Anda di halaman 1dari 27

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

TERAPI MODALITAS KEPERAWATAN GERONTIK


TERAPI SENI MUSIK DAN BERNYANYI

Oleh :
Rida Khoirul Nisa S.Kep
Tri Astutik S.Kep
Rahmania Zaky R. S.Kep
Arta Gilang M. S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penuaan adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang
diawali oleh adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada
akhirnya akan meningkatkan risiko kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari
sudut pandang yang lebih luas, proses penuaan merupakan suatu perubahan
progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat
irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu.
Psikogeriatrimerupakan suatu pendekatan integrative adaptasi di kemudian
hari.Dengan demikian, masalah dan perkembangan kehidupan selanjutnya harus
dilihat dari bio-psiko-perspektif sosial-ekonomi, spiritual, lingkungan, psikologis,
dan faktor biologis.Gejala penyakit psikogeriatri harus di pahami dengan
mempertimbangkan gejala tertentu, kepribadian individu, sosial dan lingkungan
budaya, dan reaksi psikologis individu peristiwa kehidupan tertentu.
Pada hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu: masa kanak-kanak, masa
remaja, dan masa tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun
psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran baik fisik maupun
psikis.
Corak perkembangan proses penuaan bersifat lambat namun dinamis dan
bersifat individual baik secara fisiologis maupun patologis, karena banyak
dipengaruhi oleh riwayat maupun pengalaman hidup di masa lalu yang terkait
dengan faktor biologis, psikologis, spiritual, fungsional, lingkungan fisik dan
sosial. Perubahan struktur dan penurunan fungsi sistem tubuh tersebut diyakini
memberikan dampak yang signifikan terhadap gangguan homeostasis sehingga
lanjut usia mudah menderita penyakit yang terkait dengan usia misalnya: stroke,
Parkinson, dan osteoporosis dan berakhir pada kematian. Penuaan patologis dapat
menyebabkan disabilitas pada lanjut usia sebagai akibat dari trauma, penyakit
kronis, atau perubahan degeneratif yang timbul karena stres yang dialami oleh
individu. Stres tersebut dapat mempercepat penuaan dalam waktu tertentu,
selanjutnya dapat terjadi akselerasi proses degenerasi pada lanjut usia apabila
menimbulkan penyakit fisik.
Oleh karena itu diperlukannya pelaksanaan program terapi yang
diperlukan suatu instrument atau parameter yang bisa digunakan untuk
mengevaluasi kondisi lansia, sehingga mudah untuk menentukan program terapi
selanjutnya. Tetapi tentunya parameter tersebut harus disesuaikan dengan kondisi
lingkungan dimana lansia itu berada, karena hal ini sangat individual sekali, dan
apabila dipaksakan justru tidak akan memperoleh hasil yang diharapkan. Dalam
keadaan ini maka upaya pencegahan berupa latihan-latihan atau terapi yang sesuai
harus dilakukan secara rutin dan berkesinambungan.

1.2 Rumusan masalah


Bagaimana konsep dan pelaksanaan terapi modalitas keperawatan pada klien
psikogeriatrik : terapi seni musik menyanyi?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Setelah mendapatkan terapi selama 1-2 jam klien mampu melakukan
kegiatan secara konstruktif dan menyenangkan serta mengembangkan
kemampuan mengekspresikan, mengungkapkan isi hati dan peningkatan
kepercayaan diri.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Membantu klien mengekspresikan isi hati dengan menyanyikan lagu-lagu
kesenangan.
2. Mengembangkan minat dan bakat dari klien.
3. Mengembangkan kreatifitas,ekspresi dan kepercayaan diri klien.
4. Meningkatkan sosialisasi antar individu.
1.4 Manfaat
1.4.1 Praktis
Perawat dapat memberikan informasi dan wawasan baru dalam upaya
menjalankan asuhan keperawatan pada lansia.

1.4.2 Teoritis
Penggunaan musik sebagai ungkapan perhatian dan suatu terapi tambahan
bagi konseling pastoral melibatkan integrasi dari beberapa disiplin sejarah:
pendidikan musik, pelayanan musik, dan terapi musik. Terapi musik merupakan
yang paling muda dari ketiga bidang ini dan yang langsung berhubungan dengan
aplikasi klinis musik. Kata “terapi” dalam konteks ini berarti lebih daripada
sekadar “penyembuhan suatu penyakit”. Di zaman stres, penuh keraguan, penuh
perpecahan, putus asa, dan kekalahan ini, musik dapat disebut sebagai terapi
untuk menstimulasi, memulihkan, menghidupkan, mempersatukan, membuat
seseorang peka, menjadi saluran, dan memerdekakan.Terapi musik memiliki suatu
kapasitas yang unik dan mapan sehingga memungkinkan terjadinya perubahan
hidup.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya


penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu
sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan
secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.
Masalah-masalah yang menyertai lansia :
1. Ketidak berdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain.
2. Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola
hidupnya.
3. Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal
atau pindah 
4. Mengembangkan aktifitas baru untuk mengawasi waktu luang yang
bertambah banyak.
5. Belajar memperlakukan anak-anak yang telah tumbuh dewasa.
6. Peningkatan stressor, diakibatkan oleh : hemiplegic, deficit sensorik,
hospitalisasi, kesulitan bicara, kehilangan anak dan teman dan cara kerja yang
tidak bisa dilakukan sebagaimana waktu dahulu.
7. Post power sindrom, keadaan mal adjustment mental dari edudukan seseorang
yang mempunyai kedudukan dari ada menjadi tidak ada dan menunjukkan
gejala frustasi, depresi dan lainnya.
Proses penuaan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal.
Proses penuaan dibagi menjadi dua yaitu :
1. Proses penuaan primer : adalah proses penuaan yang berlangsung secara
wajar tanpa pengaruh dari  luar.
2. Proses penuaan sekunder : adalah proses penuaan yang dipengaruhi oleh
stress psikis, sosial serta kondisi lingkungan.
Psikogeriatri merupakan suatu pendekatan integrative adaptasi di
kemudian hari. Dengan demikian, masalah dan perkembangan kehidupan
selanjutnya harus dilihat dari bio-psiko-perspektif sosial-ekonomi, spiritual,
lingkungan, psikologis, dan faktor biologis. Gejala penyakit psikogeriatri harus di
pahami dengan mempertimbangkan gejala tertentu, kepribadian individu, sosial
dan lingkungan budaya, dan reaksi psikologis individu peristiwa kehidupan
tertentu.
Ciri-ciri pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :
1. Keterbatasan fungsi tubuh, dengan makin meningkatnya usia.
2. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degenerative.
3. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :
- Ketergantungan pada orang lain
- Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan
4. Hal yang menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga
membawa lansia kearah  kerusakan  / kemerosotan (deteriorisasi) yang
progresif terutama aspek psikologis yang mendadak. Misal : panik, bingung,
apatis dan depresif biasanya berasal dari stressor psikososial yang berat :
kematian pasangan hidup dan keluarga, berurusan dengan hukum dan trauma
psikis.
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap psikologi lansia.
Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat
menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang
dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah
sebagai berikut:
1) Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi
fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga
berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin
rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa
lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat
menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial,
yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang
lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat,
maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik
maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi
kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur
cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara
seimbang.
2) Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan
dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan
metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya
prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu
makan sangat kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi,
golongan steroid, tranquilizer. Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain:
- Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
- Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh
tradisi dan budaya.
- Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
- Pasangan hidup telah meninggal.
- Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa
lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.
3) Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan
fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,
pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan
perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif)
meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan,
tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami
perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.
Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian
lansia sebagai berikut:
- Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini
tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
- Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada
kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa
lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada
dirinya.
- Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya
sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu
harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup
meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi
jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
- Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah
memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak
keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga
menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
- Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang
lain atau cenderung membuat susah dirinya.
4) Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua,
namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering
diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan,
status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih
tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga
di atas. Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah
lansia? Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam
menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut
kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang
seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut
sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun
negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan
mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif
sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-
kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja
atau tidak dengan memperoleh gaji penuh. Persiapan tersebut dilakukan secara
berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang yang akan
pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar
tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan
setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang
sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara
berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan
macamnya. Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat
hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping
pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup
menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan
bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan
berkurang dan sebagainya.
5) Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.
Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan
kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu
sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama
yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan.
Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi
dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah
menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta
merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya
seperti anak kecil. Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada
umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya
ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu,
cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care)
dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya
keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup
namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam
perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar.
Macam-macam Terapi Lansia
1) Terapi Modalitas
Pengertian
Terapi modalitas adalah Kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang
bagi lansia.
Tujuan
- Mengisi waktu luang bagi lansia
- Meningkatkan kesehatan lansia
- Meningkatkan produktifitas lansia
- Meningkatkan interaksi sosial antar lansia
Jenis Kegiatan :
a. Psikodrama
Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia. Tema dapat dipilih
sesuai dengan masalah lansia.
b. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terdiri atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan,
bersosialisasi, bertukar pengalaman, dan mengubah perilaku. Untuk
terlaksananya terapi ini dibutuhkan Leader, Co-Leader, dan fasilitator.
Misalnya : cerdas cermat, tebak gambar, dan lain-lain.
c. Terapi Musik
Bertujuan untuk mengibur para lansia seningga meningkatkan gairah
hidup dan dapat mengenang masa lalu. Misalnya : lagu-lagu kroncong,
musik dengan gamelan.
Musik dapat berfungsi sebagai ungkapan perhatian, baik bagi para
pendengar yang mendengarkan maupun bagi pemusik yang
menggubahnya.Kualitas dari musik yang memiliki andil terhadap
fungsi-fungsi dalam pengungkapan perhatian terletak pada struktur dan
urutan matematis yang dimiliki, yang mampu menuju pada
ketidakberesan dalam kehidupan seseorang.Peran sertanya nampak
dalam suatu pengalaman musikal, seperti menyanyi, dapat
menghasilkan integrasi pribadi yang mempersatukan tubuh, pikiran, dan
roh.Bagi penyanyi dalam sebuah kelompok, musik memberikan suatu
komunikasi yang intim dan emosional antara pemimpin dan anggota
kelompok secara individu, juga antara anggota itu sendiri, dan masih
terjadi ketika hubungan antarpribadi itu menjadi terbatas dan
pecah.Musik dapat mempersatukan suatu kelompok yang beraneka
ragam menjadi suatu unit yang fungsional.Fungsi musik sebagai
ungkapan perhatian dapat dilihat ketika musik dialami sebagai suatu
pemberian dari orang-orang yang kelihatannya tidak memiliki apa-apa.
1) Musik sebagai Terapi dan Ungkapan Perhatian
Penggunaan musik sebagai ungkapan perhatian dan suatu terapi
tambahan bagi konseling pastoral melibatkan integrasi dari beberapa
disiplin sejarah: pendidikan musik, pelayanan musik, dan terapi musik.
Terapi musik merupakan yang paling muda dari ketiga bidang ini dan
yang langsung berhubungan dengan aplikasi klinis musik.Kata “terapi”
dalam konteks ini berarti lebih daripada sekadar “penyembuhan suatu
penyakit”.
Di zaman stres, penuh keraguan, penuh perpecahan, putus asa, dan
kekalahan ini, musik dapat disebut sebagai terapi untuk menstimulasi,
memulihkan, menghidupkan, mempersatukan, membuat seseorang
peka, menjadi saluran, dan memerdekakan.Terapi musik memiliki suatu
kapasitas yang unik dan mapan sehingga memungkinkan terjadinya
perubahan hidup.Musik merupakan bagian dari musik temporal, yaitu
bahwa musik hadir dalam tari dan drama.Musik mengandung kumpulan
yang sistematis dan teratur dari berbagai komponen suara irama,
melodi, dan keselarasan untuk dapat dilihat dan dinikmati. Musik,
seperti bentuk seni lainnya, merupakan ekspresi yang penuh gaya.
Musik melibatkan pengelolaan serta keterampilan dari materi artistik
sehingga dapat menyajikan atau mengomunikasikan suatu hal tertentu,
gagasan, atau keadaan perasaan.
Musik dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang: sejarah, teori,
filsafat, estetika, atau fungsional. Musik yang fungsi utamanya lebih
bersifat sosiologis atau psikologis daripada estetika murni disebut
musik fungsional. Dengan perkataan lain, ketika musik digunakan
dengan tujuan utama lebih menitikberatkan pada musiknya, maka saat
itu berarti musik telah digunakan secara fungsional. Penggunaan musik
secara estetika, di pihak lain, merupakan “musik demi musik belaka”
atau “musik demi kepuasan artistik”.Sebenarnya, pada batas tertentu
kebanyakan musik memiliki kedua fungsi tersebut sehingga suatu
klasifikasi yang eksak kadang-kadang sulit diperoleh.
Suatu pembedaan seharusnya dibuat antara penggunaan musik secara
terapis yang dibawakan dalam wujud informal dan tanpa bentuk dengan
penggunaan terapi musik sebagai suatu dimensi khusus dari suatu cara
terapi yang terintegrasi. Mula-mula pengalaman musikal dapat dipilih
sendiri oleh pasien atau diusulkan oleh terapis, mungkin dapat juga
dilakukan dengan memasukkan aktivitas-aktivitas seperti berperan serta
dalam paduan suara gereja atau koor umum, menghadiri pagelaran
musik, ikut pelajaran musik, dan lain-lain.Ini mengingat terapi musik
formal sering menggunakan irama sederhana dan instrumen perkusi
yang dapat dimainkan oleh hampir setiap orang.
Dalam sebuah klinik, seseorang dapat juga memperoleh pengalaman
musikal dengan “nilai terapetis” yang tidak berupa terapi musik
formal.Misalnya, mereka dapat berpartisipasi dengan nyanyi bersama
dalam acara rekreasi, mendengarkan rekaman musik yang inspiratif,
atau menyanyikan lagu pujian di sisi tempat tidur pasien.Di pihak lain,
terapi musik sebagai disiplin saintifik, menyangkut pemanfaatan secara
hati-hati dan sengaja dari semua dinamika mendalam dan potensial
yang berhubungan dengan pengalaman musikal, termasuk memilih,
memasang, dan memainkan musik itu sendiri, selain hubungannya
dengan interaksi antara terapis dan pasien.
Dalam arti yang lebih formal, terapi musik dapat dijabarkan sebagai
suatu aktivitas kelompok secara umum dari lingkungan pergaulan
terapetik dalam bentuk kelompok nyanyi, koor atau ensambel musik,
dan kelas apresiasi musik atau secara perseorangan dapat ditujukan
kepada pasien tertentu berdasarkan kebutuhan terapi mereka yang unik
dan kecakapan dalam bentuk vokal atau latihan instrumen dan teori
musik dan pelajaran komposisi.Pilihan materi musik, medium musik,
tingkat kompleksitas, dan sasaran terapetik merupakan keputusan dan
kesepakatan antar terapis, dan antara terapis musik dan pasien. Seperti
dalam semua cara terapi, terapi musik menyangkut penilaian terhadap
pasien, aktivitas yang akan dilakukan (termasuk sasaran), pengalaman
terapetik, dan evaluasi.Kadang-kadang terapi musik dapat digabungkan
secara efektif dengan aktivitas seni lain yang kreatif, misalnya menari,
psikodrama, puisi dan tulisan kreatif, melukis dan membuat patung, dan
bermacam bentuk terapi pertukangan (kerajinan tangan, perkayuan, dan
hortikultura). Selanjutnya, setiap terapi tambahan dapat menjadi
kapasitas yang unik untuk menstimulasi dan mengaktualisasikan
potensi kreatif yang dimiliki individu. Secara psikologis, semua bentuk
ekspresi artistik memiliki kapasitas untuk memberi kepuasan kebutuhan
akan ego dasar dari individu, terutama untuk merasa memiliki,
mencapai, mengungguli, memuja, memimpikan, mengasihi dan
dikasihi, dan mengembangkan suatu citra diri yang positif.Terapi musik
menempati posisinya yang kuat di antara terapi- terapi seni kreatif
karena beberapa alasan.Pertama, musik secara tradisional dan secara
benar disebut sebagai “bahasa universal”. Setiap kultur memiliki tradisi
musikal yang mencakup seluruh bidang kehidupan agama, sosial,
estetika, dan komersial. Kedua, musik merupakan seni yang serba guna
dan dapat diperoleh. Hampir setiap orang dapat terlibat dalam aktivitas
musik dengan kadar kemampuan yang sama. Akhirnya yang ketiga,
musik, terutama musik vokal dengan campuran musik dan puisi,
mampu mengekspresikan dan membangkitkan seluruh tangga nada
emosi, nilai-nilai, aspirasi, serta pengalaman manusia.
2) Musik sebagai Terapi Tingkah Laku
Terapi musik lebih dari sekadar penghiburan; lebih daripada sekadar
pengalaman yang mendidik atau suatu aktivitas sosial, walaupun pada
batas tertentu berfungsi sebagai penghiburan, bersifat mendidik, dan
maksud-maksud sosial.Secara teknis, terapi musik telah didefinisikan
sebagai “suatu sistem yang telah dikembangkan secara maksimal untuk
menstimulasi dan mengarahkan tingkah laku untuk mencapai sasaran
terapi yang benar-benar jelas”. Salah satu penyajian yang terbaik dan
paling singkat dari kerangka konseptual ini adalah yang diberikan oleh
William Sears dalam makalahnya yang berjudul “Proces in Music
Therapy”.
Manfaat terapi musik menyanyi
 Musik memberikan pengalaman di dalam struktur
Sasarannya ialah untuk memperpanjang komitmen kepada aktivitas, untuk
membuat aneka ragam komitmen, dan menumbuhkan kesadaran akan
manfaat yang diperoleh. Dengan cara yang tidak memaksa, musik menuntut
tingkah laku yang sesuai dengan urutan waktu, realitas yang teratur,
kecakapan yang teratur, dan pengaruh yang teratur. Musik menimbulkan
gagasan dan asosiasi ekstramusikal.
 Musik memberikan pengalaman dalam mengorganisasi diri
Pengalaman memengaruhi sikap, perhatian, nilai-nilai, dan pengertian
seseorang. Sasaran harus memberikan kepuasan sehingga seseorang akan
berusaha untuk memperoleh lebih banyak pengalaman serupa yang aman,
baik, dan nikmat. Musik menyediakan kesempatan untuk ekspresi diri dan
untuk memperoleh kecakapan baru yang memperkaya citra diri (terutama
bagi yang memiliki keterbatasan tubuh/cacat).
 Musik memberikan pengalaman dalam hubungan antar pribadi.
Musik merupakan kesempatan untuk pertemuan kelompok di mana individu
telah mengesampingkan kepentingannya demi kepentingan kelompok.
Sasarannya ialah untuk memperbanyak jumlah anggota dalam kelompok,
menambah jangkauan dan variasi interaksi, dan menyediakan pengalaman
yang akan memudahkan melakukan adaptasi terhadap kehidupan di luar
lembaga. Pengalaman kelompok memungkinkan seseorang berbagi rasa
secara intens dalam cara- cara yang secara sosial dapat diterima; musik
memberikan penghiburan dan rekreasi yang diperlukan bagi lingkungan
terapi secara umum. Juga bantuan pengalaman dalam pengembangan
kecakapan sosial secara realitis dan pola tingkah laku pribadi yang dapat
diterima secara lembaga dan kelompok sebaya dalam masyarakat
d. Terapi Berkebun
Bertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan memanfaatkan
waktu luang. Misalnya : penanaman kangkung, bayam, lombok, dll
e. Terapi dengan Binatang
Bertujuan untuk meningkatkan rasa kasih sayang dan mengisi hari-hari
sepinya dengan bermain bersama binatang. Misalnya : mempunyai
peliharaan kucing, ayam, dll
f. Terapi Okupasi
Bertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan
produktivitas dengan membuat atau menghasilkan karya dari bahan
yang telah disediakan. Misalnya : membuat kipas, membuat keset,
membuat sulak dari tali rafia, membuat bunga dari bahan yang mudah
di dapat (pelepah pisang, sedotan, botol bekas, biji-bijian, dll), menjahit
dari kain, merajut dari benang, kerja bakti (merapikan kamar, lemari,
membersihkan lingkungan sekitar, menjemur kasur, dll)
g. Terapi Kognitif
Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti menggadakan cerdas
cermat, mengisi TTS, tebak-tebakan, puzzle, dll
h. Life Review Terapi
Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri dengan
menceritakan pengalaman hidupnya. Misalnya : bercerita di masa
mudanya
i. Rekreasi
Bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup, menurunkan
rasa bosan, dan melihat pemandangan. Misalnya : mengikuti senam
lansia, posyandu lansia, bersepeda, rekreasi ke kebun raya bersama
keluarga, mengunjungi saudara, dll.
j. Terapi Keagamaan
Bertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian, dan
meningkatkan rasa nyaman. Seperti menggadakan pengajian, kebaktian,
sholat berjama’ah, dan lain-lain.
k. Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota
keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi
keluarga adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk
itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami
disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh
anggotanya.Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang
dirasakan diidentifikasi dan kontribusi dari masing-masing anggota
keluarga terhadap munculnya masalah tersebut digali. Dengan demikian
terlebih dahulu masing-masing anggota keluarga mawas diri; apa
masalah yang terjadi di keluarga, apa kontribusi masing-masing
terhadap timbulnya masalah, untuk kemudian mencari solusi untuk
mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan atau
mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.
Proses terapi keluarga meliputi tiga tahapan yaitu fase 1 (perjanjian),
fase 2 (kerja), dan fase 3 (terminasi). Di fase pertama perawat dan klien
mengembangkan hubungan saling percaya, isu-isu keluarga
diidentifikasi, dan tujuan terapi ditetapkan bersama. Kegiatan di fase
kedua atau fase kerja adalah keluarga dengan dibantu oleh perawat
sebagai terapis berusaha mengubah pola interaksi di antara anggota
keluarga, meningkatkan kompetensi masing-masing individual anggota
keluarga, eksplorasi batasan-batasan dalam keluarga, peraturan-
peraturan yang selama ini ada. Terapi keluarga diakhiri di fase
terminasi di mana keluarga akan melihat lagi proses yang selama ini
dijalani untuk mencapai tujuan terapi, dan cara-cara mengatasi isu yang
timbul. Keluarga juga diharapkan dapat mempertahankan perawatan
yang berkesinambungan.
Indikasi Terapi Seni musik (menyanyi) Individu
1. Manajer dan staf yang berada dibawah tekanan.
2. Seseorang yang umumnya stres dan terlalu benyak bekerja.
3. Seseorang dengan masalah kesehatan mental.
4. Seseorang dengan kesulitan belajar berat.
5. Anak-anak dan orang muda yang memiliki masalah sesuai disekolah dan
dengan masalah pribadi dirumah.
6. Seseorang yang merasa bebas dari masalah, namun ingin mengeksplorasi
masalah dalam diri mereka sendiri.
7. Lansia untuk mengurangi tingkat stres dan sebagai sarana dalam
mengekspresikan perasaan, ide, dan emosi.
8. Anak-anak yang memiliki kemampuan bahasa terbatas dan untuk
mengungkapkan perasaan yang membingungkan.
9. Klien usia muda yang tidak dapat mengidentifikasi emosi dengan kata-kata
10. Remaja dan orang dewasa yang tidak mampu atau tidak mau berbicara
tentang pikiran dan perasaan.
.
BAB 3
PENGORGANISASIAN

3.1 Struktur Kepanitiaan


3.1.1 Pengorganisasian Kelompok
1. Leader
2. Narrator
3. Observer
4. Fasilitator
3.1.2 Uraian Struktur Kelompok
1. Leader : Rida Khoirul Nisa S.Kep
2. Fasilitator : 1. Arta Gilang M S.Kep
2. Rahmania Zaky R S.Kep
3. Tri Astutik S.Kep

3. Peserta (Klien) : + 4 orang

3.1.3 Uraian Tugas :


a. Leader
- Membacakan tujuan dan peraturan kegiatan terapi aktifitas
kelompok sebelum kegiatan dimulai
- Mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok dan
memperkenalkan dirinya
- Mampu memimpin terapi aktifitas kelompok dengan baik dan
tertib
- Menetralisir bila ada masalah yang timbul dalam kelompok
- Menjelaskan permainan
b. Fasilitator
- Mempertahankan kehadiran peserta
- Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta
- Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari
luar maupun dari dalam kelompok
3.1.4 Program Seleksi
a. Berdasarkan observasi perilaku sehari-hari klien yang dikelola oleh
perawat
b. Berdasarkan informasi dan diskusi mengenai prilaku klien sehari-
hari serta kemungkinan dilakukan therapi kelompok pada klien
tersebut dengan perawat ruangan
c. Melakukan kontak pada klien untuk mengikuti aktivitas yang akan
dilakukan
BAB 4
TERAPI MODALITAS

4.1 Kegiatan
1. Perkenalan
1) Kelompok perawat memperkenalkan diri, urutan ditunjuk
olehpembimbing untuk memulai menyebut nama, kemudian leader
menjelaskan tujuan dan peraturan kegiatan dalam kelompok
2) Bila akan mengemukakan perasaannya klien diminta untuk lebih dulu
menunjukkan tangannnya
3) Bila klien ingin keluar untuk minum, BAB/BAK harus minta ijin pada
perawat
4) Pada akhir perkenalan pemimpin mengevaluasi kemampuan
identifikasi terhadap perawat dengan menanyakan nama perawat yang
ditunjuk oleh leader
2. Kegiatan
Klien dijemput oleh fasilitator menuju tempat acara (aula) dan diminta
untuk mengisi laporan kehadiran untuk mendapatkan nomer urut peserta.
Setelah itu, klien duduk ditengah-tengah dan didampingi oleh fasilitator.
Ketika Mc menunjuk nomer peserta, peserta yang mendapatkan giliran
dipersilahkan untuk meju dan menyanyikan lagu yang sudah pilih. Sistem
penjurian dilakukan oleh perwakilan mahasiswa sendiri dengan kriteria,
menghibur, menyanyikan lagu dengan lengkap dan penampilan yang
spektakuler. Akan ditentukan tiga pemenang, dari juara satu sampai juara
tiga.
3. Evaluasi
Setelah mengikuti kegiatan klien dipersilahkan untuk mengemukakan
perasaan dan pendapatnya tentang kegiatan.
4. Terminasi/Penutup
Leader menjelaskan kembali tujuan dan manfaat kegiatan, klien
menyebutkan kembali tujuan dan manfaat kegiatan.
4.2 Rencana Pelaksanaan
1. Persiapan
a. Analisa Situasi
1) Waktu Pelaksanaan
Hari/Tanggal : Kamis, 1` Juli 2019
Waktu : Pk.10.00 – 10.30 WIB
Alokasi Waktu : Perkenalan dan pengarahan (5 menit)
Permainan (60 menit)
Ekpress feeling (15 menit)
Penutup (2 menit)
2) Jumlah Perawat : 4 orang

4.3 Proses Pelaksanaan


Teknik Terapi Seni Musik (menyanyi) Individu
a. Tujuan Khusus
1. Membantu klien mengekspresikan isi hati dengan menyanyikan lagu-
lagu kesenangan.
2. Mengembangkan minat dan bakat dari klien.
3. Mengembangkan kreatifitas, ekspresi dan kepercayaan diri klien.
4. Meningkatkan sosialisasi antar individu

b. Setting
1. Terapis duduk mengelilingi klien.
2. Ruangan nyaman dan tenang.
3. Klien yang sudah ditunjuk oleh perawat, dipersilahkan maju untuk
menyanyikan lagu pilihannya.

c. Alat
1. Mixcrophone
2. Laptop
3. Sound system
d. Prosedur
1. Buatlah list lagu apa yang akan dinyanyikan oleh klien, arahkan ke lagu-
lagu yang sesuai dengan perasaan hatinya.
2. Berjoget ria dengan memutar music, jika music berhenti pada salah satu
klien maka klien mengungkapkan bagaimana perasaan saat ini, bernyanyi,
atau berdo’a (surat pendek).
3. Berikan pujian atas keberanian dalam mengungkapkan perasaan melalui
menyanyi.
4. Interpretasikan lagu yang sudah dinyanyikan.

KEGIATAN :
WAKTU KEGIATAN FASILITATOR KEGIATAN PESERTA
1. 5 menit Pembukaan :
 Membuka kegiatan  Menjawab salam
dengan mengucapkan salam.
 Memperkenalkan  Mendengarkan
diri  Memperhatikan
 Menjelaskan
tujuan dari terapi  Memperhatikan
 Menyebutkan
kegiatan yang akan dilakukan
2. 20 menit Pelaksanaan :
 Menjelaskan  Memperhatikan
prosedur  Melaksanakan
 Memberi kegiatan terapi musik
kesempatan kepada peserta (menyanyi) dengan tertib
untuk melakukan kegiatan
terapi
 Mendampingi
peserta hingga terapi selesai
3. 5 menit Evaluasi :
 Menanyakan  Menjawab
kepada peserta tentang pertanyaan
perasaan setelah melakukan
kegiatan terapi
4. 5 menit Terminasi :
 Mengucapkan  Mendengarkan
terimakasih atas peran serta
peserta.  Menjawab salam
 Mengucapkan
salam penutup
Kriteri evaluasi
Evaluasi diperlukan untuk mengintrepretasikan perasaan klien melalui lagu
yang sudah dinyanyikan. Melalui lagu tersebut, perawat dapat mengambil
kesimpulan mengenai kondisi klien saat ini.

Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan klien dalam mengintrepretasikan perasaan
melalui lagu yang sudah dibuatnya.

4.4 Antisipasi Masalah


a. Penanganan klien yang tidak aktif saat aktifitas kelompok
1. Memanggil klien
2. Memberi kesempatan kepada klien tersebut untuk menjawab sapaan
perawat atau klien yang lain
3. Memberikan semangat dan motivasi kepada klien
b. Bila klien meninggalkan permainan tanpa pamit :
1. Panggil nama klien
2. Tanya alasan klien meninggalkan terapi
3. Berikan penjelasan tentang tujuan terapi dan berikan penjelasan pada klien
bahwa klien dapat melaksanakan keperluannya setelah itu klien boleh
kembali lagi
c. Bila ada klien lain ingin ikut
1. Berikan penjelasan bahwa permainan ini ditujukan pada klien yang telah
dipilih
2. Katakan pada klien lain bahwa ada permainan lain yang mungkin dapat
diikuti oleh klien tersebut
3. Jika klien memaksa, beri kesempatan untuk masuk dengan tidak memberi
peran pada permainan tersebut
BAB 5
PENUTUP

4.1 Simpulan
Menua merupakan proses fisologis dengan berbagai perubahan fungsi
organ tubuh dan bukan suatu penyakit. Adapun gangguan yang menyebabkan
penderita harus berbaring lama sedapat mungkin dihindarkan.Pemberian terapi
merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pemulihan kesehatan pada lansia.
Seperti pemberian modalilitas alamiah ataupun dengan menggunakan peralatan
khusus biasanya hanya menggurangi keluhan yang bersifat sementara, akan tetapi
latihan-latihan yang bersifat pasif maupun aktif yang bertujuan untuk
mempertahankan kekuatan pada sekelompok otot-otot tertentu agar mobilitas
tetap terjaga sebaiknya dilaksanakan secara berkesinambungan, sehingga
pencegahan disabilitas primer diminimalkan dan disabilitas sekunder bisa dicegah.

4.2 Saran
 Bagi Wisma Pandu
Diharapkan Terapi Aktivitas Kelompok Lansia (TAK) dimasukan kedalam
jadwal kegiatan Rutinitas mingguan ataupun bulanan seperti kegiatan-
kegiatan lainnya. Disarankan Kegiatan Terapi Aktivitas diadakan setiap
satu kali dalam satu minggu, sedangkan untuk TAK besar (yang diikuti
oleh seluruh wisma disarankan untuk diadakan satu kali dalam satu bulan,
dengan tujuan untuk bersosialisasi dan merangsang fungsi kognitif bagi
para lansia.
 Institusi Pendidikan
Diharapkan Institusi pendidikan dapat meningkatkan mutu pendidikan dan
pengajaran dibidang keperawatan gerontik, agar mahasiswa profesi lebih
terarah dalam melaksanakan asuhan keperawatan gerontik
 Bagi Mahasiswa
Diharapkan kepada mahasiswa yang akan melaksanakan praktek
keperawatan gerontik telah mempersiapkan diri secara kognitif dengan
penguasaan konsep asuhan keperawatan gerontik yang lebih matang
sehingga tidak banyak mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan
asuhan keperawatan dilapangan /lahan praktek. Harus dapat memanfaatkan
waktu dengan sebaik-baiknya pada saat tidak berinteraksi dengan klien,
untuk melengkapi dokumentasi asuhan keperawatan serta datang dan
pulang tepat waktu.
DAFTAR PUSTAKA

Kushariadi, dan Setyoadi. 2011.Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien

Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Raya.

Nugroho, Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatik. Jakarta: EGC.

Schaeffer, Liz. 2008. Asuhan Keprawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

Watson, Roger. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta: EGC.

Martono, Hadi dan Kris Pranarka.2010.Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu

Kesehatan Usia Lanjut).Edisi IV.Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Mubarak, Wahid Iqbal.2009.Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan

Aplikasi.Jakarta : Salemba Medika

Maryam, R.Siti.2008.Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.Jakarta : Salemba

Medika

Stockslager, Jaime L.2007.Buku Saku Asuhan Keparawatan Geriatrik.Edisi

II.Jakarta : EGC

Watson, Roger.2003.Perawatan Pada Lansia.Jakarta : EGC

Pudjiastuti, Sri Surini dan Budi Utomo.2003.Fisioterapi Pada Lansia.Jakarta :

EGC

Anda mungkin juga menyukai