Anda di halaman 1dari 11

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POST OPERASI FRAKTUR

EKSTREMITAS BAWAH DENGAN MASALAH


GANGGUAN MOBILITAS FISIK
Ayu Widya Putri, Maria Magdalena Setyaningsih, Wibowo
Progam Studi DIII Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Panti Waluya Malang

Email: ayuwidyap43@gmail.com

ABSTRAK

Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas jaringan pada tulang. Salah satu tatalaksana fraktur adalah
dengan pemasangan fiksasi interna atau eksterna melalui pembedahan. Strategi penatalaksanaan post
operasi fraktur ekstremitas bawah termasuk diantaranya imobilisasi. Penelitian ini bertujuan untuk
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien post operasi fraktur ekstremitas bawah dengan masalah
gangguan mobilitas fisik. Desain penelitian menggunakan studi kasus. Pengambilan data pada 2
responden dilakukan pada Bulan Februari hingga Mei 2019. Pada kedua klien dilakukan rencana
tindakan keperawatan mandiri maupun kolaboratif. Setelah dilakukan asuhan keperawatan, pada kedua
responden masalah dapat teratasi yang ditunjukkan dengan peningkatan mobilitas fisik. Tindakan
keperawatan guna mengatasi gangguan mobilitas fisik pada klien post operasi fraktur adalah
mendampingi bermobilisasi, memberikan latihan rentang gerak aktif/pasif sesuai dengan lokasi fraktur,
serta kolaborasi dengan fisioterapis untuk meningkatkan kekuatan otot, rentang gerak sendi, dan
pergerakan ekstremitas.

Kata kunci: Fraktur, Post Operasi, Mobilitas Fisik

ABSTRACT

Fracture is a discontinuity of tissue in the bone. One of the management of fractures is to apply
internal or external fixation through surgery. Post operative management strategies for fractures of
the lower extremities is immobilization. This study aims to implement nursing intervention for post
operative lower extremities fracture clients with problems impaired physical mobility. The design of
this study uses a case study method. Two respondents were taken from February to May 2019. Both
clients carried out independent and collaborative nursing planning. After nursing intervention, the
problem can be overcome indicated by increasing physical mobility in both respondents. The nursing
intervention to overcome problem of physical mobility in post operative fracture is accompany in
mobilization, range of motion active/ passive exercise in accordance with the location of fracture, and
collaboration with physiotherapists to increase muscle strength, range of joint motion, and movement
of the extremities.

Keywords: Fracture, Post Operative, physical mobility

1
Pendahuluan penyembuhan fraktur dilakukan untuk mencegah
Menurut Sjamsuhidyat (2005) Fraktur atau patah dislokasi fragmen tulang dan cedera lebih lanjut.
tulang adalah kontinuitas jaringan yang terputus Namun imobilisasi dapat berpengaruh negatif
pada tulang maupun tulang rawan yang biasanya sementara maupun permanen yang ditunjukkan
terjadi karena adanya trauma (Lukman & Nurna, dengan kehilangan daya tahan, penurunan massa
2009). Menurut Engram (1998) Fraktur adalah otot, atrofi, dan keterbatasan ruang lingkup gerak
putusnya kontinuitas tulang yang mayoritas sendi (Zairin Noor, 2012).
disebabkan oleh trauma dan beberapa terjadi
secara sekunder akibat proses suatu penyakit lain Penulis menemukan dua klien post operasi fraktur
seperti osteoporosis (Asrizal, 2014). yang ditemui di ruang Santa Anna Bawah di RS.
Panti Waluya Sawahan Malang pada bulan
World Health Organization (WHO) mencatat Agustus 2017. Klien A dengan open fracture os
pada tahun 2012 terdapat 5,6 juta orang femur dextra yang terpasang fiksasi eksterna
meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita mengatakan mendapatkan anjuran untuk
fraktur akibat kecelakaan lalu lintas (WHO, mengimobilisasi daerah frakturnya. Klien A
2012). Kasus fraktur di Indonesia mayoritas mengatakan persendian pada kakinya kaku dan
disebabkan oleh cedera, yaitu jatuh, kecelakaan sulit untuk bergerak dengan leluasa. Klien A
lalu lintas, dan trauma benda tajam atau tumpul tampak kesusahan saat melakukan aktivitas buang
(Fakhurrizal, 2015). Data dari Riskesdas (2013), air kecil dan buang air besar di atas tempat tidur.
di Indonesia terdapat 8 juta orang yang mengalami Klien B dengan diagnosa medis close fracture os
fraktur dengan jumlah terbanyak terjadi pada tibia sinistra dan terpasang fiksasi interna juga
ekstremitas bawah (65,2%). Data di RS. Panti dianjurkan untuk mengimobilisasi daerah fraktur.
Waluya Sawahan Malang bulan Januari-Desember Klien B tampak kesulitan saat berpindah posisi
2017 menunjukkan 67 klien fraktur dimana 54 dan membutuhkan pegangan saat bergerak. Klien
klien (80,5 %) mengalami fraktur ekstremitas tidak dapat bergerak secara bebas sehingga
bawah. 37 klien diantaranya mengalami fraktur memerlukan .bantuan perawat dan keluarga dalam
femur, sedangkan sisanya menderita fraktur tibia. melakukan aktivitas.
(Rekam Medis Rumah Sakit Panti Waluya
Sawahan Malang, 2017). Menurut Chefez (2001), imobilisasi
mengakibatkan klien tidak dapat melakukan
Penderita fraktur harus menjalani pengobatan aktivitas fisiknya selama menjalani terapi
intensif di layanan kesehatan termasuk mereduksi pengobatan. Tindakan tersebut meskipun
fraktur melalui pembedahan yang diikuti menguntungkan dari segi medis, tetapi dalam
imobilisasi setelah pembedahan. Imobilisasi atau jangka panjang akan menimbulkan dampak
mempertahankan posisi tulang selama masa negatif pada klien karena akan terjadi penurunan

2
fungsi pada fisik, emosional, dan sosial (Marlina,
2017). 1. Pengkajian
Data Klien 1 Klien 2
Peran perawat dalam mencegah dampak negatif Usia 48 tahun 55 tahun
Sex Laki-laki Laki-laki
akibat imobilisasi adalah mengedukasi klien dan
Pendidikan SMA SMA
mengajarkan latihan rentang gerak atau Range of Terakhir
Tanggal 25 februari 2019 16 Mei 2019
Motion (ROM). Menurut Werner (2009), latihan MRS
rentang gerak yang dilakukan secara teratur dapat Penyebab Klien jatuh saat Klien jatuh dari
MRS naik tangga di sepeda motor di
meningkatkan kekuatan otot pada klien dengan rumahnya pada jalan makadam
tanggal 19 Februari dekat rumahnya
keterbatasan atau gangguan motorik, salah 2019 pada tanggal 16
Mei 2019
satunya pada klien fraktur (Gusty & Armayanti, Diagnosa Close Fracture Close Fracture
2014). Medis Collum Femur Ankle Dextra
Dextra
Tanggal dan 26 februari 2019/ 17 Mei 2019/ jam
Jam Operasi jam 13.00 07.00
Tujuan studi kasus ini adalah melakukan asuhan Tanggal 27 februari 2019 18 Mei 2019
Pengkajian
keperawatan pada klien post operasi fraktur Keluhan Nyeri pada paha Nyeri pada
utama kanan atas terutama pergelangan kaki
ekstremitas bawah dengan masalah gangguan
saat bergerak kanan terutama
mobilitas fisik di RS. Panti Waluya Sawahan saat bergerak
Pemeriksaan Tampak memar Pada lutut hingga
Malang. Fisik pada paha kanan, akral tampak
luka bekas operasi bengkak, jari kaki
dengan panjang ± tampak pucat,
20 cm yang terdapat kekakuan
Metode Penelitian terbalut transparan sendi pada kaki
Desain penelitian yang digunakan adalah studi dressing dan kanan terutama
balutan elastis. pada lutut,
kasus. Populasi penelitian ini adalah klien post Luka tersambung penurunan rentang
pada surgical gerak sendi pada
operasi fraktur ekstremitas bawah dengan masalah vacuum drain yang lutut kanan, luka
terisi ±50cc bekas operasi
gangguan mobilitas fisik sebanyak 2 klien di darah/24 jam terbalut gips dan
berwarna merah. balutan elastis,
ruang rawat inap dewasa RS. Panti Waluya Pada seluruh kaki terdapat
Sawahan Malang yang sesuai batasan istilah. kanan tampak penurunan
bengkak, terdapat kekuatan otot.
Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari- kekakuan sendi Klien mengatakan
pada tangan dan bahwa
Mei 2019. Penulis melakukan pengumpulan data kaki kanan (sulit aktivitasnya
untuk ditekuk), dibantu oleh
dengan melakukan wawancara, observasi, penurunan rentang keluarga dan
gerak sendi pada perawat
pemeriksaan fisik, dan pendokumentasian dari siku dan lutut
pengkajian, analisa data, rencana keperawatan, kanan, terdapat
penurunan kekuatan
implementasi, dan evaluasi. otot. Klien
mengatakan
Hasil aktivitasnya banyak
dibantu oleh
Pada studi kasus ini didapatkan data sebagai keluarga dan
perawat
berikut: TTV TD:150/80 mmHg, TD:140/90

3
N: 86x/ menit, S: mmHg, N: 90x/ 4. Implementasi
36,7 °C, RR: 21x/ menit, RR: 18x/
menit menit, S: 36,4°C. Pada klien 1 dan 2 telah dilakukan tindakan
keperawatan sesuai rencana keperawatan dan

2. Diagnosis Keperawatan telah mendapat persetujuan/informed consent

Pada klien 1 dan 2 ditetapkan diagnosis dari klien dan keluarga.

keperawatan “Gangguan mobilitas fisik


berhubungan dengan gangguan muskulo- 5. Evaluasi

skeletal.” Klien 1 menyatakan nyeri berkurang,


peningkatan gerak pada kaki kanan dan

3. Rencana Keperawatan kemudahan dalam beraktivitas. Terjadi

Tujuan: Klien mengalami peningktatan peningkatan kekuatan otot, peningkatan

mobiiltas fisik setelah dilakukan tindakan rentang gerak sendi, peningkatan pergerakan

keperawatan 3x24 jam ekstremitas di bawah, dan klien mampu

Kriteria Hasil: menggunakan alat bantu (tongkat). Pada hari

1. Pergerakan ekstremitas meningkat ke-3 masalah gangguan mobilitas fisik teratasi

2. Kekuatan otot meningkat dan intervensi dihentikan.

3. Rentang gerak sendi (ROM) meningkat Klien 2 mengatakan peningkatan pergerakan

4. Kemudahan dalam melakukan aktivitas kaki kanan, mampu melakukan aktivitas, dan

meningkat nyeri berkurang. Terdapat peningkatan

5. Penggunaan alat bantu yang benar kekuatan otot klien, ruang gerak sendi lebih

meningkat optimal, peningkatan aktivitas, mampu

Pada klien 1 dan 2 ditetapkan rencana tindakan menunjukkan penggunaan alat bantu berupa

meliputi: 1) identifikasi perubahan kondisi kursi roda. Pada hari ke-3 masalah gangguan

kesehatan yang baru dialami 2) gunakan teknik mobilitas fisik teratasi dan intervensi

ditraksi pada aktivitas lain 3)ajarkan cara dihentikan.

menggunakan alat bantu 4) dampingi


melakukan aktivitas 5) jelaskan manfaat Pembahasan

kesehatan dari latihan rentang gerak aktif/pasif 1. Pengkajian

6) ajarkan latihan rentang gerak aktif/pasif 7) Berdasarkan fakta, kedua klien mengalami

ajarkan pengguanan matras/bantal pada fraktur karena adanya trauma langsung pada

ekstremitas 8) memonitor tanda-tanda vital ekstremitas. Pada klien 1 letak fraktur pada

sebelum dan sesudah latihan 9) mengubah collum femur dextra, sedangkan pada klien 2

posisi secara berkala 10) kolaborasi dengan letak fraktur pada ankle dextra. Kemudian

fisioterapis dalam pemberian latihan fisik. mendapatkan tatalaksana ORIF diikuti anjuran
imobilisasi.. Ditemukan pula keluhan nyeri,

4
kekakuan sendi, penurunan rentang gerak dan keterbatasan ruang lingkup gerak sendi
sendi, bengkak, penurunan kekuatan otot pada (Zairin Noor, 2012).
ekstremitas yang terkena fraktur,
ketidakmampuan melakukan aktivitas secara 2. Diagnosa Keperawatan
mandiri. Berdasarkan teori dari Lukman & Berdasarkan data pengkajian, kedua klien
Nurna (2009), fraktur terjadi karena adanya ditegakkan diagnosa gangguan mobilitas fisik
trauma dimana terdapat penekanan berlebih berhubungan dengan gangguan
pada tulang. Trauma yang timbul sering muskuloskeletal. Berdasarkan Standar
dihubungkan dengan cedera olahraga, Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI,
pekerjaan, dan kecelakaan. Menurut Muttaqin 2017), gejala dan tanda mayor pada gangguan
& Sari (2009) Salah satu metode yang mobilitas fisik adalah mengeluh sulit
diaplikasikan untuk mengatasi fraktur adalah menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot
ORIF (Open Reduction Internal Fixation). menurun, rentang gerak (ROM) menurun.
Metode ini membutuhkan reduksi melalui Ketiga poin tersebut ditemukan pada kedua
pembedahan terbuka disertai pemasangan pin, klien. Sedangkan gejala dan tanda minor yang
skrup, kawat, paku, batang, dan lempeng untuk ditemukan pada kedua klien ialah nyeri saat
mempertahankan reduksi. Menurut Joyce & bergerak, sendi kaku, dan gerakan terbatas.
Jane (2014) Timbulnya kerusakan struktur
pada sistem muskuloskeletal dapat 3. Rencana Keperawatan
menyebabkan penurunan mobilitas klien, salah Rencana tindakan keperawatan yang akan
satunya adalah fraktur. Munculnya tanda gejala dilakukan sama karena ditemukan karakteristik
pada muskuloskeletal yang meliputi, yang sama pada kedua klien. Rencana tindakan
pembengkakan atau ekimosis pada area cedera, yang disusun untuk kedua klien sesuai dengan
deformitas atau kelainan bentuk, nyeri tekan, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
dan keterbatasan pergerakan dapat menjadi (PPNI, 2018) yaitu: 1) identifikasi perubahan
manifestasi klinis dari gangguan mobilitas kondisi kesehatan yang baru dialami 2)
fisik. Menurut Zairin Noor (2012) Imobilisasi gunakan teknik distraksi pada aktivitas lain 3)
atau mempertahankan posisi tulang selama bantu mobilisasi dengan alat bantu 4) berikan
masa penyembuhan fraktur dilakukan untuk bantalan atau matras/kursi pada ekstremitas
mencegah dislokasi fragmen tulang dan cedera 5) pantau tanda-tanda vital 6) ubah posisi
lebih lanjut. Pengaruh imobilisasi salah satunya secara berkala 7) berkolaborasi dengan
adalah gangguan mobilitas fisik sementara fisoterapis dalam pemberian latihan 8) ajarkan
maupun permanen yang ditunjukkan dengan dan latih rentang gerak aktif/pasif pada klien 9)
kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, dampingi klien dalam mobilisasi dan penuhi
kebutuhan ADLs 10) jelaskan kepada klien

5
tujuan dan fungsi dari latihan gerak aktif/pasif. c. Mempertahankan gerak sendi
Latihan rentang gerak aktif/pasif menurut d. Mencegah kontraktur/atrofi
Doenges (2011) berguna untuk meningkatkan e. Meningkatkan reasorbsi kalsium karena
tonus otot; melatih gerak sendi; mencegah tidak digunakan
kontaktur dan atrofi; meningkatkan aliran
darah ke otot dan tulang, Rencana tindakan 5. Evaluasi
yang diberikan bertujuan untuk meningkatkan Masalah gangguan mobilitas fisik pada kedua
kemampuan mobilitas fisik klien. klien dapat teratasi berdasarkan criteria hasil
yang telah disusun. Kedua klien menyatakan
4. Implementasi peningkatan pergerakan pada ekstremitas
Pada implementasi semua intervensi dapat bawah dan peningkatan beraktivitas. Kedua
dilakukan. Mengajarkan penggunaan alat bantu klien mengalami peningkatan kekuatan otot
baru dilakukan pada hari ke-3.Latihan gerak yang signifikan, peningkatan ruang gerak sendi
dilakukan 24 jam post operasi. Pada klien 1 (ROM), dan mampu menunjukkan penggunaan
latihan gerak pada kaki kanan dilakukan pada alat bantu. Hasil tersebut mampu dicapai
lutut dan pergelangan kaki. Sementara untuk karena latihan gerka aktif/pasif yang diberikan
klien 2 dilakukan pada kaki kanan khususnya rutin selama 3x24 jam. Menurut Werner
pada pangkal paha dan lutut. Meningkatkan (2009), latihan rentang gerak yang dilakukan
mobilisasi klien dilakukan secara bertahap dan secara teratur dapat meningkatkan kekuatan
disesuaikan dengan kondisi klien. Mobilisasi otot pada klien dengan keterbatasan atau
dapat dilakukan sedini mungkin pada 24 jam gangguan motorik, salah satunya pada klien
pasca pembedahan (Gusty & Armayanti, fraktur (Gusty & Armayanti, 2014).
2014). Menurut Smeltzer & Bare (2002) untuk
mempertahankan dan meningkatkan gerak Kesimpulan
sendi, latihan gerak harus dilakukan sedini Asuhan keperawatan pada klien post operasi
mungkin setelah pembedahan, lebih baik pada fraktur ekstremitas bawah dengan masalah
24 jam pasca operasi dan dilakukan dibawah gangguan mobilitas fisik di RS. Panti Waluya
pengawasan untuk memastikan mobilisasi Sawahan Malang telah dilakukan pada kedua
dilakukan dengan benar dan aman (Gusty & klien selama 3x24 jam. Pada kedua klien masalah
Armayanti, 2014). Manfaat latihan rentang dapat teratasi ditunjukkan pada tahap evaluasi
gerak (ROM) menurut Doenges (2011), adalah kedua klien memenuhi kriteria hasil yang
sebagai berikut: ditetapkan pada rencana keperawatan.
a. Meningkatkan aliran darah ke otot dan
tulang
b. Meningkatkan tonus otot

6
Daftar Pustaka Marlina. 2017. Mobilisasi pada Klien Fraktur
Melalui Pendekatan Konseptual Model
Asrizal, Rinaldi Aditya. 2014. Closed Fracture
Dorothea E. Orem. Program Studi Ilmu
1/3 Middle Femur Dextra. Fakultas
Keperawatan, Fakultas Kedokteran,
Kedokteran Universitas Lampung
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Desiartama A, Aryana I G N W. 2013. Gambaran
Karakteristik Klien Fraktur Femur Akibat Muttaqin & Sari. 2009. Asuhan Keperawatan
Kecelakaan Lalu Lintas pada Orang Perioperatif Konsep, Proses, dan Aplikasi.
Dewasa di Rumah Sakit Umum Pusat Jakarta: Salemba Medika
Sanglah Depansar. E-Jurnal Medika Vol 5
Noor, Zairin. 2012. Buku Ajar Gangguan
Doenges dkk. 2011. Rencana Asuhan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika
Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Klien. Saryono & kamaluddin, Ridwan. 2008.
Jakarta: EGC Pemenuhan Mobilitas Fisik pada Paien di
Ruang Bedah dengan Pendekatan NANDA,
Fakhurrizal, Alfi. 2015. Pengaruh Pembidaian NOC, dan NIC. Jakarta: Rekatama
Terhadap Penurunan Rasa Nyeri pada
Klien Fraktur Tertutup di Ruang IGD Setiadi. 2012. Konsep & Penulisan Dokumentasi
Rumah Sakit Umum Daerah A.M Parikesit Asuhan Keperawatan Teori dan Praktik.
Tenggarong. Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 3 Jakarta: Graha Ilmu

Gusty, Armayanti. 2014. Pemberian Latihan Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar
Rentang Gerak Terhadap Fleksibilitas Sendi Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
Anggota Gerak Bawah Klien Fraktur Femur dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta:
Terpasang Fiksasi Interna di RSUP. Dr. M. Dewan Pengurus PPNI
Djamil Padang. Fakultas Keperawatan
Unand
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi
Joyce, Jane. 2014. Keperawatan Medikal Bedah dan Tindakan Keperawatan Edisi 1 Cetakan
Manajemen Klinis untuk Hasil yang II. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Diharapkan Edisi 8. Singapore: Elshevier
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar
Judith & Nancy. 2012. Buku Saku Diagnosis Luaran Keperawatan Indonesia Definisi
Keperawatan. Jakarta: EGC dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1
Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus PPN
Lukman & Nurna. 2013. Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika

7
8
9
10
11

Anda mungkin juga menyukai