Anda di halaman 1dari 28

SIROSIS HEPATIS (SIROSIS HATI)

A.    DEFINISI
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak
diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini
merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan
dari hati (Sujono H, 2002).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus
ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya
dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati
akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur
akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan
Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus,
ditandai dengan adanya pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai dengan
proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan
usaha regenerasi nodul. (Iin Inayah, 2004).

B.     KLASIFIKASI
Secara klinis chirrosis hati dibagi menjadi:
1. Chirrosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang
nyata
2. Chirrosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik
yang jelas. Chirrosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis
kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat
dibedakan melalui biopsi hati.
Secara morfologi Sherrlock membagi Chirrosis hati bedasarkan besar kecilnya
nodul, yaitu:
a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)
b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)
c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.
Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit chirrosis hati atas:
a. Chirrosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau
sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy chirrosis yang terbentuk karena
banyak terjadi jaringan nekrose.
b. Nutrisional chirrosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, chirrosis
alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Chirrosis terjadi sebagai akibat
kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.
c. Chirrosis Post hepatic, chirrosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita
hepatitis.

Shiff dan Tumen secara morfologi membagi atas:


1. Chirrosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara
khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis
2. Chirrosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut darihepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Chirrosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar
saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis).
Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat
kanalikulus biliaris dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk membentuk
saluran empedu baru. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang
berlebihan terutama terdiri atas saluran empedu yang baru dan tidak berhubungan
yang dikelilingi oleh jaringan parut.

C.    ETIOLOGI
Penyebab Chirrosis Hepatis :
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi ada  dua
penyebab yang dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis hepatis adalah:
1.      Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
chirrosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg
pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka
diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati
sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus
B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan
memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila
dibandingkan dengan hepatitis virus A
2.      Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan
berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan
berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alcohol.
Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun peminum
yang  bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan parenkim
hati.
3.      Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu:
a.    Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
b.   Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada
penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe,
kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.

E.     PATOFISIOLOGI
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati.
Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler),
terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai
terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati, walaupun etiologinya berbeda,
gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama, septa bisa dibentuk dari
sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini
dapat menghubungkan daerah porta dengan sentral. Beberapa sel tumbuh kembali
dan membentuk nodul dengan berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan
distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan
menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis
alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan pada
nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrinogenesis dan
septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversible menjadi ireversibel bila telah
terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah porta dan parenkim hati.
Gambaran septa ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi
hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada sirosis
alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan makrofag
menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya
fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septal
aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.
F.     GEJALA DAN TANDA KLINIS
1.      GEJALA
Gejala chirrosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver
yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual,
badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan
darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas). Pada chirrosis terjadi kerusakan
hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan
ikat yang difus.
2.      TANDA KLINIS
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a.       Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia
sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika
liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk
beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama
perjalanan penyakit
b.      Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk
pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan
tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya timbul setelah timbulnya
asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
c.       Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar
sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila
ditekan.
d.      Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di
atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi
terhadap aliran darah melalui hati

G.    KOMPLIKASI
Komplikasi chirrosis hati yang dapat terjadi antara lain:
1.   Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya pada
chirrosis hati adalah perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Sifat
perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis, biasanya
mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang keluar berwarna kehitam-
hitaman dan tidak akan membeku karena sudah bercampur dengan asam
lambung. Penyebab lain adalah tukak lambung dan tukak duodeni.
2.   Koma hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak,
sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum
mempunyai gejala karakteristik yaitu hilangnya kesadaran penderita. Koma
hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma hepatikum primer, yaitu
disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital terganggu
seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua
koma hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena
kerusakan hati secara langsung, tetapi oleh sebab lain, antara lain karena
perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena obat-obatan dan pengaruh
substansia nitrogen.
3.   Ulkus Peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila
dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan
diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum,
resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya
defisiensi makanan
4.   Karsinoma Hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada
bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan
berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma
yang multiple
5.   Infeksi
Setiap  penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga
penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Infeksi yang sering timbul pada
penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia,
pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis,
perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.

H.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
           1.  Pemeriksaan Laboratorium
a.    Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita
ada ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam
urine berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan
kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
b.   Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan
ikterus, ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak
terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin
yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau
kehitaman.
c.    Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang
–kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam
folik dan vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita
pernah mengalami perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi
hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya
trombositopeni.
d.   Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi
penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis
globulin menaik, sedangkan albumin menurun. Pada orang normal tiap
hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya
dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari.9 Kadar normal albumin dalam
darah 3,5-5,0 g/dL38. Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing
diukur melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum.
Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. 39 Selain
itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka
untuk mendeteksi kelainan hati secara dini.
2.  Sarana Penunjang Diagnostik
a.    Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan
fototoraks, splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography
(PTP)
b.   Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi
kelaianan di hati, termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung
pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis
akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul, .
Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak
penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak
membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.
c.    Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati
akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk
nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati,
tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.

I.       PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan
demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000
kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau
III (1.000-2000 mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori
(2.000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-
tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan
dihentikan (diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi
sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang
melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein,
dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum.
Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan
yang jelas tidak hepatotoksik.
1. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino
esensial berantai cabang dengan glukosa.
2. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang
mengandung alkohol.

Penatalaksanaan asitesis dan edema adalah :


1. Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam
(200-500 mg perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah dapat diatasi.
Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah pemasukan cairan selama 24
jam, hanya sampai 1 liter atau kurang.
2. Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan
diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan
sampai 300 mg/hari bila setelah 3 – 4 hari tidak terdapat perubahan.
3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan
terapi medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis. Walupun
merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kuno dan sempat ditinggalkan
karena berbagai komplikasinya, parasentesis banyak kembali dicoba untuk
digunakan. Pada umunya parasentesis aman apabila disertai dengan infus albumin
sebanyak 6 – 8 gr untuk setiap liter cairan asites. Selain albumin dapat pula
digunakan dekstran 70 % Walaupun demikian untuk mencegah pembentukan
asites setelah parasentesis, pengaturan diet rendah garam dan diuretik biasanya
tetap diperlukan.
4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1
kg/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat, dapat
mencetuskan ensefalopati hepatik

ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian pada klien dengan chirrosis hepatis dilakukan mulai dari pengumpulan
data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan,
riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal
yang perlu dikaji pada klien degan chirrosis hepatis :
1.      Aktivitas dan istirahat :
kelemahan, kelelahan, terlalu lelah, letargi, penurunan massa otot/tonus.
2.      Sirkulasi
Riwayat Gagal jantung koroner kronis, perikarditis, penyakit jantung, reumatik,
kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati), Distrimia, bunyi jantung ekstra
(S3, S4).
3.      Eliminasi
Flatus, Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan atau
tidak ada bising usus, Feces warna tanah liat, melena, urin gelap, pekat.
4.      Nutrisi
Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat menerima, Mual, muntah,
Penurunan berat badan atau peningkatan cairan penggunaan jaringan, Edema
umum pada jaringan, Kulit kering,Turgor buruk, Ikterik, angioma spider, Nafas
berbau/fetor hepatikus, perdarahan gusi.
5.      Neurosensori
Orang terdekat dapat melaporkan perubahan keperibadian, penurunan mental,
perubahan mental, bingung halusinasi, koma bicara lambat/tak jelas.
6.      Nyeri
Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran atas, Pruritus, Neuritis Perifer, Perilaku
berhati-hati/distraksi, Fokus pada diri sendiri.
7.      Respirasi
Dispnea Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, Ekspansi paru
terbatas (asites), Hipoksia

8.      Keamanan
Pruritus, Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik), Ikterik, ekimosis, petekia.
Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
9.      Seksualitas
Gangguan menstruasi/impoten, Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut
(dada, bawah lengan, pubis).

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan
2.      Perubahan suhu tubuh: hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada
sirosis
3.      Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan pembentukan edema.
4.      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ikterus dan status imunologi
yang terganggu
5.      Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
6.      Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi portal, perubahan mekanisme
pembekuan dan gangguan dalam proses detoksifikasi obat.
7.      Nyeri kronis berhubungan dengan agen injuri biologi (hati yang membesar serta
nyeri tekan dan asites)
8.      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan pembentukan edema.
9.      Perubahan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran fungsi hati dan
peningkatan kadar ammonia
10.  Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi
pengembangan toraks akibat aistes, distensi abdomen serta adanya cairan dalam
rongga toraks

C.    RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan NOC NIC Rasional
Intoleransi Tujuan: 1. Tawarkan diet1.   Memberikan
aktivitas Peningkatan energi tinggi kalori, tinggi kalori bagi tenaga
berhubungan dan partisipasi protein (TKTP). dan protein bagi
dengan dalam aktivitas 2. Berikan suplemen proses
kelelahan dan Kriteria Hasil: vitamin (A, B penyembuhan.
penurunan        Melaporkan kompleks, C dan K) 2.   Memberikan
berat badan peningkatan 3. Motivasi pasien nutrien tambahan.
kekuatan dan untuk melakukan3.   Menghemat
kesehatan pasien. latihan yang tenaga pasien
       Merencanakan diselingi istirahat sambil mendorong
aktivitas untuk 4. Motivasi dan bantu pasien untuk
memberikan pasien untuk melakukan latihan
kesempatan melakukan latihan dalam batas
istirahat yang dengan periode toleransi pasien.
cukup. waktu yang4.   Memperbaiki
       Meningkatkan ditingkatkan secara perasaan sehat
aktivitas dan latihan bertahap secara umum dan
bersamaan dengan percaya diri
bertambahnya
kekuatan.
       Memperlihatkan
asupan nutrien yang
adekuat dan
menghilangkan
alkohol dari diet.
Perubahan Tujuan: 1.    Catat suhu tubuh1.   Memberikan
suhu tubuh: Pemeliharaan suhu secara teratur. dasar untuk deteksi
hipertermia tubuh yang normal 2.    Motivasi asupan hati dan evaluasi
berhubungan Kriteria Hasil: cairan intervensi.
dengan proses       Melaporkan 3.    Lakukan kompres2.   Memperbaiki
inflamasi pada suhu tubuh yang dingin atau kantong kehilangan cairan
sirosis normal dan tidak es untuk akibat perspirasi
terdapatnya gejala menurunkan serta febris dan
menggigil atau kenaikan suhu meningkatkan
perspirasi. tubuh. tingkat
       Memperlihatkan4.    Berikan antibiotik kenyamanan
asupan cairan yang seperti yang pasien.
adekuat. diresepkan. 3.   Menurunkan
5.    Hindari kontak panas melalui
dengan infeksi. proses konduksi
6.    Jaga agar pasien serta evaporasi,
dapat beristirahat dan meningkatkan
sementara suhu tingkat kenyaman
tubuhnya tinggi. pasien.
4.   Meningkatkan
konsentrasi
antibiotik serum
yang tepat untuk
mengatasi infeksi.
5.   Meminimalkan
resiko peningkatan
infeksi, suhu tubuh
serta laju
metabolik.
6.   Mengurangi laju
metabolik.
Gangguan Tujuan: 1.      Batasi natrium1.  Meminimalkan
integritas kulit Memperbaiki seperti yang pembentukan
yang integritas kulit dan diresepkan. edema.
berhubungan proteksi jaringan
2.      Berikan perhatian2.  Jaringan dan kulit
dengan yang mengalami dan perawatan yang yang edematus
pembentukan edema. cermat pada kulit. mengganggu
edema. Kriteria Hasil: 3.      Balik dan ubah suplai nutrien dan
     Memperlihatkan posisi pasien dengan sangat rentan
turgor kulit yang sering. terhadap tekanan
normal pada
4.      Timbang berat serta trauma.
ekstremitas dan badan dan catat3.  Meminimalkan
batang tubun. asupan serta tekanan yang lama
     Tidak haluaran cairan dan meningkatkan
memperlihatkan setiap hari. mobilisasi edema.
luka pada kulit. 5.      Lakukan latihan4.  Memungkinkan
     Memperlihatkan gerak secara pasif, perkiraan status
jaringan yang tinggikan cairan dan
normal tanpa gejala ekstremitas pemantauan
eritema, perubahan edematus. terhadap adanya
warna atau
6.      Letakkan bantalan retensi serta
peningkatan suhu di busa yang kecil kehilangan cairan
daerah tonjolan dibawah tumit, dengan cara yang
tulang. maleolus dan paling baik.
     Mengubah tonjolan tulang5.  Meningkatkan
posisi dengan lainnya. mobilisasi edema.
sering. 6.  Melindungi
tonjolan tulang dan
meminimalkan
trauma jika
dilakukan dengan
benar.
Gangguan Tujuan: 1.  Observasi dan catat1.  Memberikan dasar
integritas kulit Memperbaiki derajat ikterus pada untuk deteksi
berhubungan integritas kulit dan kulit dan sklera. perubahan dan
dengan ikterus meminimalkan 2.  Lakukan perawatan evaluasi intervensi.
dan status iritasi kulit yang sering pada2.  Mencegah
imunologi Kriteria Hasil: kulit, mandi tanpa kekeringan kulit
yang    Memperlihatkan menggunakan sabun dan meminimalkan
terganggu kulit yang utuh dan melakukan pruritus.
tanpa terlihat luka masase dengan3.  Mencegah
atau infeksi. losion pelembut ekskoriasi kulit
   Melaporkan tidak (emolien). akibat garukan.
adanya pruritus. 3.  Jaga agar kuku
   Memperlihatkan pasien selalu
pengurangan gejala pendek.
ikterus pada kulit
dan sklera.
   Menggunakan
emolien dan
menghindari
pemakaian sabun
dalam menjaga
higiene sehari-hari.
Perubahan Tujuan: Perbaikan1.  Motivasi pasien1.   Motivasi sangat
status nutrisi, status nutrisi untuk makan penting bagi
kurang dari Kriteria Hasil: makanan dan penderita
kebutuhan    Memperlihatkan suplemen makanan. anoreksia dan
tubuh asupan makanan2.  Tawarkan makan gangguan
berhubungan yang tinggi kalori, makanan dengan gastrointestinal.
dengan tinggi protein porsi sedikit tapi2.   Makanan dengan
anoreksia dan dengan jumlah sering. porsi kecil dan
gangguan memadai. 3.  Hidangkan sering lebih
gastrointestina    Mengenali makanan yang ditolerir oleh
l. makanan dan menimbulkan selera penderita
minuman yang dan menarik dalam anoreksia.
bergizi dan penyajiannya. 3.Meningkatkan
diperbolehkan 4.  Pantang alkohol. selera makan dan
dalam diet. 5.  Pelihara higiene rasa sehat.
   Bertambah berat oral sebelum makan.4.   Menghilangkan
tanpa 6.  Pasang ice collar makanan dengan
memperlihatkan untuk mengatasi “kalori kosong”
penambahan edema mual. dan menghindari
dan pembentukan7.  Berikan obat yang iritasi lambung
asites. diresepkan untuk oleh alkohol.
   Mengenali dasar mengatasi mual,5.   Mengurangi
pemikiran mengapa muntah, diare atau citarasa yang tidak
pasien harus makan konstipasi. enak dan
sedikit-sedikit tapi8.  Motivasi merangsang selera
sering. peningkatan asupan makan.
   Melaporkan cairan dan latihan6.   Dapat
peningkatan selera jika pasien mengurangi
makan dan rasa melaporkan frekuensi mual.
sehat. konstipasi. 7.   Mengurangi
   Menyisihkan 9.  Amati gejala yang gejala
alkohol dari dalam membuktikan gastrointestinal
diet. adanya perdarahan dan perasaan tidak
   Turut serta dalam gastrointestinal. enak pada perut
upaya memelihara yang mengurangi
higiene oral selera makan dan
sebelum makan dan keinginan terhadap
menghadapi mual. makanan.
   Menggunakna 8.   Meningkatkan
obat kelainan pola defekasi yang
gastrointestinal normal dan
seperti yang mengurangi rasa
diresepkan. tidakenak serta
   Melaporkan distensi pada
fungsi abdomen.
gastrointestinal 9.   Mendeteksi
yang normal komplikasi
dengan defekasi gastrointestinal
yang teratur. yang serius.
   Mengenali gejala
yang dapat
dilaporkan: melena,
pendarahan yang
nyata.
Resiko cedera Tujuan: 1.      Amati setiap feses
1.      Memungkinkan
berhubungan Pengurangan resiko yang dieksresikan deteksi perdarahan
dengan cedera untuk memeriksa dalam traktus
hipertensi Kriteria Hasil: warna, konsistensi gastrointestinal.
portal,   Tidak dan jumlahnya. 2.      Dapat
perubahan memperlihatkan 2.      Waspadai gejala menunjukkan
mekanisme adanya perdarahan ansietas, rasa penuh tanda-tanda dini
pembekuan yang nyata dari pada epigastrium, perdarahan dan
dan gangguan traktus kelemahan dan syok.
dalam proses gastrointestinal. kegelisahan. 3.      Mendeteksi tanda
detoksifikasi   Tidak 3.      Periksa setiap feses dini yang
obat. memperlihatkan dan muntahan untuk membuktikan
adanya kegelisahan, mendeteksi darah adanya perdarahan.
rasa penuh pada yang tersembunyi. 4.      Menunjukkan
epigastrium dan
4.      Amati manifestasi perubahan pada
indikator lain yang hemoragi: ekimosis, mekanisme
menunjukkan epitaksis, petekie pembekuan darah.
hemoragi serta dan perdarahan gusi.
5.      Memberikan
syok. 5.      Catat tanda-tanda dasar dan bukti
  Memperlihatkan vital dengan interval adanya
hasil pemeriksaan waktu tertentu. hipovolemia dan
yang negatif untuk
6.      Jaga agar pasien syok.
perdarahan tenang dan
6.      Meminimalkan
tersembunyi membatasi resiko perdarahan
gastrointestinal. aktivitasnya. dan mengejan.
  Bebas dari
7.      Bantu dokter
7.      Memudahkan
daerah-daerah yang dalam memasang insersi kateter
mengalami kateter untuk kontraumatik
ekimosis atau tamponade balon untuk mengatasi
pembentukan esofagus. perdarahan dengan
hematom. 8.      Lakukan observasi segera pada pasien
  Memperlihatkan selama transfusi yang cemas dan
tanda-tanda vital darah dilaksanakan. melawan.
yang normal. 9.      Ukur dan catat
8.      Memungkinkan
  Mempertahankan sifat, waktu serta deteksi reaksi
istirahat dalam jumlah muntahan. transfusi (resiko
keadaan tenang
10.  Pertahankan pasien ini akan meningkat
ketika terjadi dalam keadaan dengan
perdarahan aktif. puasa jika pelaksanaan lebih
  Mengenali diperlukan. dari satu kali
rasional untuk
11.  Berikan vitamin K transfusi yang
melakukan transfusi seperti yang diperlukan untuk
darah dan tindakan diresepkan. mengatasi
guna mengatasi
12.  Dampingi pasien perdarahan aktif
perdarahan. secara terus menerus dari varises
  Melakukan selama episode esofagus)
tindakan untuk perdarahan. 9.      Membantu
mencegah trauma
13.  Tawarkan minuman mengevaluasi taraf
(misalnya, dingin lewat mulut perdarahan dan
menggunakan sikat ketika perdarahan kehilangan darah.
gigi yang lunak, teratasi (bila
10.  Mengurangi resiko
membuang ingus diinstruksikan). aspirasi isi
secara perlahan-
14.  Lakukan tindakan lambung dan
lahan, menghindari untuk mencegah meminimalkan
terbentur serta trauma : resiko trauma lebih
terjatuh, a.  Mempertahankan lanjut pada
menghindari lingkungan yang esofagus dan
mengejan pada saat aman. lambung.
defekasi). b.   Mendorong pasien
11.  Meningkatkan
  Tidak mengalami untuk membuang pembekuan dengan
efek samping ingus secara memberikan
pemberian obat. perlahan-lahan. vitamin larut
  Menggunakan c.   Menyediakan sikat lemak yang
semua obat seperti gigi yang lunak dan diperlukan untuk
yang diresepkan. menghindari mekanisme
  Mengenali penggunaan tusuk pembekuan darah.
rasional untuk gigi. 12.  Menenangkan
melakukan tindakand.  Mendorong pasien yang
penjagaan dengan konsumsi makanan merasa cemas dan
menggunakan dengan kandungan memungkinkan
semua obat. vitamin C yang pemantauan serta
tinggi. deteksi terhadap
e.   Melakukan kebutuhan pasien
kompres dingin jika selanjutnya.
diperlukan. 13.  Mengurangi resiko
f.    Mencatat lokasi perdarahan lebih
tempat perdarahan. lanjut dengan
g.   Menggunakan meningkatkan
jarum kecil ketika vasokontriksi
melakukan pembuluh darah
penyuntikan. esofagus dan
15.  Berikan obat dengan lambung.
hati-hati; pantau
14.  Meningkatkan
efek samping keamanan pasien.
pemberian obat. a.  Mengurangi
resiko trauma dan
perdarahan dengan
menghindari
cedera, terjatuh,
terpotong, dll.
b.  Mengurangi
resiko epistaksis
sekunder akibat
trauma dan
penurunan
pembekuan darah.
c.  Mencegah trauma
pada mukosa oral
sementara higiene
oral yang baik
ditingkatkan.
d. Meningkatkan
proses
penyembuhan
e.  Mengurangi
perdarahan ke
dalam jaringan
dengan
meningkatkan
vasokontriksi
lokal.
f.   Memungkinkan
deteksi tempat
perdarahan yang
baru dan
pemantauan
tempat perdarahan
sebelumnya.
g.  Meminimalkan
perambesan dan
kehilangan darah
akibat penyuntikan
yang berkali-kali.
15.  Mengurangi resiko
efek samping yang
terjadi sekunder
karena
ketidakmampuan
hati yang rusak
untuk melakukan
detoksifikasi
(memetabolisasi)
obat secara
normal.
Nyeri kronis Tujuan: 1.     Pertahankan tirah1.     Mengurangi
berhubungan Peningkatan rasa baring ketika pasien kebutuhan
dengan agen kenyamanan mengalami metabolik dan
injuri biologi Kriteria Hasil: gangguan rasa melindungi hati.
(hati yang      Mempertahanka nyaman pada2.     Mengurangi
membesar n tirah baring dan abdomen. iritabilitas traktus
serta nyeri mengurangi 2.     Berikan gastrointestinal
tekan dan aktivitas ketika antipasmodik dan dan nyeri serta
asites) nyeri terasa. sedatif seperti yang gangguan rasa
      Menggunakan diresepkan. nyaman pada
antipasmodik dan3.     Kurangi asupan abdomen.
sedatif sesuai natrium dan cairan3.     Memberikan
indikasi dan resep jika diinstruksikan. dasar untuk
yang diberikan. mendeteksi lebih
      Melaporkan lanjut kemunduran
pengurangan rasa keadaan pasien dan
nyeri dan gangguan untuk
rasa nyaman pada mengevaluasi
abdomen. intervensi.
      Melaporkan rasa 4.     Meminimalkan
nyeri dan gangguan pembentukan
rasa nyaman jika asites lebih lanjut.
terasa.
      Mengurangi
asupan natrium dan
cairan sesuai
kebutuhan hingga
tingkat yang
diinstruksikan
untuk mengatasi
asites.
      Merasakan
pengurangan rasa
nyeri.
      Memperlihatkan
pengurangan rasa
nyeri.
      Memperlihatkan
pengurangan
lingkar perut dan
perubahan berat
badan yang sesuai.
Kelebihan Tujuan: Pemulihan1.     Batasi asupan1.     Meminimalkan
volume cairan kepada volume natrium dan cairan pembentukan
berhubungan cairan yang normal jika diinstruksikan. asites dan edema.
dengan asites Kriteria Hasil: 2.     Berikan diuretik,2.     Meningkatkan
dan        Mengikuti diet suplemen kalium ekskresi cairan
pembentukan rendah natrium dan dan protein seperti lewat ginjal dan
edema. pembatasan cairan yang mempertahankan
seperti yang dipreskripsikan. keseimbangan
diinstruksikan. 3.     Catat asupan dan cairan serta
       Menggunakan haluaran cairan. elektrolit yang
diuretik, suplemen4.     Ukur dan catat normal.
kalium dan protein lingkar perut setiap3.     Menilai
sesuai indikasi hari. efektivitas terapi
tanpa mengalami5.     Jelaskan rasional dan kecukupan
efek samping. pembatasan natrium asupan cairan.
       Memperlihatkan dan cairan. 4.     Memantau
peningkatan perubahan pada
haluaran urine. pembentukan
       Memperlihatkan asites dan
pengecilan lingkar penumpukan
perut. cairan.
       Mengidentifikas 5.     Meningkatkan
i rasional pemahaman dan
pembatasan natrium kerjasama pasien
dan cairan. dalam menjalani
dan melaksanakan
pembatasan cairan.

Perubahan Tujuan: Perbaikan1.     Batasi protein1.     Mengurangi


proses berpikir status mental makanan seperti sumber amonia
berhubungan Kriteria Hasil: yang diresepkan. (makanan sumber
dengan        Memperlihatkan2.     Berikan makanan protein).
kemunduran perbaikan status sumber karbohidrat2.     Meningkatkan
fungsi hati dan mental. dalam porsi kecil asupan karbohidrat
peningkatan        Memperlihatkan tapi sering. yang adekuat
kadar amonia. kadar amonia serum3.     Berikan untuk memenuhi
dalam batas-batas perlindungan kebutuhan energi
yang normal. terhadap infeksi. dan
       Memiliki 4.     Pertahankan “mempertahankan”
orientasi terhadap lingkungan agar protein terhadap
waktu, tempat dan tetap hangat dan proses
orang. bebas dari angin. pemecahannya
       Melaporkan 5.     Pasang bantalan untuk
pola tidur yang pada penghalang di menghasilkan
normal. samping tempat tenaga.
       Menunjukkan tidur. 3.     Memperkecil
perhatian terhadap6.     Batasi pengunjung. resiko terjadinya
kejadian dan7.     Lakukan peningkatan
aktivitas di pengawasan kebutuhan
lingkungannya. keperawatan yang metabolik lebih
       Memperlihatkan cermat untuk lanjut.
rentang perhatian memastikan 4.     Meminimalkan
yang normal. keamanan pasien. gejala menggigil
       Mengikuti dan8.     Hindari pemakaian karena akan
turut serta dalam preparat opiat dan meningkatkan
percakapan secara barbiturat. kebutuhan
tepat. 9.     Bangunkan dengan metabolik.
       Melaporkan interval. 5.     Memberikan
kontinensia fekal perlindungan
dan urin. kepada pasien jika
       Tidak terjadi koma
mengalami kejang. hepatik dan
serangan kejang.
6.     Meminimalkan
aktivitas pasien
dan kebutuhan
metaboliknya.
7.     Melakukan
pemantauan ketat
terhadap gejala
yang baru terjadi
dan meminimalkan
trauma pada pasien
yang mengalami
gejala konfusi.
8.     Mencegah
penyamaran gejala
koma hepatik dan
mencegah
overdosis obat
yang terjadi
sekunder akibat
penurunan
kemampuan hati
yang rusak untuk
memetabolisme
preparat narkotik
dan barbiturat.
9.     Memberikan
stimulasi kepada
pasien dan
kesempatan untuk
mengamati tingkat
kesadaran pasien.
Pola napas Tujuan: Perbaikan1.     Tinggalkan bagian1.     Mengurangi
yang tidak status pernapasan kepala tempat tidur. tekanan abdominal
efektif KriteriaHasil: 2.     Hemat tenaga pada diafragma
berhubungan        Mengalami pasien. dan
dengan asites perbaikan status3.     Ubah posisi memungkinkan
dan restriksi pernapasan. dengan interval. pengembangan
pengembangan       Melaporkan 4.     Bantu pasien toraks dan
toraks akibat pengurangan gejala dalam menjalani ekspansi paru yang
aistes, distensi sesak napas. parasentesis atau maksimal.
abdomen serta       Melaporkan torakosentesis. 2.     Mengurangi
adanya cairan peningkatan tenaga
a.       Berikan dukungan kebutuhan
dalam rongga dan rasa sehat. dan pertahankan metabolik dan
toraks        Memperlihatkan posisi selama oksigen pasien.
frekuensi respirasi menjalani prosedur.3.     Meningkatkan
yang normal (12-
b.      Mencatat jumlah ekspansi
18/menit) tanpa dan sifat cairan yang (pengembangan)
terdengarnya suara diaspirasi. dan oksigenasi
pernapasan c.       Melakukan pada semua bagian
tambahan. observasi terhadap paru).
       Memperlihatkan bukti terjadinya4.     Parasentesis dan
pengembangan batuk, peningkatan torakosentesis
toraks yang penuh dispnu atau (yang dilakukan
tanpa gejala frekuensi denyut untuk
pernapasan nadi. mengeluarkan
dangkal. cairan dari rongga
       Memperlihatkan toraks) merupakan
gas darah yang tindakan yang
normal. menakutkan bagi
       Tidak pasien. Bantu
mengalami gejala pasien agar bekerja
konfusi atau sama dalam
sianosis. menjalani prosedur
ini dengan
meminimalkan
resiko dan
gangguan rasa
nyaman.
a.      Menghasilkan
catatan tentang
cairan yang
dikeluarkan dan
indikasi
keterbatasan
pengembangan
paru oleh cairan.
b.      Menunjukkan
iritasi rongga
pleura dan bukti
adanya gangguan
fungsi respirasi
oleh pneumotoraks
atau hemotoraks
(penumpukan
udara atau darah
dalam rongga
pleura).

DAFTAR PUSTAKA
Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 2006, Nursing Interventions Classification
(NIC), Mosby Year-Book, St. Louis
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book,
St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-
2002,  NANDA
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Soeparman. (2004). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/12/laporan-pendahuluan-sirosis-
hepatis_4798.html#.VGlL-NKUdiI

Anda mungkin juga menyukai