Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

Sampling Audit Untuk Pengujian Pengendalian dan


Pengujian Substantif Transaksi

KELOMPOK G

Disusun Oleh:

Ari Nugroho (C1C018032)


Rizal Habi Yuda (C1C018052)
Zaini Gani (C1C018060)
R. Rama Muamar Rifki (C1C018070)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JAMBI
2020
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul [judul makalah] ini tepat
pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Auditing 2. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Sampling Audit Untuk Pengujian Pengendalian dan Pengujian Substantif Transaksibagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Jambi, 14 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................................................5
BAB II...................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
SAMPLING AUDIT UNTUK PENGUJIAN PENGENDALIAN DAN PENGUJIAN
SUBSTANTIF ATAS TRANSAKSI.................................................................................................6
2.1 SAMPLING STATISTIK DAN SAMPLING NONSTATISTIK SERTA PEMILIHAN
SAMPEL PROBABILISTIK DAN NON PROBABILISTIK...........................................................7
2.2 METODE PEMILIHAN SAMPEL NON PROBABILISTIK...............................................9
2.3 METODE PEMILIHAN SAMPEL PROBABILISTIK.......................................................10
2.4 SAMPLING UNTUK TINGKAT PENGECUALIAN........................................................12
2.5 PENERAPAN PEMILIHAN SAMPLING AUDIT NONSTATISTIK................................13
2.6 SAMPLING AUDIT STATISTIK.......................................................................................17
2.7 DISTRIBUSI SAMPLING..................................................................................................18
2.8 APLIKASI SAMPLING ATRIBUT....................................................................................18
CONTOH KASUS..............................................................................................................................19
BAB III................................................................................................................................................26
PENUTUP...........................................................................................................................................26
KESIMPULAN...............................................................................................................................26
SARAN...........................................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketika memilih sampel dari populasi auditor berusaha memperoleh sampel yang
representatif, yaitu sampel yang karakteristinya hampir sama dengan yang dimiliki oleh
populasi. Ini berarti item- item yang dipilih yang dijadikan smpel populasi serupa dengan
item- item yang dijadikan sampel.

Ketika memilih sampel dari popuasi, auditor berusaha untuk memperoleh sampel yang
representatif. Sampel representatif (representative sample) adalah sampel yang
karakteristiknya hampir sama dengan yang dimiliki oleh populasi.ini berarti item item yang
dijadikan sampel populasi serupa dengan item item yang tidak dijadikan sampel. Sedangkan

Dalam praktek ,auditor tidak pernah mengetahuai apakah suatu sampel bersifat
representative atau tidak. Salah satu cara adalah dengan melakukan audit lebih lanjut atas
populasi secara keseluruhan. Akan tetpi auditor dapat meningkatkan sampel dianggap
representatif dengan menggunakan secara cermat ketika merancang proses sampling,
pemilihan sampel dan evaluasi sampel. Hasil sampel dapat nonrepresentatif akibat kesalahan
nonsampling atau kesalahan sampling. Risiko dari kedua jenis kesalahan yang terjadi
tersebut disebut sebagai risiko nonsampling dan risiko sampling. Keduanya dapat
dikendalikan.

Auditor yang akan melakukan pengujian harus menentukan ukuran sampel dan item
sampel yang akan dipilih dari populasi untuk setiap sampel prosedur audit. Banyaknya
persentase dari jumlah populasi yang akan dipilh auditor bagi pengujian untuk membuat
kesimpulan mengenai populasi tersebut disebut sebagai sampling audit.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan Sampel representatif dan sampel nonrepresentatif ?
2 Pengertian Sampling statistik vs sampling nonstatistik dan pemilihan sampel
probabilistik vs nonprobabilistik ?
3 Apakah yang dimaksud Metode pemilihan sampel nonprobabilistik dan probabilistik ?
4 Apakah yang dimaksud Sampel untuk tingkat pengecualian ?
5 Apakah yang dimaksud Sampling audit statistik ?
6 Apakah yang dimaksud Distribusi sampling ?
7 Apakah yang dimaksud Aplikasi sampling audit nonstatistik ?

1.3 Tujuan Penulisan


Untuk mempelajari dan memahami poin-poin yang terdapat dalam rumusan masalah.
BAB II
PEMBAHASAN

SAMPLING AUDIT UNTUK PENGUJIAN PENGENDALIAN DAN PENGUJIAN


SUBSTANTIF ATAS TRANSAKSI

Ketika memilih sampel dari popuasi, uditor berusaha untuk memperoleh sampel yang
representatif. Sampel representatif (representative sample) adalah sampel yang
karakteristiknya hampir sama dengan yang dimiliki oleh populasi.ini berarti item item yang
dijadikan sampel populasi serupa dengan item item yang tidak dijadikan sampel.

Dalam praktek, auditor tidak pernah mengetahui apakah suatu sampel bersifat
representatif, bahkan setelah semua pengujian selesai dilakukan. Satu satunya cara untuk
mengetahui apakah suatu sampel bersifat representatif adalah dengan melakukn audit lebih
lanjut atas populasi secara keseluruhan. Akan tetapi, auditor dapat meningkatkan
kemungkinan sampel dianggap representatif dengan menggunakannya secara cermat ketika
merancang proses sampling, pemilihan sampl, dan evaluasi sampel. Hasil sampel dapat
menjadi nonrepresentatif akibat kesalahan nonsampling atau kesalahan sampling. Risikodari
dua jenis kesalahan yang terjadi tersebut disebut sebagai risiko nonsampling danrisiko
sampling. Kduanya dapat dikendalikan.

Risiko nonsampling (nonsupling risk) adalah risiko bahwa pengjian audit tidak
menemukan pengecualian yang ada dalam sampel. Prosedur audit yang tidakfektif untuk
mndeteksi pengecualian uang diragukan adalah dengan memeriksa sampel dokumen
pengiriman dan menentukan apakah masing masing telah dilampirkan ke faktur penjualan,
dan bukan memeriksa sampel salinan faktur penjualan untuk menentukan apakah dokumen
pengiriman telah dilampirkan. Dalam kasus ini auditor telah melakukan pengujian dengan
arah yang salah karena memulainya dngan dokumen pengiriman dan bukan salinan
fakturpenjualan. Prosedur audit yang dirancang dengan cerma, instruksiyang tepat,
pengawasan, dan review merupakan cara untuk mengendalikan risiko nonsampling.

Risiko sampling (sampling risk) adalah risiko bahwa auditor mencapai kesimpulan
yang salah karna sampel populasi yang tidak representatif. Risiko sampling adalah bagian
sampling yang melekat akibat pengujian lebih sedikit dari populasi secara keseluruhan. Jika
populasi sebenarnya memiliki tingkat pengecualian, uditir menerima populasi yang slah
karenaa sampel tidak cukup mewakili populasi.

Auditor memiliki dua carauntuk mengendalikan risiko sampling:

1. Menyesuaikan ukuran sampel


2. Menggunakan metode pemilihan item sampel yang tepat dari populasi

2.1 SAMPLING STATISTIK DAN SAMPLING NONSTATISTIK SERTA


PEMILIHAN SAMPEL PROBABILISTIK DAN NON PROBABILISTIK
Sampling statistik : berbeda dari sampling non-statistik. Dalam metode ini dengn
menerapkan aturan matematika, auditor dapat menguantifikasi (mengukur) risiko sampling
dalam perencanaan sampel (tahap 1), dan dalam mengevaluasi hasil (tahap 3). Sampling non-
statistik: auditor tidak menguantifikasi risiko sampling. Auditor memilih unsur – unsur
sampel yang diyakininya akan memberikan informasi yang paling bermanfaat, dalm situasi
yang dihadapi, dan mencapai kesimpulan tentang populasi berdasarkan hasil
pertimbangannya.

Metode sampling audit dapat dibagi menjadi dua kategori utama : sampling statistik
dan sampling nonstatistik. Kategori tersebut srerupa karena keduanya melibatkan tiga tahap :

1. Perencanaan sampel
2. Pemilihan sampael dan melakukan pengujian
3. Pengevaluasian hasil

Tujuan dari perencanaan sampel adalah memastikan bahwa pengujian audit dilakukan
dengan cara yang memberikan risiko sampling yang diinginkan dan meminimalkan
kemungkinan kesalahan nonsampling. Pemilihan sampel melibatkan keputusan bagaimana
sampel dipilih dari populasi. Auditor baru dapat melksanakan pengujian audit hanya setelah
item sampel dipilih. Pengevaluasian hasil adalah penarikan kesimpulan berdasarkan
pengujian audit.
Tindakan Langkah
·         Memutuskan bahwa ukuran sampel sebanyak100 akan ·         Perencanaan sampel
diperlukan
·         Memutuskan 100item mana yang akan diplih populasi ·         Pemilihansampel
·         Melaksanakan prosedur audit untuk masing masing dari 100 pelaksaanaan pengujian
item dan menentukan bahwa ada tiga pengecualia
·         Mencapai kesimpulan mengenai tingkat pengecualian yang ·         Pengevaluasian hasil
mungkin dalam total populasi jika tingkat pengecualian sampel sama
dengan 3 persen

Sampling statistik (statistical sampling) berbeda dari sampling nonstatistik dalam hal
bahwa, dengan menerapkan aturan matematika, auditor dapat mengkuantifikasi (mengukur)
risiko sampling dalam merencanakan sampel (langkah 1) dan dalam mengevaluasi hasil
(langkah 3)

Dalam sampling nonstatistik (nonstatistical sampling) auditor tidak


mengkuantifikasikan sampling sebaiknya, auditor memilih item sampel yang diyakini akan
memberikan informasi yang paling bermanfaat, dalam situasi tertentu, dan mencapai
kesimpulan mengenai populasi atas dasar pertimbangan. Karena alasan tersebut penggunaan
sampling nonstatistik sering kali disebut dengan sampling pertimbangan (jidgemental
sapling)

Baik pemilihan sampel probabilistik maupun nonprabobalistik berada pada langkah 2.


Apabila menggunakan pemilihan sampel probabilistik (probabiistic sampel selection) auditor
memlih cara acak item item sehingga setiap item populasi memiliki item probabilitas yang
sama untuk dimasukkan dalam sampel. Proses ini memerlukan ketelitian yang sangat tinggi
dan menggunaan salah satu dari beberapa metode yang telah dibahas secara singkat. Dalam
pemilihan sampel nonprobabilistik (nonprobabilistik sample selection), auditor memilih item
sampel dengan menggunakan pertimbangan yang profsional dan bukan metode probabilistik.
Auditir dapat menggunakan salah satu dari beberapa metode pemilihan sampel
nonprobabilistik.

Standar auditing memungkinkan auditor untuk menggunakan baik metode sampling


statistik maupun nonstatistik. Akan tetapi, jauh lebih lebih penting bahwa kedua metode itu
deterapkan dengan hati-hati. Semua langkah dalam proses harus diikuti dengan hati-hati. Jika
sampling statistik digunakan, sampel harus bersifat probabilistik dan metode evaluasi statistik
yang tepat harus dingunakan dengan sampel untuk melakukan perhitungan risiko sampling.
Auditor juga dapat melakukan evaluasi nonstatistik apabila menggunakan pemilihan
probabilistik, tetapi jarang dapat diterima mengevaluasi sampel nonprobabilistik dengan
menggunakan metode statistic

Ada tiga jenis metode pemilihan sampel yang sering kali dikaitkan dengan sampling
audit nonstatistik . ketiga metode itu bersifat nonprobabilistik. Sementara itu, ada empat jenis
metode pemilihan sampel yang sering kali dikaitkan dengan sampling audit statistik, yang
semuanya bersifat probabilistik.

Metode pemilihan sampel nonprobabilistik (pertimbangan) termasuk berikut ini :


1. Pemilihan sampel terarah
2. Pemilihan sampel blok
3. Pemilihan sampe sembarangan

Metode pemilihan sampel probabilistik termasuk berikut ini :


1. Pemilihan sampelacak sederhana
2. Pemilihan sampel sistematis
3. Pemilihan sampel probabilitas yang proporsional dengan ukuran
4. Pemilihan sampel yang bertahap

2.2 METODE PEMILIHAN SAMPEL NON PROBABILISTIK

Metode pemilihan sampel nonrobabilistik adalah metode yang tidak memenuhi


persyaratan teknis bagi pemilihan sampel nonprobabilistik. Karena metode tersebut tidak
didasarkan pada probabilitas matematika, keterwakilan sampel mungkin sulit ditentukan.
Dalam pemilihan sampel terarah (directed sample selection) auditor dengan sengaja menilih
setiap item dalam sampel berdasarkan kriteria pertimbangannya sendiri ketimbang
menggunakan pemilihan acak. Pendekatan yang umum digunakan termasuk :
1. Pos yang paling mngkin mengandung salah saji. Auditor sering kali mampu
mengidentifikasi pos populasi mana yang mungkin mengandung salah saji.
2. Pos yang mengandung karakteristik populasi terpilih. Dengan memilih satu atau lebih
pos yang memiliki karakterisitik populasi yang berbeda, auditor mungkin bisa
merancang sampel agar regresentatif.
Cakupan nilai uang yang besar. Auditor kadang kadang dapat memilih sampel yang
meliputi bagian total nilai uang bagian populasi yang besar sehingga mengurangi risiko
penarikan kesimpulan yang tidak tepat dengan tidak memeriksa pos pos yang kecil.
Dalam pemilihan sampel blok (block sample selection), auditor memilih pos pertama dalam
satu blok, dan sisanya dipilih secara berurutan. Biasanya penggunaan sampel blok hanya
dapat diterima jika jumlah blok yang digunakan masuk akal. Jika hanya segelintir blok yang
digunakan probabilitas memperoleh sampel nonpresentatif sangatlah besar, dengan
menggunakan kemungkinan perputaran karyawan, perubahan sistem akuntansi dan sifat
musiman, ari sejumlah jenis.

Pemilihan sampel sembarangan (haphazard sample selection), adalah pemilihan


sampel item atau pos tanpa bias yang disengaja oleh auditor. Dalam kasus semacam itu,
auditor memilih item populasi tnpa memandang ukurannya, sumber,atau karakteristik lainnya
yang membedakan.

Kekurangan pemilihan sampel sembarangan yang paling serius adalah sulitnya


menjaga agar tetap tidak bias dalam melakukan pemilihan. Karena pelatihan auditor dan bias
yang tidak disengaja, item populasi tertentu akan lebih besar kemungkinannya untuk
dimasukkan dalam sempel ketimbang yang lainnya.

2.3 METODE PEMILIHAN SAMPEL PROBABILISTIK

Sampel statistik mengharuskan sampel probabilistik mengukur risiko sampling. Untuk


sampel probabilistik, auditortidakmenggunakan pertimbangan mengenai item atau po sampel
mana yang akan dipilih, keculi dalam memilih mana dari epat metode pemilihan yang akan
digunakan.

Dalam sampel acak (random sample)sederhana, setiap kombinasi dari item populasi
yang mngkin memiliki kesempatan untuk dimasukkan dalam sampel..auditor menggunakan
sampling random atau acak sederhana untuk populasi sampel apabila tidak ada kebutuhan
untuk menekankan satu atau lebih item populasi.
Tabel angka acak. Jika auditor memperoleh sampel angka acak sederhana, mereka
harus menggunakan metode yang memastikanbahwa semua item dalam populasi memiliki
kesempatan yang sama untuk dipilih. Angka acak adalah serangkaian dari digit yang
memiliki probabilitas yang sama untuk muncul selama jangka panjang dan tidak memiliki
pola yang dapat diidentifikasi. Sebuah tabel angka acak (random number table) memiliki
digit acak dalam bentuk tabel dengan baris dan kolom yang telah diberikan nomor. Auditor
memilih sampel acak dengan pertama membentuk korespondensi antara nomer dokumen
klien yang akan dipilih dan digit pada tabel angka acak.
Angka acak yang dihasilkan komputer. Sebagian besar sampel yang digunakan
auditor dihasislkan oleh komputer dengan menggunakan salah satu dari tiga jenis program :
spreadsheet elektronik, generator angka acak, dan perangkat lunak audit yang tergenarilisasi.
Program komputer menawarkan beberapa keunggulan : penghematan waktu, berkurangnya
kemungkinan kesalahan auditor dalam memilih angka, dan dokumentasi otomatis. Karena
sebagian besar auditir memiliki akses ke komputerdan ke spreadsheet elektronik atau
program generator angka acak, mereka biasanya lebih suka menggunakan angka acak yang
dihasilkan komputer ketimbang metode pemilihan probabilistik lainnya.

Dalam pemilihan sampel sistematis (sistematic sample selection), yang juga disebut
sampling sistematis, auditor menghitung suatu interval dan kemudian memilih item item yang
akan dijadikan sampel berdasarkan ukuran interval tersebut. Interval ditentukan dengan
membagi ukuran populasi dengan ukuran sampel yang diinginkan. Keunggulan dari
pemilihan sistematis adalah lebih mudah digunakan. Dalam sebagian besar populasi, sampel
sistematis dapat diambil dengan cepat dan pendekatannya secara otomatis akan menempatkan
nomor lain dalam urutan, yang membuatnya lebih mudah dalam mengembangkan
dokumentasi yang sesuai.

Dalam banyak situasi audit, jauh lebih menguntungkan memilih sampel yang
menekankan item item populasi dengan julah tercatat yang lebih besar. Ada dua cara untuk
memperoleh sampel semacam itu :
1. Mengambil sampel dimana probabilitas pemilihan setiap item populasi individual bersifat
proporsional dengan jumlah tercatatnya. Metode ini disebut sebagai sampling dengan
probabilita yang proporsional dengan ukuran (pps), dan dievaluasi dengan menggunakan
sampling nonstatistik atau sampling statistik unit moneter.
2. Membagi populasi kedalam subpopulasi, biasanya menurut ukuran dolar, dan mengambil
sampel yang lebih besar dari subpopulasi itu dengan ukuran yang lebih besar. Hal ini disebut
sebagai sampling bertahap, dan dievaluasi dengan menggunakan sampling nonstatistik
ataupun sampling statistik variabel.

2.4 SAMPLING UNTUK TINGKAT PENGECUALIAN

Auditor menggunakan sampling pada pengujia pengendalian dan pengujian


substantifatas transaksi untuk mengestimasi persentase item item dalam populasi yang
memiliki karakteristik atau atribut kepentingan. Persentase ini disebut sebagai tingkat
keterjadian (accurence rate) atau tingkat pengecualian (exception rate). Sebagai contoh jika
auditor menetukan bahwa tingkat pengecualianuntuk verifikasi internal faktur penjualan
adalah sekitar 3%, maka rata rata 3 dari tiap 100 faktur tidak diverifikasi secara layak.
Auditor sangat memperhatikan jenis pengecualian berikut dalam populasi data
akuntansi:
a. Menyimpan atau deviasi daripengendalian yang diterapkan klien
b. Salah saji moneter dalam populasi data transaksi
c. Salah saji moneter dalam rincian transaksi saldo akun

Mengetahui tingkat pengecualian sangat bermanfaat bagi dua jenis pengecualian yang
pertama, yang melibatkan transaksi. Karena itu, auditor menggunakan secara ekspensif
sampling audit yang mengukur tingkat pengecualian ketika melakukanpengujian
pengendalian dan pengujian ekspensif atas transaksi. Perihal jenis pengecualian ketiga,
biasanya auditor harus mengestimasi jumlah total dolar dari pengecualian itu karena mereka
harus memutuskan apakah salah saji yang ada bersifat material. Jika ingin mengetahui jumlah
salah saji, auditor akan menggunakan mode yang mengukur nilai uang, bukan tingkat
pengecualian.

Tingkat pengecualian dalam suatu sampel akan digunakan untuk mengestimsi


tingkat pengecualian dalam populasi yang merupakan “estimasi terbaik” auditor atas tingkat
pengecualian populasi. Istilah pengecualian (exception) harus dipahami sebagai mengacu
pada deviasi dari prosedur pengendalian klien maupun jumlah yang salah secara moneter,
apakah hal itu disebabkan oleh kesalahan akuntansi yang tidak disengaja atau penyebab
lainnya. Istilah deviasi (deviation) terutama mengacu pada penyimpangan dari pengendalian
yang telahdigariskan.

Dalam menggunakan sampling audit untuk menentukan tingkat pengecualian,


auditor ingin mengetahui seberapa besar tingkat pengecualian itu, dan bukan lebar interval
keyakinannya. Karena itu auditor berfokus pada batas estimasi interval, yang disebut tingkat
pengecualian atas yang dihitung (computed upper exception rate = CUER) atau yang
diestimasi dalam melakukan pengujian pengendalian dan pengujian supstantif atas transaksi.
Dengan menggunakan angka dari contoh sebelumnya, auditor dapat menyimpulkan bahwa
CUER untuk dokumen pengiriman yang hilang adalah 4% dengan risiko sampling sebesar
5% yang berarti auditor menyimpulkan bahwa tingkat pengecualian populasi tidak lebih
besar dari 4% dengan risiko sebesar 5% tingkat pengecualian itu akan melampaui 4%.
Setelah dihitung, auditor dapat mempertimbangkan CUER dalam konteks tujuan audit
khusus. Sebagai contoh, jika pengujian dilakukan atas dokumen pengiriman yang hilang,
auditor harus menentukan apakah tingkat pengecualian sebesar 4% itu merupakan risiko
pengendalian yang dapat bagi tujuan keterjadian (occurrence).

2.5 PENERAPAN PEMILIHAN SAMPLING AUDIT NONSTATISTIK

Auditor menggunakan 14 langkah yang dirancang dengan baik untuk menerapkan


sampling audit pada pengujian pengendalian danpengujiansubstantif atas transaksi. Langkah
langkah tersebut dibagi menjadi tiga tahap yang telah digambarkan sebelumnya. Auditor
harus mengikuti langkah langkat tersebut dengan cermat untuk memastikan diterapkannya
persyaratan audit maupun sampling dengan benar.

Merencanakan sampel

1. Menyatakan tujuan pengujian audit


2. Memutuskan apakah sampling audit dapat diterapkan
3. Mendifinisikan atribut dan kondisi pengecualian
4. Mendefinisikan populasi
5. Mendefinisikan unit sampling
6. Menetapkan tingkat pengecualian yang dapat ditoleransi
7. Menetapkan risiko yang dapat diterima atas penentuan risiko penilaian yang terlalu
rendah
8. Mengestimasi tingkat pengecualian populasi
9. Menentukan ukuran sampel awal
Memilih sampel dan melaksanakan prosedur audit
1. Memilih sampel
2. Melaksanakan proseur audit
Mengevaluasi hasil
1. Menggenaralisasi dari sampel ke populasi
2. Menganalisis pengecualian
3. Memutuskan aksebtabilitas populasi

Tujuan pengujian harus dinyatakan dalam istilah siklus transaksi yang sedang diuji.
Biasanya, auditor mendefinisikan tujuan pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi
sebagai :
 Menguji keefektifan operasi pengendalian
 Menentukan apakah transaksi mengandung salah saji moneter

Sampling audit dapat diterapkan setiap kali auditor berencana membuat suatu
kesimpulan mengenai populasi berdasarkan suatu sampel. Auditor harus memeriksa program
audit dan memilih prosedur audit dimana sampling audit dapat diterapkan:
a. Mereview transaksi penjualan untuk melihat jumlah yang besar dan tidak biasa
(prosedur analitis)
b. Mengamati apakah tugas klerk piutang usaha terpisah dari tugas menangani kas
(pengujian pengendalian)
c. Memeriksa sampel salinan faktur penjualan untuk melihat :
 Persetujuan kredit oleh manajer kredit (pengujian pengendalian)
 Keberadaan dokumen pengiriman yang dilampirkan (pengujian pengendalian)
 Pencantuman nomor bagan akun (pengujian pengendalian)
d. Memilih sampel dokumen pengiriman dan menelusuri masing masing ke salinan faktur
penjualan terkait (pengujian pengendalian)
e. Membandingkan kuantitas yang tercantum pada setiap salinan faktur penjualan dengan
kuantitas pada dokumen pengiriman yang terkait (pengujian substantif atas transaksi)
Sampling audit tidak dapat diterapkan bagi dua prosedur pertama dalam program
audit ini. Prosedur yang pertama adalah prosedur analitis dimana sampling tidak layak
diterapkan. Sementara yang kedua adalah prosedur observasi yang tidak memiliki
dokumentasi untuk melaksanakan sampling audit.

Jika sampling audit digunakan, auditor harus mendifinisikan dengan tepat


karakteristik (atribut) yang sedang diuji dan kondisi pengecualian. Kecuali mereka telah
mendefinisikan dengan tepat setiap atribut, staf yang melaksanakan prosedur audit tidak akan
memiliki pedoman untuk mengidentifikasi pengecualian. Atribut kepentingan dan kondisi
pengecualian untuk sampling audit diambil langsung dari prosedur audit yang digunakan
auditor.

Populasi dalam item item yang ingin digeneralisasikan oleh auditor. Auditor dapat
mendefinisikan populasi untuk memasukkan setiap item yang mereka inginkan, tetapi ketika
memilih sampel, sampel tersebut harus dipilih dari sepuluh populasi seperti yang telah
didefinisikan. Auditor harus mendefinisikan dengan cermat terlebih dahulu, sejalan dengan
tujuan pengujian audit.

Auditor mendefinisikan unit sampling berdasarkan definisi populasi dan tujuan


pengujian audit. Unit sampling adalah unit fisik uang berhubungan dengan angka acak ang
dihasilkan auditor. Jadi sangatlah bermanfaat memikirkan unit sampling sebagai titik awal
untuk melakukan pengujian audit. Untuk siklus penjualan dan penagihan, unit sampling
biasanya berupa nomor faktur penjualan atau dokumen pengiriman.

Penerapan tingkat pengecualian yang dapat ditoleransi (tolerabel exeption rate =


TER) untuk setiap atribut memerlukan pertimbangan profesional auditor. TER merupakan
tingkat pengecualian tertinggi yang akan di ijinkan auditor dalam pengendalian yang sedang
diuji dan masi bersedia menyimpulkan bahwa pengendalian telah berjalan efektif (dan atau
tingkat slah saji moneter dalam transaksi masi dpat diteriima).
Untuk sampling audit dalam pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas
transaksi risiko tersebut sebagai risiko pengendalian yang terlalu rendah (acceptable risk of
assessing control risk (ARACR) to low ) ARACR mengukur risiko yang bersedia ditanggung
auditor untuk menerima suatu pengendalian sebagai efektif (atau tingkat salah saji sebagai
dapat ditoleransi) apabila tingkat pengecualian populasi yang sebenarnya lebih besardaripada
tingkat pegecualian yang dapat ditoleransi (TER).

Auditor harus lebih dulu membuat estimasi tingkat pengecualian populasi untuk
merencanakan ukuran sampel yang sesuai. Jika estimasi tingkat pengecualian populasi
(estemated population exception rate = eper) rendah, ukuran sampel yang lebih kecil akan
memenuhi tingkat pengecualian yang dapat di toleransi (TER) auditor, karena hanya
diperlukan lebih sedikit estimasi yang tepat.

Penetapan tingkat pengecualian yang dapat ditoleransi (tolerable exception rate =


TER) untuk setiap atribut memerlukan pertimbangan proffesional auditor,TER merupakan
tingkat pengecualian tertinggi yang akan diijikan auditordalam pengendalian yang sedang
diuji dan masi bersedia menyimpulkan bahwa pengendalian telah berjalan dengan efektif
(dan/tingkat salah saji moneter dalam transaksi masi dapat diterima)

Untuk sampling audit dalam pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas
transaksi, risiko tersebut sebagai risiko yang dapat diterima atas penilaian risiko pengendalian
yang terlalu rendah (acceptable risk of assessing control risk (ARACR) to low). ARACR
mengukur risiko yang besedia ditanggung auditor untuk menerima sesuatu pengendalian
sebagai efektif(atau tingkat salah saji sebagai dapat ditoleransi) apabila tingkat pengecualian
populasi yang sebenarnya ebih besar dari tingkat pengecualian yang dapat ditoleransi TER.

Auditor harus terlebih dahulu membuat estimasi tingkat pengecualian populasi untuk
merencanakan ukuran sampel yang sesuai. Jika estimasi tingkat pengecualian populasi
(estimated populasion exception rate =EPER) rendah, ukuran sampel yang relatif kecil akan
memenuhi tingkat pengecualian yang dapat ditoleransi TER auditor, karena hanya diperlukan
lebih sedikit estimasi yang tepat.
Sensifitas ukuran sampel terhadap perubahan faktor. Untuk memahami konsep yang
mendasari sampling dalam audit. Kenaikan setiap faktor secara independenterhadap ukuran
sampel. Dampak sebaliknya akan terjadi jiks setiap faktor menurun.

Merevisi TER atau ARACR alternatif ini harus diikuti hanya jika auditor telah
menyimpulkan bahwa spesifikasi awal terlalu konservatif. Mengurangi baik TER maupun
ARACR mungkin sulit dipertahankan jika auditor akan direview olehpengadilan atau komisi.
Auditor harus mengubah persyaratan trsebut hanya setelah persyaratan yang cermat
diberikan.

Memperluas ukuran sampel kenikan ukuran sampel dapat menurunkan kesalahan


sampling jika tingkat pengecualian sampel (SER) aktual tidak meningkat.SER juga dapat
meningkat atau menurun jika item item tambahan dipilih. Kenaikan ukuran sampel akan
diberikan jika auditor yakin sampael awal tidak bersifat presentatif, atau jika penting untuk
memperoleh bukti bahwa pengendalian telah beroperasi secara efektif.

Merefisi penilaian risiko pengendalian. Jika hasil pengendalian dan pengujian


substantif atas transaksi tidak mendukung penilaian risiko pengendalian pengendalian,
auditor harus merivisi penilaian risiko pengendalian keatas. Hal ini meungkin menyebabkan
auditor meningkatkan pengujian substantif atas transaksi dan pengujian atas rincian saldo.

Mengomunikasikan kepada komite audit atau manajemen. Komunikasi


dikombinasikan dengan salah satu atau tiga tindakan lainnya yang baru saja dijelaskan,
memang harus dilakukan tanpa memandang sifat pengecualian. Jika auditor menentukan
menentukan bahwa pengendalian intrnal tidak beroperasi secara efektif.

2.6 SAMPLING AUDIT STATISTIK

Metoda sampling statistik yang paling umum digunakan untuk pengujian


pengendalian dan pengujian substantif transaksi adalah Sampling Atribut. Sampling non
statistik juga mempunyai atribut yaitu karakteristik dalam populasi yang akan diuji, tetapi
istilah sampling atribut hanya digunakan dalam sampling statistik. Penerapan sampling
atribut untuk pengujian pengendalian dan pengujian substantif transaksi lebih banyak
persamaannya dengan sampling non statistik dibandingkan dengan perbedaannya.

2.7 DISTRIBUSI SAMPLING

Auditor mendasarkan pengujian statistiknya pada distribusi sampling. Disribusi


sampling adalah distribusi frekuensi hasil semua sampel berukuran khusus yang dapat
diperoleh dari populasi yang memiliki beberapa karakteristik tertentu.distribusi sampling
memungkinkan auditor untuk membuat laporan probabilitas mengenai kemungkinan
terwakilnya stiap sampel dalam distribusi.sampling atribut didasarkan pada distribusi
binominal, imana setipsampel dalam populasi memiliki satu dari dua nilai yang mungkin atau
deviasi pengendalian.

2.8 APLIKASI SAMPLING ATRIBUT

Merencanakan sampel
1. menyatakan tujuan pengujian audit
2. memutuskan apakah sampling aidit dapat diterapkan
3. mendefinisikan atribut dan kondisi pengecualian
4. mendefinisikan populasi
5. menetapkan tingkat pengencualian yang dapat ditoleransi
6. menetapakan ARACR yang terlalu rendah
7. mengestimasi tingkat pengecualia populasi
8. menentukan ukuran sampel awal
menggunakan tabel, jika auditor menggunakan tabel untuk menentukan ukuran sampel awal,
mereka akan mengikuti empat langkah berikut :
a. memilih tabel yang berhubungan dengan ARACR
b. menempatkan TER pada bagian atas tabel
c. menempatkan EPER pada kolom bian kiri
d. membaca kebawah kolom bawah TER yang sesuai hingga berpotongn dengan baris
EPER yang tepat. Angka pada perpotongan tersebut adalah ukuran sampel awal dampak
ukuran populasi
Memilih sampel dan melaksanakan prosedur audit
 memilih sampel. Satu satunya perbedaan dalam pemilihan sampel bagi sampling
statistikdan nonstatistik adalah terletak pada persyaratan bahwa metode probabilistik
harus digunakan untuk sampling statistik. Baik sampling acak sederhana maupun
sampling sistematis akan digunakan pada sampling atribut.
 Melaksanakan prosedur audit, sama untuk sampling atribut maupun sampling
nonstatistik
 Mengevaluasi hasil
 Menggenaralisasi dari sampel ke populasi. Untuk sampling atribut, auditor
menghitung batas kemampuan atas CUER dengan ARACR tertentu, yang sekali lagi
menggunakan program komputer khusus atau tabel yang dikembangkan dari rimus
statistik.

CONTOH KASUS
1. Latar Belakang

Dalam melakukan audit, pengujian secara sampling merupakan hal yang biasa,
bahkan wajib dilakukan karena auditor tidak mungkin dapat melakukan pengujian atas
dokumen atau bukti-bukti secara menyeluruh. Ketua tim selaku pihak yang bertanggung
jawab atas keberhasilan pelaksanaan audit harus mampu mencegah terjadinya risiko audit,
yakni risiko berupa kesalahan menghasilkan kesimpulan audit yang salah. Risiko audit dapat
terjadi antara lain karena kesalahan pengambilan sampel, padahal berdasar hasil audit yang
sampling tersebut dimanfaatkan untuk menyimpulkan kondisi keseluruhan yang sifatnya
populasi.

Untuk audit investigatif, pemeriksaan demikian tidak dapat dilaksanakan, terutama


dalam hal penyimpulan atas jumlah kerugian negara/daerah. Berhubung dengan kondisi
seperti ini audit investigatif untuk kasus yang lokasinya tersebar tidak dapat meliput seluruh
permasalahan yang ada. Akibatnya, simpulan tentang besarnya kerugian negara/daerah
terpaksa hanya dibatasi pada jumlah yang benar-benar diuji, yakni sebatas pada kasus yang
terjangkau secara sampling. Penyimpulan demikian akan berdampak pada tidak tuntasnya
audit. Tulisan ini mencoba memberikan solusi untuk mengatasi masalah tersebut, yakni untuk
audit investigatif yang lokasinya terpencar dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat
namun dapat menjangkau permasalahan secara menyeluruh. Audit yang demikian berarti
lebih efisien dan efektif.

2. Metode Sampling

Dalam setiap pelaksanaan audit, baik audit keuangan, operasional maupun audit lain,
auditor selalu dihadapkan dengan banyaknya bukti-bukti transaksi yang harus diaudit dalam
waktu yang terbatas. Auditor bertanggung jawab atas akurasi simpulan yang dibuatnya.
Untuk ini auditor harus merancang pemeriksaan sedemikian rupa agar pemeriksaan yang
hanya dilakukan terhadap sebagian bukti atau dokumen yang ada namun tetap dapat
mengambil kesimpulan yang sifatnya menyeluruh. Metode yang dapat dilakukan adalah
metode sampling audit. Sampling adalah metode penelitian untuk dapat menarik kesimpulan
secara umum terhadap kondisi populasi sekalipun pengujiannya hanya dilakukan terhadap
sejumlah sampel terentu. Sampel adalah bagian atau elemen dari populasi yang dipilih untuk
mewakili populasi yang ada. Sedangkan populasi adalah kumpulan obyek secara utuh yang
menjadi obyek penelitian.Dengan sampling, diharapkan auditor invetigatif tetap dapat
memeroleh hasil pengujian yang objektif dengan waktu dan biaya yang minimal, sehingga
pekerjaan audit bisa efisien dan efektif.

3. Keterbatasan Sampling Audit dalam Audit Investigatif

Jika dari sampling audit pada audit noninvestigatif dapat menarik simpulan untuk
diberlakukan pada populasi, untuk audit investigatif ketentuan itu tidak dapat diberlakukan.
Jika pada kasus yang data atau lokasinya tersebar dan auditor investigatif hanya dapat
melakukan audit secara sampling, maka simpulan yang dibuat hanya berlaku untuk kasus
yang terjadi pada sampel saja, tidak dapat diberlakukan untuk seluruh populasi. Sebagai
contoh, seandainya auditor dari sampel sebanyak 20% dari populasi menemukan kerugian
negara sebesar Rp5 milyar, maka auditor tidak dapat melakukan gross-up atau menarik
simpulan secara umum bahwa jumlah kerugian pada obyek pemeriksaan tersebut sebesar:
100/20 X Rp5 milyar = Rp25 milyar. Dalam hal demikian, auditor investigatif hanya dapat
menarik simpulan bahwa kerugian negara yang terjadi “… sekurang-kurangnya sebesar Rp5
milyar.”

Tidak dapatnya auditor menggross-up kerugian negara tersebut karena di peradilan


yang harus dibuktikan adalah kebenaran formil dan materiil. Penjelasan pasal 2 Ayat (1)
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan “secara melawan hukum” mencakup
perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil. Pasal 165 Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengemukakan
bahwa hakim ketua sidang dan hakim anggota dapat minta kepada saksi segala keterangan
yang dipandang perlu untuk mendapatkan kebenaran. Pasal 185 (6) undang-undang tersebut
juga mengemukakan bahwa dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus
dengan sungguh-sungguh memperhatikan: (a) persesuaian antara keterangan saksi satu
dengan yang lain; (b) .persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain; (c). alasan
yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu. Pasal 188
(3) KUHAP juga mengemukakan bahwa penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu
petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim setelah mengadakan
pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.

Dari ketentuan tersebut dapat disintesakan bahwa kerugian negara/daerah yang dapat
diakui hanya kerugian yang dapat meyakinkan hakim dan semua pihak bahwa telah terdapat
persesuaian antara keterangan dari satu pihak dengan pihak lain sebagai suatu kebulatan.
Dengan demikian maka kerugian negara/daerah yang diperoleh dengan cara melakukan
gross-up tidak dapat meyakinkan berbagai pihak dalam persidangan tindak pidana korupsi.
Hal ini dapat dimengerti karena hasil gross-up tidak didukung fakta-fakta secara nyata.
Simpulan berdasar gross-up, di persidangan tindak pidana korupsi hanya merupakan
perhitungan matematis yang belum didukung dengan bukti-bukti yang sah dan meyakinkan.

4. Permasalahan

Mengingat bahwa auditor pada umumnya dapat dan bahkan harus menerapkan
sampling audit, namun pada audit investigatif perhitungan negara/daerah sebagai hasil dari
metode sampling tidak diakui di persidangan. Dengan demikian apakah audit investigatif
harus dilakukan secara populatif ? Jika audit secara populatif tidak efisien dan tidak efektif,
apakah audit investigatif yang kasus/lokasinya tersebar akan selalu tidak efisien dan tidak
efektif? Permasalahan inilah yang akan diberikan solusinya pada tulisan ini.
5. Solusi Mengatasi Keterbatasan Samping Audit dalam Audit Investigatif

Solusi yang dapat diberikan untuk menjawab permasalahan di atas adalah dengan
melakukan audit secara sampling sebagaimana lazimnya dilakukan dalam audit, namun
setelah mendapatkan indikasi tentang terjadinya tindak pidana korupsi, kerugian negara
dihitung dengan melacak aliran keuangan. Dengan melacak aliran keuangan, auditor
investigatif dapat menghitung kerugian negara/daerah secara menyeluruh seperti halnya
dilakukan pemeriksaan populatif.

Hal ini dapat dilakukan jika tersebarnya lokasi kegiatan yang diaudit berasal dari satu
manajemen. Dengan satu manajemen auditi, kebijakan yang diberlakukan di seluruh kegiatan
adalah seragam. Contoh-contoh kegiatan seperti ini adalah:

• Proyek penghijauan yang melibatkan banyak wilayah dan banyak peserta proyek di
banyak pedesaan;

• Proyek pembagian dana bantuan tunai seperti yang diberikan oleh pemerintah dalam
kaitannya dengan penaikan harga bahan bakar minyak;

• Proyek pembagian dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) ke sekolah-sekolah;

• Bantuan sarana produksi pertanian (saprodi) kepada para petani;

• Proyek pembagian beras kepada masyarakat miskin; dan

• Proyek bantuan sosial kepada masyarakat miskin;

• Proyek perkebunan plasma yang melibatkan banyak petani plasma di bawah koordinasi
perkebunan besar.

Ciri-ciri proyek demikian adalah adanya kebijakan secara terpusat, lokasi proyek
terpencar-pencar di berbagai wilayah, dan pihak pelaksana kegiatan atau penerima bantuan
adalah masyarakat kalangan bawah. Proyek-proyek demikian pada dasarnya memiliki
struktur organsasi yang hierarkhis dari atas sampai ke bawah. Bentuk proyeknya cenderung
merupakan pembagian uang atau barang dari pemerintah ke masyarakat yang berhak.

Oleh karena itu maka jika ada indikasi tindak pidana korupsi, dapat diduga karena ada
pengaturan dari si pembuat kebijakan. Dugaan ini beralasan karena struktur organisasi yang
ada merupakan garis lurus atau komando dari atas ke bawah. Dengan demikian maka jika
dari pemeriksaan secara sampling diketahui ada penyimpangan di wilayah tertentu, maka
diduga penyimpangan serupa juga terjadi di wilayah lain.

6. Prosedur Audit

Prosedur audit yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut. Pertama, lakukan
pemilihan sampel. Untuk ini lakukan pengelompokan wilayah yang akan dijadikan sasaran
sampel, selanjutnya dipilih sampel pada tingkat paling rendah, yakni pada tingkat pelaksana
kegiatan atau penerima bantuan. Sebagai contoh, proyek yang diperiksa adalah Bantuan
Sarana Produksi Pertanian (saprodi) kepada para petani. Misalkan, melalui proyek ini Pemda
memberikan bantuan berupa bibit jagung hibrida kepada 500 petani. Para petani penerima
bantuan bibit berlokasi di lima kecamatan yang tersebar di 13 desa.

Anggaplah, auditor telah menetapkan sampal sebanyak 10% dari jumlah penerima
bantuan, yakni sebanyak 50 petani. Untuk ini sampel sebanyak 50 petani dialokasikan ke
sejumlah kecamatan dan desa secara proprsional. Penetapan nama kecamatan, desa, dan
petani hendaknya dipilih secara acak.

Kedua, lakukan audit secara sampling pada satu desa yang telah dipilih secara acak.
Audit hendaknya mengarah pada konfirmasi tentang terjadinya indikasi kerugian
negara/daerah. Konfirmasi ini harus fokus mengarah ke kemungkinan adanya manipulasi
karena sifat audit investigatif memang bertujuan membuktikan kebenaran informasi tentang
adanya dugaan tindak pidana korupsi. Jika dari audit ini diketahui ada indikasi korupsi, maka
auditor membuat berita acara (BA) tentang terjadinya indikasi tersebut (BA wawancara)
dengan para petani penerima bantuan bibit. Wawancara hendaknya dilakukan pada seluruh
responden yang telah ditetapkan yang ada di desa itu. Perlu adanya fleksibilitas penunjukan
petani di desa mengingat bahwa kondisi di lapangan sering tidak mudah menemukan nama
petani yang diharapkan.

Hal-hal yang perlu ditanyakan meliputi: (1) kondisi yang benar-benar terjadi yang
menyimpang dari kondisi yang seharusnya atau yang tertuang dalam dokumen formal; (2)
siapa yang menyerahkan uang/barang ke responden; (3) dan adanya pesan-pesan dari pihak
yang menyerahkan uang/barang ke responden. Hal-hal tersebut harus secara jelas diketahui
karena selanjutnya akan dimanfaatlkan untuk menelusur ke mana selisih barang dan mengapa
bibit jagung tidak dibagikan sebagaimana mestinya.
Dengan pertanyaan butir (1), auditor dapat memeroleh jawaban bahwa petani tidak menerima
seperti yang dilaporkan dalam pertanggungjawaban proyek. Anggaplah, dari wawancara
diketahui bahwa yang benar-benar diterima oleh petani hanya 50 kg/petani, sedangkan yang
tercantum dalam laporan pertanggungjawaban proyek sebanyak 100 kg, berarti ada selisih 50
kg/petani. Dengan pertanyaan butir (2) tentang siapa yang menyerahkan barang ke petani.
Anggaplah, yang membagi bibit adalah ketua kelompok tani di desa tersebut.

Ketiga, berdasar temuan pada langkah pertama dan kedua, lakukan konfirmasi ke
ketua kelompok tani di desa yang bersangkutan. Dengan berbekal BA wawancara dengan
para petani, ketua kelompok tidak dapat menyangkal. Ketua kelompok akan membenarkan
keterangan para petani. Jika tidak kurangnya pembagian bibit tersebut bukan karena
kenakalan ketua kelompok, maka yang bersangkutan akan mengemukakan bahwa bibit
tersebut diterimanya dari pejabat yang lebih tinggi, misalnya dari petugas kantor camat.

Konfirmasi ke ketua kelompok ini diarahkan untuk mengetahui aliran barang secara
keseluruhan. Dari sini akan diketahui seluruh jumlah barang yang diterimanya dari atas dan
yang disalurkannya ke anggota kelompok. Dengan demikian auditor telah dapat
meningkatkan jumlah temuannya. Ketika auditor mewawancarai petani, misalnya hanya
empat orang petani, auditor dapat mengetahui aliran barang untuk seluruh anggota kelompok
tani di desa tersebut, misalnya sepuluh petani.

Atas pengakuan ini auditor harus membuat berita acara wawancara. Data pendukung
terkait seperti data tentang jumah bibit yang sebenarnya diterima dari petugas kantor camat,
dokumen serah terima bibit, cara pembuatan dokumen yang menyatakan petani menerima
bibit 100 kg/petani, dan nama petugas di kantor camat yang menyerahkan bibit ke ketua
kelompok tani di desa itu, harus dimiliki oleh auditor.

Keempat, lakukan audit serupa untuk desa lain. Jika diperoleh temuan yang sama,
lakukan lagi ke desa lain di wilayah kecamatan yang sama. Jika dari pemeriksaan ini
diperoleh temuan yang sama, berarti tidak diserahkannya sebagian bibit memang ada
pengaturan dari manajemen tingkat atas.

Kelima, konfirmasi ke petugas kantor camat. Karena auditor telah memiliki bukti-
bukti kuat bahwa beberapa kelompok tani di beberapa desa memberikan pernyataan tidak
menerima secara lengkap bantuan bibit jagung disertai dokumen-dokumen pendukungnya,
petugas kantor camat pun tidak akan dapat mengelak, melainkan. Petugas ini akan
membenarkan keterangan yang ada. Auditor harus mendapatkan aliran barang secara
keseluruhan, bukan hanya yang terkait dengan desa yang telah diambil sebagai sampel.

Jika di wilayah kecamatan ini hanya disampling dua desa, aliran barang yang kita
dapatkan harus meliputi seluruh desa penerima bantuan, misalnya enam desa. Aliran barang
tersebut meliputi jumlah barang yang diterimanya dari tingkat kabupaten, penyerahannya ke
desa-desa, disertai dengan bukti-bukti pendukungnya. Hal yang tidak boleh dilupakan adalah
diperolehnya informasi tentang dari siapa barang tersebut diterimanya dari tingkat kabupaten.

Keenam, lakukan audit serupa mulai dari tingkat petani, ketua kelompok tani desa
yang bersangkutan, petugas kantor camat di kecamatan lain. Temuan yang diharapkan adalah
sama dengan kejadian di kecamatan lain. Ketujuh, berdasarkan data-data dari kecamatan
yang terpilih sebagai sampel, lakukan konfirmasi ke pejabat penanggung jawab penyaluran
barang di tingkat kabupaten. Pejabat tingkat kabupaten pun tidak akan dapat mengelak.
Berbekal data yang dimiliki auditor, pejabat ini akan mengemukakan aliran barang yang
sebenarnya di tingkat kabupaten. Dari konfirmasi ini auditor harus mendapatkan informasi
tentang: (1) berapa jumlah barang yang dimanipulasi untuk seluruh wilayah kabupaten, (2)
jumlah kerugian negara /daerah, dan (3) siapa saja pihak-pihak yang bertanggung jawab atas
temuan yang ada. Kedelapan, kesembilan, dan seterusnya auditor menelusur pihak yang
paling bertanggung jawab atas terjadinya penyimpangan.

7. Simpulan

Dengan melakukan prosedur tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa auditor


investigatif yang hanya melakukan auditnya secara sampling ternyata dapat menarik
simpulan tentang jumlah kerugian negara/daerah secara keseluruhan. Penyimpulan secara
menyeluruh tersebut tidak dilakukan melalui gross-up, melainkan benar-benar didukung
bukti-bukti yang diperlukan di persidangan tindak pidana korupsi secara lengkap.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Tujuan audit memilih sampel suatu populasi, adalah untuk mendapatkan sampel yang
representatif. Sampel representatif adalah sampel yang memiliki karakteristik yang
sama dengan populasi. Artinya item populasi yang dimasukan dalam sampel sama dengan
item yang tidak dimasukkan dalam sampel. Dalam praktik, auditor tidak dapat mengetahui
apakah suatu sampel representatif atau tidak, bahkan setelah semua pengujian telah
selesai. Namun auditor dapat meningkatkan kemungkinan suatu sampel menjadi
representatif dengan melakukan langkah-langkah sampling audit dengan benar.
Adapun langkah- langkah dari sampling audit yaitu
1. Merencanakan sampel,
2. Memilih sampel,
3. Melaksanakan pengujian, dan
4. Mengevaluasi hasil.
Dua hal yang dapat menjadikan hasil sampel menjadi tidak representatif yaitu
kekeliruan nonsampling dan kekeliruan sampling.

SARAN
Bagi akademisi, senantiasa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran mata kuliah
pengauditan 2 khususnya terkait materi sampling dalam pengujijan pengendalian
dan pengujian substantif atas transaksi yang menjadi pembahasan utama dari penulisan
karya tulis ini.
DAFTAR PUSTAKA

Alvin A. Arens, Randal J. Elder, dan Mark S. Beasley. 2008. Auditing dan Jasa Assurance.
Jakarta: Erlangga.

Mulyadi. 2014. Auditing (Atribut Sampling untuk Pengujian Pengendalian). Jakarta: Salemba
Empat

Al. Haryono Jusup,2014,Auditing pengauditan berbasis ISA,YKPN Yogyakarta.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan, Badan Pengawasan Keuangan dan


Pembangunan. 2008. Sampling Audit. Diklat Penjenjangan Auditor Ketua Tim. Revisi
Ketiga.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP).

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang


Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Anonim. 2014. Sampel Representatif

http://fioledstar.blogspot.co.id/2014/11/makalah-sampel-representatif.html.

http://naminindyaa.blogspot.co.id

https://andinurhasanah.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai