Artemesia Annua PDF
Artemesia Annua PDF
Hal 57 - 67
ISSN: 1412-8004
ABSTRAK PENDAHULUAN
Potensi Pengembangan Budidaya Artemisia annua L. di Indonesia (GUSMAINI dan HERA NURHAYATI) 57
tropis, melalui pemuliaan (seleksi adaptasi dan Akumulasi pembentukan senyawa
hibridisasi) (Woerdenbag et al., 1994; Magalhaes artemisinin bervariasi menurut klonnya,
dan Delabays, 1996; Magalhaes et al., 1996; Ban et sehingga perlu penentuan waktu panen yang
al.,1999). Beberapa negara di daerah tropis berbeda. Beberapa hasil penelitian menunjukkan
seperti Malaysia, Brazil, Vietnam, Madagaskar, kadar artemisinin tertinggi terjadi sesaat sebelum
dan Sub Sahara Afrika telah membudidayakan pembungaan (Acton et al. 1985; Liersch et al. 1986;
artemisia dan menghasilkan artemisinin yang El-Sohly, 1990; Woerdenbag et al. 1994). Namun
cukup tinggi yaitu 0,5 – 1,5% (Laugin, 2002). untuk klon asal China, kadar artemisinin
Mengingat kasus malaria di Indonesia hingga tertinggi justru tercapai pada saat pembentukan
saat ini dan mengindikasikan bahwa kebutuhan bunga telah sempurna (Ferreira et al. 1995).
bahan baku artemisinin yang besar, seluruhnya Asam artemisinic merupakan prekursor
masih diimpor, maka upaya pengembangan penting yang konsentrasinya mencapai 10 kali
budidaya artemisia sangat strategis. lipat lebih tinggi dari artemisinin dan dapat
dikonversi menjadi artemisinin dengan efisiensi
KANDUNGAN BAHAN AKTIF 40%. Untuk menghasilkan artemisinin dari asam
ARTEMISININ artemisinic tidak selalu dapat dilakukan. Pada
beberapa jenis (klon), asam artemisinic hampir
Kandungan bahan aktif penting artemisia
tidak terdeteksi (Laughlin, 1993).
adalah artemisinin (Gambar 1) yang tergolong
dalam senyawa terpenoid. Senyawa artemisinin
yang tinggi terutama terdapat pada jaringan
PENYEBARAN DAN LINGKUNGAN
bagian atas tanaman (daun dan bunga), semen-
TUMBUH ARTEMISIA
tara di batang kandungannya rendah (Ferreira
dan Janick, 1996). Artemisinin terakumu-lasi
Tanaman artemisia termasuk ke dalam famili
pada glandular trichomes, suatu organ yang hanya
Asteraceae diyakini sebagai tanaman asli Asia, dan
terdapat pada daun, batang dan bunga (Ferreira
diduga berasal dari China Utara (Mongolia) (Mc
et al., 1995). Oleh karena itu target budidaya
Vaugh, 1984) yang terletak pada 40o Lintang
diarahkan pada peningkatan kadar artemisinin
Utara dan 109o Bujur Timur (Ferreira et al., 2005).
dan produksi daun yang tinggi.
Saat ini tanaman Artemisia telah tersebar ke
beberapa negara antara lain Argentina, Bulgaria,
Francis, Hungaria, Rumania (khusus dibudidaya-
kan untuk dimanfaatkan minyak atsirinya), Italia,
Spanyol, USA dan Yugoslavia (Klayman, 1993).
Tanaman artemisia telah diintroduksi dan
telah dibudidayakan di India (Singh et al., 1986),
Vietnam, Thailand, Myanmar, Madagaskar,
Malaysia, USA, Brazil, Australia dan negara-
negara Eropa (Laughlin, 2002). Indonesia
mempunyai klon lokal yaitu A. papuana, tetapi
klon ini belum dibudidayakan dan menurut hasil
penelitian yang mempunyai kandungan artemi-
sinin tertinggi adalah A. annua L. Oleh karena itu
A. annua L., telah diintroduksi ke Indonesia,
namun tidak jelas kapan waktunya, selain itu
Sumber : Jesus, (2003) juga pemanfaatannya bukan sebagai bahan baku
obat anti malaria, melainkan sebagai minyak
Gambar 1. Struktur kimia artemisinin
atsiri.
Potensi Pengembangan Budidaya Artemisia annua L. di Indonesia (GUSMAINI dan HERA NURHAYATI) 59
Klon yang sama berasal dari China tropis dengan cara adaptasi genetik/pemuliaan
dibandingkan klon Vietnam yang ditanam di (Magalhaes dan Delabays, 1996).
Brazil Selatan yang terletak pada 26°11’LS dan Klon-klon yang terdapat di daerah sub tropis
ketinggian 760 m. Klon China memerlukan 14 umumnya dapat diadaptasikan di daerah sub
hari pendek (13-15 jam) sebelum pembungaan. tropis, namun demikian klon-klon tersebut
Klon Vietnam rata-rata 33 hari pendek sebelum mempunyai karakteristik tertentu yaitu lambat
pembungaan. Pada kondisi suhu maksimum dan cepat berbunga. Klon yang cocok
37°C dan minimum 19°C, klon China telah dibudidayakan di daerah tropis adalah klon yang
berbunga 100% dengan penyinaran 7, 9, 11, dan pembungaannya lebih lambat karena di daerah
13 jam/hari, sedangkan klon Vietnam yang tropis waktu penyinarannya lebih pendek
berbunga 33%. Pada kondisi suhu maksimum daripada di daerah sub tropis. Adanya klon yang
29°C dan minimum 13°C dengan lama lambat berbunga dengan kandungan artemisinin
penyinaran 7 atau 9 jam/hari, klon Vietnam 100% 0,5-1,5%, memungkinkan tanaman artemisia
berbunga. Persentase lama pembungaan pada dikembangkan di daerah tropis (seperti Vietnam,
tanaman Vietnam menurun hingga 83,3% pada Madagaskar dan Sub Sahara, Afrika). Meskipun
11 jam penyinaran (Marchese et al., 2002). Respon produksi biomasnya tidak setinggi tanaman yang
tanaman terhadap lingkungan berbeda-beda, tumbuh di daerah sub tropis (Ferreira et al., 2005).
pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Oleh karena itu adaptasi nomor-nomor yang
klon China kurang tahan terhadap suhu tinggi dapat tumbuh di daerah tropis perlu dilakukan.
dan waktu penyinaran pendek akibatnya
tanaman cepat berbunga. Sebaliknya klon HUBUNGAN AGROKLIMAT,
Vietnam menunjukkan lebih tahan terhadap suhu PRODUKTIVITAS, DAN KADAR
tinggi dan kurang tahan terhadap suhu rendah. ARTEMISININ
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
mengatasi permasalahan tanaman introduksi, Respon tanaman terhadap agroklimat dapat
dengan tujuan untuk memperpanjang fase meningkatkan atau menurunkan produktivitas
vegetatif dan memperlambat fase generatif, telah dan metabolik sekunder tanaman. Agroklimat
dilakukan di Vietnam dan Brazil. Meskipun yang memenuhi persyaratan tumbuh optimal
terletak di daerah tropis, negara-negara tersebut tanaman akan meningkatkan produktivitas dan
mampu membudidayakan artemisia yang dapat metabolik sekunder tanaman, dan sebaliknya.
menghasilkan kandungan artemisinin tinggi Hasil-hasil penelitian yang akan disampaikan
(Laughin, 2002). Adanya klon yang mampu mengacu kepada penelitian negara-negara luar,
beradaptasi, dan dihasilkannya klon hibrida karena di Indonesia artemisia belum
merupakan pemecahan masalah introduksi dibudidayakan dan penelitiannya sedang
tanaman. dilakukan pada tahap awal.
Ketinggian tempat dan iklim sangat
mempengaruhi kandungan bahan aktif.
Adaptasi Genetik Budidaya pada daerah lintang < 30° dan dataran
rendah menghasilkan produksi dan kadar
Budidaya tanaman artemisia di daerah tropis artemisinin rendah. Benih asal Kew Garden, UK.,
dapat dilakukan dengan memilih klon-klon yang yang ditanam di Lucknow, India, (ketinggian 123
cocok dengan iklim tropis untuk memperkecil m dengan iklim yang hangat), menghasilkan
permasalahan yang ada. Alternatif pengem- kandungan artemisinin yang rendah. Sementara
bangan tersebut dengan cara menanam klon-klon penanaman artemisia di Kashmir (ada ketinggian
lokal yang memang tumbuh di daerah tropis 305m, iklim temperate) menghasilkan kandungan
(Woerdenbag et al., 1994), selain itu melalui artemisinin cukup tinggi sekitar 1% (Ferreira et
adaptasi klon-klon di daerah subtropis ke daerah al., 2005). Penanaman artemisia pada dataran
Potensi Pengembangan Budidaya Artemisia annua L. di Indonesia (GUSMAINI dan HERA NURHAYATI) 61
penelitian yang menggunakan media pasir ton/ha menjadi 6,5 ton/ha. Apabila menggunakan
memperlihatkan bahwa kekurangan Fe, Mn, Cu, klon China bobot kering biomas meningkat dari
Zn dan B menurunkan tinggi tanaman (23-63%), 4,5 ton/ha menjadi 9,0 ton/ha. Meskipun produksi
bobot segar biomas (19-45%), bobot kering kering biomas meningkat, kandungan artemi-
biomas (18-49%) dan kadar artemisin (Srivastava sinin dan asam artemisinin tidak terpengaruh
dan Sharma 1990). (Ferreira, 2005). Meskipun demikian dengan
Cara pemberian pupuk akan berpengaruh meningkatnya produksi biomas tanaman maka
terhadap efisiensi dan efektifitas pemupukan. total produksi artemisinin yang dihasilkan juga
Ketidakefisienan pemupukan akan memperbesar meningkat.
biaya produksi. Pemberian pupuk dengan cara
Air
membuat larikan 15 cm dari tanaman dengan
kedalaman 5 cm di bawah benih dan 7,5 cm di Pada awal pertumbuhannya artemisia
bawah tanaman. Lebar larikan + 7,5 cm. Cara memerlukan air yang cukup. Menurut
aplikasi dengan larikan ini sangat efektif Technoserve (2004), A. annua sangat rentan
terutama bila fiksasi P menjadi masalah. Hal ini terhadap kekeringan terutama pada 2-3 bulan
akan memperkecil efek pencucian daripada pertama setelah penanaman. Oleh karena itu
disebar atau dicampur dengan pupuk lain. Salah penanaman sebaiknya dilakukan pada awal
satu alternatif untuk memperkecil efek musim hujan agar kebutuhan air terpenuhi.
pencucian, terutama pada daerah dengan curah Namun apabila ditanam tidak pada awal musim
hujan tinggi, adalah dengan membagi dosis hujan, maka diperlukan irigasi ringan. Frekuensi
pupuk menjadi beberapa agihan (2-3 agihan) dan irigasi yang dilakukan tergantung dari tipe tanah,
juga menggunakan beberapa sumber pupuk iklim dan musim (Simon et al., 1990; Laughlin
(Laughlin, 1978). dan Chung, 1992).
Kelengasan tanah harus dipertahankan,
Tanah untuk mencegah terjadinya “fertilizer burn” yaitu
suatu kondisi dimana pengaruh osmotik dari
Tanaman artemisia dapat hidup dan tumbuh
konsentrasi yang tinggi dari unsur N atau K yang
dengan baik pada tanah-tanah yang mempunyai
akan menyebabkan tanaman menjadi kering
kisaran pH antara 5,5-8,5 (pH optimum 6-8).
karena “terbakar” (Simon et al., 1990; Laughlin
Sensitivitas tanaman artemisia terhadap tanah
dan Chung, 1992). Selain itu juga kekeringan
masam (basa), tergantung pada jenis klon yang
dapat mempercepat proses fase generatif yaitu
digunakan. Apabila klon yang ditanam sensitif
pembungaan cepat terbentuk . Dampak dari hal
pada tanah-tanah dengan pH rendah atau tinggi,
tersebut adalah tanaman menjadi pendek
maka produktivitas tanaman akan menurun,
akibatnya produktivitas tanaman dan artemisinin
sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan
menurun. Charles et al., (1993), menyatakan
atau menurunkan pH tersebut.
bahwa perlakuan stress air 2 minggu sebelum
Beberapa hasil penelitian terdapat klon-klon
panen, mengindikasikan penurunan kadar
yang toleran terhadap tanah-tanah masam atau
artemisinin, tetapi penelitian lain menyatakan
basa. Klon yang berasal dari China umumnya
perlakuan stress pada waktu sebelum panen
lebih tahan terhadap tanah asam ataupun basa
tidak mempengaruhi kadar artemisinin. Secara
karena dapat tumbuh pada kisaran pH 5,0-8,2.
umum, pemberian stres air sebelum panen tidak
Sedangkan klon yang berasal dari Yugoslavia
akan menurunkan kadar artemisinin (Ferreira et
dapat tumbuh dengan baik pada kisaran pH
al., 2005)
yang lebih sempit yaitu 5,4-7,4 (Laughlin, 1993).
Penggunaan kapur 10 ton/ha pada klon hibrida
BUDIDAYA ARTEMISIA DI INDONESIA
China dan Yugoslavia di tanah red kraznozem di
Tasmania dapat menaikkan pH dari 5 menjadi 5.5 Tingginya jumlah penderita penyakit malaria
dan meningkatkan bobot kering biomas dari 1 yang menyangkut kehidupan manusia karena
Potensi Pengembangan Budidaya Artemisia annua L. di Indonesia (GUSMAINI dan HERA NURHAYATI) 63
(a) (b)
Selain dua klon introduksi di atas, pemilihan Pemenuhan kebutuhan air pada awal-awal
klon lokal juga merupakan alternatif yang perlu pertumbuhan (2-3 bulan) atau waktu tanam yang
dipertimbangkan. Hal ini memerlukan penelitian tepat yaitu ditanam pada awal musim penghujan.
lebih lanjut seperti di Vietnam dengan Apabila kekurangan air pada awal penanaman
mengembangkan klon lokal setempat justru maka akan percepat pembungaan (Technoserve,
menghasilkan produksi dan kandungan 2004), sehingga fase vegetatif lebih cepat
artemisinin tinggi (Ferreira et al., 2005). Cara lain akibatnya pembentukan daun menjadi lebih
untuk menghasilkan klon yang lebih cocok sedikit dan berdampak pada produksi herba
dengan lingkungan Indonesia adalah melalui rendah. Selain itu pemberian bahan organik juga
hibridisasi. Namun untuk menghasilkan klon perlu dilakukan untuk menjaga kelembaban
hibrida membutuhkan waktu yang cukup lama tanah, juga memperbaiki sifat fisik, biologi dan
dan biaya yang tidak sedikit. kimia tanah.
Untuk merangsang fase vegetatif antara lain
Manipulasi Lingkungan Agroklimat pemangkasan, dan pemupukan N secara
bertahap (Ferreira et al., 2005). Melalui pemang-
Selain pemilihan wilayah dan klon yang
kasan akan terbentuk cabang-cabang baru
tepat, faktor agroklimat juga tidak kalah penting.
sehingga akan tumbuh daun-daun muda lebih
Permasalahan yang dihadapi rendahnya
banyak. Dengan demikian pemberian pupuk N
produktivitas tanaman artemisia di iklim tropis,
yang merangsang terbentuknya daun-daun baru,
perlu dilakukan upaya melalui memanipulasi
sehingga tanaman dapat menghasilkan produksi
lingkungan agroklimat antara lain; kebutuhan air
daun tinggi. Selain itu penggunaan naungan juga
dan waktu tanam yang tepat, bahan organik,
cukup penting untuk mengurangi tingginya
pemangkasan, pemupukan, bahan organik
intensitas cahaya dan suhu di Indonesia.
penaungan, dan pemberian mikroba.
Potensi Pengembangan Budidaya Artemisia annua L. di Indonesia (GUSMAINI dan HERA NURHAYATI) 65
antara lain adalah pemilihan lokasi, klon yang _________, J.C. Laughlin, N. Delabays and P.M.
cocok dan memanipulasi lingkungan agroklimat de Magalhaes. 2005. Cultivation and
antara lain pemangkasan, pemberian pupuk, genetics of Artemisia annua L. for
naungan, bahan organik dan mikroba. increase production of the antimalarial
artemisinin. Plant Genetic Resources. III
DAFTAR PUSTAKA (2) : 206-229.
Figueira, G.M. 1996. Mineral nutrition, product-
Acton, N., Klayman D.L. and Rollman I.J. 1985. ion, and artemisinin content in Artemisia
Eductive electrochemical HPLC assay annua L. Proceedings of the Interna-
for artemisinin (qinghaosu). Planta tional Symposium on Medicinal and
Medica 51: 445–446. Aromatic Plants. Acta Horticulturae
Ban, N.T., Y.X. Phuong an C.B. Lugt. 1999. 426: 573–577.
Artemisia, L.. In Medicinal and Poison- Jesus, L.D. 2003. Effects of Artificial Polyploidy
ous Plants. I, Edited by L.S de Padna, N. in Transformed Roots of Artemisia annua
Bunyapraphatasara and R.H.M.J. Lem- L. A thesis. Submitted to the Faculty of
mens. Prosea. 12 (1) : 139-147 Worcester Polytechnic Institute. USA.
BPTO. 2006. Laporan Hasil Penelitian Artemisia. Kimia Farma. 2006. Laporan hasil penelitian
Disampaikan pada Pertemuan Penyu- Artemisia. Disampaikan pada pertemu-
sunan Grand Proposal Artemisia di an penyusunan grand proposal artemi-
Tawangmangu, 12-14 September 2006. sia di Tawangmangu, 12-14 September
Chan K.L., Teo K.H., Jinadasa S. and Yuen K.H. 2006.
1995. Selection of high artemisinin Laughlin, J.C. 1978. The effect of band placed
yielding Artemisia annua. Planta Medica nitrogen and phosphorus fertilizer on
61: 185–187. the yield of poppies (Papaver somniferum
Charles, D.J., Simon J.E., Shock C.C., Feibert L.) grown on krasnozem soil. Acta
E.B.G. and Smith R.M. 1993. Effect of Horticulturae. 73: 165–172.
water stress and post-harvest handling _________ and Chung B. 1992. Nitrogen and
on artemisi-nin content in the leaves of irrigation effects on the yield of poppies
Artemisia annua L. In: Janick J. and (Papaver somniferum L.). Acta Horticul-
Simon J.E. (eds), New Crops. New York: turae 306: 466–473.
John Wiley and Sons, pp. 640–643. __________. 1993. Effect of agronomic practices
Ebadi, N. 2002 . Pharmacodynamic Basis of Herbal on plant yield and antimalarial
Medicine. CRC Press. London- New constituents of Artemisia annua L. Acta
York- Washington D.C. Horticulturae 331: 53–61.
ElSohly, H.N. 1990. A large-scale extraction tech- __________. 2002. Post-harvest drying treatment
nique of artemisinin from Artemisia effects on antimalarial constituents of
annua. Journal of Natural Products 53: Artemisia annua L. Acta Horticulturae
1560–1564. 576: 315–320.
Ferreira, J.F.S., Simon J.E. and J. Janick. 1995. Liersch, R, Soicke H., Stehr C. and Tullner H.V.
Developmental studies of Artemisia 1986. Formation of artemisinin in
annua: flowering and artemisinin pro- Artemisia annua during one vegetation
duction under greenhouse and field period. Planta Medica 52: 387–390.
conditions. Planta Medica 61: 167–170. Klayman, D.L. 1993. Artemisia annua: from weed
_________, and Janick J. 1996. Immunoquan- to respectable antimalarial plant. In:
titative analysis of artemisinin from Kinghorn AD and Balandri MF (eds)
Artemisia annua using polyclonal Human Medicinal Agents from Plants.
antibodies. Phytochemistry 41: 97–104.
Potensi Pengembangan Budidaya Artemisia annua L. di Indonesia (GUSMAINI dan HERA NURHAYATI) 67