Anda di halaman 1dari 3

Nama : Fuji Nugraha

NIM : P17320317052

Tingkat : III B

ANALISI KASUS PADA TN. M DENGAN KOPING TIDAK EFEKTIF

DI RUANG MPE 4

1. Tahap Pengkajian

Untuk point C mengenai pola hidup tentang makan dan eliminasi, disana

seharusnya lebih dijelaskan lagi apakah pola makan klien habis dalam satu porsi dan

bagaimana kebutuhan nutrisi klien selama di rumah sakit apakah terpenuhi. Lalu untuk

pola eliminasi seharysnya lebih dijelaskan lagi tentang konsentrasi baba klien apakah

padat atau cair dan selama paseien eliminasi apakah ada gangguan atau tidak.

Kemudian pada pola tidur dijelaskan juga alasan klien mengapa jam tidur malam pukul

02.00 WIB dan terbangun pada pukul 05.00 WIB, hingga klien tertidur siang lama

karena akan menjadi data penunjang untuk menegakkan diagnosa.

Pada pengkajian G tentang riwayat perilaku kriminal point 2 yang berisikan

“pernah menghadiri atau mendengar persidangan?” seharusnya diisi ya atau

tidak,karena pada point selanjutnya tertera klien pernah dipenjara 1 kali dengan alasan

kedapatan menggunakan ganja serta dalam pengkajianpun pada mekanisme koping

keluarga bahwa keluarga membayar sejumlah uang sebesar 130 juta untuk mengurangi

masa hukuman klien.

Kemudian dalam pengkajian I tidak ada data apakah klien mengetahui tentang

HIV/AIDS atau tidak dan apa yang klien ketahui tentang HIV/AIDS tetapi pada

pengkajian selanjutnya terdapat bahwa sumber informasi tentang HIV/AIDS klien dari

TV dan sta/petugas (guru). Serta tidak terkaji apakah klien mengetahui tentang

Hepatitis C atau tidak, karena akan menjadi data penunjak untuk menegakkan diagnosa.

2. Tahap diagnosa keperawatan

Dalam pengkajian pola hidup terdapat bahwa klien tidur malam pukul 02.00

WIB sampai pukul 05.00 WIB klien tidur malam hanya 3 jam dan pada tidur siangklien

tertidur pukul 09.00 WIB sampai 14.00 WIB, klien tidur 5 jam. dalam kebutuhan tidur

klien terpenuhi selama 8 jam, hanya pola tidur klien yang menjadi masalah. Jadi

sebaiknya dimasukkan dalam diagnosa klien yaitu gangguan pola tidur.


Dalam data subjektif diagnosa penurunan koping keluarga bisa ditambahkan

hubungan dengan keluarga sermasuk ibu, ayah serta adiknya yang tertera pada

pengkajian kondisi psikis seperti masalah masalah yang serius dalam berhubungan.

Kemudian dalam pengkajian terdapat data dalam kondisi psikis bahwa kien

sering berantem dengan adik/kakanya hingga adu mulut dan main fisik juga terdapat

pada riwayat keluarga, data tersebut mendukung untuk ditegakkan diagnosa resiko

perilaku kekerasan, jadi sebaiknya ditambahkan diagnosa klien yaitu diagnosa resiko

perilaku kekerasan.

Dalam pengkajian konsep diri mengenai ideal diri tertera bahwa “ namun, klien

tidak dapat menutup kemungkinan jika setelah keluar dari RSKO ini menggunakan

kembali narkoba” dan pada harga diri tertera bahwa “klien tidak konsisten dan

mengatakan dirinya sangat mudah terpengaruh oleh orang lain. klien dahulu pernah

berniat berhenti menggunakan napza dan sudah memblok nomor sebagian temannya.

Namun temannya terus menemui dan saat video call dengan teman baru temennya

menawarinya tembakau hingga klien menggunakannya kembali”. Pada data ini dapat

menjadi data yang mendukung (data subjektif) jika ditegakkan diagnosa resiko relapse.

Kemudian pada penegakkan diagnosa alangkah baiknya jika mengurutkan

diagnosa sesuai dengan prioritas masalah, seperti diagnosa resiko bunuh diri. Pada

diagnosa ini dapat mengancam nyawa klien bahkan sudah terpikir oleh klien untuk

bunuh diri dan suka makan autan serta betadine, jadi diagnosa ini bisa dijadikan dua

prioritas utama selain koping tidak efektif.

3. Tahap rencana keperawatan

Pada tahap rencana keperawatan,intervensi sudah sesuai dengan standar

intervensi keperawatan indonesia. Seperti adanya intervensi : observasi, terapeutik,

edukasi dan kolaborasi.

4. Tahap implementasi dan evaluasi

Pada tahap ini implementasi sudah sesuai dengan perencanaan. Namun pada

evaluasi klien belum lengkap. Seperti pada diagnosa pertama yaitu koping tidak efektif,

sudah dilakukan implementasi menajeman putus zat pada point terapeutik telah

memberikan nutrisi yang adekuat, namun tidak ada evaluasi mengenai nutrisi klien,

kemudian pda point edukasi tidak ada evaluasi apakah klien pham mengenai tujuan dan
prosedur putus zat. Karena evaluasi subjektif ataupun objektif dapat menjadi acuan

implementasi apa yang selanjutkan akan dilaksanakan.

5. Tahap catatan perkembangan ( SOAP )

Dalam tahap ini sudah bagus dan sesuai, sebagian besar masalah teratasi

sebagian dan ada satu diagnosa teratasi. Namun pada diagnosa yang terakhir yaitu

diagnosa distres spiritual tidak ada perubahan pada kien yang dilihat dari data subjektif

maupun data objektif sehingga dapat dikatakan bahwa masalah ini teratasi sebagian.

Dengan data subjektif dan data objektif yang hampir sama dengan data senjang dalam

kolom analisa data, masalah ini dapat dikatakan belum teratasi pada diagnosa distres

spiritual.

Kesimpulan

Pada kasus Tn. M dengan diagnosa utama koping tidak efektif ini keseluruhan sudah

sesuai mulai dari pengkajian, menegakkan diagnosa, intervensi, implementasi dan soap.

Namun dalam pengkajian ada beberapa hal yang belum didapat seperti pengetahuan mengenai

HIV/AIDS namun pengkajian selanjutnya klien tahu dari TV, data ini membuat rancu.

Sehingga ini menjadi data apakah dapat ditegakkan diagnosa kurang pengetahuan atau tidak.

Serta dalam penegakkan diagnosa belum terkaji secara lebih dalam sehingga ada beberapa data

yang belum dijadikan diagnosa. Jadi, dalam kasus ini dapat ditarik 7 diagnosa yaitu :

1. Koping tidak efektif

2. Resiko bunuh diri

3. Penurunan koping keluarga

4. Harga diri rendah situasional

5. Gangguan pola tidur

6. Distres spiritual

7. Resiko relapse

Kemudian intervensi sudah sesuai dengan standar intervensi keperawatan indonesia.

Implementasi sudah sesuai dengan perencanaan namun dalam evaluasi belum ada perubahan

yang signifikan pada klien.

Anda mungkin juga menyukai