Anda di halaman 1dari 51

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BIJI BUAH JAMBLANG


(Syzygium cumini) TERHADAP PENURUNAN JUMLAH SEL
HATI NEKROSIS DAN APOPTOSIS PADA TIKUS
(Rattus norvegicus) TERINDUKSI ISONIAZID

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

RIZKI ANNISYA
G0008238

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

Rizki Annisya, G0008238, 2011. Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Buah Jamblang
(Syzygium cumini) terhadap Penurunan Jumlah Sel Hati Nekrosis dan Apoptosis pada
Tikus (Rattus norvegicus) Terinduksi Isoniazid, Skripsi, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan Penelitian. Mengetahui perbedaan efek ekstrak biji jamblang (Syzygium cumini)
dengan variasi dosis dalam menurunkan jumlah sel hati nekrosis dan apoptosis pada tikus
(Rattus norvegicus) yang diinduksi isoniazid

Metode Penelitian. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan post test only
control groups design. Subjek penelitian adalah 30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus)
jantan strain Wistar, dengan berat badan + 200 gram dan berumur 2-3 bulan, yang dibagi
dalam 5 kelompok. Kelompok kontrol negatif (K[-]) diberi aquades, sedangkan kontrol
positif (K[+]) diberi isoniazid sebanyak 40 mg pada hari ke ke-12 sampai hari ke-25.
Kelompok perlakuan (P1, P2, P3) diberi ekstrak biji buah jamblang dengan dosis
bertingkat (20 mg/tikus, 40 mg/tikus, dan 80 mg/tikus) mulai hari ke-8 sampai hari ke-25
serta isoniazid 40 mg pada hari ke-12. Pada hari ke-26 tikus diterminasi diambil organ
hatinya dan dibuat preparat dengan pengecatan Hematoksilin Eosin. Kerusakan sel hati
tikus diamati dengan menghitung jumlah inti sel yang mengalami nekrosis dan apoptosis
pada daerah lobus sentralis hati. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan uji
One-Way Anova dan Bonferroni.

Hasil Penelitian. Hasil uji One-Way Anova pada kelompok dengan pemberian dosis
ekstrak biji buah jamblang yang bervariasi (20 mg/tikus, 40 mg/tikus, dan 80 mg/tikus)
menunjukkan hasil yang bermakna dalam menurunkan jumlah sel hati yang mengalami
nekrosis dan apoptotis pada tikus terinduksi isoniazid, dengan nilai p < 0,001 (α = 0,05).
Hasil uji Bonferroni menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan antara kelompok P1
dengan P3 (p = 1).

Simpulan penelitian. Isoniazid dapat memberikan gambaran kerusakan sel hati pada
tikus. Semua dosis pemberian ekstrak biji buah jamblang menunjukkan aktivitas
antioksidan dalam menurunkan jumlah sel hati nekrosis dan apotosis pada tikus dengan
induksi isoniazid, namun hasil terbaik ditunjukkan pada dosis pemberian 40 mg/tikus.

Kata kunci : ekstrak biji buah jamblang, isoniazid, sel nekrosis, sel apoptosis

commit to user

iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

Rizki Annisya, G0008238, 2011. Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Buah Jamblang
(Syzygium cumini) terhadap Penurunan Jumlah Sel Hati Nekrosis dan Apoptosis pada
Tikus (Rattus norvegicus) Terinduksi Isoniazid, Skripsi, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan Penelitian. Mengetahui perbedaan efek ekstrak biji jamblang (Syzygium cumini)
dengan variasi dosis dalam menurunkan jumlah sel hati nekrosis dan apoptosis pada tikus
(Rattus norvegicus) yang diinduksi isoniazid

Metode Penelitian. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan post test only
control groups design. Subjek penelitian adalah 30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus)
jantan strain Wistar, dengan berat badan + 200 gram dan berumur 2-3 bulan, yang dibagi
dalam 5 kelompok. Kelompok kontrol negatif (K[-]) diberi aquades, sedangkan kontrol
positif (K[+]) diberi isoniazid sebanyak 40 mg pada hari ke ke-12 sampai hari ke-25.
Kelompok perlakuan (P1, P2, P3) diberi ekstrak biji buah jamblang dengan dosis
bertingkat (20 mg/tikus, 40 mg/tikus, dan 80 mg/tikus) mulai hari ke-8 sampai hari ke-25
serta isoniazid 40 mg pada hari ke-12. Pada hari ke-26 tikus diterminasi diambil organ
hatinya dan dibuat preparat dengan pengecatan Hematoksilin Eosin. Kerusakan sel hati
tikus diamati dengan menghitung jumlah inti sel yang mengalami nekrosis dan apoptosis
pada daerah lobus sentralis hati. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan uji
One-Way Anova dan Bonferroni.

Hasil Penelitian. Hasil uji One-Way Anova pada kelompok dengan pemberian dosis
ekstrak biji buah jamblang yang bervariasi (20 mg/tikus, 40 mg/tikus, dan 80 mg/tikus)
menunjukkan hasil yang bermakna dalam menurunkan jumlah sel hati yang mengalami
nekrosis dan apoptotis pada tikus terinduksi isoniazid, dengan nilai p < 0,001 (α = 0,05).
Hasil uji Bonferroni menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan antara kelompok P1
dengan P3 (p = 1).

Simpulan penelitian. Isoniazid dapat memberikan gambaran kerusakan sel hati pada
tikus. Semua dosis pemberian ekstrak biji buah jamblang menunjukkan aktivitas
antioksidan dalam menurunkan jumlah sel hati nekrosis dan apotosis pada tikus dengan
induksi isoniazid, namun hasil terbaik ditunjukkan pada dosis pemberian 40 mg/tikus.

Kata kunci : ekstrak biji buah jamblang, isoniazid, sel nekrosis, sel apoptosis

commit to user

iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

Rizki Annisya, G0008238, 2011. Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Buah Jamblang
(Syzygium cumini) terhadap Penurunan Jumlah Sel Hati Nekrosis dan Apoptosis pada
Tikus (Rattus norvegicus) Terinduksi Isoniazid, Skripsi, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan Penelitian. Mengetahui perbedaan efek ekstrak biji jamblang (Syzygium cumini)
dengan variasi dosis dalam menurunkan jumlah sel hati nekrosis dan apoptosis pada tikus
(Rattus norvegicus) yang diinduksi isoniazid

Metode Penelitian. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan post test only
control groups design. Subjek penelitian adalah 30 ekor tikus putih (Rattus norvegicus)
jantan strain Wistar, dengan berat badan + 200 gram dan berumur 2-3 bulan, yang dibagi
dalam 5 kelompok. Kelompok kontrol negatif (K[-]) diberi aquades, sedangkan kontrol
positif (K[+]) diberi isoniazid sebanyak 40 mg pada hari ke ke-12 sampai hari ke-25.
Kelompok perlakuan (P1, P2, P3) diberi ekstrak biji buah jamblang dengan dosis
bertingkat (20 mg/tikus, 40 mg/tikus, dan 80 mg/tikus) mulai hari ke-8 sampai hari ke-25
serta isoniazid 40 mg pada hari ke-12. Pada hari ke-26 tikus diterminasi diambil organ
hatinya dan dibuat preparat dengan pengecatan Hematoksilin Eosin. Kerusakan sel hati
tikus diamati dengan menghitung jumlah inti sel yang mengalami nekrosis dan apoptosis
pada daerah lobus sentralis hati. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan uji
One-Way Anova dan Bonferroni.

Hasil Penelitian. Hasil uji One-Way Anova pada kelompok dengan pemberian dosis
ekstrak biji buah jamblang yang bervariasi (20 mg/tikus, 40 mg/tikus, dan 80 mg/tikus)
menunjukkan hasil yang bermakna dalam menurunkan jumlah sel hati yang mengalami
nekrosis dan apoptotis pada tikus terinduksi isoniazid, dengan nilai p < 0,001 (α = 0,05).
Hasil uji Bonferroni menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan antara kelompok P1
dengan P3 (p = 1).

Simpulan penelitian. Isoniazid dapat memberikan gambaran kerusakan sel hati pada
tikus. Semua dosis pemberian ekstrak biji buah jamblang menunjukkan aktivitas
antioksidan dalam menurunkan jumlah sel hati nekrosis dan apotosis pada tikus dengan
induksi isoniazid, namun hasil terbaik ditunjukkan pada dosis pemberian 40 mg/tikus.

Kata kunci : ekstrak biji buah jamblang, isoniazid, sel nekrosis, sel apoptosis

commit to user

iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

PRAKATA ................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Perumusan Masalah................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 3
BAB II. LANDASAN TEORI .................................................................... 5
A. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 5
1. Hati ................................................................................... 5
2. Biji Buah Jamblang (Syzygiumcumini) ............................... 7
3. Isoniazid .......................................................................... 10
4. Mekanisme Kerusakan Hati Akibat Isoniazid ................... 11
5. Nekrosis ........................................................................... 15
6. Apoptosis ......................................................................... 16
7. Mekanisme Biji Buah Jamblang sebagai Hepatoprotektor
terhadap Isoniazid ............................................................ 17
B. Kerangka Pemikiran ................................................................ 20
C. Hipotesis ................................................................................. 20
BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................. 21
A. Jenis Penelitian ........................................................................ 21
B. Lokasi Penelitian ..................................................................... 21
C. Subjek Penelitian ..................................................................... 21
D. Teknik Sampling .................................................................... 22
E. Ekstrak Biji Buah Jamblang .................................................... 22
F. Rancangan Penelitian............................................................... 23
commit to user

vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

G. Identifikasi Variabel Penelitian ................................................ 24


H. Definisi Operasional Variabel Penelitian.................................. 24
1. Variabel Bebas .................................................................. 24
2. Variabel Terikat................................................................. 24
3. Variabel Luar .................................................................... 25
a. Variabel luar yang dapat dikendalikan ........................... 25
b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan .................. 26
I. Instrumentasi Penelitian ........................................................... 27
1. Alat .................................................................................... 27
2. Bahan ................................................................................ 28
J. Cara Kerja ............................................................................... 28
1. Pembuatan dan Dosis Ekstrak Biji Buah Jamblang ............ 28
2. Pembuatandan Dosis Isoniazid ......................................... 29
3. Persiapan Hewan Uji dan Tempat Penelitian...................... 30
4. Penimbangan Berat Badan Tikus ....................................... 30
5. Perlakuan .......................................................................... 30
6. Pembuatan Preparat ........................................................... 31
7. Pengamatan ....................................................................... 32
K. Analisis Data ........................................................................... 33
BAB IV. HASIL PENELITIAN ................................................................... 35
A. Hasil Penelitian ....................................................................... 35
B. Analisis Hasil .......................................................................... 37
BAB V PEMBAHASAN .......................................................................... 40
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 44
A. Simpulan ............................................................................... 44
B. Saran ..................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 46
LAMPIRAN ................................................................................................. 52

commit to user

viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hingga saat ini gangguan fungsi ataupun kerusakan hati masih menjadi
masalah kesehatan di dunia. World Health Organization (WHO) menyebutkan
sekitar sepertiga dari jumlah penduduk dunia atau sekitar 2 trilyun orang
mengidap penyakit hati dengan angka kematian mencapai 1 juta jiwa (Reuters,
2011). Namun kenyataannya perkembangan pengobatan mengobati penyakit
hati sering menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, seperti
gangguan ginjal, sakit pada otot-otot, cepat letih dan sedikit menimbulkan
demam yang hal ini dapat dihilangkan dengan pemberian parasetamol
(Madani dkk, 2008).
Kerusakan hati dapat disebabkan oleh banyak hal, dibuktikan pada
penelitian sebelumnya oleh Prasetyo (2010) dan Kusuma (2010), tidak hanya
penyakit yang disebabkan oleh virus namun dapat juga dari pola hidup yang
tidak sehat seperti konsumsi makanan yang mengandung minyak goreng
berlebihan, serta konsumsi alkohol. Selain itu konsumsi obat juga dapat
menginduksi terjadinya kerusakan hati contohnya obat anti tuberkulosis.
Isoniazid (INH) diberikan selalu pada kasus TB, bahkan INH diberikan
sebagai profilaksis pada pasien dengan tes Mantoux (+) dengan hasil rontgen
normal. Hingga saat ini tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan di
Indonesia. Prevalensi TB di Indonesia masih tergolong tinggi, laporan WHO
tahun 2010 menyebutkan bahwa pada tahun 2009 peringkat Indonesia
menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TB sebesar 292.753 orang
(World Health Organization, 2010). Hal ini menunjukkan konsumsi INH yang
cukup banyak di Indonesia.
Pemakaian INH dapat menimbulkan efek samping seperti kenaikan
kadar aminotransferase yang terjadi pada 10% - 20% pasien beberapa minggu
setelah pengkonsumsian namun tidak menimbulkan gejala klinis yang khas
(Maddrey, 2005). Meskipun demikian 0,1% - 2% pasien mengalami kegagalan
commit to user

1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2

hati akut (Maddrey, 2005). Sel-sel dengan inti nekrosis merupakan gambaran
histologis yang digunakan sebagai tolak ukur kerusakan hati akibat konsumsi
INH. Mekanisme INH yang diduga menyebabkan kerusakan hati belum dapat
secara pasti dibuktikan, namun secara hipotesis dikemukakan bahwa
kerusakan itu diakibatkan oleh zat toksik berupa monoasetilhidrazin (MAH)
melalui mekanisme radikal bebas (stress oksidatif) (Saukkonen dkk, 2006).
Kerusakan hati dapat terjadi secara akut ataupun kronik, hal ini
tergantung pada penyebabnya. Namun tindakan preventif tetap menjadi
perhatian utama sebelum terjadinya keparahan, di antaranya dengan
penggunaan zat hepatoprotektor yang alami dan sedikit menimbulkan efek
samping. Zat hepatoprotektor tersebut diharapkan dapat mencegah kerusakan
hati sekaligus mengurangi dampak kerusakan yang sudah terjadi.
Obat modern selalu menjadi fokus utama pengobatan, namun terkadang
selain efek penyembuhan, obat modern lebih sering menimbulkan efek
samping yang jauh lebih besar. Untuk itu dalam rangka mencari obat yang
lebih baik, baru-baru ini pengobatan herbal sedang digalakkan terutama di
negara-negara berkembang, begitu juga di Indonesia. Masih banyak obat-obat
tradisional nusantara yang belum dikaji secara ilmiah khasiatnya (Handayani,
2001). Keunggulan yang ditawarkan pengobatan herbal yaitu efek samping
yang ditimbulkan relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan obat sintetik,
jika digunakan secara tepat, selain itu pada satu tanaman obat memiliki
beberapa efek farmakologi, dan lebih sesuai untuk penyakit-penyakit
metabolik degeneratif (Katno, 2008).
Dari berbagai jenis tanaman obat yang diketahui mengandung
antioksidan, salah satu yang menarik perhatian adalah biji buah Syzygium
cumini atau dikenal di Indonesia sebagai buah jamblang. Kandungan kimia
dari biji buah Syzygium cumini adalah gallic acid, asam elagat, corilagin,
ellagitannin, isoquercetin, quercetin, asam kafein, ferulic acid, guaiacol,
resorcinaldimethyl ether, lignaglucoside, veratrole, β-sitosterol, palmitic acid,
dan lain sebagainya (Sisodia dan Bhatnagar, 2009). Pada penelitian
sebelumnya biji tanaman ini dapat digunakan sebagai obat diabetes,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3

metrorrhagia, anti inflamasi, memperkuat gigi dan gusi serta sebagai


pengobatanuntuk Tinea capitis tipe tidak meradang dengan sedian lotion
(Kumar dkk, 2008; Modi dkk, 2010).
Asam elagat (EA) mempunyai kegunaan sebagai pengurai radikal bebas.
Asam elagat dilaporkan dapat menurunkan enzim penanda fungsi hepar pada
induksi toksisitas dengan karbon tetraklorida (CCl4). Karena itu, dapat
dikatakan bahwa kebocoran enzim dari membran sel hepatosit dapat
diturunkan oleh aksi stabilisasi membran yang diperankan oleh EA (Devipriya
dkk, 2007).
Berdasarkan latar belakang penulis ingin melakukan penelitian untuk
mengetahui pengaruh ekstrak biji jamblang sebagai hepatoprotektor dengan
melihat penurunan jumlah sel hati yang mengalami nekrosis dan apoptosis.
Sebagai model kerusakan hati tikus digunakan induksi INH.

B. Perumusan Masalah
Adakah pengaruh pemberian ekstrak biji buah jamblang (Syzygium
cumini) terhadap penurunan jumlah sel hati nekrosis dan apoptosis pada tikus
(Rattus norvegicus) terinduksi isoniazid?

C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui adanya pengaruh perbedaan dosis pemberian ekstrak
biji buah jamblang (Syzygium cumini) dalam menurunkan jumlah sel hati
nekrosis dan apoptosis tikus (Rattus norvegicus) dengan induksi isoniazid.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai pengaruh perberian berbagai dosis ekstrak biji buah jamblang
(Syzygium cumini) terhadap penurunan sel hati yang mengalami nekrosis
dan apoptosis pada tikus (Rattus norvegicus) dengan induksi isoniazid.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4

2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk
penelitian lebih lanjut pada hewan yang tingkatannya lebih tinggi dalam
upaya memanfaatkan biji buah jamblang (Syzygium cumini) sebagai zat
antioksidan selanjutnya sebagai zat hepatoprotektor.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Hati
Hati adalah kelenjar tambahan dari sistem intestinal. Hati
merupakan kelenjar terbesar dengan berat antara 1,2 - 1,8 kg atau kurang
lebih 2,5% dari berat badan orang dewasa dan merupakan pusat
metabolisme tubuh dengan fungsi sangat kompleks (Amirudin, 2007).
Bloom dan Fawcett (2000) dan Amirudin (2007) menyatakan
bahwa hati menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen,
dengan permukaan atas membulat sesuai kubah diafragma. Hati terbagi
menjadi dua lobus yaitu lobus kiri dan lobus kanan. Lobus kanan lebih
besar dibandingkan lobus kiri.
Hati dalam keadaan normal mengandung darah yang sangat
banyak, sehingga menyebabkan warnanya merah tua atau merah tua
coklat. Konsistensinya kenyal dalam keadaan normal (Leeson dkk, 1996).
a. Lobulus Hati
Hati dapat didefinisikan sebagai unit fungsional organ berdasarkan 3
prinsip, yaitu :
1) Lobulus hati
Berbentuk heksagonal, panjangnya sekitar 2mm, dengan diameter
700μm. Pembagian lobulus hati ini merupakan pembagian cara
klasik yaitu berdasarkan atas aliran darah yang mengalir dari tepi
lobulus yang kemudian berkumpul di tengah vena sentralis, di
sudut-sudut luar lobuli terdapat kanalis porta (Leeson dkk, 1996;
Keller, 2009). Secara fungsional lobus hati berfungsi sebagai
tempat drainase dari vena sentralis (Keller, 2009).
2) Asinus hati
Berbentuk jajaran genjang, dibatasi oleh garis-garis yang
menghubungkan antar sinus ventralis dari tiap lobus. Sebagai unit
commit to user

5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6

fungsional berperan sebagai daerah yang dialiri oleh cabang


terminal vena portae yang terdapat di sekeliling batas luar lobulus.
Berdasarkan jaraknya ke pembuluh darah, sel hati dibagi menjadi
tiga zona. Juncquira dan Carneiro (2007) serta Keller (2009)
menyebutkan darah yang masuk pertama akan melewati zona I
berlanjut ke zona II kemudian ke zona III (Tabel 1). Bersama
dengan aliran darah, zat-zat lain ikut diangkut (nutrisi, oksigen, dan
zat toksik) sehingga menggambarkan perbedaan fungsional di
antara ketiga zona tersebut.
Tabel 1. Zona pada Asinus Hati

Zona Keterangan
Zona I  Sel-selnya paling dekat dengan pembuluh darah
 Berbentuk daerah elipsoid tepat mengelilingi
arteri hepatika dan vena porta terminal
 Paling banyak dijumpai enzim yang terlibat
dalam metabolisme oksidatif dan
glukoneogenesis (zone of permanent function)
Zona II  Sel-sel yang terletak ditengah asinus hati
 Memiliki unsur enzim campuran disebut juga
”Intermediate zone”
Zona III  Sel-sel dekat ujung-ujung asinus
 Banyak mengandung enzim yang terlibat dalam
glikolisis dan metabolisme obat dan lipid
 Kaya isoenzim P-450
 Disebut sebagai ”zone of permanent response”
(Bloom dan Fawcett, 2000; Juncquira dan Carneiro, 2007)
3) Triad Portal
Merupakan tempat-tempat dimana tiga atau lebih unit lobulus
bertemu, di sana terdapat akumulasi jaringan pengikat. Triad portal
mengandung cabang dari vena porta, arteri hepatica, dan duktus

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

biliferus (Juncquira dan Carneiro, 2007). Triad portal merupakan


unit fungsional berupa tempat mengalir empedu dari duktus
biliferus. (Keller, 2009).
b. Parenkim Hati
Parenkim hati terdiri dari sel-sel hati atau hepatosit dengan ukuran
yang berbeda-beda, tersusun radier, bertumpukan membentuk lapisan
sel yang tebal. Hepatosit berbentuk poligonal berukuran sekitar
20-35 μm dengan membran sel yang jelas (Leeson dkk, 1996).
Nukleusnya berbentuk bulat, berada di tengah, mengandung satu atau
lebih nukleoli serta terdapat bercak-bercak kromatin. Hepatosit
mempunyai fungsi paling utama dari stuktur lobulus hati, yaitu
absorbsi nutrisi, metabolisme nutrisi, dan tempat penyimpanan nutrisi,
produksi dan sekresi protein plasma dan hormon, serta pembentukan
dan sekresi empedu.

(A) (B)
Gambar 1. Sel Hati Normal Perbesaran 100 x (A); Perbesaran 400 x (B)

2. Biji Buah Jamblang (Syzygium cumini)


a. Sinonim
Myrtus cumini L. (1753), Eugenia jambolana Lamk (1789),
Syzygium jambolanum (Lamk) DC (1828), Eugenia cumini (L.) Druce
(1914) (IPTEKnet, 2010).
b. Nama lain
Di beberapa negara sebutan untuk Syzygium cumini berbeda-
beda. Di Cina, jamblang disebut disebut hainan pu tao, wu kou guo, zi
pu tao. Penduduk Negara India disebut java plum, black plum,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

jambolan. Di Indonesia jamblang mempunyai sebutan yang berbeda


untuk beberapa daerah, di antaranya jambe kleng (Aceh),jamblang
(Sunda), juwet, duwet manting (Jawa), dhalas, dhuwak (Madura),
juwet, jujutan (Bali), klayu (Sasak), duwe (Bima), jambulan (Flores),
jamlang, duwet (Melayu) (IPTEKnet, 2010).
c. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium cumini
(USDA, 2011)
4) Deskripsi

(A) (B)
Gambar 2. Tanaman Jamblang (A); Buah Jamblang (B)
Jamblang biasa ditanam di pekarangan atau tumbuh liar,
terutama di hutan jati. Jamblang tumbuh di dataran rendah sampai
ketinggian 500 m di atas permukaan laut. Pohon dengan tinggi
10 - 20 m ini berbatang tebal, tumbuhnya bengkok, dan bercabang
banyak. Daun tunggal, tebal, tangkai daun 1 - 3,5 cm. Helaian daun
lebar bulat memanjang atau bulat telur terbalik, pangkal lebar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

berbentuk baji, tepi rata, pertulangan menyirip, permukaan atas


mengilap, panjang 7-16 cm, lebar 5-9 cm, warnanya hijau. Bunga
majemuk dengan cabang yang berjauhan, bunga duduk, tumbuh di
ketiak daun dan di ujung percabangan (Jadhav dkk, 2009).
Buahnya berbentuk lonjong, panjang 2-3 cm, masih muda
hijau, setelah masak warnanya merah tua keunguan. Setiap buah
berbiji satu, bentuk lonjong, keras, warnanya putih. Berakar tunggang,
bercabang-cabang, berwarna cokelat muda (Dalimartha, 2003).
Biasanya, buah jamblang yang masak rasanya segar, agak asam dan
sepat.
5) Kandungan Kimia dan Efek Farmakologi
Biji jamblang (Syzygium cumini) mengandung minyak
berwarna kuning pucat, lemak, resin, albumin, klorofil, alkaloid-
jambosine, tannin (3,6-hexahydroxydiphenoylglucose dan isomernya,
4,6-hexahydroxydiphenoylglucose), 1-galloylglucose,3-galloylglucose,
asam elagat, β-sitosterol, corilagin, ellagitannins, asam kafein,
isoquercetin, guaiacol, quercetin, gallic-acid, asam ferulat, dan
resorcinol dimethyl ether (Modi dkk, 2010).
Pada penelitian Modi dkk (2010), hasil untuk preliminary
phytochemical screening untuk biji jamblang dengan menggunakan
pengekstraksi alkohol 95%, ditunjukkan pada Tabel 2.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

Tabel 2. Preliminary Phytochemical Screening Biji Buah Jamblang


Kandungan Kimia Keterangan
Berbagai macam jenis asam -
Aleurone grains -
Alkaloid +
Protein & asam amino +
Karbohidrat -
Flavonoid ++
Fenol ++
Glikosida +
Saponin +
Tannin ++
Steroid +
Triterpenoids +
Minyak dan lemak -
(+) = ada; (++) = jumlah lebih banyak; (-) = tidak ada
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Liu (2003)
Akindele dan Adeyemi (2007) kandungan kimia seperti saponin,
triterpenoids, flavonoid, tannin, steroid dan alkaloid yang mempunyai
efek antiinflamasi. Kandungan kimia tersebut terdapat dalam biji
jamblang memungkinkan pada beberapa penyakit kronik. Saponin
mempunyai pengaruh pada hipokolesterolemia dan aktivitas
antidiabetes (Rupasinghe dkk, 2003).

3. Isoniazid
Isoniazid (INH) adalah obat antituberkulosis yang digunakan
sebagai lini pertama pengobatan dan pencegahan. Isoniazid dipakai
sebagai terapi tunggal untuk profilaksis pada pasien dengan tes Mantoux
positif tetapi hasil foto rontgen menunjukkan hasil normal. Isoniazid biasa
diberikan secara kombinasi dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lainnya
seperti rifampisin, etambutol, pirazinamid, streptomisin.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

Konsumsi OAT dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan


kerusakan hati. Salah satu efek samping dari INH yaitu dapat
menyebabkan hepatitis akut. Gambaran klinis yang tampak dari 1% pasien
yang mendapat INH adalah kehilangan nafsu makan, mual, muntah, dan
ikterus (Karthikeyan, 2004; Mahadevan, 2007).

4. Mekanisme Kerusakan Hati Akibat Isoniazid


Terdapat dua mekanisme kerusakan hati oleh obat, yaitu intrinsik
dan idiosinkratik. Mekanisme dari kerusakan sel hati yang disebabkan oleh
INH termasuk mekanisme idiosinkratik (Ramachandran dan Kakar, 2008;
Russmann dkk, 2009). Mekanisme idiosinkratik ini belum dapat dipastikan
kerjanya. Reaksi metabolik yang terjadi sebagian besar tidak dipengaruhi
oleh dosis pemberian dan bisa mengakibatkan kerusakan hepatoseluler
dan/atau kolestasis. Metabolisme reaksi idiosinkratik kemungkinan
berkaitan secara genetik atau terkait dengan variasi dari biotransformasi
obat, dengan dihasilkannya metabolit yang bersifat hepatotoksik yang
membutuhkan waktu lama pada proses detoksifikasi di hati (Chitturi dan
Farrell, 2002).
INH dimetabolisme oleh N-Acetyltransferase (NAT2) dan
Sitokrom P-450 2E1 (CYP2E1). Penelitian Huang dkk (2003) dan
Vuilleumier dkk (2006) mengenai gen manusia menunjukkan CYP2E1
terkait dengan kerusakan hati akibat OAT. Sebagian kecil dari INH secara
langsung dihidrolisis menjadi asam isonikotinat dan MAH (Tostmann
dkk,2008). Sebagian besar INH diasetilasi oleh NAT2 menjadi asetil-INH,
kemudian di hidrolisis menjadi asetilhidrazin dan asam isonikotinat (Huang
dkk, 2002; Huang dkk, 2003). Selanjutnya asetilhidrazin melalui proses
asetilasi oleh CYP2E1 menghasilkan diasetilhidrazin yang bersifat non
toksik, selain proses asetilasi asetilhidrazin juga dioksidasi oleh CYP2E1
menghasilkan derivat hepatotoksik yaitu monoasetilhidrazin (MAH)
(Maddrey, 2005; Saukkonen dkk, 2006).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

Isoniazid
Asetilasi
Oleh
NAT2
Sitokrom
P450
Asetil-isoniazid

Hidrolisis Asam Isonikotinat Hidrolisis


(nontoksik)

Asetilasi
Asetilhidrazin Hidrazin
Asetilasi
Hidrolisis
Oleh
NAT2

Diasetilhidrazin Isonicotynil glycine

Oksidasi Oksidasi
CYP 2E1 CYP 2E1
Hepatotoksin

Gambar 3. Metabolisme Isoniazid


Sumber: Story dan Nelson, 2000; Maddrey, 2005; Tostmann dkk, 2007
Sudah disebutkan sebelumnya bahwa secara genetik CYP2E1
terkait dengan kerusakan hati akibat OAT. Genotip CYP2E1 c1/c1
berhubungan dengan peningkatan aktivitas CYP2E1 yang menyebabkan
peningkatan produksi hepatotoksin, dalam hal ini MAH. Isoniazid
menghambat aktivitas CYP1A2, 2A6, 2C19 dan 3A4 (Desta dkk, 2001;
Wen dkk, 2002). Genotip CYP1A2 diduga terlibat dalam proses
detoksifikasi MAH (Jenner dan Timbrell, 1995).
Pengaruh stres oksidatif yang terkait pada kerusakan hati yang
disebabkan OAT masih menjadi hal yang diperdebatkan. Stres oksidatif
diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara oksidan (radikal bebas) dan
antioksidan, dalam hal ini oksidan lebih tinggi. Penurunan konsentrasi
glutation dan penurunan aktivitas glutation-S transferase, katalase dan
superoksida setelah pemberian INH pada tikus mengindikasikan bahwa
stres oksidatif terlibat dalam proses kerusakan hati (Sodhi dkk, 1997;
Chowdhary dkk, 2001). Penelitian pada hewan percobaan tikus yang
dilakukan Attri dkk (2001) menunjukkan bahwa free radical scavenger

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

glutation-related thiols, antioksidan glutation peroksidase dan katalase


dihambat oleh INH, walaupun aktivitas glutation reduktase meningkat.
Penelitian in vitro oleh Nicod dkk (1997) menunjukan bahwa eliminasi
glutation tidak mempengaruhi toksisitas INH, maka disimpulkan bahwa
glutation tidak secara langsung terlibat dalam efek toksisitas INH.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa metabolit reaktif
MAH mungkin beracun pada jaringan melalui mekanisme radikal bebas.
Radikal bebas merupakan spesies kimiawi dengan satu elektron bebas tak
berpasangan di orbital terbesar. Adanya elektron tak berpasangan
menyebabkan radikal bebas secara kimiawi sangat tidak stabil dan mudah
bereaksi dengan zat kimia anorganik (Cotran dkk, 2010). Sifat reaktif ini
menimbulkan perubahan kimiawi dan merusak berbagai komponen sel
hidup seperti protein, lipid, karbohidrat, maupun nukleotida (Subroto,
2005). Tiga reaksi yang paling relevan dengan jejas sel yang diperantarai
radikal bebas adalah peroksidasi lipid membrane, fragmentasi DNA, dan
ikatan silang protein (Cotran dkk, 2010).
Radikal bebas berperan sebagai stimulator peroksidasi lipid
(Georgieva dkk, 2004). Peroksidasi lipid merupakan reaksi penanda
oksidasi dari asam lemak tak jenuh ke bentuk hidroperoksidasi lipid
(Hodgson dan Levi, 2004). Peroksidasi lipid ini dapat menyebabkan
kerusakan membran, inaktivasi enzim, peningkatan permeabilitas kapiler,
meningkatnya agregasi trombosit, tautan silang protein, penurunan sintesis
DNA, dan penurunan aktivitas enzim (Lu, 1995).
Membran sel hampir seluruhnya terdiri dari protein dan lipid.
Struktur dasarnya berupa lipid bilayer dan di antara lapisan lipid bilayer
tersebut terdapat molekul besar protein globular. Sedangkan struktur dasar
lipid bilayer sendiri terdiri atas molekul-molekul fosfolipid (Guyton dan
Hall, 1997). Molekul fosfolipid ini mengandung asam lemak tidak jenuh
yang mempunyai ikatan rangkap antara beberapa atom karbon
(Suryohudoyo, 1993). Ikatan ini mudah diserang oleh radikal bebas yang

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

berasal dari oksigen sehingga terbentuk senyawa peroksida lipid yang


dapat merusak membran sel (Cotran dkk, 2010).
Kerusakan membran sel menyebabkan membran sel menjadi lebih
permeabel terhadap beberapa substansi dan memungkinkan substansi
tersebut melewati membran secara bebas. Jika substansi tersebut adalah
radikal bebas, maka akan menyebabkan membran sel menjadi semakin
rusak (Cotran dkk, 2010). Perubahan permeabilitas membran yang
disebabkan peroksida lipid juga mengakibatkan pengaturan ion, nutrisi sel,
dan volume intra-ekstrasel menjadi terganggu. Peroksida lipid juga
menekan pompa Ca2+ mikrosom hati sehingga terjadi gangguan
homeostasis sel hati. Peningkatan Ca2+ intrasel akan mengaktivasi
fosfolipase (mencetuskan kerusakan membran), protease
(mengkatabolisasi protein membran dan struktural), ATPase
(mempercepat deplesi ATP) dan endonuklease (memecah material
genetik). Semua keadaan tersebut akan merusak sel hati.
Hati yang rusak akan mengalami regenerasi walaupun sel-selnya
diperbaharui secara lambat. Junqueira dan Carneiro (2007) menyebutkan
pada percobaan dengan hewan tikus, hati dapat memperbaiki
kerusakannya sampai 75% berat total hati hanya dalam waktu satu bulan.
Keberhasilan regenerasi sangat tergantung pada keutuhan kerangka dasar
jaringan. Pada hati yang cedera, jika kerangka retikulum masih utuh akan
terjadi regenerasi sel hati yang teratur dan struktur lobuli kembali normal
serta fungsinya akan pulih kembali (Cotran dkk, 2010).
Pada reaksi hipersentivitas, MAH yang dihasilkan oleh INH
mungkin bebas atau berikatan dengan protein hati, membentuk
"neoantigen". Antibody-dependent cytotoxic, T-cell, dan hipersentivitas
eosinofil mungkin terjadi, kemudian melepaskan tumor necrosis factor
alfa (TNF-α), interleukin (IL)-12, dan interferon gamma (IFN-γ) yang
menginduksi kematian sel terprogram (apoptosis). Apoptosis ini akan
dilawan oleh IL-4, IL-10, IL-13, dan monocyte chemotactic protein-1
sehingga terjadi keseimbangan (Kaplowitz, 2002). Namun jika terjadi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

ketidakseimbangan maka akan terjadi kerusakan hepatoseluler yang


mempunyai kemampuan untuk memulai reaksi imunologi. Kerusakan sel
hati dapat menstimulasi aktivasi sel-sel lain, khususnya sel Kupffer dan
natural killer (NK) cell yang terkait dengan sistem imun bawaan. Sel-sel
tersebut berperan pada proses kerusakan hati dengan memproduksi
mediator proinflamasi dan mensekresi kemokin untuk menarik lebih
banyak sel-sel inflamasi datang ke hati. Menurut penelitian Blazka dkk,
(1996) dan Ishida (2002) selama proses kerusakan hati diproduksi berbagai
sitokin proinflamasi, seperti TNF-α, IFN-γ dan IL-1β, yang meningkatkan
kerusakan jaringan. Penelitian lain yang dilakukan Bourdi dkk (2002) dan
Masubuchi dkk (2003) mengungkapkan sistem imun bawaan juga
merangsang pengaktifan sitokin-sitokin yang berperan sebagai
hepatoprotektor seperti IL-10, IL-6, dan postaglandin.

5. Nekrosis
Ketika suatu sel tidak dapat kembali normal lagi atau tidak dapat
beregenerasi lagi setelah mendapat jejas berulang kali dengan durasi yang
panjang maka sel tersebut akan mengalami kematian (nekrosis) (Cotran
dkk, 2010). Apabila kerusakan hati terjadi berulang-ulang dan terus-
menerus maka akan terjadi nekrosis yang masif dari sel hati atau destruksi
unsur-unsur stromanya, sehingga terbentuk banyak jaringan ikat.
Kelebihan jaringan ikat ini mengakibatkan rusaknya struktur hati yang
disebut sirosis (Cotran dkk, 2010).
Kerusakan hepatoseluler akut dapat menimbulkan nekrosis pada
satu atau banyak hepatosit (nekrosis berkelanjutan). Pada beberapa kasus,
nekrosis berkelanjutan dapat didiagnosis berdasarkan zona yang terkena.
Zona III khas untuk asetaminofen, halotan, karbon tetraklorida, dan INH.
Hal ini berkaitan dengan mekanisme kerusakan hati yang disebabkan
sitokrom P-450 yang banyak terdapat pada zona III. Nekrosis pada zona I
dan II jarang terjadi. Kokain dan ferro-sulfat berefek nekrosis pada zona I,

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

sedangkan beryllium berefek pada nekrosis zona II. Jika nekrosis ini
meluas maka dapat menyebabkan kegagalan hati akut.
Secara mikroskopis jaringan nekrosis seluruhnya berwarna
kemerahan dan tidak menyerap zat warna hematoksilin, sehingga sering
terlihat pucat. Pada nekrosis kerusakan banyak terjadi pada inti. Menurut
Price dan Wilson (2006) perubahan pada inti di antaranya adalah:
a. hilangnya gambaran kromatin
b. inti menjadi keriput, tidak vaskuler
c. inti tampak lebih padat, warna gelap hitam (piknosis)
d. inti terbagi-bagi atas fragmen-fragmen, robek (karioreksiss)
e. inti tidak lagi menyerap zat warna, karena itu pucat dan tidak nyata
(kariolisis).
Petunjuk paling positif bahwa sel telah mengalami nekrosis
diperoleh dari gambaran intinya, walaupun pada umumnya perubahan-
perubahan lisis tersebut dapat terjadi pada semua bagian sel (Price dan
Wilson, 2006).

6. Apoptosis
Kematian sel yang terprogram atau apoptosis merupakan suatu
komponen yang normal pada perkembangan dan pemeliharaan kesehatan
pada organisme multiseluler. Cotran dkk (2010) menjelaskan bahwa
apoptosis terjadi sebagai proses fisiologis, namun kemunculannya pada
proses patologis juga dipertimbangkan. Proses apoptosis diperlukaan
untuk mempertahankan homeostasis dimana kecepatan mitosis pada
jaringan seimbang dengan kematian sel. Apoptosis juga diperlukan untuk
terminasi sel yang mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki,
infeksi virus dan keadaan yang mengakibatkan stress pada sel. Selain, itu
apoptosis dapat terjadi misalnya pada pelepasan sel endometrium selama
siklus menstruasi. Regresi payudara setelah masa menyusui dan atresia
folikel ovarium pada menopause.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

Proses apoptosis dibagi menjadi fase inisiasi dan fase eksekusi


(Cotran dkk, 2010). Fase inisiasi dapat dipicu oleh sinyal dari jalur
ekstrisik maupun jalur intrinsik. Jalur ekstrinsik terinisiasi oleh reseptor
kematian sel (Wallach dkk, 1999). Mekanisme apoptosis melalui jalur
ekstrinsik masih diperdebatkan dan belum jelas. Sedangkan jalur intrinsik
atau disebut juga jalur mitokondria terjadi akibat peningkatan
permeabilitas mitokondria dan pelepasan molekul pro-apoptosis ke dalam
sitoplasma, tanpa pengaruh dari reseptor kematian sel.

7. Mekanisme Biji Buah Jamblang sebagai Hepatoprotektor terhadap


Isoniazid
Seperti yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa
kemungkinan terjadinya kerusakan hati disebabkan oleh stress oksidatif.
Stres oksidatif pada sel atau jaringan sinusoid mengacu pada peningkatan
Reactive Oxygen Species (ROS) dan penurunan sistem pertahanan
antioksidan yang menyebabkan ketidakseimbangan oksidan (radikal
bebas) dan antioksidan (Devipriya dkk, 2007).
Zat yang digunakan sebagai penangkal radikal bebas dikenal
sebagai antioksidan. Dalam ruang lingkup kimia istilah antioksidan
merupakan senyawa pemberi elektron (electron donors). Sedangkan dalam
ruang lingkup biologis istilah antioksidan berarti senyawa-senyawa yang
dapat meredam dampak negatif oksidan, termasuk dalam penghambatan
dan penghentian kerusakan oksidatif terhadap suatu molekul target
(Setiawan dan Suhartono, 2005). Antioksidan bermanfaat untuk
mengurangi kerusakan asam deoksiribonukleat dan menurunkan
peroksidasi lipid (Agustina dan Ahmad, 2003).
Berdasarkan fungsi spesifiknya antioksidan dibagi menjadi 3
kelompok besar, yaitu antioksidan primer, sekunder, dan tersier.
Antioksidan primer adalah golongan antioksidan yang berfungsi untuk
mencegah pembentukan radikal bebas. Antioksidan sekunder adalah
golongan antioksidan yang berfungsi menangkap radikal bebas dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

menghentikan pembentukan radikal bebas. Antioksidan tersier adalah


golongan antioksidan yang berfungsi memperbaiki jaringan tubuh yang
rusak oleh radikal bebas.
Kandungan kimia biji jamblang yang diduga dapat berperan dalam
pencegahan maupun penghambatan radikal bebas adalah asam elagat,
tannin, ellagitannin, quercetin, isoquercetin, caffeic acid, dan guaicol.
Pada penelitian, asam elagat (EA) terbukti dapat menurunkan
aktivitas enzim alkaline phosphatase (ALP) dan γ-glutamyl transferase
(GGT) pada tikus Wistar yang diinduksi alkohol. Hal ini dapat
dihubungkan dengan kemampuan antioksidan dari EA. Asam Elagat
menjadi senyawa fenol dan sebagai antioksidan, menguraikan radikal
bebas, dan menurunkan pembentukan Reactive Oxygen Species (ROS).
Asam Elagat juga dilaporkan dapat menurunkan enzim penanda fungsi
hepar pada induksi toksisitas dengan CCl4 (Devipriya dkk, 2007). Asam
elagat, gallic acid, dan corilagin secara in vitro menghambat tyrosinase,
xanthin oxidase, dan juga menghambat pembentukan radikal superoksida
(Han dkk, 2007).
Berdasarkan karakteristik struktural, tannin dibagi lagi menjadi dua
kelompok, yaitu gallotannin dan ellagitannin dari tannin yang dapat
terhidrolisis (Han dkk, 2007). Bahan makanan yang kaya akan ellagitannin
secara umum menunjukkan aktivitas penguraian radikal bebas yang tinggi
(Quideau, 2009). Flavonoid dan tannin merupakan antioksidan primer
maupun sekunder yang dapat mencegah terjadinya proses oksidasi lebih
lanjut dapat menghambat terbentuknya radikal peroksida pada tahap
propagasi (Subroto, 2005).
Quercetin dapat meningkatkan aktivitas beberapa enzim
antioksidan seperti glutation peroksidase (GPx), superoksida dismutase
(SOD), katalase (CAT), atau glutation reduktase (Han dkk, 2007).
Quercetin menghambat peroksidasi lipid melalui blokade enzim xanthine
oxidase, mengikat zat besi, dan secara langsung menguraikan radikal
hidroksil, peroksi, dan superoksida. Secara in vivo, glikosida quercetin
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

seperti isoquercetin mempunyai efek terapeutik sama seperti quercetin,


namun bioavailabilitasnya lebih baik (Appleton, 2010).
Efek antioksidan caffeic acid dan derivatnya termasuk dalam tiga
aspek, yaitu (1) anti-peroksidasi lipid; (2) pengurai radikal bebas; dan (3)
antioksidasi dari low density lipoprotein (Jiang dkk, 2005). Ferulic Acid
(FA) dapat menguraikan anion radikal superoksida dan menghambat
peroksidasi lipid. FA diketahui mempunyai efek hepatoprotektif pada
hewan coba yang diinduksi dengan karbon tetraklorida (Srinivasan dkk,
2007). Guaiacol adalah pengurai radikal oksigen reaktif yang kuat, bekerja
dengan cara menghambat penurunan hidroksil (Mimura dkk, 2005).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

B. Kerangka Pemikiran
Isoniazid

sitokrom P450
Mono Asetilhidrazin hidrazin
(MAH) Ekstrak biji
buah jamblang

ellagic acid
Radikal Bebas
ellagitannin
GPx
CAT caffeic acid

mediator Guaiacol
hepatotoksik
(TNF-α, IL-1, quercetin,
IFN-γ) isoquercetin

kerentanan membran
hepatosit

Merusak membran
sel dan mengganggu : mengandung
pompa Ca2+
: memacu
faktor lain penyebab
nekrosis : : menghambat
Nekrosis
hepatoseluler jamur, bakteri, virus,
malnutrisi, reaksi
hipersensitif

Gambar 4. Skema Kerangka Pemikiran

C. Hipotesis
Terdapat pengaruh pemberian ekstrak biji buah jamblang (Syzygium
cumini) terhadap penurunan jumlah sel hati yang mengalami nekrosis dan
apotosis pada tikus (Rattus norvegicus) dengan induksi INH, dimana semakin
tinggi dosis ekstrak biji jamblang,semakin rendah jumlah sel hati nekrosis dan
apoptosis.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dimana hampir semua
variabel luar dikendalikan oleh peneliti sehingga efek manipulasi sepenuhnya
dapat dipelajari (Brotowidjojo, 1991), dengan post test only control groups
design.

B. Lokasi penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokimia dan Histologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah tikus putih (Rattus norvegicus) strain Wistar
jantan dengan berat badan + 200gram, dan berumur 2-3 bulan. Tikus putih
diperoleh dari bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret. Besar sampel tiap kelompok perlakuan ditentukan menggunakan rumus
Federer (Smith dan Mangkoewidjojo, 1998), yaitu:

(k-1) (n-1) > 15


Keterangan:
k : jumlah kelompok
n : jumlah sampel dalam tiap kelompok
Dalam penelitian ini, subjek dibagi menjadi 5 kelompok sehingga
berdasarkan rumus Federer didapatkan jumlah subjek masing-masing
kelompok sebagai berikut:
(k-1) (n-1) > 15
(5-1) (n-1) > 15
4 (n-1) > 15
(n-1) > 3,75
n > 4,75  n > 5
commit to user

21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

Tiap kelompok dalam penelitian ini terdiri dari 6 ekor tikus (Rattus
norvegicus). Jadi besar sampel total adalah 30 ekor tikus.

D. Teknik Sampling
Purposive sampling adalah pengambilan sampel dari populasi
dilakukan secara sengaja sesuai persyaratan sampel yang diperlukan (Mustafa,
2000). Pada purposive sampling, ciri-ciri dan jumlah sampel yang diambil
ditetapkan atau ditentukan dahulu (Hadi, 2006).
Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling, dengan
kriteria pemilihan subjek berdasarkan ciri-ciri yang telah diketahui
sebelumnya. Hewan coba dibagi menjadi 5 kelompok, setiap kelompok terdiri
dari 6 ekor tikus yang dipilih secara randomisasi.
Kelompok 1 sebagai kelompok kontrol negatif (K[-]), kelompok 2
sebagai kelompok kontrol positif (K[+]), kelompok 3 sebagai kontrol
perlakuan dosis 1 (P1), kelompok 4 sebagai kelompok perlakuan dosis 2 (P2),
dan kelompok 5 sebagai kelompok perlakuan dosis 3 (P3).

E. Ekstrak Biji Buah Jamblang


Buang jamblang yang digunakan harus dalam keadaan masak, dengan
warna ungu kehitaman di bagian luar (Dalimartha, 2003). Biji diambil
kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari.
Biji buah jamblang kering didapat dari toko herbal di Pasar Gede,
Surakarta. Ekstrak diperoleh biji buah jamblang yang dikeringkan, dihaluskan,
dan kemudian diekstraksi dengan cairan etanol. Ekstraksi dilakukan dengan
metode perkolasi. Ekstrak biji jamblang dibuat di LPPT Universitas Gajah
Mada, Yogyakarta. Hasil ekstraksi kemudian dilarutkan dengan aquadest
ditambah carboxymethyl cellulose (CMC) 0,5% dan dimasukkan ke dalam
botol kaca yang disimpan dalam lemari pendingin.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

F. Rancangan Penelitian

K[-] OK[-]

K[+] OK[+]

P1 OP1 Analisa statistik


S
P2 OP2

P3 OP3

Gambar 5. Skema Rancangan Penelitian

Keterangan :
S = Jumlah Sampel
K[-] = Kontrol negatif (aquades)
K[+] = Kontrol positif (INH 40 mg pada hari ke-12-25)
P1 = Tikus diberi ekstrak biji jamblang 100 mg/kg BB pada hari ke-
8-25 + INH 40 mg pada hari ke-12-25
P2 = Tikus diberi ekstrak biji jamblang 200 mg/kg BB pada hari ke-
8-25 + INH 40 mg pada hari ke-12-25
P3 = Tikus diberi ekstrak biji jamblang 400 mg/kg BB pada hari ke-
8-25 + INH 40 mg pada hari ke-12-25
OK[-] = Hasil pengamatan mikroskopis derajat kerusakan sel hati
Kelompok I
OK[+] = Hasil pengamatan mikroskopis derajat kerusakan sel hati
Kelompok II
OP1 = Hasil pengamatan mikroskopis derajat kerusakan sel hati
Kelompok III
OP2 = Hasil pengamatan mikroskopis derajat kerusakan sel hati
Kelompok IV
OP3 = Hasil pengamatan mikroskopis derajat kerusakan sel hati
Kelompok V

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

G. Identifikasi Variabel Penelitian


1. Variabel Bebas : dosis ekstrak biji jamblang (Syzygium cumini)
Skala variabel : skala ordinal
2. Variabel Terikat : jumlah sel hati nekrosis dan apoptosis
Skala variabel : skala rasio
3. Variabel luar
a. Dapat dikendalikan : genetik, berat badan, makanan, umur, jenis
kelamin.
b. Tidak dapat dikendalikan : psikologis, hipersensitifitas, daya
regenerasi sel hati, imunitas

H. Definisi Operasional Variabel Penelitian


1. Variabel Bebas: Ekstrak Biji Buah Jamblang
Ekstrak biji buah jamblang adalah ekstrak yang dibuat dari biji
buah jamblang yang dikeringkan, dihaluskan, dan kemudian
diekstraksi dengan cairan etanol 70% dengan metode perkolasi.
Ekstrak biji buah jamblang dibuat di LPPT Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
Ekstrak biji buah jamblang diberikan secara peroral dengan
metode sonde lambung dalam dosis 3 dosis berbeda untuk 3 kelompok
yang berbeda selama 18 hari berturut-turut.
Dosis untuk kelompok P1: 100 mg/kg BB/hari
Dosis untuk kelompok P2: 200 mg/kg BB/hari
Dosis untuk kelompok P3: 400 mg/kg BB/hari
2. Variabel Terikat: Jumlah sel hati nekrosis dan apoptosis
Jumlah sel hati nekrosis dan apoptosis adalah jumlah sel hati
rusak yang diakibatkan jejas toksik isoniazid pada 100 sel disekitar
arteri centralis. identifikasi sel nekrosis pada penelitian dievaluasi dari
mikroskop cahaya perbesaran 1000 x menunjukkan sel hati dengan
gambaran sitoplasma sel yang membengkak dan inti sebagai berikut:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

a. Piknosis
inti keriput (mengecil), bertambah basofil, berwarna gelap
(hiperkromasi), batasnya tidak teratur.
b. Karioreksis
Inti mengalami fragmentasi atau hancur dengan meninggalkan
pecahan-pecahan zat kromatin yang tersebar di dalam sel
c. Kariolisis
Kromatin basofil menjadi pucat, inti sel kehilangan kemampuan
untuk diwarnai dan menghilang
Sel apoptosis adalah sel hati yang secara histologis dapat
dievaluasi dari mikroskop cahaya perbesaran 1000x menunjukkan sel
hati dengan gambaransel yang mengerut dan lebih bulat,sitoplasma
tampak lebih padat dan inti sel yang terkondensasi (piknosis).
Daerah yang akan diamati adalah daerah zona III lobulus hati,
yaitu merupakan daerah yang diduga sel-selnya akan rusak apabila
diberi INH.
3. Variabel luar
a. Variabel luar yang dapat dikendalikan.
1. Variasi genetik
Faktor genetik yang dimaksud pada penelitian ini
adalah faktor genetik tikus putih (Rattus norvegicus). Untuk
meminimalkan pengaruh faktor genetik, digunakan tikus putih
dari galur Wistar yang dibagi ke dalam kelompok-kelompok
perlakuan menggunakan teknik randomisasi (Sihombing dan
Raflizar, 2010). Dipakai tikus karena dibandingkan dengan
mencit struktur anatomis esophagus tikus lebih tahan untuk
dilakukan pemberian bahan oral secara sonde lambung, tikus
tidak begitu fotofobik, dan aktifitasnya tidak terganggu oleh
manusia.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

2. Jenis Kelamin, umur


Tikus yang dipakai pada penelitian ini adalah tikus
jantan yang berumur ±3 bulan. Tikus jantan lebih stabil
dibandingkan tikus betina yang sering dipengaruhi secara
hormonal (Smith dan Mangkoewidjojo, 1998).
Umur tikus dianggap dewasa dan matang secara fisik
maupun hormonal sekitar 2-3 bulan, dengan rentang umur
antara 40-60 hari. Tikus jantan mengalami maturasi pada umur
sekitar 45 hari (Suckow dkk, 2006).
3. Berat badan
Makan standar berupa pelet sesuai komposisi
(Lampiran 4) diberikan pada tikus 2 kali sehari, setiap pagi dan
sore hari. Makan ditempatkan pada wadah, sehingga tikus
dibiarkan makan pelet sesuai keinginan (ad libitum). Pelet
disediakan disetiap kandang percobaan sebesar 30 mg per hari.
4. Makanan
Kemungkinan terjadi peningkatan berat badan tidak
murni akibat perlakuan sangat mungkin terjadi apabila berat
badan tikus (Rattus norvegicus) tidak dikendalikan. Tikus yang
digunakan uuntuk penelitian ini memiliki berat badan 200g
dengan toleransi 20% (150-220g) (Manokaran dkk, 2008).
b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan
1. Suhu udara
Tikus ditempatkan dalam ruang bersuhu kamar, namun
tidak terdapat alat khusus untuk mengatur suhu dalam ruangan.
Suhu udara dalam laboratorium penelitian berkisar antara 20-
25°C (Smith dan Mangkoewidjojo, 1998).
2. Kondisi psikologis tikus
Kondisi psikologis seperti stres tidak mungkin dihindari
pada tikus yang mendapat perlakuan. Stres dapat disebabkan
oleh perlakuan yang berulang dalam jangka waktu yang lama
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

dan juga banyaknya tikus lain dalam 1 kandang yang dapat


menimbulkan perkelahian. Pengaruh stres ini dicoba
dikendalikan dengan waktu adaptasi, makanan dan minum
yang cukup, pencahayaan yang cukup (kandang tikus
didekatkan sedekat mungkin dengan jendela dari pukul 6.00
pagi sampai pukul 6.00 sore), serta ventilasi yang memadai.
3. Hipersensitifitas
Setiap individu mempunyai kepekaan terhadap suatu zat
yang berbeda. Hal ini menyebabkan reaksi hipersensitivitas
(tidak dapat diprediksi) yang dapat mempengaruhi
bioavaibilitas obat yaitu kecepatan obat yang diserap yang
dipengaruhi oleh motilitas usus. Maka digunakan hewan coba
dengan galur sama untuk meminimalkan perbedaan, walaupun
tidak menjamin bisa dikendalikan secara mutlak.
4. Daya regenerasi sel hati dan imunitas
Daya regenerasi sel hati dan sistem imun yang berkerja
pada tiap individu hewan coba bervariasi. Imunitas tergantung
pada zat perangsang (mediator) nyeri endogen penyebab
inflamasi dan zat inhibisi nyeri endogen yang dikeluarkan oleh
tubuh dalam proses inflamasi. Untuk meminimalkannya
digunakan hewan coba tikus yang berasal dari galur yang sama
(galur Wistar).

I. Instrumentasi Penelitian
1. Alat –alat yang digunakan
a. Kandang hewan percobaan
b. Timbangan digital dengan satuan miligram
c. Sonde lambung
d. Alat bedah hewan percobaan (scalpel, pinset, gunting, jarum, dan
meja lilin)
e. Bekker glass 250 cc
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

f. Mikroskop cahaya
g. Gelas objek dan deck glass
h. Hand scoen
i. Gelas ukur
j. Lampu spiritus
k. Mortir
2. Bahan –bahan yang digunakan
a. Tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar
b. Makanan hewan percobaan (pelet dan aquabides)
c. Ekstrak biji buah jamblang (Syzygium cumini)
d. Isoniazid 300 mg
e. Aquabides
f. Bahan pembuatan preparat histologis

J. Cara Kerja
1. Pembuatan dan Dosis Ekstrak Biji Buah Jamblang
Ekstrak biji jamblangdibuat dengan metode perkolasi.
Sebelumnya biji buah jamblang dikeringkan, dihaluskan, dan
kemudian diekstraksi dengan cairan etanol 70%. Ekstrak didapat
dalam bentuk pasta padat.
Pembuatan suspensi ekstrak biji buah jamblang dilakukan
dengan cara memasukkan pasta ke dalam bekker glas kemudian
ditimbang, setelah itu diencerkan dengan aquades dan ditambah
dengan suspention agent (CMC 0,5%). Larutan tersebut kemudian
dihomogenkan dengan pengaduk manual tanpa pemanasan sampai
terbentuk suspensi.
Berat badan tikus yang digunakan + 200g (150g - 220g),
maka dosis ekstrak biji jamblang yang akan diberikan pada tikus
adalah:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

a. 100mg/kg BB/hari
100mg ×200g
= 1000g
/hari

= 20 mg/tikus/hari
b. 200mg/kg BB/hari
200mg ×200g
= 1000g
/hari

= 40 mg/tikus/hari
c. 400mg/kg BB/hari
400mg ×200g
= /hari
1000g

= 80 mg/tikus/hari
Pemberian ekstrak biji buah jamblang dilakukan peroral
sehari sekali dengan dosis sesuai penelitian Sisodia dan Bhatnagar
(2009), 20 mg/tikus untuk kelompok P1, 40 mg/tikus untuk
kelompok P2, dan 80 mg/tikus untuk kelompok P3 tikus setiap hari
mulai dari hari ke-8 sampai hari ke-25.
2. Pembuatan dan Dosis Isoniazid
Isoniazid (INH) yang diberikan berasal dari apotek Kimia
Farma, Surakarta, dengan bentuk tablet 300 mg. Tablet obat isoniazid
yang didapat kemudian dihancurkan dengan mortir, setelah itu
diencerkan dengan aquades, dihomogenkan sampai didapatkan larutan
isoniazid.
Dosis toksik INH pada manusia adalah 30 mg/kg BB (Desai
dan Agarwal, 2004). Faktor konversi untuk manusia dengan berat
badan 70 kg pada tikus dengan berat badan 200 g adalah 0,018
(Lampiran 1).
a. Dosis pada manusia dengan berat badan 70 kg
30 mg x 70 kg = 2100mg/manusia
b. Konversi pada tikus dengan berat badan 200 g
2100 mg x 0,018 = 37,8mg/tikus. Pembulatan (40 mg/tikus)
Daya muat maksimal lambung tikus adalah 5ml (Lampiran 2)
dan sebagian lambung tikus telah terisi dengan makanan dan minuman,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30

sehingga INH yang diberikan pada mencit secara oral adalah 1ml.
maka pelarut (aquabides) yang dibutuhkan adalah :
40 mg 300 mg
=
1 ml n
300 mg ×1 ml
n =
40 mg

n = 7,5 ml

Maka tiap 1 tablet INH 300 mg dilarutkan dalam 7,5 ml


aquades sehingga didapatkan 40 mg INH dalam 1 ml larutan.
Pemberian INH pada kelompok K[+], P1, P2, dan P3 dilakukan pada
hari ke-12 sampai hari ke-25 (14 hari).
3. Persiapan Hewan Uji dan Tempat Penelitian
Kandang tikus disiapkan. Satu kandang berisi satu kelompok
yang terdiri dari enam ekor tikus. Sehingga terdapat 30 ekor tikus putih
(Rattus norvegicus)strain Wistar jantan berumur 2-3 bulandengan berat
badan + 200 gram (150 g – 220 g). Tikus diadaptasikan selama 7 hari
dengan lingkungan laboratorium tempat penelitian selama tujuh hari
dan diberi makanan standar ad libitum untuk tikus yaitu 30 mg pelet
per hari dan aquabides.
4. Penimbangan Berat Badan Tikus
Pada hari ketujuh dilakukan penimbangan berat badan dan penandaan
untuk menentukan dosis.
5. Perlakuan
Setelah penimbangan dan penentuan dosis selesai kemudian pada hari
ke delapan perlakuan terhadap hewan coba dimulai.
a. Kelompok kontrol negatif diberi aquabides 1 ml per oral per tikus.
b. Kelompok perlakuan 1 diberi ekstrak biji jamblang 20 mg/tikus
pada hari ke-8 sampai pada hari ke-25. Selain itu diberi INH pada
hari ke-12 sampai pada hari ke-25. Sehingga mulai hari ke-12
dalam satu hari tikus mendapatkan ekstrak biji jamblang dan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

INHsecara bersamaan, maka diberikan jeda yaitu ekstrak biji buah


jamblang diberikan 1 jam sebelum INH.
c. Kelompok perlakuan 2 diberi ekstrak biji jamblang 40 mg/tikus
pada hari ke-8 sampai pada hari ke-25. Selain itu diberi INH pada
hari ke-12 sampai pada hari ke-25. Mulai hari ke-12 pemberian
ekstrak biji buah jamblang dilakukan 1 jam sebelum INH.
d. Kelompok perlakuan 3 diberi ekstrak biji jamblang 80
mg/tikuspada hari ke-8 sampai pada hari ke-25. Selain itu diberi
INH pada hari ke-12 sampai pada hari ke-25. Mulai hari ke-12
pemberian ekstrak bijibuah jamblang dilakukan 1 jam sebelum
INH.
e. Kelompok kontrol positif diberi INH pada hari ke-12 sampai pada
hari ke-25.
f. Diluar jadwal perlakuan tikus diberikan makan pelet dan aquades
secara ad libitum
6. Pembuatan Preparat
Setelah 24 jam pada akhir pemaparan, yaitu hari ke-26 semua
hewan diterminasi dengan cara cervical dislocation. Jaringan hati
bagian kanan diambil untuk dibuat preparat histologi dengan metode
block paraffin. Pengirisan dilakukan pada bagian tengah dari hati lobus
kanan dengan ketebalan irisan 3-8 μm. Kemudian diamati dengan
mikroskop cahaya.
Telah disebutkan oleh Cormack (1994) bahwa prosedur
standar metode block paraffin sebagai berikut :
a. Contoh jaringan. Irisan jaringan dipotong dengan hati-hati,
memakai alat atau pisau untuk menghindari terjadinya distorsi
mikroskopik. Secepatnya dipotong langsung dimasukkan ke bahan
fiksasi.
b. Fiksasi. Bahan fiksasi mencegah terjadinya perubahan pasca
terminasi dan perubahan struktur lain dalam sel dan jaringan.
Selain itu juga dapat memadatkan jaringan lunak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32

c. Dehidrasi. Dikerjakan dengan alkohol dengan kadar meningkat


sampai mencapai alcohol absolut.
d. Penjernihan. Blok jaringan yang telah didehidrasi dengan alkohol
dilakukan melalui deretan xilol sampai seluruh alkoholnya diganti
dengan xilol, sebagai persiapan untuk pemendaman.
e. Pemendaman. Blok jaringan dilakukan melalui paraffin cair
(beberapa kali diganti) yang akan mengisi semua celah yang
semula diisi oleh air, dan mengeras bila didinginkan, maka blok ini
siap dipotong.
f. Pemotongan. Setelah kelebihan paraffin dibuang, maka dapat
dibuat irisan tipis dengan menggunakan alat pemotong khusus
yang disebut mikrotom. Irisan dilakukan pada bagian tengah dari
hati kanan dengan ketebalan irisan 3-8μm.
g. Pemulasan dan perampungan akhir. Sebagian besar pemulasan
menggunakan larutan dalam air, sehingga paraffin yang terdapat
dalam jaringan sajian harus diganti dengan air. Hal ini dapat
dilakukan dengan melekatkan irisan jaringan pada kaca objek dan
dilakukan melalui deretan xilol untuk menghilangkan paraffin,
dimulai dari alkohol absolut kemudian pindah ke dalam alkohol
dengan kadar menurun, sampai akhirnya ke dalam air.
7. Pengamatan
Tiap hewan percobaan dibuat tiga preparat. Dari masing-
masing preparat diambil satu preparat yang mempunyai kerusakan
paling berat pada zona III. Dalam penelitian ini menggunakan 6
hewan percobaan dalam tiap kelompoknya sehingga akan diperoleh 18
angka untuk tiap kelompok percobaan. Banyaknya sel hati yang
mengalami kerusakan dihitung dari tiap 100 sel yang ada di zona III.
Pengamatan jaringan hati dengan perbesaran 100 kali untuk
mengamati seluruh lapang pandang, kemudian ditentukan daerah yang
mengalami kerusakan terberat pada zona III. Dari daerah zona III ini
dengan perbesaran 1000 kali dilakukan penghitungan jumlah sel yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33

mengalami nekrosis dan apoptosis. Hasil yang didapat dari masing-


masing kelompok dibandingkan secara statistik.
Secara umum skema cara kerja penelitian sebagai berikut.

purposive sampling
30 ekor tikus putih strain Wistar,
umur 2-3 bulan, BB 200gram

randomisasi

Kelompok K+ Kelompok P1 Kelompok P2 Kelompok P3 Kelompok K-


6 ekor tikus 6 ekor tikus 6 ekor tikus 6 ekor tikus 6 ekor tikus

HARI KE 0-7 adaptasi

HARI KE 8-25 HARI KE 8-25 HARI KE 8-25 Terminasi hari


diberikan ekstrak diberikan ekstrak diberikan ekstrak ke-8, koleksi hepar
biji Jamblang biji Jamblang biji Jamblang Lihat gambaran
100mg/kg BB 200mg/kg BB 400mg/kg BB histologis hepar

HARI KE 12-25 diberikan INH 40mg/tikus

Terminasi hari ke-26, koleksi hepar


Lihat gambaran histologi hepar
Uji statistik ANOVA dan Post Hoc Test Least Significant Difference (LSD)

Gambar 6. Skema Cara Kerja

K. Analisis Data
Pertama-tama data yang diperoleh diuji normalitasnya
menggunakan uji Shapiro-Wilk karena besar sampel ≤ 50. Kemudian
dilakukan juga uji varianss menggunakan Levene’s test. Hipotesis diuji
menggunakan uji One-Way Anova (Analysis of Variance) untuk
mengetahui adanya perbedaan rerata pada kelima kelompok perlakuan,
dengan syarat distribusi data normal, dan varians data harus sama (p >
0,05) (Dahlan, 2006). Jika terdapat perbedaan bermakna maka dilanjutkan
dengan uji Posthoc dengan derajat kemaknaan α = 0,05 untuk mengetahui
apakah terdapat perbedaan rerata sel yang menglami nekrosis dan
apoptosis antar kelompok (Dahlan, 2006).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34

Jika syarat normalitas dan homogenitas data tidak terpenuhi, maka


digunakan uji non-parametrik yang sebanding yaitu uji Kruskal-Wallis.
Jika terdapat perbedaan signifikan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney.
Analisis statistik menggunakan program SPSS for Windows release 17.0
(Dahlan, 2006).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian
Setelah dilakukan penelitian mengenai pengaruh ekstrak biji buah
jamblang (Syzygium cumini) dalam mengurangi kerusakan sel hepar tikus
yang diinduksi isoniazid (INH), didapatkan hasil pengamatan pada masing-
masing kelompok.

Gambar 7. Fotomikrograf daerah central lobules hepar tikus dengan


pengecatan Hematoksilin Eosin, perbesaran 1000 x.
A. Kelompok kontrol negatif. B. Kelompok kontrol positif.
C. Kelompok perlakuan 1. D. Kelompok perlakuan 2.
E. Kelompok perlakuan 3. Tampak pada masing-masing
kelompok, a: inti sel hepar normal, b: inti sel hepar piknosis,
c: inti sel hepar karyoreksis, d: inti sel hepar karyolisis, e: inti sel
hepar apoptosis.

Data hasil penelitian berupa data jumlah inti sel hati yang mengalami
nekrosis dan apoptosis yang dihitung dari 100 sel di sekitar lobulus centralis
hepar dengan perbesaran 1000 kali.
commit to user

35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36

Rerata jumlah kerusakan sel hepar tikus yang diinduksi INH pada
masing-masing kelompok disajikan padaTabel 3.
Tabel 3. Rerata Skor Kerusakan Sel Hepar Tikus yang Diinduksi Isoniazid
pada Masing-Masing Kelompok
Simpang
Kelompok N Rerata
Baku
K[-] 6 15,78 6,26

K[+] 5 89,8 2,79

P1 5 68,6 1,69

P2 5 57,4 3,29

P3 6 70,11 1,71
(Data Primer, 2011)
Keterangan :
K[-] : Kelompok Kontrol Negatif (aquades)
K[+] : Kelompok Kontrol Positif (INH 40 mg/tikus)
P1 : Kelompok Perlakuan 1 (ekstrak biji jamblang 20mg/tikus + INH
40mg/tikus)
P2 : Kelompok Perlakuan 2 (ekstrak biji jamblang 40mg/tikus + INH
40mg/tikus)
P3 : Kelompok Perlakuan 3 (ekstrak biji jamblang 80mg/tikus + INH
40mg/tikus)
Hasil pengamatan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa rerata jumlah inti
nekrosis dan apoptosis terendah dijumpai pada kelompok kontrol negatif yaitu
sebesar 15,78, sedangkan rerata jumlah inti nekrosis dan apoptosis tertinggi
terdapat pada kelompok kontrol positif yang hanya diberi INH yaitu 89,80.
Sedangkan rerata jumlah inti nekrosis dan apoptosis pada kelompok perlakuan
1, 2, 3 yang diberi INH dan ekstrak biji buah jamblang dengan dosis
bertingkat (rendah-sedang-tinggi) lebih sedikit dibandingkan kelompok
kontrol positif. Pada Gambar 5 berikut ini terlihat penurunan rerata jumlah inti

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37

sel nekrosis dan apoptosis pada ketiga kelompok perlakuan dibandingkan


dengan kelompok kontrol positif.

Rerata sel nekrosis dan apoptosis


inti sel nekrosis dan apoptosis
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
K[-] K[+] P1 P2 P3
kelompok penelitian

Gambar 8. Diagram Perbandingan Kerusakan Sel Akibat Induksi Isoniazid


pada 5 Kelompok Penelitian

B. Analisis Hasil
Hasil yang diperoleh dari penelitian mula-mula diuji normalitas data
dengan menggunakan uji Saphiro Wilk untuk mengetahui apakah sebaran
data jumlah inti nekrosis dan apoptosis mempunyai distribusi normal. Hasil uji
Shapiro Wilk dirangkum dalam Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Nilai p Masing-Masing Kelompok dengan Uji ShapiroWilk

Kelompok penelitian N Nilai p

K[-] 6 0,18
K[+] 5 0,36
P1 5 0,61
P2 5 0,82
P3 6 0,35

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38

Karena semua kelompok mempunyai nilai p > 0,05, maka data jumlah inti
nekrosis dan apoptosis berdistribusi normal.
Selanjutnya pada uji Levene didapatkan nilai p = 0,42 (p > 0,05), yang
berarti varians antar kelima kelompok homogen. Karena syarat uji parametrik
terpenuhi yaitu data berdistribusi normal dan varians data homogen, maka
analisis data dilanjutkan dengan uji statistic One-Way Anova pada kelima
kelompok. Uji One-Way Anova dengan tingkat signifikansi 5% (α = 0,05)
dilakukan untuk membandingkan rerata jumlah inti sel nekrosis dan apoptosis
antara kelima kelompok penelitian.
Tabel 5. Perbedaan Rerata Jumlah Kerusakan Sel Hepar Tikus Kelima
Kelompok Perlakuan
Simpang
Kelompok N Rerata F P
Baku
K[-] (aquabides) 6 15,78 6,26 318,79 < 0,001
K[+] (TANPA ekstrak) 5 89,80 2,79
P1 (ekstrak dosis rendah) 5 68,60 1,69
P2 (ekstrak dosis sedang) 5 57,40 3,29
P3 (ekstrak dosis tinggi) 6 70,11 1,71

Pada uji One-Way Anova didapatkan nilai p< 0,001 yang artinya
paling tidak terdapat perbedaan rerata jumlah sel nekrosis dan apoptosis yang
bermakna di antara kelima kelompok.
Untuk mengetahui letak perbedaan rerata jumlah kerusakan inti sel
yang mengalami nekrosis dan apoptosis dari kelima kelompok tersebut
dilakukan uji Post Hoc dengan uji Bonferroni. Secara ringkas hasil uji
Bonferroni disajikan dalam Tabel 6 berikut ini.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39

Tabel 6. Ringkasan hasil Uji Bonferroni (α = 0,05)


Beda
Perbandingan Kelompok P Intepretasi
Rerata
K[-] K[+] -74,02 < 0,001 Signifikan
K[-] P1 -52,82 < 0,001 Signifikan
K[-] P2 -41,62 < 0,001 Signifikan
K[-] P3 -54,33 < 0,001 Signifikan
K[+] P1 21,2 < 0,001 Signifikan
K[+] P2 32,4 < 0,001 Signifikan
K[+] P3 19,69 < 0,001 Signifikan
P1 P2 11,2 0,001 Signifikan
P1 P3 -1,51 1 Tidak signifikan
P2 P3 -12,71 < 0,001 Signifikan

Hasil uji Bonferroni menunjukkan bahwa perbandingan antara semua


kelompok menunjukkan hasil yang signifikan (p < 0,001), kecuali pada
perbandingan kelompok P1 dengan P3 didapatkan nilai p = 1 (p > 0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa diantara dua kelompok tersebut tidak ada
perbedaan rerata jumlah inti nekrosis dan apoptosis yang signifikan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V
PEMBAHASAN

Pengamatan pada penelitian ini adalah pengaruh pemberian ektrak biji


buah jamblang terhadap penurunan jumlah sel hati yang mengalami nekrosis dan
apoptosis pada tikus yang dipapar dengan isoniazid (INH) sebagai agen
hepatotoksik. Hasil penelitian menunjukkan pada kelompok kontrol negatif,
kelompok kontrol positif, dan kelompok perlakuan memberikan gambaran sel hati
yang mengalami nekrosis dan apoptosis.
Gambaran nekrosis yang muncul pada kelompok kontrol negatif, yang
seharusnya memiliki gambaran histologis hati yang sehat dapat disebabkan oleh
agen-agen infeksius dari luar. Sedangkan gambaran nekrosis yang muncul pada
kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan merupakan trauma yang
ditimbulkan oleh metabolit reaktif hasil metabolism isoniazid. Menurut Junquira
dan Carneiro (2006), nekrosis adalah kematian sel yang merupakan proses
patologis, dapat disebabkan oleh mikroorganisme, virus bahan kimia, dan bahan-
bahan berbahaya lainnya sehingga selain ditemukan inti nekrosis, juga ditemukan
tanda-tanda peradangan.
Gambaran apoptosis yang muncul pada kelompok kontrol negatif
merupakan proses kematian secara fisiologis namun sel hati yang rusak tidak
sebanyak sel hati yang mengalami nekrosis. Istilah apoptosis mengacu pada
kerusakan sel radang tidak lebih dari 3% jumlah sel hati dalam satu lobus.
Sedangkan gambaran apoptosis yang muncul pada kelompok kontrol positif dan
perlakuan merupakan merupakan proses apoptosis yang menyertai proses nekrosis
yang diakibatkan oleh metabolit reaktif yang dihasilkan isoniazid. Pada trauma
yang menyebabkan peningkatan permeabilitas mitokondria, maka jalur yang
diinduksi bukan hanya nekrosis, tetapi jalur apoptosis juga terinduksi (Cotran dkk,
2010). Adanya sel yang apoptotik menunjukkan bahwa mekanisme apoptosis
dapat terjadi pada proses fisiologis maupun patologis (Cotran dkk, 2010).
Hasil uji Bonferroni menunjukkan terdapat perbedaan bermakna dari
jumlah sel hati yang mengalami nekrosis dan apoptosis antara kelompok kontrol
commit to user

40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41

negatif dan kelompok kontrol positif (p < 0,05) yang berarti isoniazid dapat
menginduksi kerusakan sel hati pada tikus putih. Hal ini merupakan konfirmasi
bahwa INH dapat menimbulkan kerusakan sel hati (nekrosis) yang dinilai dari
gambaran histologis. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya
yang mengungkapkan bahwa metabolit reaktif dari hasil asetilasi INH yaitu MAH
(Mono Asetil Hidrazin) kemungkinan menjadi agen toksik pada jaringan melalui
produksi radikal bebas (Saukkonen dkk, 2006; Khadka dkk, 2009).
Terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol positif
dengan kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 (p < 0,05). Hal ini disebabkan karena
kelompok perlakuan terjadi kerusakan sel akibat pemberian isoniazid dosis toksik.
Namun hasil pada kelompok perlakuan menunjukkan penurunan secara signifikan
pada jumlah sel hati yang mengalami nekrosis dan apoptosis . Adanya penurunan
tingkat jumlah sel hati yang mengalami nekrosis dan apoptosis pada kelompok
yang diberi ekstrak biji buah jamblang pada penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Sisodia dan Bhatnagar (2009) yang menunjukkan penurunan marker
enzim SGOT, SGPT, ALP, ACP, bilirubin (direct dan indirect) dan derajat
kerusakan sel hati pada tikus putih dengan induksi CCl4. Hasil pada penelitian
menunjukkan bahwa ekstrak biji buah jamblang mempunyai kemampuan sebagai
antioksidan yang dapat mengurangi efek radikal bebas, dalam hal ini asetil
hidrazin dan hidrazin yang merupakan metabolit reaktif yang dihasilkan oleh
isoniazid sebagai induktor.
Terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol negatif
dengan kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 (p < 0,05). Data tersebut menunjukkan
efek antioksidan ekstrak biji buah jamblang pada dosis perlakuan 1, 2, dan 3
dalam menurunkan jumlah sel hati yang mengalami nekrosis dan apoptosis belum
dapat memberikan hasil mendekati keadaan paling baik, yaitu kelompok kontrol
negatif.
Hasil analisa penurunan jumlah sel yang mengalami nekrosis dan
apoptosis pada kelompok perlakuan 1 (dosis 20 mg/tikus) dengan kelompok
perlakuan 2 (dosis 40 mg/tikus) didapatkan perbedaan yang bermakna. Selain itu
rerata jumlah sel yang mengalami nekrosis dan apoptosis pada kelompok
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42

perlakuan 2 (57,4) lebih rendah dibandingkan kelompok perlakuan 1 (68,6). Maka


pemberian dosis ekstrak biji jamblang pada dosis 40 mg/tikus memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dosis 20 mg/tikus. Hal tersebut terjadi karena
kandungan antioksidan pada ekstrak biji buah jamblang dosis sedang lebih banyak
daripada ekstrak biji buah jamblang dosis rendah.
Hasil analisa penurunan jumlah sel yang mengalami nekrosis dan
apoptosis pada kelompok perlakuan 2 (dosis 40 mg/tikus) dengan kelompok
perlakuan3 (dosis 80 mg/tikus) didapatkan perbedaan yang bermakna. Sedangkan
rerata jumlah sel yang mengalami nekrosis dan apoptosis pada kelompok
perlakuan 2 (57,4) lebih rendah dibandingkan kelompok perlakuan 3 (70,11). Hal
ini menunjukkan bahwa efek antioksidan pada kelompok perlakuan 2 dengan
dosis 40 mg/tikus lebih baik dibandingkan kelompok perlakuan 3.
Hasil analisa penurunan jumlah sel yang mengalami nekrosis dan
apoptosis pada kelompok perlakuan 1 (dosis 20 mg/tikus) dengan kelompok
perlakuan3 (dosis 80 mg/tikus) didapatkan perbedaan yang tidak bermakna. Hal
ini semakin menguatkan bahwa efek antioksidan pada kelompok perlakuan 3
dengan dosis 80 mg/tikus tidak dapat memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan kelompok perlakuan 1 maupun kelompok perlakuan 2. Salah satu
kemungkinannya adalah dosis yang diberikan pada kelompok perlakuan 3
melebihi dosis optimal. Menurut teori okupansi reseptor yang dikemukakan oleh
Alfred Joseph Clark dalam (Setiawati dkk, 2007) hubungan dosis obat dengan
efek yang ditimbulkan sebanding dengan jumlah reseptor yang diduduki oleh obat
tersebut. Terdapat Emax yaitu efek maksimal yang ditimbulkan oleh suatu
konsentrasi dosis. Peningkatan dosis obat tidak akan berarti lagi jika E max telah
tercapai karena menurut prinsip teori okupansi reseptor, pada tahap ini semua
reseptor yang ada telah diduduki oleh obat. Kemungkinan dosis yang
menimbulkan Emax pada penelitian ini adalah dosis sedang (40 mg/tikus/hari)
sehingga dosis tinggi sebesar 80 mg/tikus/hari menjadi tidak efektif lagi dalam
menurunkan jumlah sel yang mengalami nekrosis dan apoptosis pada tikus.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43

Pada penelitian ini, terdapat beberapa kelemahan, di antaranya adalah:


1. Berat badan tikus tidak diukur denganf rekuensi teratur selama penelitian,
sehingga dapat menyebabkan pemberian dosis induktor (INH) yang berlebih.
2. Kandang tikus putih yang tidak dipisahkan sehingga mempengaruhi kondisi
psikologis tikus putih. sample pada tiap kelompok ditempatkan dalam 1
kandang bersamaan, sehingga kejadian untuk saling berkelahi besar. Adanya
luka dan infeksi dari luar akan memperburuk keadaan tikus.
3. Pemberian bahan induksi dan ekstrak dilakukan secara sonde lambung jika
tidak dilakukan dengan hati-hati dapat melukai bagian dalam dari saluran
pencernaan tikus, selain itu penggunaan satu alat untuk seluruh sample akan
mempermudah agen infeksius untuk tersebar ke tikus lain akan mempengaruhi
kondisi kesehatan tikus, bahkan semakin memperburuk keadaan tikus yang
sudah dalam kondisi tidak baik.
4. Penelitian ini dilakukan selama 2 kali, sehingga kondisi antara penelitian
pertama dan kedua tidak dapat dipastikan sama, walaupun sudah diusahakan
sesuai dengan prosedur yang sama.
5. Proses identifikasi sel apoptosis sulit dilakukan dikarenakan keterbatasan jenis
pengecatan pada preparat.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
1. Induksi isoniazid (INH) dapat menimbulkan gambaran kerusakan sel hati
secara histologis berupa nekrosis (piknotik, karyoreksis, dan karyolisis)
dan apoptosis.
2. Pemberian ekstrak biji buah jamblang (Syzygium cumini) dapat
memberikan efek penurunan jumlah sel hati yang mengalami kerusakan
pada tikus akibat induksi isoniazid.
3. Dosis pemberian ekstrak biji buah jamblang (Syzygiumcumini) yang dapat
memberikan efek antioksidan terbaikdalam menurunkan jumlah sel yang
mengalami nekrosis dan apoptosis adalahdosis sedang40 mg/ tikus/hari.
4. Peningkatan dosis dari dosis sedang ke dosis tinggi (80 mg/ tikus/hari)
tidak meningkatkan efek penurunan terhadap kerusakan sel hati tikus
akibat induksi INH.

B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan variasi lama pemberian
ekstrak biji buah jamblang (Syzygium cumini) sehinggadiketahui dosis
dan waktu pemberian yang efektif untuk mencegah ataupun
mengurangi kerusakan sel hati tikus yang diinduksi INH.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan metode yang lebih baik
(misalnyadengan teknikbiomolekuler) sehinggadidapatkan data yang
lebih lengkap tentang peran antioksidan khusunya fungsi
hepatoprotektor ekstrak biji buah jamblang (Syzygium cumini).
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek samping
penggunaan ekstrak biji buah jamblang (Syzygium cumini) dalam
jumlah dan waktu tertentu.

commit to user

44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45

4. Perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi senyawa antioksidan


pada biji buah jamblang yang paling bertanggungjawab terhadap
fungsi heaptoprotektor.
5. Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan pengecatan yang
lebih spesifik untuk pengenalan sel apoptosis.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai