Anda di halaman 1dari 29

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

UPAYA MEMUTUS RANTAI INFEKSI : PRECAUTION DAN


MEDICATION SAFETY

DOSEN PEMBIMBING : M. SUHRON, S.Kep ., Ns ., M.Kes

DISUSUN OLEH:

ACH. RIYAN SAUQY MUBAROK 171420100


AINUN INDAH MOENALIA 171420100
FITRIA AYU BESTARI 17142010058
GUFRON 17142010060
ISTIQOMAH 17142010066
KHOZAINUN NIAM 17142010071
NAILATUL FADILAH 17142010079
NAILY BARIRAH 17142010080
ROUDATUL JANNAH 17142010084

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN NGUDIA HUSADA MADURA

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt, karena atas berkat dan
rahmatnya penulis dapat menulis makalah ini yang berjudul “UPAYA MEMUTUS
RANTAI INFEKSI (PRECAUTION DAN MEDICATION SAFETY)” hingga
selesai. Meskipun dalam makalah ini penulis mendapat banyak yang menghalangi,
namun mendapat pula bantuan dari beberapa pihak baik secara moral, materil
maupun spiritual.

Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih pada dosen pembimbing
serta semua pihak yang telah memberikan sumbangan dan saran atas selesainya
penulis makalah ini. Di dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih
ada kekurangan-kekurangan mengingat keterbatasannya pengetahuan dan
pengalaman penulis. Oleh sebab itu, sangat di harapkan kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun untuk melengkapkan makalah ini dan berikutnya.

Bangkalan 08 November 2017

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................2

1.3 Tujuan..................................................................................................................2

1.4 Manfaat...............................................................................................................3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................4

2.1 Pengontrolan Mikroorganisme.............................................................................4

2.2 Menurunkan Mikroorganisme..........................................................................12

2.3 Kontaminasi.......................................................................................................14

2.4 Infeksi Nosokomial............................................................................................15

2.5 Pencegahan Penularan Infeksi...........................................................................18

BAB III PENUTUP.....................................................................................................24

3.1 Kesimpulan......................................................................................................24

3.2 Saran..................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................25

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan yang baik tergantung sebagian pada lingkungan yang aman.


Praktisi atau teknisi yang memantau atau mencegah penularan infeksi membantu
melindungi klien dan pekerja kesehatan dari penyakit. Setiap tahun diperkirakan 2
juta pasien mengalami infeksi saat di Rumah Sakit. Hal ini terjadi karena pasien yang
dirawat di Rumah Sakit mempunyai daya tahan tubuh yang melemah sehingga
resistensi terhadap mikroorganisme. Penyebab penyakit menjadi turun adanya
peningkatan paparan terhadap berbagai mikroorganisme dan dilakukannya prosedur
invasif terhadap pasien di Rumah Sakit.

Mikroorganisme bisa eksis di setiap tempat, dalam air, tanah, permukaan


tubuh seperti kulit, saluran pencernaan dan area terbuka lainnya. Infeksi yang diderita
pasien dirawat di Rumah Sakit dimana sebelumnya pasien tidak mengalami infeksi
tersebut dinamakan infeksi nosokomial. Menurut Patricia C Paren, pasien dikatakan
mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum mengalami infeksi
kemudia setelah dirawat selama 48-72 jam klien menjadi terinfeksi.

Dalam kamus keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi dan


multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh , khususnya yang menimbulkan
cedera seluler setempat akibat metabolisme kompetitif, toksin, replikasi intraseluler
atau reaksi antigen-antibodi. Munculnya infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang saling berkaitan dalam rantai infeksi. Adanya patogen tidak berarti bahwa
infeksi akan terjadi. Mikroorganisme yang bisa menimbulkan penyakit disebut
pathogen (agen infeksi) sedangkan mikroorganisme yang tidak menimbulkan
penyakit/kerusakan disebut asimtomatik. Penyakit timbul jika patogen berkembang
biak dan memnyebabkan perubahan pada jaringan normal. Jika penyakit bisa
ditularkan dari satu orang ke orang lain, penyakit ini merupakan penyakit menular

1
(contagius). Mikroorganisme mempunyai keagamaan dalam virulensi/keganasan dan
juga beragam dalam menyebabkan beratnya suatu penyakit yang disebabkan.

Pada saat sekarang ini, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan maka


akan semakin tinggi pula rasa ingin tahu seseorang terhadap apa yang terdapat di
alam sampai pada mikroorganisme yang tak dapat dilihat dengan mata
telanjang/berukuran kecil. Dari hal inilah muncul ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang mikroorganisme tersebut yang disebut dengan mikrobiologi.
Para peneliti mulai muncul mencari tahu akan apa yang terkandung pada
mikroorganisme tersebut. Dalam bidang penelitian mikroorganisme ini, tentunya
menggunakan teknik atau cara-cara khusus untuk mempelajari serta untuk bekerja
pada skala laboratorium untuk meneliti mikroorganisme ini baik sifat dan
karakteristiknya, tentu diperlukan untuk meneliti mikroorganisme ini baik sifat dan
karakteristknya.

Perkembangan ilmu mikrobiologi telah memberikan sumbangan besar


bagi dunia kesehatan, dengan ditemukannya berbagai macam alat berkat penemuan
beberapa ilmuan besar. Bahwa terbukti untuk mencegah atau mengendalikan infeksi
tenaga kesehatan dapat menggunakan konsep steril ataupun besih, untuk membantu
proses penyembuhan pasiennya dan lebih spesifik lagi untuk mengendalikan dan
mencegah terjadinya infeksi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara mengontrol infeksi?

2. Bagaimana cara menurunkan mikroorganisme?

3. Bagaimana cara menurunkan jumlah kontaminasi?

4. Apa yang di maksud dengan infeksi nokomial?

5. Bagaimana cara pencegahan penularan infeksi nosokomial?

1.3 Tujuan

2
1. Untuk mengetahui cara mengontrol infeksi

2. Untuk mengetahui cara menurunkan mikroorganisme

3. Untuk mengetahui cara menurunkan jumlah kontaminasi

4. Untuk mengetahui pengertian infeksi nosokomial

5. Untuk mengetahui cara pencegahan penularan infeksi nosokomial

1.4 Manfaat

Manfaat dari pembuatan makalah ini, baik bagi kami maupun bagi teman-teman
sebagai sarana wawasan dan pengetahuan mengenai beberapa hal yang berkenaan
dengan pengontrolan mikroorganisme dan menurunkan jumlah kontaminasi yang
sering kita temukan pada kehidupan sehari-hari terutama di dunia kesehatan dan juga
di rumah sakit.

BAB 2

3
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengontrolan Mikroorganisme

Mikroorganisme adalah organisme yang berukuran renik (kecil). Karena


sifatnya yang kecil, organisme ini sulit untuk dilihat dengan mata telanjang. Namun,
walaupun sulit dilihat, organisme ini terdapat dimana-mana. Mikroorganisme banyak
yang membahayakan. Selain merugikan, mikroorganisme juga ada yang
menguntungkan, misalnya bakteri yang dapat diolah menjadi antibiotik.
Mikroorganisme tidak dapat dibasmi/dimusnahkan, tetapi dapat dikendalikan.
Dengan upaya tersebut, peluang mikroorganisme, terutama bakteri, untuk
menginfeksi manusia pun akan berkurang.

Mikroorganisme dapat menyebabkan berbagai bahaya dan kerusakan.


Mikroorganisme juga dapat mencemari makanan; dengan menimbulkan berbagai
perubahan kimiawi di dalamnya, bakteri membuat makanan tidak dapat dimakan atau
bahkan beracun. Oleh sebab itu, adanya prosedur untuk mengendalikan pertumbuhan
dan kontaminasi oleh mikroba merupakan suatu keharusan.

Alasan utama untuk pengontrolan mikroorganisme dapat dirangkum sebagai berikut :

1. Mencegah penyebaran penyakit dan infeksi

2. Membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi

3. Mencegah pembusukan dan perusakan bahan oleh mikroorganisme

Mikroorganisme dapat disingkirkan, dihambat, atau dibunuh melalui suatu


sarana yang bekerja dengan berbagai cara dan masing-masing mempunyai
keterbatasan dalam penerapan praktisnya. Beberapa istilah khusus sering digunakan
untuk menggambarkan sarana serta proses pengontrolan mikroorganisme.
Penggunaan istilah ini penting dalam pemberian etiket pada obat-obatan serta bahan
kimia yang digunakan terhadap mikroorganisme. Baik pabrikan maupun konsumen

4
harus memahami makna yang tepat dari istilah-istilah tersebut. Istilah yang digunakan
tersebut sebaiknya didefinisikan dalam bahasa sehari-hari yang dapat dijumpai di
dalam kamus umum.

1. Sterilisasi adalah proses penghancuran semua bentuk kehidupan


mikroorganisme. Suatu benda yang steril, dipandang dari sudut mikrobiologi,
artinya bebas dari mikroorganisme hidup.

2. Desinfektan adalah suatu bahan, biasanya zat kimia, yang mematikan sel
vegetatif tetapi belum tentu mematikan bentuk-bentuk spora mikroorganisme
penyebab penyakit.

3. Antiseptik adalah substansi yang melawan infeksi atau mencegah


pertumbuhan atau kerja mikroorganism dengan cara menghancurkan atau
menghambat pertumbuhan serta aktivitasnya.

4. Bahan sanitasi adalah suatu bahan yang mengurangi populasi mikroba sampai
pada batas yang dianggap aman menurut standar kesehatan masyarakat.
Biasanya, bahan ini merupakan bahan kimia yang mematikan 99,9% bakteri
yang sedang tumbuh.

5. Germisida (mikrobisida) adalah suatu bahan yang mematikan sel-sel vegetatif


tetapi tidak selalu mematikan bentuk spora resistan kuman. Di dalam
praktiknya, germisida hampir sama dengan desinfektan. Akan tetapi,
germisida biasanya digunakan untuk semua jenis kuman (mikroorganisme)
untuk penerapan yang mana saja.

6. Bakterisida adalah suatu bahan yang mematikan bentuk-bentuk vegetatif


bakteri.

7. Bakteriostasis adalah suatu keadaan yang menghambat pertumbuhan bakteri.


Bahan-bahan yang mempunyai kesamaan dalam hal kemampuan menghambat
pertumbuhan mikroorganisme secara kolektif dinamakan mikrobistatik.

5
8. Bahan antimikrobial adalah bahan yang mengganggu pertumbuhan dan
metabolisme mikroba. Beberapa bahan antimikrobal digunakan secara khusus
untuk mengatasi infeksi. Bahan ini disebut sebagai bahan terapeutik.

a. Pengendalian Mikroorganisme dengan Sarana Fisik

Berbagai sarana atau proses fisik telah tersedia untuk mengendalikan


populasi mikroba. Pengendalian tersebut dapat dilakukan dengan cara
mematikan mikroorganisme, menghambat pertumbuhan dan metabolismenya,
atau secara fisik menyingkirnkannya. Cara pengendalian mana yang akan
digunakan bergantung pada kondisi yang dihadapi pada situasi tertentu.
Penerapan sarana fisik untuk megendalikan mikroorganisme dilakukan
melalui beberapa metode, diantaranya metode panas lembap, panas kering,
pengeringan, radiasi, filtrasi, dan pembersihan fisik.

1. Metode Panas Lembap

Beberapa cara pengendalian mikroorganisme melalui metode panas lembap


adalah sebagai berikut.

a. Uap bertekanan. Panas dalam bentuk uap jenuh bertekanan adalah sarana
paling praktis serta dapat diandalkan untuk sterilisasi. Uap bertekanan
memberikan suhu jauh diatas titik didih. Uap bertekanan mempunyai
beberapa keuntungan, diantaranya pemanasan dapat berlangsung cepat dan
mempunyai daya tembus serta menghasilkan kelembapan yang tinggi.
Semuanya tentu akan mempermudah koagulasi protein sel-sel mikroba. Alat
yang digunakan untuk sterilisasi dengan uap panas bertekanan adalah
autoclave. Autoclave merupakan alat yang sangat dibutuhkan di setiap
laboratorium mikrobiologi, ruang sterilisasi rumah sakit, serta tempat lain
yang memproduksi produk steril. Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi
bergantung pada sifat bahan yang disterilkan, tipe wadah, dan volume bahan.
Autoclave tidak efektif terhadap organisme yang terdapat dalam bahan yang

6
kedap uap dan tidak dapat digunakan untuk benda-benda yang peka terhadap
panas.

b. Air mendidih. Sel-sel vegetatif mikroorganisme akan terbunuh dalam


waktu 10 menit di dalam air mendidih. Namun, beberapa spora bakteri dapat
bertahan dalam kondisi seperti ini selama berjam-jam karena air mendidih
hanya menghancurkan patogen yang tidak membentuk spora. Air mendidih
tidak dapat diandalkanuntuk sterilisasi karena tidak menjamin tercapainya
keadaan steril apabila perlakuan hanya diberikan satu kali.

2. Panas Kering

Beberapa carapengendalian mikroorganisme melalui metode panas kering adalah


sebagai berikut.

a. Sterilisasi dengan udara panas. Sterilisasi dengan udara panas dianjurkan


apabila penggunaan uap bertekanan tidak dikehendaki atau bila tidak dapat
terjadi kontak antara uap bertekanan dengan benda yang akan disterilkan.
Untuk tujuan ini, digunakan alat yang disebut oven. Alat ini dipakai untuk
mensterilkan alat-alat gelas seperti Erlenmeyer, tabung reaksi, cawan Petri,
dan alat gas lainnya. Temperatur yang sering dipakai adalah 170-1800C
selama kurang lebih 2 jam. Perlu diperhatikan bahwa lamanya sterilisasi
bergantung pada jumlah alat-alat yang disterilkan dan ketahanan alat terhadap
panas.

b. Sterilisasi dengan pemijaran. Cara ini terutama dipakai untuk sterilisasi jarum
platina, ose, dan alat lainnya yang terbuat dari platinba atau nikrom. Caranya
adalah dengan membakar alat-alat tersebut diatas api lampu spirtus sampai
berpijar.

c. Sterilisasi dengan pembakaran. Pembakaran bahan yang mengandung


mikroorganisme berarti juga membasmi mikroorganisme. Sterilisasi dnegan

7
cara ini digunakan untuk memusnahkan benda-benda tecemar yang tidak
dapat digunakan kembali.

3. Pengeringan

Pengeringan sel mikroba serta lingkungannya dapat sangat mengurangi atau


menghentikan aktivitas metabolik diikuti dengan matinya sejulah sel. Lamanya suatu
mikroorganisme bertahan hidup setelah proses pengeringan bervariasi, bergantung
pada faktor-faktor berikut:

a. Jenis mikroorganisme

b. Bahan pembawa yang dipakai untuk mengeringkan mikroorganisme

c. Kesempurnaan proses pengeringan

d. Kondisi fisik (cahaya, suhu, kelembapan) yang dikenakan pada organisme


yang dikeringkan

4. Radiasi

Beberapa cara pengendalian mikroorganisme melalui metode radiasi adalah sebagai


berikut.

a. Cahaya ultraviolet. Cahaya ultraviolet digunakan untuk mengendalikan


infeksi-asal udara dan mendesinfeksi permukaan bahan yang disinar. Namun,
cahaya ini tidak dapat menembus kaca transparan atau benda-benda tembus
cahaya karena daya tembusnya rendah. Dalam pratiknya, pengguna harus
berhati-hati karena cahaya UV dapat menyebabkan iritasi pada mata dan kulit.

b. Sinar X, radiasi gamma, dan radiasi katode. Ketiga sinar ini dapat mensterilkan
perlengkapan bedah yang peka terhadap panas serta alat-alat medis lainnya.
Namun, ketiga sarana penyinaran ini tergolong mahal dan membutuhkan fasilitas

8
khusus. Perbedaan karakteristik beberapa jenis sinar dalam proses sterilisasi adalah
sebagai berikut.

Jenis Sinar Karakteristik penyinaran

Sinar X Daya penetrasi baik, tetapi perlu


energi besar

Sinar alfa Memiliki sifat bakterisidal, tetapi


tidak memiliki daya penetrasi.

Sinar betA Daya penetrasinya sedikit lebih besar


daripada sinar X.

Sinar gamma Kekuatan radiasinya besar dan efektif


untuk sterilisasi bahan makanan.

b. Pengendalian Mikroorganisme dengan Bahan Kimia

Terdapat banyak zat kimia yang dipakai untuk mengendalikan


mikroorganisme. Penting sekali untuk memahami ciri pembeda masing-masing zat
terkait mikroorganisme pa saja yang dapat dikendalikannya serta bagaimana zat
tersebut dipengaruhi oleh lingkungan. Setiap zat kimia mempunyai kebatasan dan
keefektifan bila digunakan dalam kondisi praktis. Keterbatasan-keterbatasan ini perlu
diamati. Selain itu, tujuan yang dikehendaki dalam pengendalian mikroorganisme
tidak selalu sama. Pada beberapa kasus, kita mungkin pelu mematikan sebagian besar
mikroorganisme tetapi tidak semua (sanitasi). Dengan demikian, pemilihan sesuatu
bahan kimia untuk penggunaan praktis dipengaruhi juga oleh hasil akhir yang
diharapkan. Ciri-ciri desinfektan yang ideal:

1. Desinfektan harus dapat memtikan berbagai jenis mikroba pada


konsentrasi

2. Desinfektan harus dapat larut dalam air atau pelarut lain sampai pada
konsentrasi yang diperlukan untuk dapat digunakan secara efektif.

9
3. Perubahan yang terjadi pada desinfektan ketika didiamkan beberapa
saat harus seminimial mungkin dan tidak boleh mengakibatkan
hilangnya sifat antimikobial atau harus bersifat stabil.

4. Tidka bersifat racun bagi manusia maupun hewan lain.

5. Aktivitas antimikrobial harus pada suhu kamar atau suhu tubuh.

6. Memiliki kemampuan menghilangkan bau yang kurang sedap.

7. Desinfektan juga harus berfungsi sebagai deterjen (pembersih)

8. Desinfektan harus tersedia dalam jumlah besar dengan harga yang


wajar.

c. Rantai Pengendalian Infeksi

Proses terjadinya infeksi seperti rantai yang paling terkait antar berbagai
faktor yang mempengaruhi, yaitu agen infeksi, yaitu agen infeksi, reservoir, portal of
exit, cara penularan, portal of entry dan host/pejamu yang rentan

1. Agen Infeksi

Mikroorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain


bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Mikroorganisme di kulit bisa
merupakan flora transient maupun organisme transient normalnya
ada dan jumlahnya stabil, organisme ini bisa hidup dan berbiak di
kulit. Organisme ini siap ditularkan, kecuali dihilangkan dengan cuci
tangan. Organisme resisten tidak dengan mudah bisa dihilangkan
melalui cuci tangan dengan sabun dan deterjen biasa kecuali bila
digosokan dilakukan dengan seksama. Mikroorganisme dapat
menyebabkan infeksi tergantung pada jumlah mikroorganisme,
virulensi (kemampuan menyebabkan penyakit), kemampuan untuk
masuk dan bertahan hidup dalam host serta kerentanan dari
host/penjamu.

10
2. Reservoir (sumber mikroorganisme)

Reservoir merupakan tempat dimana mikroorganisme patogen


dapat hidup baik berkembang biak atau tidak. Yang bisa berperan
sebagai reservoir adalah manusia, binatang, makanan, air, serangga,
dan benda lain. Kebanyakan reservoir adalah tubuh manusia,
misalnya di kulit mukosa, cairan maupun drainase. Adanya
mikroorganisme patogen dalam tubuh tidak selalu menyebabkan
penyakit pada hostnya. Sehingga reservoir yang di dalamnya
terdapat mikroorganisme patogen bisa menyebabkan orang lain
menjadi sakit (carrier). Kuman akan hidup dan berkembang biak
dalam reservoir jika karakteristik reservoarnya cocok dengan kuman.
Karakteristik tersebut yaitu oksigen, air, suhu, pH, dan pencahayaan.

3. Portal Of Exit (Jalan Keluar)

Mikroorganisme yang hidup di dalam reservoar harus


menemukan jalan keluar (portal of exit) untuk masuk ke dalam host
dan menyebabkan infeksi. Sebelum menimbulkan infeksi,
mikroorganisme harus keluar terlebih dahulu dari reservoarnya. Jika
reservoarnya manusia, kuman dapat keluar melalui salura
pernafasan, pencernaan, perkemihan, genetalia, kulit, dan membran
mukosa yang rusak disertai darah.

4. Cara Penularan

Kuman dapat menular atau berpindah ke orang lain dengan


berbagai cara seperti kontak langsung dengan penderita melalui oral,
fekal, kulit atau darahnya, kontak tidak langsung melalui jarum atau
balutan bekas luka penderita, peralatan yang terkontaminasi, makan
yang dioalah tidak tepat, dan melalui vektor nyamuk atau lalat.

5. Portal Masuk

11
Sebelum seseorang terinfeksi, mikroorganisme harus masuk
dalam tubuh. Kulit merupakan barier pelindung tubuh terhadap
masuknya kuman infeksius. Rusaknya kulit atau ketidakutuhan kulit
dapat menjadi portal masuk. Mikroba dapat masuk ke dalam tubuh
melalui rute atau jalan yang sama dengan portal keluar. Faktor-faktor
yang menurunkan daya tahan tubuh memperbesar kesempatan
patogen masuk ke dalam tubuh.

6. Daya Tahan Hospes (Manusia)

Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan


terhadap agen infeksius. Kerentanan bergantung pada derajat
ketahanan tubuh individu terhadap patogen. Meskipun seseorang
secara konstan kontak dengan mikroorganisme dalam jumlah yang
besar, infeksi tidak akan terjadi sampai individu rentan terhadap
kuman yaitu usia, keturunan, stress (fisik dan emosional), status
nutrisi, terapi medis, pemberian obat dan penyakit penyerta.

2.2 Menurunkan Mikroorganisme

Banyak faktor dan keadaan yang mempengaruhi upaya menghambat atau


membasmi mikroorganisme melalui penggunaan bahan atau proses antimikrobial.
Faktor-faktor tersebut harus menjadi pertimbangan agar penerapan metode-metode
pengontrolan menjadi efektif.

1. Konsentrasi atau intensitas zat antimikrobial. Bakteri akan cepat mati bila
konsentrasi dan intensitas antimikrobialnya besar/tinggi. Sebagai contoh, sinar
X atau cahaya ultraviolet akan lebih cepat membunuh sel-sel apabila
intensitas radiasinya bertambah besar. Sel-sel juga akan lebih cepat mati
apabila konsentrasi zat kimia (zat antimikrobial) lebih tinggi.

2. Jumlah mikroorganisme. Jumlah mikroorganisme juga mempengaruhi kerja


zat antimikrobial. Makin banyak jumlah mikroorganisme, makin banyak pula

12
waktu yang dibutuhkan zat antimikrobial untuk membunuh mikroorganisme
tersebut.

3. Suhu. Kenaikan suhu yang sedang dapat meningkatkan keefektifan kerja


desinfektan atau bahan antimikrobial lain. Hal itu dapat dijelaskan dengan
fakta bahwa laju reaksi kimia.

4. Spesies mikroorganisme. Spesies mikroorganisme menunjukkan kerentanan


yang berbeda-beda terhadap saran fisik dan bahan kimia. Kita tahu bahwa
pada spesies pembentuk spora, sel vegetatif yang sedang tumbuh lebih mudah
dibunuh dibandingkan dengan sporanya. Diantara semua organisme hidup,
spora bakteri adalah yang paling resisten dalam hal kemampuan untuk
bertahan hidup pada kondisi fisik dan kimiawi yang kurang menguntungkan.

5. Adanya bahan organik. Adanya bahan organik asing dapat menurunkan


keefektifan zat antimikrobial secara signifikan dengan cara menginaktifkan
bahan-bahan tersebut atau melindungi mikroorganisme dari bahan tersebut.
Sebagai contoh, adanya bahan organik di dalam campuran desinfektan
mikroorganisme dapat mengaktifkan:

a. penggabungan desinfektan dengan bahan organik di dalam campuran


desinfektan produk yang tidak bersifat mikrobial.

b. Penggabungan desinfektan dengan bahan organik yang menghasilkan


suatu endapan sehingga desinfektan tidak mungkin lagi mengikat
mikroorganisme.

c. Akumulasi bahan organik pada permukaan sel mikroba menjadi suatu


pelindung yang akan mengganggu kontak antara desinfektan dan sel.

Di dalam penerapannya, apabila ada serum atau darah pada benda yang akan diberi
zat antimikrobial, maka serum atau darah itu dapat menginaktifkan sebagian zat
tersebut.

13
6. Tingkat keasaman atau kebasaan (pH). Mikroorganisme yang terdapat pada
bahan dengan pH asam dapat dibasmi pada suhu yang lebih rendah dan dalam
waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan mikroorganisme yang sama di
dalam lingkungan basa.

2.3 Kontaminasi

Menurunkan jumlah kontaminan dan mencegah transmisi dapat dilakukan


dengan mencuci tangan. Mencuci tangan merupakan metode terbaik mencegah
transmisi mikroorganisme. Telah terbukti bahwa tindakan mencuci tangan secara
signifikan menurunkan infeksi pada ICU dan infeksi saluran pencernaan. Faktor
penting adalah untuk mempertahankan hygiene yang baik dan mempertahankan
integritas kulit seperti :

1. Lama mencuci tangan

2. Paparan semua area tangan dan pergelangan tangan ke alat yang


digunakan

3. Menggosok dengan keras hingga terjadi friksi

4. Pembilasan menyeluruh

5. Memastikan tangan telah dikeringkan.

Hampir semua bakteri transien dapat dihilangkan dengan sabun dan air, tetapi
bakteri residen akan tetap tinggal. Pencuci tangan bakterisida, misalnya Hibicrub
Povodone-iodine. Yang perlu perhatian khusus saat mencuci tangan adalah tempat
berkumpulnya mikroorganisme, seperti sela-sela jari. Walaupun mencuci tangan
dengan menggunakan bakterisida, namun tidak semua bakteri dapat dihilangkan.
Tangan tidak pernah steril maka dari itu kita memerlukan sarung tangan steril dalam
melkukan tindakan-tindakan steril. Selain itu pakaian pelindung yang digunakan
ketika memasuki ruangan steril juga mencegah transmisi mikroorganisme. Dalam

14
menurunkan jumlah organisme kontaminan hal yang perlu diperhatikan adalah
keberhasilan, baik itu kbersihan diri maupun kebersihan lingkungan.

2.4 Infeksi Nosokomial

Infeksi adalah kondisi masuknya suatu organisme ke dalam jaringan atau


cairan tubuh yang disertai gejala klinis tertentu, baik lokal maupun sistemik. Infeksi
nosokomial, yang disebut juga sebagai infeksi rumah sakit, adalah infeksi yang terjadi
di rumah sakit oleh kuman yang berasal dari rumah sakit. Infeksi nosokomial dapat
terjadi pada pasien, tenaga kesehatan, dan juga setiap orang yang datang ke rumah
sakit. Manifestasi penyakit tidak hanya dapat timbul di rumah sakit, tetapi di luar
rumah sakit apabila masa inkubasi mikroorganisme lebih lama dari lama
rawat/tinggal di rumah sakit. Penyakit infeksi yang sedang dalam masa inkubasi pada
saat penderita masuk ke rumah sakit bukanlah infeksi nosokomial.

Infeksi nosokomial dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun dari
luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang
sudah ada di dalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan self-
infection atau auto-infection, sedangkan infeksi eksogen (cross infection) disebabkan
oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien
lainnya.

Rumah sakit merupakan suatu tempat orang yang sakit dirawat dan
ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Di tempat ini, pasien mendapatkan terapi
dan perawatan untuk sembuh. Namun, selain sebagai tempat untuk menyembuhkan,
rumah sakit juga merupakan depot bagi berbagai macam penyakit yang berasal dari
penderita maupun dari pengunjung yang berstatus pembawa (carrier). Kuman
penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit, seperti di udara,
air, lantai, makanan, dan perlatan medis maupun non medis.

Terjadinya infeksi nosokimal akan menimbulkan banyak kerugian,


diantaranya lama rawat pasien yang memanjang, penderitaan pasien bertambah, dan

15
biaya meningkat. Infeksi nosokomial mengharuskan digantinya obat-obatan biasa
dengan obat-obatan mahal dan digunakannya jasa di luar rumah sakit. Oleh sebab itu,
di negara-negara miskin dan berkembang, pencegahan infeksi nosokomial lebih
diuatamakan guna meningkatkan kualitas pelayanan pasien di rumah sakit dan
fasilitas kesehatan lainnya.

Di beberapa unit perawatan, terutama dibagian penyakit dalam, terdapat


banyak prosedur dan tindakan yang dilakukan, baik untuk tujuan diagnosis maupun
untuk memantau perjalanan penyakit. Semua prosedur dan tindakan tersebut dapat
menyebabkan pasien rentan karena terkena infeksi nosokomial. Pasien yang berusia
lanjut, berbaring dalam waktu lama, atau menjalani berbagai prosedur (misalnya
diagnostik invasif, infus yang lama, dan pengguaan kateter urine yang lama) atau
pasien dengan penyakit tertentu (misalnya penyakit yang memerlukan kemoterapi,
penyakit yang sangat parah, keganasan, diabetes, anemia, penyakit autoimun) serta
pasien yang mendapat imosupresan atau steroid diketahui berisiko tinggi terkena
infeksi.

Sumber penularan dan cara penularan infeksi terutama melalui tangan dan
dari petugas kesehatan, jarum injeksi, kateter IV, kateter urine, kassa pembalut atau
perban, dan cara yang keliru dalam menangani luka. Infeksi nokomial ini pun tidak
hanya mengenai pasien, tetapi juga seluruh personel rumah sakit yang berhubungan
langsung dengan pasien maupun penunggu dan pengunjung pasien.

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terdapat dalam saran kesehatan.


Sebetulnya rumah sakit memang sumber penyakit. Di negara majupun, infeksi yang
didapat dalam rumah sakit terjadi dengan angka yang cukup tinggi. Misalnya, di AS,
ada 20.000 kematian setiap tahun akibat infeksi nosokomial. Di seluruh dunia, 10%
pasien rawat inap rumah sakit mengalami infeksi yang baru selama -1,4 juta infeksi
setiap tahun. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI
Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8 persen pasien rawat inap mendapay
infeksi yang baru selama dirawat.

16
Hal-hal yang berhubungan dengan infeksi nosokomial :

1. Secara umum infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapatkan


penderita selama dirawat di rumah sakit.

2. Infeksi nosokomial sukar diatasi karena sebagai penyebabnya adalah


mikro organisme/bakteri yang sudah resisten terhadap anti biotika.

3. Bila terjadi infeksi nosokomial, maka akan terjadi penderitaan yang


berpanjangan serta pemborosan waktu serta pengeluaran biaya yang
bertambah tinggi kadang-kadang kualitas hidup penderita menurun.

4. Infeksi nosokomial disamping berbahaya bagi penderita, juga berbahaya


bagi lingkungan baik selama dirawat di rumah sakit ataupun di luar rumah
sakit etelah berobat jalan.

5. Dengan pengendalian infeksi nosokomial akan menghemat biaya dan


waktu yang terbuang.

6. Di negara yang sudah maju masalah ini telah diangkat menjadi masalah
nasional, sehingga bila angka infeksi nosokomial disuatu rumah sakit
tinggi, maka izin operasionalnya dipertimbangkan untuk dicabut oleh
instansi yang berwenang.

2.5 Pencegahan Penularan Infeksi

Tindakan pembersihan yang rutin sangat penting untuk memastikan bahwa


rumah benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar
90 persen dari kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang
teratur untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar
mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali.

Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan dibanyak fasilitas kesehatan.


Usahakan adanya pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status
imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui

17
udara. Kamar dengan pengaturan udara yang baik akan lebih banyak mengurangi
resiko penularan kuman tuberkulosis.

Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan
menjaga kebersihan pemprosesan serta filternya untuk mencegahan terjadinya
pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air di rumah sakit dengan prasarana yang terbatas
dapat dilakukan dengan menggunakan panas matahari. Toilet rumah sakit juga harus
dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk mencegah terjadinya infeksi
antar-pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi desinfektan. Desinfektan
akan membunuh kuman dan mencegah penularan antar-pasien. Desinfeksi yang
digunakan harus :

1. Efektif

2. Mempunyai kriteria membunuh kuman.

3. Mempunyai efek sebagai detergen.

4. Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak


dan protein.

5. Tidak sulit digunakan.

6. Tidak mudah menguap.

7. Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk


petugas maupun pasien.

8. Tidak berbau, atau tidak berbau tidak enak.

a. Dekontaminasi Tangan

Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasikan dengan menjaga


hygiene tangan. Akan tetapi, pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan
benar karena banyaknya alasan, seperti kurangnya peralatan, alergi produk
pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya mencuci tangan,

18
dan waktu mencuci tangan yang lama. Selain itu, penggunaan sarung tangan
sangat dianjurkan bila akan melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien
dengan penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah selalu memakai sarung
tangan ketika akan mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat,
tinja, urine, membran mukosa, dan bahan yang kita anggap telah terkontaminasi
dan segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan.

b. Instrumen yang Sering Digunakan di Rumah Sakit

Simonsen, dkk (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% injeksi yang
dilakukan di negara berkembang tidaklah aman. Salah satu contohnya adalah
penggunaan jarum, tabung, atau keduanya secara berulang-ulang dan banyaknya
tindakan injeksi yang tidak penting (misalnya injeksi antibiotik). Untuk mencegah
penyebaran penyakit melalui jarum suntik, maka diperlukan :

1. Pengurangan tindakan injeksi yang kurang penting

2. Penggunaan jarum steril

3. Penggunaan alat suntik yang disposabel

Masker diperlukan sebagai sarana pelindung terhadap penyakit yang


ditularkan melalui udara. Pasien yang menderita infeksi saluran nafas harus selalu
menggunakan masker saat keluar dari kamar.

Sarung tangan sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah, caira


tubuh, feses maupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti setiap menangani
pasien yang berbeda. Setelah membalut luka atau terkena benda yang kotor,
sarung tangan harus segera diganti.

Baju atau gaun khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian
selama kita melakukan suatu tindakan atau mencegah percikan darah, cairan
tubuh, urine, dan feses.

c. Memperbaiki Ketahanan Tubuh

19
Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula
bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis
tubuh, dan membantu ketahanan tubuh melawan invasi mikroorganisme patogen
serta menjaga keseimbangan diantara populasi mikroorganisme komensalisme
pada umumnya, (misalnya seperti yang terjadi di dalam saluran cerna manusia).
Pengetahuan tentang mekanisme pertahanan tubuh orang sehat yang dapat
mengendalikan mikroorganisme opportunis perlu diidentifikasi secara tuntas
sehingga dapat pada penderita penyakit berat. Dengan demikian, bahaya infeksi
dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus
menggunakan antibiotik.

d. Ruangan Isolasi

Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan memisahkan


pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang
penularannya melalui udara, contohnya tuberkolosis, dan SARS, yang
mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan virus, contohnya
DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi rendah seperti
leukemia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar
dari infeksi. Selain menjaga kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan
di dalam ruang isolasi juga sangat penting. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup
dengan ventilasi udara selalu menuju keluar. Sebaiknya satu pasien berada dalam
satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadi kejadian luar biasa dan penderita
melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama
mereka menderita penyakit yang sama.

Pencegahan infeksi nosokomial yaitu dengan :

1. Membatasi transmisi organisme diri atau antar pasien dengan cara


mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan
aseptik, sterilisasi dan desinfektan.

20
2. Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.

3. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat,


nutrisi yang cukup, dan vaksinasi.

4. Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur


invasi.

5. Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol


penyebarannya.

Selain itu pencegahan infeksi nosokomial juga dengan menggunakan standart


kewaspadaan terhadap infeksi, antara lain :

1. Cuci tangan

a. Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, eksresi dan bahan


terkontaminasi.

b. Segera setelah melepas sarung tangan.

c. Diantara sentuhan dengan pasien

2. Sarung tangan

a. Bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, dan bahan yang
terkontaminasi.

b. Bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka.

3. Masker, kaca mata, dan masker muka.

Mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput lendir mata, hidung dan


mulut saat kontak dengan darah dan cairan tubuh.

4. Baju pelindung

21
a. Lindungi kulit dari kontak dengan darah dan cairan tubuh.

b. Cegah pakaian tercemar selama tindakan klinik yang dapat berkontak


langsung dengan darah ataupun cairan tubuh.

5. Kain

a. Tangani kain tecemar, cegah dari sentuhan kulit/selaput lender

b. Jangan melakukan prabilas kain yang tercemar di are perawatan pasien.

6. Peralatan perawatan pasien

a. Tangani peralatan yang tercemar dengan baik untuk mencegah kontak


langsung dengan kulit atau selaput lendir dan mencegah kontaminasi pada
pakaian dan lingkungan.

b. Cuci peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali

7. Pembersihan lingkungan

Perawatan rutin, pembersihan dan desinfeksi peralatan dan perlengkapan dalam ruang
perawatan pasien.

8. Unstrumen tajam

a. Hindari memasang kembali penutup jarum bekas.

b. Hindari melepas jarum bekas dari semprit habis pakai

c. Hindari membengkokkan, mematahkan atau memanipulasi jarum bekas


dengan tangan.

d. Masukkan instrumen tajam ke dalam tempat yang tidak tembus tusukan.

9. Resusitasi pasien

22
Usahakan gunakan kantong resusitasi atau alat ventilasi yang lain untuk menghindari
kontak langsung mulut dalam resusitasi mulut ke mulut.

10. Penempatan Pasien

Tempatkan pasien yang mengkontaminasi lingkungan dalam ruang pribadi/isolasi.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Faktor-faktor yang menyebabkan perkembangan infeksi tergantung dari


agen yang menginfeksi, respon dan toleransi tubuh, faktor lingkungan, resistensi
antibiotika dan faktor alam. Agen infeksi yang memungkinkan terjadinya infeki
tergantung pada karakteristik mikroorganisme, resistensi terhadap antibiotika, tingkat
virulensi, dan banyaknya materi infeksius. Faktor lingkungan dipengaruhi oleh
padatnya kondisi rumah sakit, banyaknya pasien yang keluar masuk, penggabungan
kamar pasien yang terkena infeksi dengan pengguna obat-obat, kontaminasi obat, alat
dan materi yang sering digunakan tidak hanya pada satu pasien.

23
3.2 Saran

Kebersihan diri dan juga lingkungan sangat mempengaruhi terjadinya


infeksi. Jadi kita harus pandai menjaga kebersihan. Sterilisasi dengan secara baik dan
sempurna akan menjamin keselamatan kerja dan berkurangnya resiko terpapar
mikroorganisme. Dan dapat juga dilakukan unuk mencegah ataupun mengendalikan
infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

Suwarni, A. Study Deskriptif Pola Upaya Penyehatan Lingkungan Hubungannya


dengan Rerata Lama Hari Perawatan dan Kejadian Infeksi Nosokomial: Studi Kasus:
Penderita Pasca Bedah Rawat Inap di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta Propinsi
DIY Tahun 1999. Yogyakarta: Badan Litbang Kesehatan Departemen Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial.

Cano. R.J Colome J.S., Microbiologi, St Paul New York, Los Angeles, San
Fransisco, West Publishing Company, 1986.

Soeparman, dkk. (2001). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Pelczar, M. J., & Chan, ECS. (2008). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press.

24
25

Anda mungkin juga menyukai