Anda di halaman 1dari 12

KAWASAN BUDIDAYA

Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan
sumberdaya buatan. Kawasan budidaya merupakan kawasan di luar kawasan lindung.  

Penetapan kawasan budidaya dititikberatkan pada usaha untuk memberikan arahan


pengembangan berbagai kegiatan budidaya sesuai dengan fungsi sumberdaya yang ada dengan
memperhatikan optimasi pemanfaatannya. Pengarah kawasan budidaya dalam rencana tata ruang
wilayah Kabupaten ditujukan untuk :

1. Memberikan arahan pemanfaatan ruang kawasan budidaya secara optimal, berdayaguna


dan berhasil guna, serasi, seimbang dan berkelanjutan.
2. Memberikan arahan bagi perubahan jenis pemanfaatan ruang antar kegiatan budidaya
yang berbeda.
3. Memberikan arahan bagi perubahan jenis pemanfaatan ruang dari jenis kegiatan budidaya
terutama ke jenis yang lain.

Proses penentuan kawasan budidaya ini mengacu kepada:

1. Kawasan lindung yang telah ditetapkan sebelum dan menjadi pembatas bagi penetapan
kawasan budidaya.
2. Rencana Struktur Tata Ruang yang dituju.
3. Kriteria menurut Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Daerah yang diterbitkan
oleh Kelompok Kerja Tim Tata Ruang Nasional.
4. Rencana Strategi Program Pembangunan Daerah (Renstra Propeda).
5. Hasil Masukan analisis fisik, sosial, ekonomi dan struktur tata ruang.

Berdasarkan pedoman‐pedoman di atas, maka kawasan budidaya yang direncanakan di


Kabupaten Karo adalah:

1. Kawasan hutan produksi :


 Kawasan hutan produksi terbatas
 Kawasan hutan produksi tetap
2. Kawasan pertanian :
 Kawasan tanaman lahan basah  
 Kawasan tanaman lahan kering
 Kawasan tanaman tahunan/perkebunan
 Kawasan peternakan
 Kawasan perikanan
3. Kawasan pertambangan
4. Kawasan perindustrian
5. Kawasan pariwisata
6. Kawasan permukiman

4.2.1 Kawasan Peruntukan Hutan Produksi

Kawasan hutan produksi terdiri dari hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap.
Yang dimaksud dengan kawasan hutan produksi terbatas adalah hutan produksi dimana
eksploitasinya hanya dapat dengan cara tebang pilih dan tanam. Sedangkan yang dimaksud
dengan kawasan hutan produksi tetap adalah hutan produksi dimana eksploitasinya dapat dengan
cara tebang pilih atau tebang habis dan tanam.

Berdasarkan kebijaksanaan Nasional tentang konversi hutan saat ini adalah menghentikan
sementara pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan sampai tersusunnya National Forestry
Program yang tertuang dalam Surat Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 603/Menhutbun‐
VIII/2000 tanggal 22 Mei 2000 kepada seluruh Gubernur dan Bupati di Indonesia. Surat tersebut
sudah ditindaklanjuti oleh Gubernur Sumatera Utara melalui Surat No. 522/8352/Binekda/2000
kepada Bupati, Walikota serta instansi terkait lainnya se Sumatera Utara yang pada intinya
menekankan tidak ada lagi penerbitan rekomendasi.

Kondisi geografis kawasan hutan di Kabupaten Karo tidak memungkinkan untuk


dikembangkan hutan produksi dalam skala besar. Namun untuk memberi nilai ekonomis bagi
masyarakat disekitar hutan. Pengolahan hutan dalam skala kecil masih dimungkinkan misalnya
melalui kegiatan hutan kemasyarakatan lewat koordinasi dengan instansi terkait dalam hal ini
Dinas Kehutanan Kabupaten Karo.  

Untuk memenuhi kebutuhan kayu masyarakat dalam jangka panjang diarahkan


penanaman kayu di luar kawasan hutan melalui program pembuatan hutan rakyat di lahan‐lahan
kritis/terlantar serta memanfaatkan hutan‐hutan hak milik di seluruh wilayah kecamatan di
Kabupaten Karo. Kawasan hutan produksi tetap di Kabupaten Karo diarahkan di Kawasan Hutan
Siosar di Kecamatan Merek, Munte dan Tiga Binanga. Sedangkan untuk kawasan hutan produksi
terbatas diarahkan di Kecamatan Lau Baleng dan Mardingding.

4.2.2 Kawasan Peruntukan Pertanian

Kawasan tanaman pangan berupa kawasan tanaman pangan lahan basah dan tanaman
lahan kering. Pengembangan tanaman pangan lahan basah guna mendukung peningkatan
swasembada pangan. Beberapa cara dapat dilakukan, terutama dengan program intensifikasi
sehingga produksi per hektar semakin meningkat.   Ekstensifikasi berupa perluasan kawasan
tanaman pangan lahan basah terutama untuk mengimbangi penyempitan/pengurangan areal
tanaman akibat lahan sawah berubah fungsi untuk kegiatan lainnya.

4.2.2.1 Peruntukan Pertanian Lahan Basah

Kawasan tanaman lahan basah adalah kawasan yang dipergunakan bagi tanaman pangan
lahan basah dimana pengairannya dapat diperoleh secara alamiah maupun teknis. Berdasarkan
analisis kesesuaian lahan, maka kawasan ini direncanakan berlokasi menyebar hampir di seluruh
wilayah kecamatan baik dalam skala besar maupun kecil, yang secara dominan berlokasi pada
Kecamatan Mardingding, Laubaleng, Tigabinanga, Munte dan Juhar.

4.2.2.2 Peruntukan Pertanian Lahan Kering

Kawasan tanaman pangan lahan kering adalah kawasan yang diperuntukan bagi tanaman
pangan lahan kering berupa tanaman palawija, holtikultura, atau tanaman pangan lainnya.  
Tanaman pangan lahan kering tidak memerlukan sistem pengairan irigasi. Di Kabupaten Karo
kawasan tanaman lahan kering direncanakan menyebar hampir diseluruh Kecamatan baik dalam
skala besar maupun kecil.  

4.2.2.3 Peruntukan Hortikultura

Prospek hortikultura diperkirakan akan semakin baik. Tanaman ini terdapat pada semua
kecamatan di Kabupaten Karo, namun dominan di Kecamatan Berastagi, Naman Teran,
Kabanjahe, Merdeka, Merek, Barusjahe, Simpang Empat, Tigapanah dan Dolat Rayat, dan akan
dikembangkan disemua kecamatan disamping padi dan palawija, baik dilahan basah maupun
kering.    Melihat bahwa tanaman palawija dan hortikultura dapat ditanam baik di lahan basah
maupun lahan kering, maka lahan yang ada perlu dipertahankan untuk pengembangannya.
Tanaman sayuran dan buah‐ buahan di Kabupaten Karo untuk tujuan konsumsi lokal, regional
maupun ekspor dapat dikembangkan diseluruh kecamatan.  

4.2.3 Kawasan Peruntukan Perkebunan

Pengembangan kawasan tanaman tahunan di Kabupaten Karo berupa perkebunan rakyat


dan perkebunan besar. Seiring dengan usaha perluasan kawasan tanaman tahunan, maka jaringan
jalan yang ada harus ditingkatkan. Kabupaten Karo terdapat lahan tidur yang dapat dibedakan
menjadi dua bagian yaitu lahan tidur yang telah dimiliki oleh perorangan dan lahan tidur yang
merupakan hak pemerintah setempat. Kedua jenis lahan tidur tersebut diatas masih banyak
terdapat di Kabupaten Karo yang menyebar diseluruh kecamatan. Lahan tidur tersebut
diprioritaskan dalam pengembangannya untuk kawasan tanaman tahunan.  

Berdasarkan rencana pengembangan perkebunan, dan melihat ketersediaan lahan serta


potensinya, maka Kabupaten Karo sesuai bagi pengembangan perkebunan diarahkan pada
Kecamatan Mardingding, Laubaleng, Kutabuluh, Tiga Binanga, Juhar. Kondisi infrastruktur
yang masih terbatas sangat mempengaruhi minat swasta untuk investasi.

4.2.4 Kawasan Peruntukan Perikanan

Pengembangan kawasan perikanan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan ikan, baik


pasar lokal daerah sekitar Kabupaten Karo. Untuk mencapai arahan ini perlu ditindak lanjuti
dengan menyediakan sarana dan prasarana pembangunan perikanan, terutama perikanan darat.  

Penetapan wilayah pengembangan perikanan didasarkan pada pendekatan konsep


kompleks wilayah. Konsep kompleks wilayah adalah kombinasi antara analisis keruangan dan
ekologi perikanan. Setiap wilayah mempunyai interaksi dengan wilayah lain yang muncul karena
adanya perbedaan antar wilayah. Fenomena wilayah dipelajari melalui analisis keruangan,
sedangkan interaksi manusia dengan lingkungan dipelajari keterkaitannya dalam analisis ekologi.
Satu wilayah adalah satu kesatuan sosial ekonomi dan sumber hayati perikanan.

4.2.5 Kawasan Peruntukan Pertambangan


Kawasan pertambangan adalah kawasan yang diperuntukkan bagi industri pertambangan,
baik wilayah yang sedang maupun akan segera dilakukan kegiatan penambangan. Kriteria lokasi
sesuai dengan yang ditetapkan oleh Departemen Pertambangan dan Energi untuk daerah masing‐
masing, yang mempunyai potensi bahan tambang yang bernilai tinggi. Untuk pengembangan
potensi bahan galian yang terdapat di wilayah Kabupaten Karo, perlu disusun skala prioritas
terhadap bahan galian yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi berdasarkan faktor‐faktor
sebagai berikut :

1. Ketersediaan bahan galian dan lokasinya

2. Kondisi dan Kebutuhan Daerah

3. Pangsa Pasar

Beberapa kecamatan di Kabupaten Karo berpotensi untuk pengembangan dan mempunyai


prospek yang cerah sebagai pusat pengembangan pertambangan umum. Kendala yang dihadapi
adalah tingkat pengetahuan geologi belum cukup disamping informasi pangsa pasar serta
infrastruktur yang belum mendukung. Kawasan pertambangan merupakan kawasan budidaya
yang mempunyai kriteria berpotensi mineral yang sudah atau belum dibudidayakan. Berpedoman
kepada kriteria tersebut dan pembagian WP di wilayah kabupaten Karo, maka kecamatan yang
memiliki potensi dan mendapat prioritas pengembangan, antara lain:

1. Kecamatan Simpang Empat memiliki potensi sirtu.


2. Kecamatan Kutabuluh memiliki potensi Batu Gamping, Dolomit, Phospat, lempung,
Marmer, Trass, Grafit dan Sirtu.
3. Kecamatan Tiga Binanga memiliki potensi Batu Gamping, Marmer, Felspar dan Sirtu.
4. Kecamatan Mardingding memiliki potensi Batu Gamping, Marmer, Zeolit dan Sirtu.
5. Kecamatan Payung memiliki potensi Dolomit, Batu Gamping dan Sirtu.
6. Kecamatan Munte memiliki potensi Trass, Granit dan Sirtu.
7. Kecamatan Tiga Panah memiliki potensi Trass dan Sirtu.
8. Kecamatan Lau Baleng memiliki potensi Marmer.
9. Kecamatan Berastagi memiliki potensi Andesit dan Belerang.

4.2.6 Kawasan Peruntukan Industri


Pengembangan kawasan perindustrian diarahkan pada industri yang tidak merusak
lingkungan. Penekanan kegiatan industri adalah industri kecil dan kerajinan yang tersebar di
berbagai kecamatan serta industri yang berbasis agroindustri atau industri yang mengelola hasil
pertanian. Peruntukan kawasan industri khusus untuk menampung kegiatan industri kecil dan
kerajinan (industri kerajinan makanan ringan dan kerajinan souvenir) diarahkan kepada lokasi
daerah tujuan pariwisata budaya dan pariwisata alam di Kecamatan Berastagi (Bukit Gundaling,
Lau Debuk‐debuk dan Taman Hutan Raya), Kecamatan Naman Teran (Danau Lau Kawar),
Kecamatan Tiganderket (Gunung Sinabung), Kecamatan Dolat Rayat (Tahura) dan Kecamatan
Merdeka (Gunung Sibayak). Kawasan industri pengolahan hasil pertambangan diarahkan sesuai
dengan lokasi bahan baku berada. Secara garis besar, pengembangan industri diarahkan pada:

a. Pengembangan industri yang memiliki hubungan dan keterkaitan erat dengan sektor
pertanian dan pariwisata.
b. Memperluas lapangan kerja, kesempatan berusaha dan meningkatkan volume ekspor.
c. Peningkatan kualitas produksi dan daya saing.
d. Menciptakan iklim usaha yang tetap untuk mendorong investasi lokal.

Didalam pengembangan sektor industri di Kabupaten Karo, penentuan lokasi


pengembangan merupakan salah satu faktor penting karena kesalahan pemilihan lokasi akan
berakibat terhambatnya perkembangan yang ingin dicapai. Teori lokasi menyatakan bahwa
variabel‐variabel yang perlu mendapat penilaian atas potensi lokasi industri adalah:

1. Ketersediaan prasarana dan sarana penunjang pada lokasi atau daerah sekitarnya
2. Kemudahan mendapat material dari sumbernya ditinjau dari segi waktu, biaya dan
mutu
3. Ketersediaan tenaga kerja yang potensial bagi kegiatan industri
4. Sarana lingkungan yang menunjang bagi perkembangan kegiatan industri.

Dari pertimbangan faktor‐faktor diatas disimpulkan bahwa beberapa kecamatan di Kabupaten


Karo dipandang memenuhi syarat sebagai lokasi pengembangan agro industri dan industri kecil
kerajinan yang dinilai berdasarkan ketersediaan potensi bahan baku pada hinterlandnya.
Kecamatan tersebut antara lain: Kecamatan Berastagi, Dolat Rayat, Merdeka dan Naman Teran.
4.2.7 Kawasan Peruntukan Pariwisata
Pengembangan pariwisata di Kabupaten Karo perlu direncanakan secara terarah dan
berkesinambungan. Selain sektor ini memberi pengaruh yang sangat luas terhadap
pengembangan sektor lainnya antara lain penambahan devisa daerah, peningkatan pendapatan
masyarakat, perluasan lapangan kerja, memelihara kepribadian dan kebudayaan Karo serta
melestarikan alam lingkungan. Dalam rangka pengembangan perlu ditingkatkan pendayagunaan
sumber dan potensi kepariwisataan daerah menjadi kegiatan utama yang dapat diandalkan.
Sektor pariwisata ditempatkan dalam prioritas setelah pertanian dan industri. Kedepan
direncanakan potensi dan objek‐objek wisata Kabupaten Karo akan terus digali, dikembangkan
dan diberdayakan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan yang
berwawasan lingkungan. Objek wisata tersebut yang antara lain : Bukit Gundaling, Gunung
Sibayak, Gunung Sinabung, Peceran, Lingga, Tahura Berastagi, Tongging, Lau Debuk‐Debuk,
Danau Lau Kawar, dan Air Terjun Sikulikap, Semangat Gunung, , dll.

Kondisi geografi Kabupaten Karo juga berpotensi untuk wisata alam, misalnya kawasan
hutan sebagai objek bagi Ekowisata, Kabupaten karo yang sudah lama dikenal sebagai sentra
produksi komoditi sayur‐sayuran, buah‐buahan dan tanaman bunga juga akan dikelola dan
dikembangkan menjadi objek wisata Agrowisata dan adat istiadat masyarakat akan diusahakan
menjadi daya tarik bagi wisatawan baik dalam dan luar negeri.

4.2.7.1 Peruntukan Pariwisata Budaya


Kawasan cagar budaya adalah kawasan dimana lokasi bangunan hasil budaya manusia
bernilai tinggi maupun bentukan geologi alami khas berada dan kawasan ini sangat bermanfaat
jika dikembangkan sebagai kawasan pariwisata. Dalam pengembangan kawasan pariwisata
berupa kawasan cagar budaya ini direncanakan di Kecamatan Berastagi (Desa Sempajaya),
Kecamatan Simpang Empat (Desa Lingga) dan Kecamatan Merek (Desa Dokan).
4.2.7.2 Peruntukan Pariwisata Alam

Obyek wisata yang dapat dikembangkan untuk konsumsi regional dan nasional/
internasional saat ini terbatasnya pengembangan obyek wisata yang ada hanya berlingkup lokal
atau belum dikelola dengan baik. Untuk peruntukan pariwisata alam di Kabupaten Karo
diarahkan pada:  

1. Kecamatan Berastagi (Bukit Gundaling, Lau Debuk‐debuk, Air Terjun Sikulikap,


Panorama Doulu, Deleng Kutu, Taman Hutan Raya).
2. Kecamatan Naman Teran (Danau Lau Kawar)
3. Kecamatan Simpang Empat (Uruk Tuhan)
4. Kecamatan Kutabuluh (Gua Liang Dahar, Air Terjun Blingking)
5. Kecamatan Mardingding (Gua Ling‐ling Gara)
6. Kecamatan Barusjahe (Gua Raci)
4.2.8 Kawasan Peruntukan Permukiman

Kawasan permukiman terdiri dari permukiman perkotaan dan permukiman pedesaan.


Pengembangan Permukiman pada hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kondisi permukiman
perkotaan dan perdesaan yang sehat dan layak huni (liveble), aman, nyaman, damai dan
berkelanjutan sehingga tercipta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka
mempercepat pertumbuhan dan pengembangan permukiman, Pemerintah Kabupaten Karo
merencanakan penetapan Desa Pusat Pertumbuhan (DPP) di beberapa lokasi dan Pengembangan
Kawasan Agropolitan. Dalam proses penetapannya dengan memperhatikan berbagai faktor,
seperti potensi ekonomi kawasan, jumlah penduduk, prasarana dan sarana dasar serta potensi‐
potensi lain yang belum tergali yang diperkirakan mampu meningkatkan kawasan menjadi lebih
mandiri dan berkembang. Di sisi lain, terdapat lingkungan permukiman yang telah berkembang
relatif sangat cepat dengan jumlah penduduk yang cukup tinggi sehingga cenderung
mengakibatkan lingkungan permukiman menjadi kumuh (slum area) karena keterbatasan
ketersediaan prasarana dan sarana dasar.

4.2.8.1 Peruntukan Permukiman Perkotaan

Kawasan permukiman perkotaan dikembangkan pada daerah pusat‐pusat pelayanan, yaitu pada
setiap ibukota kecamatan. Pengembangan kawasan permukiman perkotaan utama akan
direncanakan pada Kota Kabanjahe. Pengembangan kawasan permukiman perkotaan tersebut
dilakukan dengan meningkatkan fasilitas‐fasilitas pelayanan yang seharusnya ditempatkan sesuai
dengan fungsi kotanya, seperti fasilitas pendidikan, kesehatan perdagangan, perekonomian,
pemerintahan, jasa dan lain sebagainya. Pengembangan kawasan permukiman perkotaan di
Kabupaten Karo diarahkan pada penyediaan prasarana dan sarana dasar (PSD) bagi kawasan
rumah sehat sederhana (RSH), penataan dan peremajaan kawasan, serta peningkatan kualitas
permukiman. Perbaikan lingkungan perumahan dan permukiman serta penyediaan PSD untuk
meningkatkan kualitas permukiman selama ini telah dilakukan, namun belum seluruh kawasan
permukiman dapat terjangkau dan terlayani sehingga diharapkan peran serta masyarakat/swasta
dalam memenuhi tuntutan kebutuhan perumahan dan permukiman yang sehat dan layak huni.
Diharapkan dengan adanya program/kegiatan ini dapat meningkatkan kemandirian dan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan
khususnya masyarakat miskin serta dapat mengurangi jumlah penduduk miskin secara
signifikan. Tingginya kebutuhan perumahan dan permukiman di perkotaan membawa dampak
tumbuhnya kantong‐kantong permukiman kumuh yang baru. Hal ini menggambarkan bahwa
kebutuhan akan lahan dan ruang untuk tempat tinggal dan kegiatan usaha semakin meningkat
sedangkan ketersediaan lahan dan ruang di perkotaan semakin terbatas, disisi lainnya tingginya
kecenderungan masyarakat yang ingin berdomisili dekat dengan pusat kota. Konsekuensi
logisnya pusat kota tidak mampu lagi mengakomodir aktifitas masyarakat sehingga berdampak
pada sistem pelayanan perkotaan, kualitas lingkungan dan masalah sosial semakin kompleks.
Untuk mengantisipasi fenomena ini, Pemerintah Kabupaten Karo berupaya membuka akses ke
pinggiran kota dengan membuka prasarana jalan baru, menata lingkungan kumuh berbasis
komunitas dengan menciptakan kemandirian masyarakat dalam memelihara lingkungan
permukimannya menjadi tertata, bersih dan layak huni.

4.2.8.2 Peruntukan Permukiman Perdesaan

Pengembangan kawasan permukiman perdesaan di Kabupaten Karo diarahkan pada


pengembangan Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (KTP2D) dan Pengembangan
Kawasan Agropolitan. Kawasan permukiman pedesaan juga dikembangkan dengan melengkapi
fasilitas yang diperlukan sebagai syarat suatu permukiman perdesaan yang baik.   Pembangunan
Kawasan Terpilih Pusat Pertumbuhan Desa (KTP2D) merupakan pendekatan pembangunan
kawasan perdesaan dengan cara mengembangkan potensi unggulannya, yaitu suatu sumber daya
dominan baik yang belum diolah (eksplor) maupun sumber daya yang tersembunyi berupa
sumber daya alam, sumber daya buatan ataupun sumber daya manusia yang difokuskan pada
kemandirian masyarakat, yaitu pemberdayaan masyarakat, ekonomi dan pendayagunaan
prasarana dan sarana permukiman. Pembangunan dan pengembangan pusat pertumbuhan
permukiman perdesaan dan kawasan agropolitan perlu dilakukan secara bertahap sehingga
nantinya antar kawasan memiliki potensi dan karakteristik khas yang saling mendukung dan
melengkapi. Keterpaduan antar kawasan akan lebih efisien dan efektif dalam penyediaan
prasarana dan sarana dasar perdesaannya.

Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya

1. Peningkatan sektor‐sektor ekonomi unggulan yang produktif dan berdaya saing tinggi.

Untuk merealisasikan kebijakan tersebut maka diperlukan strategi penataan ruang yang
mendukung hal tersebut diatas, dengan: Buku Rencana II - 4 Bantek Penyusunan Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Karo

a. Mengembangkan kawasan‐kawasan agropolitan;


b. Mendorong pengolahan komoditi sektor‐sektor unggulan pada pusat‐ pusat produksi
sektor unggulan;
c. Meningkatkan aksesibilitas dari pusat‐pusat produksi sektor unggulan ke pusat
pemasaran;
d. Menyediakan sarana dan prasarana pendukung produksi untuk meningkatkan
produktifitas sektor‐sektor unggulan.
2. Peningkatan luas dan produksi pertanian dan perkebunan melalui kegiatan intensifikasi
dan ekstensifikasi pertanian. Untuk merealisasikan kebijakan tersebut maka diperlukan
strategi penataan ruang yang mendukung hal tersebut diatas, dengan:
a. Mempertahankan luasan lahan pertanian dan perkebunan serta mengembangkan lahan
pertanian dan perkebunan yang baru pada lahan yang kurang produktif;
b. Meningkatkan produktifitas pertanian lahan basah menuju swasembada pangan.
c. Memanfaatkan ruang daratan dan udara untuk semua aktifitas yang memberikan nilai
tambah yang positif bagi pengembangan pertanian dan perkebunan.
d. Memfasilitasi tumbuhkembangnya usaha kecil dan menengah untuk mengolah hasil‐hasil
pertanian.
3. Perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya. Untuk
merealisasikan kebijakan tersebut maka diperlukan strategi penataan ruang yang
mendukung hal tersebut diatas, dengan:
a. Menetapkan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis kabupaten secara
sinergis untuk mewujudkan keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah; Buku
Rencana II - 5 Bantek Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Karo
b. Mengembangkan kegiatan budidaya unggulan di dalam wilayah beserta prasarana
secara sinergis dan berkelanjutan untuk mendorong pengembangan perekonomian
kawasan dan wilayah sekitarnya.
c. Mengembangkan kegiatan budidaya untuk menunjang aspek politik, pertahanan dan
keamanan, sosial budaya, serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
d. Mengembangkan dan melestarikan kawasan budidaya pertanian pangan untuk
mewujudkan ketahanan pangan.
4. Pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan
daya tampung lingkungan. Untuk merealisasikan kebijakan tersebut maka diperlukan
strategi penataan ruang yang mendukung hal tersebut diatas, dengan:
a. Membatasi perkembangan kegiatan budidaya terbangun pada kawasan yang berfungsi
lindung dan pada kawasan rawan bencana untuk meminimalkan potensi kejadian
bencana dan potensi kerugian akibat bencana.
b. Menetapkan ketentuan‐ketentuan peraturan zonasi pada masing‐ masing kawasan
budidaya sesuai dengan karakteristiknya.
c. Mengendalikan pemanfaatan di kawasan budidaya melalui mekanisme perizinan.
d. Memberikan insentif bagi kegiatan yang sesuai dengan fungsi dan disinsentif bagi
kegiatan yang mengakibatkan gangguan bagi fungsi utamanya
e. Melakukan penertiban bagi kegiatan‐kegiatan yang tidak sesuai fungsi.

Anda mungkin juga menyukai