maka pada tanggal pengumuman dividen PT. Intiseka mencatat pendapatan
sebagai berikut:
Piutang dividen Rp. 180 juta
Pendapatan dari PT. Andaika Rp. 180 Juta
Apabila laba yang diumumkan PT. Andaika ternyata sebesar Rp. 200 juta, maka PT.
Intiseka harus melakukan koreksi atas pendapatan sebesar Rp. 20 juta karena pendapatan
tersebut telah melebihi hak atas laba. Ayat jurnal koreksinya adalah:
Pendapatan dari PT. Andaika Rp. 20 juta
Investasi dalam saham PT. Andaika Rp. 20 juta

Anda mungkin juga menyukai