Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini bangsa Indonesia masuk dalam era reformasi serta menghadapi
era gllobalisasi, sehingga tidak mengherankan jikalau menghadapi berbagai
macam perubahan bahkan ancaman dalam berbagai aspek baik sosial, politik,
ekonomi, budaya, bahkan pertahanan dan keamanan negara. Dengan
sendirinnya reformasi itu untuk memperbaiki nasib bangsa bukan untuk
menghancurkan bangsa.
Untuk itu perlu ada suatu strategi dalam menghadapi gelombang
peerubahan tersebut dan yang paling esensial adalah melalui revitalisasi
ideologi bangsa dan negara yaitu Pancasila.akan tetapi pelaksanaannya tidak
mungkin hanya pada tataran normatif ideologis belaka, sebab jikalau
demikian akan menjadi doktrin totaliter. Oleh karena itu salah satu strategi
yang paling akurat adalah melalui peningkatan pengetahuan filsafat pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa dan sekaligus sebagai jati diri bangsa bangsa
Indonesia, aktualisasi filsafat pancasila ini dengan sendirinya dilakukan
dalam tingkat pendidikan tinggi serta kalangan elit politik, negarawan,
kalangan intelektual, bahkan sangat penting sekali bagi mereka yang
menanamkan lembaga swadaya masyarakat agar memahami kelemahan dan
kelebihan bangsa.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan mengapa pancasila sebagai nilai dasar fundamental bagi
bangsa dan negara republik Indonesia !
2. Mengapa Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia ?
3. Sebutkan makna nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila-sila
pancasila !
4. Mengapa pancasila menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara?
C. Tujuan
1. Untuk memahami Pancasila sebagai nilai dasar fundamental bagi bangsa.
dan negara republik Indonesia.
2. Untuk memahami Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia
3. Untuk mengetahui makna nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila-sila
Pancasila.
4. Untuk mengetahui Pancasila menjadi dasar kehidupan berbangsa dan
bernegara.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pancasila sebagai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik
Indonesia
1. Dasar filosofis
Pancasila sebagai dasar filosofis negara serta sebagai filsafat hidup
bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat
sistematis. Oleh karena itu sebagai suatu dasar filsafat maka sila-sila
Pancasila merupakan suatu kekuatan yang bulat,hierarkhis dan sistematis.
Dalam pengertian inilah maka sila-sila Pancasila merupaka suatu sistem
filsafat. Karena merupakan suatu sistem filsafat maka kelima sila bukan
terpisah-pisah dan memiliki makna sendiri-sendiri, melainkan memiliki
esensi makna yang utuh.
Dasar pemikiran filosofis dari sila-sila pancasila sebagai dasar filsafat
negara adalah bahwa pancasila sebagai filsafat bangsa negara republik
indonesia, mengandung makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan
kebangsaan, masyarakatan serta kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan.
Selain itu secara kausalitas bahwa nilai-nilai pancasila adalah bersifat
objektif dan juga subjektif. Artinya esensi nilai-nilai pancasila adalah bersifat
universal, yaitu ketuhanan, kemanusiaan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, keadilan, sehingga dimungkinkan dapat diterapkan pada negara
lain walaupun barangkali namanya bukan pancasila. Artinya jika suatu negara
menggunakan prinsip-prinsip filosofi bahwa negara berketuhanan,
berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan dan berkeadilan, maka negara
tersebut pada hakikatnya menggunakan dasar filsafat dari sila-sila pancasila. 1
Nilai-nilai pancasila bersifat objektif dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Rumusan dari sila-sila pancasila itu sendiri sebenarnya hakikat maknanya
yang terdalam menunjukan adanya sifat-sifat yang umum dan abstrak.

1
Anis Sri Rahayu, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan(PPKn), (jakarta: Bumi Aksara,
2013), hal.13.
b. Inti nilai-nilai pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan
bangsa Indonesia dan mungkin juga pada bangsa lain baik dalam adat
kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan, maupun dalam kehidupan keagamaan.
c. Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, menurut ilmu
hukum memenuhi syarat sebagai pokok kaidah yang fundamental negara
sehingga merupakan suatu sumber hukum positif di Indonesia. Oleh
karena itu, dalam hirarkhi suatu tertib hukum indonesia berkedudukan
sebagai tertib hukum yang tinggi. Maka secara objektif tidak dapat diubah
secara hukum, sehingga terlekat pada kelangsungan hidup negara2. Sebagai
konsekuensinya jika nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam
pembukaan undang undang 1945 itu diubah, maka sama halnya dengan
pembubaran negara proklamasi 1945, hal ini sebagai Terkandung dalam
ketetapan MPRS no. XX/MPRS/1966, diperkuat tab. No. V/MPR/1973.
jo.Tab.no.IX/MPR/1978.
sebaliknya nilai-nilai subjektif pancasila dapat diartikan bahwa
keberadaan nilai-nilai pancasila itu bergantung atau terlekat pada bangsa
Indonesia sendiri. Pengertian itu dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Nilai-nilai pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa
Indonesia sebagai kausa materialis. Nilai-nilai tersebut sebagai hasil
pemikiran, penilaian, kritis, serta hasil refleksi filosofis bangsa
Indonesia.
b) Nilai-nilai pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup) bangsa
Indonesia sehingga merupakan jatidiri bangsa yang diyakini sebagai
sumber nilai atas kebenaran, kebaikan, keadilan,dan kebijaksanaan
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c) Nilai-nilai pancasila didalamnya terkandung ketujuh nilai-nilai
kerokhanian yaitu nilai kebenaran, kadilan, kebaikan, kenijakasanaan,
etis, estetis, dan nilai religius yang manifestasinya sesuai dengan budi
nurani bangsa Indonesia karena bersumber pada kepribadian bangsa.

2
Sumarsono, Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 2004), hal. 28.
Nilai-nilai pancasila itu bagi bangsa Indonesia menjadi landasan,dasar
serta motivasi atas segala perbuatan baik dalam kehidupan sehari-
hari.maupun dalam kehidupan kenegraan. Dengan perkataan lain bahwa nilai-
nilai pancasila merupakan das sollen atau cita-cita tentang kebaikan yang
harus diwujudkan menjadi suatu kenyataan atau das sein.

2. Nilai-nilai pancasila sebagai dasar filsafat


Nilai-nilai pancasila sebagai dasr filsafat negara indonesia pada hakikatnya
merupakan sumber dari hukum dasar dalam negara Indonesia.Sebagai suatu
sumber dari hukum dasar,secara objektif merupakan suatu pandangan hidup,
kesadaran, cita-cita, hukum, serta cita-cita moral yang luhur meliputi suasana
kejiwaan,serta watak bangsa indonesia yang, pada tanggal 18 Agustus 1945
telah didapatkan dan diabstrakkan oleh para pendiri bangsa Indonesia menjadi
lima sila dan ditetapkan secara yuridis formalmenjadi dasar filsafat negara
Republik Indonesia. Hal ini sebagaimana ditetapkan dalam ketetapan No.
XX/MPRS/1996.3
Nilai-nilai pancasila terkandung dalam pembukaan UUD 1945 secara
yuridis memiliki kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang
fundamental.Adapun pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat nilai-
nilai pancasila mengandung empat pokok pikiran yang bilamana dianalis
makna yang terkandung merupakan derivasi atau penjabaran dari nilai-nilai
pancasila.
Pokok pikiran pertama menyatakan bahwa negara Indonesia adalah
negara persatuan, yaitu negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia, mengatasi segala paham golongan maupun
serseorangan, hal ini merupakan penjabaran sila ketiga.4
Pokok pikiran yang kedua menyatakan bahwa negara hendak
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Dalam hal
ini negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh
3
Dede Rosyana, Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani,
(Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2003), hal 30.
4
Ibid .,hal.32
warga negara. Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan
sosial.Pokok pikiran ini sebagai penjabaran sila ke 5.
Pokok pikiran yang ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulatan
rakyat. Berdasrkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/ perwakilan. Hal ini
menunjukan bahwa negara Indonesia adalah negara demokrasi yaitu
berkedaulatan ditangan rakyat.Hal ini sebagai penjabaran sila ke empat.
Pokok pikiran yang keempat menyatakan bahwa negara berdasrkan atas
ketuhanan yang Maha Esa menurut dasr kemanusiaan yang adil dan beradab.
Hal ini mengandung arti bahwa negara Indonesia menjunjung tinggi
keberadaban semua agama dalam pergaulan hidup negara.5 Hal ini merupakan
penjabaran sila pertama dan kedua.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa keempat pokok pikian tersebut tidak
lain merupakan perwujudan dari sila-sila Pancasila. Pokok pikiran ini sebagai
dasar fundamental dalam pendirian negara, realisasi berikutnya perlu
diwujudkan atau dijelmakan lebih lanjut dalam pasal-pasal UUD 1945
Dengan perkataan lain bahwa dalam penjabaran sila-sila pancasila dalam
peraturan perundang-undangan bukanlah secara langsung dari sila-sila
pancasila,melainkan melalui pembukaan UUD 1945.Dalam pengertian yang
seperti inilah dapat disimpulkan bahwa pancasila merupakan dasar
fundamental bagi negara Indonesia terutama dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara.

B. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia


1. Pengertian Ideologi
Istilah ideologi berasal dari kata “idea” yang berarti “gagasan, konsep,
pengertian dasar, cita-cita” dan “logos” yang berarti “ilmu”. Maka secara
harfiah, ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide, atau ajaran
tentang pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari, idea

5
Soetoprawira Koerniatmanto, Hukum kewarganegaraan dan Keimigrasian Indonesia, (Jakarta,
PT. Gramedia Pustaka Indonesia, 1996), hal. 41.
disamakan artinya dengan cita-cita. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita
yang bersifat tetap, yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap
itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham. Memang pada
hakikatnya antara dasar dan cita-cita itu sebenarnya dapat merupakan satu-
kesatuan. Dengan demikian ideologi mencakup pengertian tentang idea-
idea, pengertian dasar, gagasan-gagasan dan cita-cita.6
2. Ideologi Terbuka Dan Ideologi Tertutup
Ideologi sebagai suatu sistem pemikiran, maka ideologi terbuka itu
merupakan suatu sistem pemikiran terbuka.7 Sedangkan ideologi tertutup itu
merupakan suatu sitem pemikiran tertutup.
a. Ciri-ciri ideologi tertutup:
1) bukan merupakan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat,
melainkan cita-cita sebuah kelompok yang digunakan sebagai dasar
untuk mengubah masyarakat;
2) apabila kelompok tersebut berhasil menguasai Negara, ideologinya itu
akan dipaksakan pada masyarakat. Nilai-nilai, norma-norma, dan
berbagai segi kehidupan masyarakat akan diubah sesuai dengan
ideologi tersebut;
3) bersifat totaliter, artinya mencakup/mengurusi semua bidang
kehidupan. Karena itu, ideologi tertutup ini cenderung cepat-cepat
berusaha menguasai bidang informasi dan pendidikan; sebab, kedua
bidang tersebut merupakan sarana efektif untuk mempengaruhi
perilaku masyarakat;
4) pluralisme pandagan dan kebudayaan ditiadakan, hak asasi tidak
dihormati;
5) menuntut masyarakat untuk memiliki kesetiaan total dan kesediaan
untuk berkorban bagi ideologi tersebut.
6) isi ideologi tidak hanya nilai-nilai dan cita-cita, tetapi tuntutan-
tuntutan konkret dan operasional yang keras, mutlak, dan total.
6
Kaelan, Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, (Yogyakarta: Paradigma, 2002),
hal. 50-51.
7
Ibid ., hal. 52.
b. Ciri-ciri ideologi terbuka:
1) merupakan kekayaan rohani, dan budaya masyarakat (falasafah). Jadi,
bukan keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan kesepakatan
masyarakat;
2) tidak diciptakan oleh Negara, tetapi ditemukan dalam masyarakat
sendiri; ia adalah milik seluruh rakyat, dan bisa digali dan ditemukan
dalam kehidupan mereka;
3) isinya tidak langsung operasional. Sehingga, setiap generasi baru
dapat dan perlu menggali kembali falasafah tersebut dan mencari
implikasinya dalam situasi kekinian mereka.
4) tidak pernah memperk0sa kebebasan dan tanggungjawab masyarakat,
melainkan menginspirasi masyarakat untuk berusaha hidup
bertanggungjawab sesuai dengan falsafah itu.
5) menghargai pluraritas, sehingga dapat diterima warga masyarakat
yang berasal dari berbagai latar belakang budaya dan agama.
3. Hubungan Antara Filsafat dan Ideologi
Filsafat dan ideologi memiliki keterkaitan, sebelum lahirnya sebuah
ideologi maka ada filsafat terlebih dahulu, filsafat berubah menjadi ideologi
setelah filsafat tersebut digunakan untuk cita-cita dan dikerjakan atau
dipatuhi oleh manusia tersebut. Filasafat adalah sebuah pemikiran kritis
untuk melogikakan sesuatu, sehingga filsafat menjadi akar dari setiap ilmu
pengetahuan, sedangkan ideologi adalah suatu ilmu yang mempelajari
tentang cita-cita. Sudah tentu keterkaitan antara keduanya sangat terlihat,
apabila tidak ada sistem filsafat akankah ideologi ada.
Tanpa adanya filsafat, ideologi tidak akan ada. Setiap ideologi
bersumber dari filsafat.8 Filsafat lahir dari perenungan dan pencarian jadi
diri sehingga lahirlah cita-cita dan tujuan yang menjadi landasan hidup
seseorang atau suatu kelompok sehingga hal tersebut menjadi identitas bagi
pemilik ideologi tersebut.

8
Ahmad Bustomi, Filsafat Pancasila, (Bandung: Media Cetak Bandung, 2001), hal. 19
Ideologi merupakan hasil filsafat, ideologi adalah output dari struktur
pemikiran yang sudah matang, komplit, serta sintesis berupa tawaran-
tawaran terhadap sendi-sendi kehidupan yang lebih kompleks. Ranah
epistemologilah (yang bagian dalam filsafat) yang kemudian menentukan
kecenderungan dari Ideologi yang dihasilkan.
Sebagai suatu sistem filsafat serta ideologi maka pancasila harus
memiliki unsur rasional terutama dalam kedudukannya sebagai suatu sistem
pengetahuan. Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai dan
pemikiran yang dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi
Pancasila. Pancasila dikatakan sebagai filsafat karena Pancasila merupakan
hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dituangkan dalam suatu sistem.
Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya
merupakan suatu kesatuan organis. Pancasila sebagai ideologi mengandung
nilai-nilai yang berakar pada pandangan hidup bangsa.
Pancasila lahir dari hasil perenungan mendalam para founding father,
dan kemudian hasil perenungan tersebut dijadikan tujuan bersama atau
dijadikan suatu sistem keyakinan yang menjadi landasan bagi bangsa dan
negara Indonesia. Dan Pancasila juga telah menjadi identitas bangsa
Indonesia, bukan hanya sebagai landasan bangsa. Seperti halnya liberal dan
sosialis hal tersebut pula lahir dari sebuah sistem filsafat dan menjadi
ideologi di negara-negara penganut sistem tersebut sehingga hal tersebut
kini menjadi landasan-landasan kehidupan bangsa yang menganutnya , yang
akhirnya menjadi jati diri negara mereka sehingga dapat dibedakan dari
bangsa-bangsa yang lain yang menganut ideologi yang berbeda pula.

4. Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka


Pancasila sebagai sebuah ideologi memiliki tiga dimensi, yaitu:
a. Dimensi Realita, artinya nilai-nilai dasar yang ada pada ideologi itu
mencerminkan kenyataan hidup yang ada di dalam masyarakat di mana
ideologi itu muncul untuk pertama kalinya.
b. Dimensi Idealisme, artinya kualitas ideologi yang terkandung dalam nilai
dasar itu mampu memberikan harapan kepada berbagai kelompok dan
masyarakat tentang masa depan yang lebih baik.
c. Dimensi Fleksibilitas, artinya kemampuan ideologi dalam mempengaruhi
dan menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakatnya.
Dalam fungsinya sebagai Ideologi, pancasila menjadi dasar seluruh
aktivitas bangsa Indonesia. Sehingga pancasila tercermin dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Ciri-ciri pancasila sebagai Ideologi terbuka adalah
sebagai berikut.:
a. Pancasila mempunyai pandangan hidup, tujuan dan cita-cita masyarakat
Indonesia yang berasal dari kepribadian masyarakat Indonesia sendiri.
b. Pancasila memiliki tekat dalam mengembangkan kreatifitas dan dinamis
untuk mencapai tujuan nasional
c. Pengalaman sejarah bangsa Indonesia
d. Terjadi atas dasar keinginan bangsa (masyarakat) Indonesia sendiri tanpa
dengan campur tangan atau paksaan dari sekelompok orang.
e. Isinya tidak operasional
f. Dapat menginspirasi masyarakat untuk bertanggung jawab sesuai nilai-
nilai Pancasila
g. Menghargai pluralitas, sehingga diterima oleh semua masyarakat yang
berlatakng belakang dan budaya yang berbeda.

C. Makna Nilai-nilai Setiap Sila Pancasila


Sebagai suatu dasar filsafat Negara maka sila-sila Pancasila merupakan
suatu sistem nilai, oleh karena itu sila-sila Pancasila itu pada hakikatnya
merupakan suatu kesatuan. Meskipun dalam setiap sila terkandung nilai-nilai
yang memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnya namun kesemuanya
itu tidak lain merupakan satu kesatuan yang sistematis. Konsekuensinya
realisasi setiap sila atau derivasi setiap sila senantiasa, dalam hubungannya
yang sistematik dengan sila-sila lainnya.9 Adapun nilai-nilai yang terkandung
dalam setiap sila adalah sebagai berikut.
1. Ketuhana Yang Maha Esa
Sila Ketuhana Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai sila
keempat. Dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai bahwa
Negara yang didirikan adalah sebagai pengejawantahan tujuan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, segala hal yang berkaitan
dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara, politik Negara, pemerintah
Negara, hokum dan peraturan perundang-undangan Negara, kebebasan dan hak
asasi warga Negara harus dijiwai nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila Kemanusiaan yang adil dan Beradab secara sistematis didasari dan
dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, serta mendasari dan menjiwai
ketiga sila berikutnya. Sila kemanusiaan sebagai dasar fundamental dalam
kehidupan bernegara, kebangsaan, dan kemasyarakatan. Nilai kemanusiaan ini
bersumber pada dasar filosofis antropologis bahwa hakikat manusia adalah
susunan kodrat rohani (jiwa) dan raga, sifat kodrat individu dan makhluk
sosial, kedudukan kodrat makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa. Dalam kehidupan kenegaraan harus senantiasa
dilandasi oleh moral kemanusiaan antara lain dalam kehidupan pemerintahan
Negara, politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan
serta dalam kehidupan keagamaan.
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung suatu makna bahwa
hakikat manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab harus
berkodrat adil. Hal ini mengandung suatu pengertian bahwa hakikat manusia
harus adil dalam hubungan dengan diri sendiri, adil terhadap manusia lain,
adil terhadap masyarakat bangsa dan Negara, adil terhadap lingungan serta
adil terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Konsekuensi nilai yang terkandung
dalam Kemanusiaan yang Adil dan Beradab adalah menjunjung tinggi harkat

9
Tim Dosen Unimed, Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, (Medan: Bumi Aksara, 2001),
hal. 37.
dan martabat sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi
hak-hak asasi manusia, menghargai atas kesamaan hak dan derajat tanpa
membedakan suku, ras, keturunan, status sosial maupun agama.
3. Persatuan Indonesia
Nilai yang terkandung dalam sila Persatuan Indonesia tidak dapat
dipisahkan dengan keempat sila lainnya karena seluruh sila merupakan suatu
kesatuan yang bersifat sistematis.
Dalam sila persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa Negara adalah
sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhuk
individu dan makhluk sosial. Negara merupakan suatu persekutuan hidup
bersama diantara elemen-elemen yang membentuk Negara yang berupa suku,
ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama. Oleh karena itu,
perbedaan adalah bawaan kodrat manusia dan juga merupakan cirri khas
elemen-elemen yang membentuk Negara.
Negara mengatasi segala paham golongan, etnis, suku, ras, individu
maupun golongan agama. Negara memberikan kebebasan atas individu,
golongan, suku, ras maupun golongan agama untuk merealisasikan seluruh
potensinya dalam kehidupan bersama yang bersifat integral. Oleh karena itu,
tujuan Negara dirumuskan untuk melindungi segenap warganya dan seluruh
tumpah darahnya, memajukan kesejahteraan umum (kesejahteraan seluruh
warganya) mencerdaskan kehidupan warganya serta dalam kaitannya dengan
pergaulan dengan bangsa-bangsa lain di dunia untuk mewujudkan suatu
ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/ Perwakilan
Nilai yang terkandung didalamnya adalah bahwa hakikat Negara adalah
sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk indiviu dan
makhluk sosial. Rakyat merupakan subjek pendukung pokok Negara. Negara
adalah dari, oleh dan untuk rakyat, adalah merupakan asal mula kekuasaan
Negara. Sehingga dalam sila kerakyatan yang terkandung dalam sila kedua
adalah
a. Adanya kebebasan yang harus disertai dengan tanggung jawab baik
terhadap masyarakat bangsa maupun secara moral tehadap Tuhan
Yang Maha Esa.
b. Menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan
c. Menjamin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan dalam hidup
bersama
d. Mengakui atas perbedaan individu, kelompok, ras, suku, agama,
karena perbedaan adalah merupakan suatu bawaan kodrat manusia
e. Mengakui adanya persamaan hak yang melekat pada setiap individu,
kelompok, ras, suku maupun agama
f. Mengarahkan perbedaan dalam suatu kerja sama, kemanusiaan yang
beradab
g. Menjunjung tinggi asas musyawarah dan mendasarkan suatu keadilan
dalam kehidupan sosial agar tercapainya tujuan bersama
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Nilai yang terkandung dalam sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia didasari oleh empat sila sebelumnya. Dalam sila kelima tersebut
terkandung nilai-nilai yang merupakan tujuan Negara sebagai tujuan dalam
hidup bersama. Keadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan
kemanusiaan yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri,
manusia dengan manusia lain manusia dengan masyarakat, bangsa dan
negaranya, serta manusia dengan Tuhannya.
Konsekuensi nilai-nilai keadilan yang harus terwujud dalam hidup
bersama adalah meliputi
a. Keadilan distributif, yaitu suatu hubungan keadilan antara Negara
terhadap warganya, dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi
keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan,
bantuan, subsidi, serta kesempatan dalam hidup bersama yang
didasarkan atas hak dan kewajiban.
b. Keadilan legal (keadilan bertaat), yaitu suatu hubungan keadilan antara
warga Negara terhadap Negara dan dalam masalah ini pihak wargalah
yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk mentaati peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam Negara.
c. Keadilan komutatif, yaitu suatu hubungan keadilan antarawarga satu
dengan lainnya secara timbale balik.

Nilai-nilai keadilan tersebut haruslah merupakan suatu dasar yang harus


diwujudkan dalam hidup bersama kenegaraan untuk mewujudkan tujuan
Negara yaitu mewujudkan kesejahteraan seluruh warganya serta melindungi
seluruh wilayahnya, mencerdaskan seluruh warganya.
D. Pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara
Setiap bangsa di dunia senantiasa memiliki suatu cita-cita serta pandangan
hidup yang merupakan suatu basis nilai dalam setiap pemecahan masalah
yang dihadapi oleh bangsa tersebut. Bangsa yang hidup dalam suatu kawasan
negara bukan terjadi secara kebetulan melainkan melalui suatu perkembangan
kausalitas, dan hal ini menurut Ernest Renan dan Hans Khons sebagai suatu
proses sejarah terbentuknya suatu bangsa, sehingga unsur kesatuan atau
nasionalisme suatu bangsa ditentukan juga oleh sejarah terbentuknya bangsa
tersebut. Meskipun bangsa Indonesia terbentuk melalui proses penjajahan
bangsa asing, namun tatkala akan mendirikan suatu negara telah memiliki
suatu landasan filosofis yang merupakan suatu esensi kultural religius dari
bangsa Indonesia sendiri yaitu berkeTuhanan, berkemanusiaan, berpersatuan,
berkerakyatan, dan berkeadilan. Hal inilah yang oleh Notonagoro bangsa
Indonesia disebut sebagai kausa materialis Pancasila (Notonagoro, 1975).
Tekat untuk menentukan bahwa filsafat Pancasila sebagai dasar filosofis
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini telah mendapatkan legitimasi
yuridis tatkala “the founding fathers” kita mengesahkan dalam konstitusi
UUD 1945 18-8-1945.
Nilai-nilai Pancasila merupakan suatu pangkal tolak derivasi baik dalam
bidang politik, sosial,ekonomi, hukum serta kebijakan hukum internasional.
Hal inilah dalam wacana ilmiah di istilahkan bahwa pancasila sebagai
paradigma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengertian paradigma
itu sendiri adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoritis yang
umum yang merupakan suatu sumber hukum-hukum, metode, serta
penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sikap, ciri
serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Untuk mencapai tujuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam
melaksanakan pembangunan dan pembaruan maka harus mendasarkan pada
suatu kerangka piker, sumber nilai serta arahan yang didasarkan pada nilai-
nilai pancasila. Secara filosofis kedudukan Pancasila sebagai paradigma
kehidupan kenegaraan dan kebangsaan mengandung suatu konsekuensi
bahwa dalam segala aspek kehidupan kenegaraan dan kebangsaan mendasar
pada nilai-nilai yang terkandung dalam nilai-nilai Pancasila. Secara ontologis
manusia adalah sebagai pendukung pokok negara dan manusia memiliki
unsur fundamental “monopluralis”, yang unsur-unsurnya meliputi susunan
kodrat jasmani-rokhani, sifat kodrat individu, makhluk sosial dan kedudukan
kodrat makhluk pribadi-makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Negara merupakan perwujudan sifat kodrat manusia individu, makhluk sosial
(Notonagoro, 1975), yang senantiasa tidak dapat dilepaskan dengan
lingkungan geografis sebagai ruang tempat bangsa tersebut hidup. Akan
tetapi bahwa manusia kedudukan dan kodratnya adalah sebagai makhluk
Tuhan Yan Maha Esa, oleh karena itu baik dalam kehidupan kemasyarakatan,
kebangsaan dan kenegaraan tidak dapat dipisahkan dengan nilai Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Kenyataan objektif nilai-nilai filosofis Pancasila sebagaiparadigma kehidupan
kenegaraan dan kebangsaan tidak pada tingkatan legitimasi yuridis dan
politissaja melainkan pada tingkatan sosio-kultural-religius. Dalam upaya
untuk merealisasikan cita-cita dalam negara, bangsa Indonesia tidak dapat
dipisahkan dalam kodrati dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Negara
dan bangsa akan eksis dan berkembang dengan baik manakala dikembangkan
rasa kebersamaan dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Dalam kenegaraan harus senantiasa dilandasi oleh moral kemanusiaan antara
lain dalam kehidupan pemerintahan negara, politik, ekonomi, hokum, sosial
budaya, pertahanan, dan keamanan serta dalam kehidupan keagamaan. Oleh
karena itu kehidupan bersama negara harus dijiwai oleh moral kemanusiaan
untuk saling menghargai meskipun terdapat suatu perbedaan.
Secara rinci filsafat Pancasila sebagai dasar kehidupan kebangsaan dan
kenegaraan merupakan Identitas Nasional Indonesia. Hal ini didasarkan pada
suatu realita bahwa kausa materialis atau asal nilai-nilai Pancasila adalah
bangsa Indonesia sendiri. Konsekuensinya ciri khas, serta karakter bangsa
Indonesia tercermin dalam suatu sistem nilai filsafat Pancasila.
Selain itu filsafat Pancasila merupakan dasar dari Negara dan Konstitusi (Undang-
Undang Dasar Negara) Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa Filsafat
Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia., memiliki segala
konsekuensi segala peraturan perundang undangan dijabarkan dari nilai-nilai
Pancasila. Dengan kata lain, Pancasila merupakan sumber hokum dasar
Indonesia, sehingga seluruh peraturan hokum positif Indonesia diderivasikan
atau dijabarkan dari nilai-nilai Pancasila.
Pelaksanaan demokrasi di Indonesia harus berlandaskan filsafat Pancasila, dalam
arti demokrasi tidak bersifat individualistik, tidak bersifat sekuler karena
demokrasi di Indonesia harus ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila kedua
Pancasila ‘Kemanusiaan yang adil dan beradab’ yang secara filosofis
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia yang beradab.
Pancasila juga merupakan dasar dan basis geopolitik dan geostrategi Indonesia.
Geopolitik diartikan sebagai politik atau kebijaksanaan dan strategi nasional
Indonesia, yang didorong oleh aspirasi nasional geografik atau kepentingan
yang titik beratnya terletak pada pertimbangan geografi, yang apabila
dilaksanakan dan berhasil akan berdampak langsung atau tidak langsung
kepada sistem politik negara. Sebaliknya politik negara itu, secara langsung
akan berdampak kepada geografi negara yang bersangkutan (Suradinata,
2005:11), wawasan nusantara merupakan geopolitik Indonesia, karena dalam
wawasan nusantara terkandung konsepsi geopolitik yaitu unsur ruang, namun
menyangkut seluruhnya (Sumiarno,2006). Wawasan nusantara dilandasi oleh
kebangsaan Indonesia, dan hal itu dilambangkan secara literial pada sila
garuda Pancasila, serta seloka Bhineka Tunggal Ika.
Sebagai konsekuensi dari konsep geopolitik Indonesia, maka Pancasila
merupakan dasar filosofi geostrategi Indonesia. Hal ini berdasarkan analisis
sistematis bahwa Pancasila merupakan core philo-shopy dari pembukaan
UUD 1945. Geostrategi diartikan sebagai metode untuk mewujudkan cita-cita
proklamasi, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, melalui
proses pembangunan nasional dengan memanfaatkan geopolitik Indonesia.
Dengan Pancasila sebagai dasarnya, maka pembangunan Indonesia akan
memiliki visi yang jelas dan terarah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pancasila sebagai dasar filosofis negara serta sebagai filsafat hidup bangsa
Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat
sistematis. Oleh karena itu sebagai suatu dasar filsafat maka sila-sila Pancasila
merupakan suatu kekuatan yang bulat,hierarkhis dan sistematis. Dalam
pengertian inilah maka sila-sila Pancasila merupaka suatu sistem filsafat.
Karena merupakan suatu sistem filsafat maka kelima sila bukan terpisah-
pisah dan memiliki makna sendiri-sendiri, melainkan memiliki esensi makna
yang utuh.
Istilah ideologi berasal dari kata “idea” yang berarti “gagasan, konsep,
pengertian dasar, cita-cita” dan “logos” yang berarti “ilmu”. Maka secara
harfiah, ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide, atau ajaran tentang
pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari, idea disamakan
artinya dengan cita-cita. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang
bersifat tetap, yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu
sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham.
Sebagai suatu dasar filsafat Negara maka sila-sila Pancasila merupakan
suatu sistem nilai, oleh karena itu sila-sila Pancasila itu pada hakikatnya
merupakan suatu kesatuan. Meskipun dalam setiap sila terkandung nilai-nilai
yang memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnya namun
kesemuanya itu tidak lain merupakan satu kesatuan yang sistematis.

B. Saran
Daftar Pustaka
Rahayu,Anis Sri, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan(PPKn), (jakarta:
Bumi Aksara, 2013)
Sumarsono, Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka,
2004), hal. 28.
Dede Rosyana, Pendidikan Kewarganegaraan, Demokrasi, HAM dan Masyarakat
Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2003), hal 30.
Soetoprawira Koerniatmanto, Hukum kewarganegaraan dan Keimigrasian
Indonesia, (Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Indonesia, 1996), hal. 41.
Kaelan, Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, (Yogyakarta:
Paradigma, 2002), hal. 50-51.
Ahmad Bustomi, Filsafat Pancasila, (Bandung: Media Cetak Bandung, 2001), hal. 19
Tim Dosen Unimed, Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, (Medan: Bumi Aksara,
2001), hal. 37.

Anda mungkin juga menyukai