Anda di halaman 1dari 5

Agar mampu melakukan analisis kuantitatif kandungan klorida di dalam air dengan

cara argentometri sehingga mengetahui banyaknya kandungan klorida yang dapat


memengaruhi kualitas air untuk proses basah tekstil.
Untuk memenuhi kebutuhan air proses tekstil, industri menggunakan air dari
sumber alam yang mengandung zat atau mineral yang beragam baik jenis maupun
jumlahnya tergantung dari sumber asalnya. Zat yang paling banyak ditemukan dalam
air adalah senyawa bikarbonat, sulfat dan klorida dari kalsium, magnesium dan
natrium. Air proses tekstil mempunyai persyaratan tertentu untuk dapat digunakan,
sehingga tidak mengganggu proses tekstil. Pada umumnya industri tekstil dihadapkan
pada tiga masalah utama mengenai air untuk proses, yaitu:
 Penyediaan air dengan kualitas yang cocok untuk memproses produk
tekstil
 Penyediaan air yang tepat untuk boiler
 Pencegahan terjadinya korosi pada logam, saluran pipa serta untuk
keperluan rumah tangga industri sehari-hari.
Beberapa hal yang biasanya ada pada air yang dapat berpengaruh pada proses
tekstil:
a. Warna
b. Endapan
c. Kekeruhan dan warna
d. Derajat keasaman (pH)
e. Alkalinitas
f. Kesadahan air
g. Besi
h. Alumunium
i. Silikat
j. Klorida
k. Sulfat
l. Zat organik
Kadar klorida dalam air proses tekstil dibatasi oleh standar karena klorida
bersifat korosif. Ada dua cara penentuan kadar klorida di dalam air yaitu, cara
Argentometri dan Merkurimetri. Cara yang paling sering digunakan adalah cara
Argentometri yang dikenal cara Mohr.
Argentometri merupakan titrasi pengendapan sampel yang dianalisis dengan
menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah
ion halida(Cl-, Br-, I-). Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan
AgNO3 yaitu :
1. Indikator
2. Argentometri
3. Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang
dicelupkan ke dalam larutan analit. Titik akhir argentometri melibatkan penentuan
arus yang diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit.
Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari
perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat
indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi, yaitu: 
1.  Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-functiondari
reagen/analit.
2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit.
Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator
dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur
volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+  dapat tepat
diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah:
1. pH
2. Temperatur
3. Jenis pelarut
4. Bentuk dan ukuran partikel
5. Konstanta dielektrik pelarut
6. Adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk komplek ion sejenis, dll.
Argentometri yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion halida (pada
umumnya) dengan menggunakan larutan standart perak nitrat AgNO3. Titrasi
argentometri tidak hanya dapat digunakan untuk menentukan ion halide akan tetapi
juga dapat dipakai untuk menentukan merkaptan (thioalkohol), asam lemak, dan
beberapa anion divalent seperti ion fosfat PO4 3- dan ion arsenat AsO43-. Dasar titrasi
argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titran
dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl
dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk
garam yang tidak mudah larut AgCl.
Ag(NO3)(aq)  +  NaCl(aq) -> AgCl(s)  + NaNO3(aq)
Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan
bereaksi dengan indicator.
Penemu indicator bernama Mohr maka titrasi dengan menggunakan larutan
K2CrO4 disebut titrasi argentometri cara Mohr. Pada larutan X - (ion halida) CN- atau
CNS- ditambahkan larutan K2CrO4 sebagai indicator kemudian dititrasi oleh larutan
AgNO3 setelah ion X- habis, maka Ag+ akan bereaksi dengan CrO42- menghasilkan
Ag2CrO4 yang berwarna merah coklat yang bertindak sebagai indicator.
Penegasan AgNO3 terhadap larutan campuran X- dan CrO42- akan menyebabkan
terbentuknya endapan, mula-mula yang terbentuk ialah senyawa dengan kelarutan
terkecil AgCl saat titik ekivalen maka larutan akan terdapat dalam keadaan :
[Cl-] = [Ag+] = √ KspAgCl = √ 1,1 x 10-10 = 1,05 x 10-6 M

 Klorida
a. 2 ml contoh uji dimasukkan kedalam tabung reaksi.
b. Ditambahkan 2-3 tetes HNO3 4N sebagai pengasam.
c. Ditambahkan 2-3 tetes AgNO3 0,1000N.
Jika terjadi endapan putih yang larut dalam amoniak berarti contoh uji mengandung
klorida

4.1 Analisis Kuantitatif Kandungan Klorida di Dalam Air


1. 10 ml contoh air dipipet kedalam Erlenmeyer.
2. pH diatur sampai 7-10 dengan menambahkan H2SO4 atau NaOH sedikit demi
sedikit.
3. Ditambahkan indikator kalium kromat sebanyak 3 tetes.
4. Dititrasi dengan AgNO3 sampai timbul endapan merah kekuningan.

Pada praktikum analisa kualitatif air proses dilakukan untuk mengetahui


kandungan ion apa saja yang terdapat pada air contoh uji yang bersumber dari air
tanah Cicadas. Apabila contoh uji ini dilakukan pengujian mengalami perubahan
warna atau pengendapan maka air tersebut mengandung ion sesuai dengan
ketentuan.Parameter yang di uji pada analisa kualitatif ini adalah Kalsium (Ca 2+),
Magnesium (Mg2+),Besi Fero (Fe2+),Feri (Fe3+),Alumunium (Al3+),Mangan
(Mn2+),Silikat,Klorida (Cl-),Sulfat (SO42-),zat organik.

Padapengujian Cl (klorida) ditandai dengan adanya endapan putih dari reaksi


HNO3 dan AgNO3 yang membentuk AgCl yang mengendap endapan putih, adanya
ion klorida ini berpengaruh karena klorida ini bersifat korosif yang akan
menyebabkan kerusakan pada peralatan yang terbuat dari besi. Selain itu adanya
klorida akan menyebabkan kesadahan tetap yang dapat mengganggu proses basah
tekstil.

Pada praktikum analisis kuantitatif kandungan klorida ini dilakukan untuk


mengetahui kadar klorida yang ada dalam air. Klorida dapat berikatan dengan Ca
atau Mg menjadi CaCl2 dan MgCl2sehingga membuat air memiliki kesadahan tetap.
Jika air mengandung sadah tetap maka dapat mengganggu proses basah tesktil.
Penetapan kadar klorida ini digunakan metoda argentometri/ titrasi
pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan
endapan atau garam yang sukar larut. Sehingga reaksi pengendapan dapat mencapai
kesetimbangan pada setiap penambahan titran, tidak ada pengotor yang mengganggu
dan diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi. Metoda yang digunakan
adalah metoda titrasi argentometri cara MOHR. Pada metode Mohr, klorida
diendapkan oleh AgNO3 membentuk endapan AgCl yang berwarna putih. AgCl yang
terbentuk akan setara (equivalent) dengan kandungan klorida didalam air. Kalium
kromat digunakan sebagai indikator, semua AgCl akan terbentuk lebih dulu sebelum
endapan Ag2CrO4 (Ag Kromat) yang berwarna merah terbentuk. Kondisi titrasi harus
diusahakan dalam suasana netral sampai basa pH antara 7-10. Jika dilakukan dalam
suasana asam maka konstanta ionisasi asam kromat kecil sehingga kromat bereaksi
dengan hidrogen. Dengan reaksi :
AgNO3 + Cl- AgCl (endapan putih) + NO3-

2AgCl + K2CrO4(indikator) Ag2CrO4(endapan merah bata) + 2KCl


Dari hasil praktikum didapatkan kadar klorida pada sampel air yaitu sebesar
72,42 mg/l. Kadar klorida dalam air proses seharusnya hanya 100 mg/l maka air
contoh uji ini memenuhi syarat pada parameter klorida (Cl). Apabila kadar klorida
terlalu banyak akan menyebabkan kesadahan tetap yang merupakan kesadahan tidak
dapat dihilangkan hanya dengan pemanasan, melainkan harus dilakukan proses
pelunakan air, agar air yang memiliki kesadahan tetap yang tinggi dapat digunakan
untuk proses basah tekstil.

Anda mungkin juga menyukai