PENGERTIAN PERSEDIAAN
Dasar-dasar Persediaan
- Neraca dalam perusahaan manufaktur dan dagang menggambarkan
persediaan merupakan aktiva lancar yang jumlahnya sangat besar.
- Laporan rugi laba, persediaan merupakan hal yang sangat menentukan
keuntungan atau hasil usaha.
- Pendapatan kotor, (penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan)
diawasi oleh manajemen perusahaan, pemilik maupun pihak-pihak lain.
Barang Konsinyasi
Konsinyasi: Pemegang atau penjual barang (consignee) bukan merupakan pemilik barang.
Karakteristiknya:
1. Kepemilikan tetap berada ditangan pemilik barang (consignor) sampai barang tersebut
terjual.
2. Barang konsinyasi merupakan persediaan barang dagangan milik consignor, bukan
persediaan milik consignee.
Pemasukan dan pengeluaran persediaan tidak dicatat dan tidak diperhitungkan dalam suatu
catatan tertentu.
Pembelian barang dicatat dengan mendebit rekening pembelian bukan persediaan barang.
Perhitungan persediaan akhir sekaligus digunakan untuk perhitungan harga pokok penjualan
dengan menggunakan jurnal penyesuaian.
Sistem ini cukup sederhana dan mudah diterapkan, tetapi kurang baik untuk pengawasan
persediaan, karena kekurangan persediaan yang hilang tidak dapat dideteksi dan manajemen
tidak memiliki alat untuk mengetahui jumlah persediaan setiap saat.
Pada akhir periode akuntansi dengan menggunakan sistem pencatatan periodik harus melakukan
pengecekan fisik terhadap persediaan (stock opname of inventories) dengan cara mengukur dan
menghitung berapa jumlah barang yang ada di gudang. Sistem pencatatan ini pada akhir periode
dibutuhkan ayat jurnal penyesuaian sebagai berikut:
Untuk persediaan awal :
Perbedaan pencatatan transaksi persediaan barang pada metode fisik dan perpetual secara rinci
pada tabel berikut:
PENILAIAN PERSEDIAAN
Dari data diatas, yang terjual adalah mobil yang dibeli tanggal 2 dan 15 Januari. Jadi dengan
metode identifikasi khusus tidak terikat kapan persediaan diperoleh seperti metode FIFO dan
LIFO. Oleh karena itu, harga pokok penjualan perusahaan sebesar nilai perolehan mobil yang
terjual sebesar Rp 4.000.000.000,00 (Rp 1.000.000.000,00 + Rp 3.000.000.000,00).
Metode identifikasi juga berbeda dengan metode rata-rata tertimbang yang memiliki satu harga
untuk semua jenis produknya. Berdasarkan metode identifikasi khusus, persediaan dinilai sesuai
harga perolehan masing-masing. Jadi persediaan akhir perusahaan dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Keterangan Nominal
Mobil B Rp 2.000.000.000,00
Mobil D Rp 5.000.000.000,00
Jumlah Rp 7.000.000.000,00
Pada umumnya perusahaan menggunakan metode ini, sebab metode ini perhitungannya
sangat sederhana baik sistem fisik maupun sistem perpetual akan menghasilkan penilaian
persediaan yang sama.
Cara menghitung persediaan akhir adalah sebagai berikut :
Persediaan awal xxx
Pembelian xxx +
Tersedia untuk dijual xxx
Penjualan xxx –
Persediaan akhir xxx
Kesimpulan :
Persediaan akhir = Persediaan awal + Pembelian – Penjualan
Metode FIFO yang didasarkan atas sistem fisik, nilai persediaan akhir ditentukan dengan cara
saldo fisik yang ada dikalikan harga pokok perunit barang yang terakhir kali masuk, bila saldo
fisik ternyata lebih besar dari jumlah unit terakhir masuk maka sisanya diambilkan dari harga
pokok perunit yang masuk sebelumnya. Sedangkan pada sistem perpetual pencatatan persediaan
dilakukan secara terus menerus dalam kartu persediaan. Pada sistem ini apabila ada transaksi
penjualan maka akan dijurnal dua kali, pertama mencatat harga pokok penjualan dan yang kedua
mencatat harga pokok barang yang dijual, seperti berikut ini :
Kas/ Piutang Dagang xxx
Penjualan xxx
HPP xxx
Persediaan barang xxx
Contoh Soal
Pembelian Jumlah Unit Harga Satuan Total Harga
Perolehan
2 Januari 3.000 Rp 20.000 Rp 60.000.000
15 Januari 5.000 Rp 21.000 Rp 105.000.000
31 Januari 3.000 Rp 22.000 Rp 66.000.000
Penjualan
20 Januari 3.000
Dalam metode ini, diasumsikan barang yang dibeli terakhir adalah barang yang dijual
pertama, sehingga persediaan yang tersisa di persediaan akhir adalah barang yang paling awal
diperoleh. Hal ini umumnya tidak mencerminkan penyajian yang andal dari arus aktual
persediaan. IAS 2 dan PSAK 14 melarang penggunaan metode LIFO.
Penggunaan LIFO dalam pelaporan keuangan seringkali disebabkan karena faktor pajak.
Dalam keadaan tren harga barang menunjukkan kenaikan, khususnya dalam inflasi, metode
LIFO umumnya menghasilkan harga pokok penjualan yang lebih tinggi dan laba netto yang lebih
rendah dibandingkan metode lainnya, sehingga beban pajak perusahaan juga lebih rendah.
b. Rata-rata tertimbang
Dalam metode ini harga per unit persediaan dihitung dengan cara: jumlah total nilai pembelian
dibagi dengan total unit yang dibeli.
Contoh:
PT. Angkasa Putra selama bulan Januari 2011 mempunyai data tentang persediaan sebagai
berikut:
Jan. 1 Persediaan 1.000 unit @ Rp. 500/unit
Jan. 10 Pembelian 800 unit @ Rp. 550/unit
Jan. 18 Penjualan 900 unit
Jan. 20 Pembelian 700 unit @ Rp. 600/unit
Jan. 27 Penjualan 500 unit
Tentukan nilai persediaan tanggal 31 Januari 2011 apabila besarnya persediaan akhir adalah
1.100 unit. dengan metode FIFO, LIFO, Rata-rata sederhana, rata-rata tertimbang!
Jawab:
a. FIFO
Jumlah persediaan 1.100 unit terdiri dari:
Pembelian tgl 20 Januari 2011 = 700 x Rp. 600 = Rp. 420.000
Pembelian tgl 10 Januari 2011 = 400 x Rp. 550 = Rp. 220.000
Jumlah 1.100 Rp. 640.000
b. LIFO
Jumlah persediaan 1.100 unit terdiri dari:
Persediaan tgl 1 Januari 2011 = 1.000 x Rp. 500 = Rp. 500.000
Pembelian tgl 10 Januari 2011 = 100 x Rp. 550 = Rp. 55.000
Jumlah 1.100 Rp. 555.000
c. Rata-Rata Sederhana
Jumlah persediaan 1.100 unit
Harga rata-rata per unit:
Rp. 500 + Rp. 550 + Rp. 600
= Rp. 550
3
Jadi besarnya nilai/harga pokok persediaan akhir sebesar 1.100 unit adalah:
1.100 x Rp. 550 = Rp. 605.000
d. Rata-Rata Tertimbang
Jumlah persediaan 1.100 unit
Harga rata-rata per unit:
(1.000 x Rp. 500) + (800 x Rp. 550) + (700 x Rp. 600)
1000 + 800 + 700
= (Rp. 500.000 + Rp. 440.000 + Rp. 420.000) : 2.500 = Rp. 544
Jadi besarnya nilai/harga pokok persediaan akhir sebesar 1.100 unit adalah:
1.100 x Rp. 544 = Rp. 598.400
B. Menurut system perpetual terdapat beberapa cara,seperti berikut ini:
1. FIFO (First in First Out), masuk pertama keluar pertama
2. LIFO (Last In First Out), masuk terakhir keluar pertama
3. Metode Rata-rata (average method)
Contoh Soal:
Jawaban :
Persediaan Akhir
1. Sistem Periodik
c) Rata-rata (average)
c. Rata-rata (average)
2. Sistem Perpetual
Penjualan
Laba Kotor
1. Sistem Periodik
2. Sistem Perpetual
Mencatat Pembelian:
Mencatat Penjualan:
2. Perpetual (FIFO)
Mencatat Pembelian:
Mencatat Penjualan:
Jan
Persediaan 1000 500 500.000
1
1000 500 500.000
10 Pembelian 800 550 440.000
800 550 440.000
100 500 50.000
18 Dijual 900 500 450.000
800 550 440.000
100 500 50.000
20 Pembelian 700 600 800 550 440.000
420.000
700 600 420.000
100 500 50.000 400 550 220.000
27 Dijual 400 550 275.000 700 600 420.000
Dari kartu persediaan tersebut, besarnya nilai persediaan akhir adalah :
400 @ Rp. 550 = Rp. 220.000
700 @ Rp. 600 = Rp. 420.000
1.100 Rp. 640.000
b. Metode LIFO:
Dalam metode ini diasumsikan bahwa harga pokok dari persediaan yang terakhir masuk
dari pembelian, dikeluarkan terlebih dahulu pada saat terjadi penjualan.
Dari harga perhitungan diatas maka besarnya nilai persediaan sebanyak 1.100 unit adalah sebesar
Rp. 611.820