Anda di halaman 1dari 6

KONSTITUSI

A. Ragam Istilah
Konstiusi berasal dari Bahasa Latin, constiutio.¹ Istilah ini berkaitan dengan kata jus
atau ius, yang berarti hukum atau prinsip.² Saat ini, bahasa yang biasa dijadikan rujukan
istilah konstiusi adalah bahasa Inggris, Jerman, Prancis, Italia, Spanyol, Portugis, dan
Belanda. Menurut Jimly Ashidiqie, untuk pengertian constiution dalam bahasa Ingris,
bahasa Belanda membedakan antara constiutie dan grondwet, sedangkan bahasa Jerman
memebedakan antara verfasung dan gerundgesetz. Malah dalam bahasa Jerman pengertian
tentang konstitusi ini dibedakan pula antara gerundrecht dengan gerundgesetz seperti antara
grondrecht dengan grondwet dalam bahasa Belanda. Gerundrecht (Jerman) dan grondrecht
(Belanda) secara harfiah berarti hak dasar, tetapi sering juga diartikan sebagai hak asasi
manusia.³

Dalam bahasa Prancis, digunakan istilah Droit Constiutionel untuk pengertian luas,
sedangkan pengertian sempit, yaitu konstiusi yang tertulis digunakan istilah Loi
Constiutionel. Droit Constiutionel identik dengan pengertian konstiusi, sedangkan Loi
Constiutionel identik dengan Undang- Undang Dasar dalam bahasa Indonesia, yaitu dalam
arti konstiusi tertulis.⁴

Dalam bahasa Italia, istilah yang dipakai untuk pengertian konstiusi adalah Dirito
Constiutionale. Dalam bahasa Arab dipakai pula beberapa istilah yang terkait dengan
pengertian konstitusi itu, yaitu Masturiyah, Dustur, atau Qanun Asasi.⁵

¹ M. Soly Lubis menyebutkan kata konstiusi berasal dari kata dalam bahasa Prancis constiuer. Lihat
M. Soly Lubis, 1978, Asas-asas Hukum Tata Negara, Cetakan 2, Bandung, Penerbit Alumni, hlm. 4.
Sementara Sri Soemantri menyebutkan bahwa asal usul istilah konstiusi adalah dari bahasa Ingris constiution.
Lihat dalam Sri Soemantri, 1982, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara, Jakarta, Rajawali, hlm.
4.
² Jimly Ashidiqie, 205, Konstiusi dan Konstiusionalisme di Indonesia, Jakarta, Penerbit Konpres,
hlm.1.
³ Jimly Ashidiqie, 2010, Konstiusi Ekonomi, Jakarta, Penerbit Kompas, hlm. 3.
⁴ Ibid.
⁵ Ibid., hal.4.

B. Pengertian Konstitusi Menurut Para Ahli


1. Kontitusi mengandung permulaan dari segala peraturan mengenai suatu negara atau
dengan kata lain bahwa konstitusi mengandung permulaan dari segala peraturan
mengenai negara (Prodjodikoro, 1970), pembentukan suatu negara atau menyusun dan
menyatakan suatu negara (Lubis, 1976), dan sebagai peraturan dasar mengenai
pembentukan negara (Machfud MD, 2001).
2. Kata konstitusi dapat mempunyai arti lebih luas daripada pengertian undang-undang
dasar, karena pengertian undang-undang dasar hanya meliputi naskah tertulis saja dan
disamping itu masih terdapat konstitusi yang tidak tertulis, yang tidak tercakup dalam
undang-undang dasar (Kaelan, 2004:180)
3. Konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu Negara berupa
kumpulan peraturan-peraturan yang membentuk, mengatur atau memerintah dalam
pemerintahan suatu Negara (K.C. Wheare, 1975).
4. Konstitusi bisa dimaknai secara sempit maupun secara luas. Konstitusi dalam arti
sempit hanya mengandung norma-norma hukum yang membatasi kekuasaan yang ada
dalam Negara. Sedangkan Konstitusi dalam arti luas adalah keseluruhan dari ketentuan-
ketentuan dasar atau hukum dasar, baik yang tertulis atau pun tidak tertulis maupun
campuran keduanya tidak hanya sebagai aspek hukum melainkan juga non-hukum
(Utomo, 2007:12).

Kesimpulan

Konstitusi adalah seperangkat aturan atau hukum yang berisi ketentuan tentang
bagaimana pemerintah diatur dan dijalankan. Oleh karena aturan atau hukum yang
terdapat dalam konstitusi itu mengatur hal-hal yang amat mendasar dari suatu negara,
maka konstitusi dikatakan pula sebagai hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam
penyelenggaraan suatu negara.
C. Konstitusi dan Konstitualisme
Konstitusionalisme mengatur pelaksanaan rule of law dalam hubungan individu
dengan pemerintah. Konstitusionalisme menghadirkan situasi yang dapat memupuk rasa
aman, karena adanya pembatasan terhadap wewenang pemerintah yang telah ditentukan
terlebih dahulu), kata Richard Kay (Miriam Budiarjo, 2008:170).

Constitutionalism atau Konstitusionalisme mengemban the limited state, agar


penyelenggaraan negara dan pemerintahan tidak sewenang-wenang dan hal dimaksud
dinyatakan serta diatur secara tegas dalam pasal-pasal konstitusi. Menurut Carl J
Friedrich dalam buku beliau, “Constitutional Government and Democracy”,
konstitusionalisme mengandung gagasan bahwa pemerintahan yang diselenggarakan oleh
dan atas nama rakyat dikenakan beberapa pembatasan yang diharapkan akan
menjamin bahwasanya kekuasaan yang diselenggarakan tidak disalahgunakan oleh
mereka yang mendapat tugas untuk memerintah (Miriam Budiarjo, 2008:171).

Kesimpulan

Dari pendapat para ahli tentang konstitusi dan konstitualisme, keduanya


merupakan hal yang berbeda, namun tentunya masih saling terkait. Dimana
konstitualisme merupakan bentuk implementasi yang berlandaskan konstitusi. Dengan
begitu, konstitualisme bisa diartikan sebagai sebuah paham yang terbentuk akibat adanya
konstitusi. Selain itu, paham konstitualisme memuat esensi pembatasan kekuasaan dalam
negara. Oleh karena itu, konstitusi dengan konstitualisme tidaklah sama.

D. Sifat dan Tujuan Konstitusi

Selanjutnya berkaitan dengan sifat konstitusi, Kusnardi (1988:74-75),


mengemukakan ada yang flexible (luwes) dan ada yang rigid (kaku). Berkaitan dengan
sifat flexible atau rigid suatu Konstitusi, dapat dilihat dari cara merubah suatu konstitusi.
Pada setiap konstitusi yang tertulis mencantumkan Pasal-pasal tentang perubahan.
Kemudian, Bryce (Thaib, 2003: 29), mengemukakan ciri-ciri khusus dari konstitusi
fleksibel adalah (a) elastis, (b) diumumkan dan diubah dengan cara sama seperti undang-
undang. Sedangkan ciri-ciri konstitusi yang rigid adalah (a) mempunyai kedudukan dan
derajat yang lebih tinggi dari peraturan perundang-undang yang lain, (b) hanya dapat
diubah dengan cara yang khusus atau istimewa atau dengan persyaratan yang berat.

Pembuat konstitusi menetapkan cara perubahan, ada konstitusi yang dapat dirubah
dengan cara yang luwes, dengan pertimbangan bahwa perkembangan tidak perlu
mempersulit perubahan konstitusi. Namun ada juga cara perubahan yang kaku, dengan
maksud agar tidak mudah pula orang merubah hukum dasarnya. Kalau memang suatu
perubahan diperlukan, maka perubahan itu haruslah benar-benar dianggap perlu oleh
rakyat banyak.

Pada prinsipnya, adanya konstitusi memiliki tujuan untuk membatasi kewenangan


pemerintahan dalam menjamin hak-hak yang diperintah dan merumuskan pelaksanaan
kekuasaan, yang berdaulat, yang secara ringkas dapat dikategorikan menjadi tiga tujuan,
yaitu: memberikan pembatasan sekaligus pengawasan terhadap kekuasaan politik;
melepaskan kontrol kekuasaan dari penguasa sendiri, memberikan batasan-batasan
ketetapan bagi para penguasa dalam menjalankan kekuasaanya.⁶

Lalu tujuan dari konstitusi menurut Projodikoro (1983:12-13), ialah mengadakan


tata-tertib tentang lembaga kenegaraan, wewenang-wewenangnya dan cara bekerjanya,
dan menyatakan hak-hak asasi manusia yang harus dijamin perlindungannya.

Kesimpulan

 Sifat konstitusi terdiri atas fleksibel (luwes) dan rigid (kaku).


 Tujuan dari konstitusi, diantaranya
- Membatasi kekuasaan penguasa agar tidak sewenang-wenang.
- Melindungi HAM
- Pedoman penyelanggaraan negara
⁶ Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewargaan…, h. 92

E. Materi Muatan Konstitusi


Sri Soemantri mengemukakan adanya tiga pokok materi muatan dalam suatu
konstitusi sebagai berikut.

Pertama : adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara;

Kedua : ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat


fundamental; dan
Ketiga ; adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang bersifat
fundamental.⁷

Pada dasarnya jumlah pasal yang dimuat dalam suatu Undang-undang dasar
bukan merupakan masalah yang prinsipil. Artinya nilai dari suatu konstitusi tidak diukur
dari jumlah pasal yang dimuat di dalamnya. KG. Wheare menegaskan bahwa yang
seharusnya terkandung di dalam suatu konstitusi adalah "the very minimum, and that
minimum to be rules of law" (hal-hal yang teramat minimum, dan yang minimum itu
merupakan aturan hukum).⁸

⁷ Sri Soemantri M, Hukum Tata Negara Indonesia, Pemikiran dan Pandangan, Bandung: PT
Remaja Rosda Karya: 2014, h. 20.
⁸ K.C. Wheara. "Modem Constitution" Oxford University Press, New York, 1975, halaman 34.
Daftar Pustaka

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan


Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan.
Isharyanto. 2016. Konstitusi dan Perubahan Konstitusi. Pustaka Hanif: Surakarta
Marzuki, M. L. Konstitusi dan Konstitualisme. 2010. Jurnal Konstitusi, 7(4), hlm. 4
Saifudin. 1996. Hubungan Antara Materi Muatan Penjelasan dan Materi Muatan Batang Tubuh
UUD 1945. Jurnal Hukum, 5(3), hlm. 48
Frinaldi, Aldri dan S, Nurman. 2005. Perubahan Konstitusi Dan Implikasinya Pada Perubahan
Lembaga Negara. Demokrasi, 4(1), hlm. 11-12

Anda mungkin juga menyukai