Anda di halaman 1dari 42

HAND OUT : 01 & 02

Visi, misi, tujuan, kompetensi, sruktur, konsep, dan metode keilmuan


Pendidikan Kewarganegaraan

Pengantar :

Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga


negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Hakikat negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern. Negara
kebangsaan modern adalah negara yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan
--atau nasionalisme-- yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di
bawah satu negara yang sama walaupun warga masyarakat tersebut berbeda-beda agama, ras, etnik,
atau golongannya. [Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Jakarta: Sekretariat Negara Republik
Indonesia, 1998].

Komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945, perlu ditingkatkan secara terus menerus untuk memberikan pemahaman yang
mendalam tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara historis, negara Indonesia telah
diciptakan sebagai Negara Kesatuan dengan bentuk Republik.

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. [Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945].

Dalam perkembangannya sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sampai dengan penghujung


abad ke-20, rakyat Indonesia telah mengalami berbagai peristiwa yang mengancam keutuhan negara.
Untuk itu diperlukan pemahaman yang mendalam dan komitmen yang kuat serta konsisten terhadap
prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang
berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Konstitusi Negara Republik Indonesia
perlu ditanamkan kepada seluruh komponen bangsa Indonesia, khususnya generasi muda sebagai
generasi penerus.

Indonesia harus menghindari sistem pemerintahan otoriter yang memasung hak-hak warga
negara untuk menjalankan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Kehidupan yang demokratis di dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga,
sekolah, masyarakat, pemerintahan, dan organisasi-organisasi non-pemerintahan perlu dikenal,
dipahami, diinternalisasi, dan diterapkan demi terwujudnya pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi.
Selain itu, perlu pula ditanamkan kesadaran bela negara, penghargaan terhadap hak azasi manusia,
kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum,
ketaatan membayar pajak, serta sikap dan perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang


memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak
dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

1
 Visi mata pelajaran PKn adalah Mewujudkan proses pendidikan yang integral di sekolah untuk
pengembangan kemampuan dan kepribadian warga negara yang cerdas, partsipasif dan
bertanggungjawab yang pada gilirannya akan menjadi landasan untuk berkembangnya masyarakat
Indonesia yang demokratis. Berdasarkan kepada visi mata pelajaran PKn tersebut, maka
dikembangkan misi mata pelajaran PKn adalah :

 Mengembangkan kerangka berpikir baru yang dapat dijadikan landasan yang rasional untuk
menyusun PKn baru sebagai pendidikan intelektual ke arah pembentukan warga negara
yang demokratis; misi tersebut dilakukan melalui penetapan kemampuandasar pkn sebagai
landasanpenyusunan standar kemampuan serta standar minimun yang ditetapkan secara
nasional

 Menyusun substansi pkn baru sebagai pendidikan demokrasi yang berlandaskan pada latar
belakang sosial budaya serta dalam konteks politik, kenegaraan dan landasan konstitusi
yang dituangkan dalam pilar-pilar demokrasi indonesia; misi tersebut dilakukan melalui
penyusunan uraian materi pada masing-masing standar materi pkn yang dapat
memfasilitasi berkembangnya pendidikan demokrasi.

 Tujuan mata pelajaran PKn :


a. berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan,
b. berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, serta bertindak secara cerdas dalam
kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
c. berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada
karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa
lainnya.
d. berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak
langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

 Kompetensi
a. Menguasai pengetahuan kewarganegaraan,
1) memahami tujuan pemerintahan dan prinsip-prinsip dasar konstitusi pemerintahan
republik Indonesia
2) mengetahui struktur, fungsi dan tugas pemerintahan daerah dan nasional serta
bagaimana keterlibatan warga negara membentuk kebijaksanaan publik
3) mengetahui hubungan negara dan bangsa Indonesia dengan negara-negara dan
bangsa-bangsa lain beserta masalah-masalah dunia dan/atau internasional

b. Menguasai keterampilan kewarganegaraan


1) mengambil atau menetapkan keputusan yang tepat melalui proses pemecahan
masalah dan inkuiri
2) mengevaluasi kekuatan dan kelemahan suatu isu tertentu
3) menentukan atau mengambil sikap guna mencapai suatu posisi tertentu
4) membela atau mempertahankan posisi dengan mengemukakan argumen yang kritis,
logis dan rasional
5) memaparkan suatu informasi yang penting kepada khalayak umum
6) membangun koalisi, kompromi, negoisasi dan consensus.

2
c. Menguasai karakter kewarganegaraan
1) memberdayakan dirinya sebagai warganegara yang independen, aktif, kritis, well-
informed, dan bertanggungjawab untuk berpartisipasi secara efektif dan efisien dalam
berbagai aktivitas masyarakat, politik, dan pemerintahan pada semua tingkatan
( daerah dan nasional ).
2) Memahami bagaimana warganegara melaksanakan peranan, hak dan tanggung jawab
personal untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat pada semua tingkatan
( daerah dan nasional ).
3) Memahami, menghayati, dan menerapkan nilai-nilai budi pekerti, demokrasi, hak asasi
manusia dan nasionalisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara
4) Memahami dan menerapkan prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam kehidupan
sehari-hari.

d. Konsep / Ruang lingkup mata pelajaran PKn


 Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan,
Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda,
Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan
negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Keterbukaan dan jaminan keadilan
 Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga,
Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan
daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim
hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional
 Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban
anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan,
penghormatan dan perlindungan HAM
 Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai
warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan
pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri , Persamaan
kedudukan warga negara
 Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang
pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia,
Hubungan dasar negara dengan konstitusi
 Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan,
Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem
politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem
pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi
 Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-
nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi
terbuka
 8. Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri
Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan
organisasi internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.

3
 Paradigma Baru PKn

PKn merupakan bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di sekolah dan diterima sebagai
wahana utama serta esensi pendidikan demokrasi di Indonesia yang dilaksanakan melalui : Civic
Intellegence, yaitu kecerdasan dan daya nalar warga negara baik dalam dimensi spiritual,
rasional, emosional, maupun sosial. Civic Responsibility, yaitu kesadaran akan hak dan kewajiban
sebagai warga negara yang bertanggung jawab DAN Civic Participation, yaitu kemampuan
berpartisipasi warga negara atas dasar tanggungjawabnya, baik secara individual, sosial, maupun
sebagai pemimpin hari depan.

Arah Pengembangan

Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk
mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi untuk penilaian. Dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian
perlu memperhatikan Standar Proses dan Standar Penilaian.

4
HAND OUT : 03 & 04

Nilai, Norma, dan Moral

1. Pengertian Nilai
Nilai atau dalam bahasa Inggris disebut value yang biasa diartikan sebagai harga, penghargan,
atau taksiran. Maksudnya adalah harga atau penghargaan yang melekat pada objek. Objek yang
dimaksudkan di sini dapat berupa barang, keadaan, perbuatan, peristiwa dan lain-lain. Dengan
demikian seseorang dapat berbicara tentang nilai sebuah bangunan rumah, nilai dari sebuah tanda
penghargaan, nilai dari kehadiran seorang pemimpin di tengah-tengah warganya, nilai dari
peristiwa penyerangan para pejuang di markas tentara kolonial dan lain-lain. Bambang Daroeso
(1986: 20) mengemukakan bahwa nilai adalah kualitas atau penghargaan terhadap sesuatu, yang
dapat menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang. Sementara itu Widjaja (1985: 155)
mengemukakan bahwa menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan menghubungkan antara sesuatu
dengan sesuatu yang lain (sebagai standar), untuk selanjutnya mengambil keputusan. Keputusan
itu dapat berupa baik atau buruk, benar atau salah, indah atau tidak indah, berguna atau tidak
berguna dan sebagainya.
Nilai adalah sesuatu yang abstrak, bukan sesuatu yang kongkrit, yang hanya bisa difikirkan,
dipahami, dan dihayati. Nilai berkaitan dengan cita-cita, harapan, keyakinan dan hal-hal lain yang
bersifat batiniah. Nilai adalah suatu kualitas, bukan kuantitas. Nilai adalah sesuatu yang bersifat
ideal, bukan faktual. Dalam bahasa filsafat, nilai berkaitan dengan das sollen (apa yang
seharusnya), bukan das sein (apa yang senyatanya). Karena sifatnya yang abstrak dan ideal,
maka pemahaman terhadap nilai lebih sulit dibanding dengan pemahaman terhadap hal-hal yang
kongkrit dan faktual, misalnya pemahaman terhadap phisik manusia, barang, kejadian-kejadian
nyata dan lain-lain. Nilai bukan sesuatu yang kongkrit dan faktual, tetapi yang berada “di balik” hal-
hal yang kongkrit dan faktual itu.
Pandangan tentang nilai terdapat kontroversi, yakni adanya perbedaan pandangan yang
menganggap nilai itu bersifat subjektif dengan pandangan yang menganggap nilai itu bersifat
objektif. Pandangan yang menyatakan bahwa nilai itu bersifat subjektif menganggap bahwa nilai
dari sesuatu itu tergantung pada subjek yang menilainya. Suatu objek yang sama dapat
mempunyai nilai yang berbeda atau bahkan bertentangan bagi orang yang satu dengan yang lain.
Suatu objek yang sama dapat dinilai baik atau buruk, benar atau salah, serta berguna atau tidak
berguna, tergantung pada subjek yang menilainya. Sebagai ilustrasi, sebuah bangunan kuno
warisan zaman dulu yang sudah lapuk sangat mungkin dianggap memiliki nilai yang sangat
berharga bagi para sejarawan, tetapi tidak demikian bagi orang lain. Menurut pandangan ini,
sesuatu itu baru akan mempunyai nilai apabila ada subjek yang menilainya, sebaliknya sesuatu itu
tidak mempunyai nilai apapun tanpa ada subjek yang menilainya.
Pandangan yang menyatakan bahwa nilai itu bersifat objektif menganggap bahwa nilai suatu
objek itu melekat pada objeknya dan tidak tergantung pada subjek yang menilai. Setiap objek itu
mempunyai nilainya sendiri, tanpa diberi nilai oleh subjek. Para filsuf Yunani Kuno pada umumnya
berpendapat demikian. Dalam hubungan ini Plato menyatakan bahwa dunia nilai dan dunia ide
merupakan dunia yang senyatanya dan bersifat tetap. Sedangkan pemahaman maupun penilaian
seseorang terhadap suatu objek hanyalah merupakan bagian dari dunia pengalamannya, yang
tidak jarang bersifat subjektif, berubah-ubah atau bahkan saling bertentangan.
Meskipun memerlukan proses yang tidak mudah, akan tetapi pemahaman dan penghargaan
terhadap nilai-nilai perlu dimiliki oleh setiap orang. Proses ini akan lebih efektif apabila ditempuh
melalui jalur pendidikan, melalui proses penalaran dan pencerahan. Pemahaman terhadap hal-hal
yang bersifat wujud, kongkrit, dan faktual itu masih bersifat dangkal dan perlu dipahami lebih
mendalam tentang nilai, makna, atau hakikat yang terkandung di dalamnya. Sebagai contoh,
5
pemahaman terhadap fakta “Pertempuran 10 November 1945” di Surabaya merupakan sesuatu
yang penting, akan tetapi lebih penting lagi adalah pemahaman dan penghargaan terhadap nilai-
nilai, makna, atau hakikat yang terkandung di dalam peristiwa tersebut.
Pemahaman dan penghargaan terhadap nilai-nilai mungkin merupakan sesuatu yang agak
“asing” di kalangan siswa atau bahkan di kalangan masyarakat pada umumnya. Ada beberapa
sebab yang mengakibatkan rendahnya pemahaman dan penghargaan terhadap nilai-nilai, yang
pada pokoknya disebabkan oleh sistem yang melingkupi para siswa atau masyarakat. Pertama,
sistem pendidikan nasional yang kurang memberi perhatian terhadap nilai-nilai, sekaligus lebih
banyak memberikan perhatian terhadap konsep-konsep dan fakta-fakta. Arah dan kecenderungan
sistem pendidikan nasional yang demikian tentu tidak dapat dipisahkan dengan sistem politik dan
kebijakan pembangunan yang dilakukan selama ini. Kebijakan pembangunan nasional dalam
kurun waktu lebih dari 30 tahun masa Orde Baru lebih menekankan pembangunan phisik materiil,
meskipun dalam konsepnya dinyatakan sebagai Pembangunan Manusia Indonesia Seutuhnya,
yang memberikan keseimbangan antara aspek-aspek phisik materiil dan mental spiritual. Kedua,
sistem sosial masyarakat juga kurang memberi perhatian terhadap nilai-nilai, bahkan sebagaimana
telah sering menjadi sorotan publik, masyarakat telah dilanda oleh krisis nilai. Kondisi semacam ini
tentu juga tidak dapat dipisahkan atau bahkan merupakan akibat dari sistem politik dan kebijakan
pembangunan seperti yang telah dikemukakan maupun kecenderungan masyarakat global. Ketiga,
sistem yang lebih luas, yakni masyarakat global yang juga merupakan masyarakat “modern”,
cenderung berorientasi pada hal-hal yang bersifat materialistik (kebendaan), pragmatik
(mengutamakan kemanfaatan praktis), dan hedonistik (berorientasi pada kesenangan atau
kepuasan). Dengan demikian, persoalan nilai yang lebih bersifat immateriil dan spiritual kurang
memperoleh tempat dalam pandangan masyarakat “modern”. Sesuatu dianggap bernilai apabila
dapat memberikan kemanfaatan praktis, sesuai dengan tuntutan kebutuhan nyata, dan
memberikan kepuasan atas tuntutan kebutuhan itu.

2. Pengertian Norma
Norma adalah kaidah atau aturan-aturan, yang berisi petunjuk tentang tingkah laku yang wajib
dilakukan atau tidak boleh dilakukan oleh manusia dan bersifat mengikat. Kata “mengikat” di sini
berarti bahwa setiap orang dalam lingkungan berlakunya norma itu wajib menaatinya. Kepada para
pelanggar norma itu akan dikenai sanksi tertentu. Tujuan dari diberlakukannya suatu norma pada
dasarnya adalah untuk menjamin terciptanya ketertiban masyarakat.
Norma itu pada umumnya berlaku dalam suatu lingkungan masyarakat tertentu, seperti dalam
lingkungan etnis tertentu, di suatu wilayah atau negara tertentu. Namun demikian, ada pula
norma-norma yang bersifat universal, yang berlaku bagi seluruh umat manusia, misalnya larangan
menipu, mencuri, menganiaya, membunuh dan lain-lain. Dalam kehidupan manusia dikenal
adanya beberapa macam norma, yaitu norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan
norma hukum.
Norma agama adalah aturan-aturan yang oleh para pemeluknya diyakini bersumber dari Tuhan
Yang Maha Kuasa. Meskipun ajaran agama hanya akan diimani oleh pemeluknya masing-masing,
akan tetapi dalam hubungannya dengan sesama manusia dan lingkungannya, agama-agama itu
mengajarkan hal-hal yang pada umumnya sama, misalnya perintah agar jangan membunuh,
jangan mencuri, jangan berdusta, jangan berkhianat, berbakti kepada kedua orang tua, mencintai
sesama manusia, menyantuni fakir miskin dan sebagainya.
Norma kesusilaan adalah aturan-aturan tentang tingkah laku yang baik dan tidak baik, yang
bersumber dari hati nurani manusia. Sesuai dengan kodratnya, manusia adalah makhluk yang
berbudi, yakni unsur batin yang merupakan perpaduan antara akal dan perasaan, yang mampu
membedakan antara perbuatan yang baik dan buruk. Apabila manusia tidak mengingkari hati
nuraninya, niscaya ia akan mampu membedakan hal-hal yang baik dan yang buruk menurut
kesusilaan. Norma ini bersifat universal, artinya berlaku di manapun dan kapanpun dalam
6
kehidupan umat manusia. Dalam bahasa fisika, universal itu dapat dimaknai bebas dari dimensi
ruang dan waktu. Sebagai contoh, pelecehan seksual merupakan perbuatan yang melanggar
norma kesusilaan, yang bertentangan dengan budi dan nurani manusia, di manapun dan
kapanpun juga. Norma kesusilaan juga sering disebut sebagai norma moral.
Norma kesopanan adalah aturan-aturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu
lingkungan kelompok masyarakat tertentu, yang bersumber dari adat istiadat, budaya, atau tradisi
setempat. Norma kesopanan juga sering digolongkan sebagai norma moral. Akan tetapi berbeda
dengan norma kesusilaan yang bersifat universal, norma kesopanan itu bersifat lokal, kultural,
tradisional, atau kontekstual. Artinya, norma kesopanan itu berlaku di suatu wilayah tertentu, dalam
lingkungan budaya tertentu, berdasar tradisi tertentu, atau dikaitkan dengan kontek tertentu. Apa
yang dianggap sopan di suatu daerah mungkin dianggap tidak sopan di daerah lain. Demikian juga
apa yang dianggap tidak sopan pada masa lalu mungkin dianggap sopan pada masa sekarang.
Sebagai contoh, dalam lingkungan masyarakat Jawa, seorang anak yang berbicara dengan orang
tua sebaiknya menggunakan bahasa Jawa krama inggil (suatu strata bahasa Jawa yang halus dan
tinggi). Dengan demikian norma kesopanan itu terikat pada ruang dan waktu.
Norma hukum adalah aturan-aturan yang bersumber atau dibuat oleh lembaga negara yang
berwenang, yang bersifat mengikat dan memaksa. Negara berkuasa untuk memaksakan aturan-
aturan hukum agar dipatuhi dan bagi siapa saja yang bertindak melawan hukum dapat diancam
dan dijatuhi hukuman tertentu. Sifat “memaksa” dengan sanksi hukumannya yang tegas dan nyata
inilah kelebihan norma hukum dibanding dengan norma-norma yang lain. Demi tegaknya hukum,
negara mempunyai lembaga beserta aparat-aparatnya di bidang penegakan hukum, yakni hakim,
jaksa, dan polisi.
Tidak sedikit bentuk-bentuk perbuatan atau tingkah laku yang sama-sama dianjurkan atau
dilarang oleh berbagai norma itu. Sebagai contoh, berbakti kepada kedua orang tua adalah sikap
atau perbuatan yang dianjurkan oleh norma agama, norma kesusilaan, maupun norma kesopanan
atau norma sosial. Perbuatan menipu adalah perbuatan yang dilarang oleh norma agama, norma
kesusilaan, norma kesopanan atau norma sosial, maupun norma hukum. Sedangkan perbuatan
mengendarai motor tanpa memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) adalah perbuatan yang melanggar
norma hukum, tetapi tidak melanggar norma agama, kesusilaan, maupun kesopanan.

3. Pengertian Moral

Secara etimologis, moral berasal dari kata mos dan bentuk jamaknya mores, kosa kata dalam
bahasa Latin yang berarti tata cara atau adat istiadat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1989: 592), moral disinonimkan dengan akhlak, budi pekerti, atau susila. Menurut Wijaya (1985:
154), moral adalah ajaran baik dan buruk tentang perbuatan atau kelakuan (akhlak). Sementara itu
menurut al- Ghazali (1994: 31), akhlak (sebagai padanan kata moral) adalah perangai, watak, atau
tabiat yang menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya perbuatan
tertentu secara mudah dan ringan, tanpa dipikirkan atau direncanakan sebelumnya. Dalam kontek
lain yang tidak dimaksudkan dalam uraian ini, kata moral juga sering digunakan sebagai pengganti
kata mental atau spirit. Sebagai contoh adalah dalam ungkapan “kehadiran pelatih di tengah-
tengah para pemain itu memberikan kekuatan moral yang sangat berarti”. Memang tidak mudah
untuk mendifinisikan moral dengan batasan pengertian yang ketat, sehingga banyak terminologi
yang digunakan sebagai padanan kata moral, meskipun dari semua itu pengertiannya tidak
sepenuhnya sama (identik).
Dari hal-hal yang telah dikemukan dapat diperoleh pengertian bahwa moral itu pada pokoknya
membicarakan tentang tingkah laku atau perbuatan yang baik dan tidak baik. Secara akademis
perlu dijelaskan bahwa moral dapat diposisikan pada tataran ide/ajaran, aturan, atau sudah berupa
perbuatan. Dengan demikian terdapat moral dalam tataran ide atau ajaran, yang hal ini dapat
diklasifikasikan sebagai nilai-nilai moral, terdapat moral dalam tataran aturan-aturan, yang dalam

7
hal ini dapat diklasifikasikan sebagai norma-norma moral, dan terdapat moral dalam tataran
perbuatan-perbuatan nyata, yakni berupa perbuatan yang bermoral dan tidak bermoral (immoral).
Kata moral juga sering disinonimkan dengan etika, yang berasal dari kata ethos dalam bahasa
Yunani, yang berati kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, atau cara berfikir. Dalam
memahami etika juga terdapat penggolongan yang cukup rumit, ada yang memahami etika
sebagai nilai-nilai atau norma-norma, sebagai ilmu, dan sebagai sistem nilai yang dianut oleh
sekelompok orang (misalnya etika yang berlaku dalam berbagai profesi). Selain itu juga perlu
dipahami bahwa etika memiliki unsur apriori dan empris. Unsur apriori itu tidak membutuhkan
pengalaman empiris. Menurut Immanuel Kant, etika yang murni atau filsafat moral itu justru yang
bersifat apriori itu. Artinya bahwa persoalan moral, baik atau buruk itu lebih didasarkan pada hasil
renungan yang kritis, mendalam, rasional, dan prinsip-prinsip berfikir kefilsafatan lainnya. Sebagai
contoh, apakah aborsi itu secara moral baik atau buruk, jawabannya dapat direnungkan secara
kritis, mendalam, dan rasional, tidak perlu melihat kenyataan empirisnya membawa kebaikan atau
kejelekan.

4. Hubungan Antara Nilai, Norma, dan Moral

Setelah dipahami pengertian nilai, norma, dan moral, maka perlu pula dipahami hubungan
antara ketiga konsep tersebut. Tidak jarang kita mendengarkan penuturan atau uraian yang
menggambarkan ketidakjelasan batasan pengertian, batasan pengertian yang tumpang-tindih,
serta ketidakjelasan hubungan hirarkhis antara ketiganya.
Dari ketiga konsep itu, nilai merupakan sesuatu yang paling dasar, sesuatu yang bersifat
hakiki, esensi, intisari, atau makna yang terdalam. Sebagaimana telah dikemukakan, nilai adalah
sesuatu yang abstrak, yang berkaitan dengan cita-cita, harapan, keyakinan, dan hal-hal yang
bersifat ideal. Agar hal-hal yang bersifat abstrak itu menjadi kongkrit dan apa yang menjadi
harapan itu menjadi kenyataan, maka perlu diperlukan formulasi yang lebih kongkrit. Formulasi
yang lebih kongkrit dari nilai itu berwujud norma.
Norma yang berisi perintah atau larangan itu didasarkan pada suatu nilai, yang dihargai atau
dijunjung tinggi, karena dianggap baik, benar, atau bermanfaat bagi umat manusia atau lingkungan
masyarakat tertentu. Dengan demikian, hubungan antara nilai dengan norma dapat dinyatakan
bahwa nilai itu merupakan sumber dari suatu norma. Norma merupakan aturan-aturan atau
standard penuntun tingkah laku agar harapan-harapan itu menjadi kenyataan. Agar lebih jelas
dapat dicontohkan bahwa kejujuran merupakan suatu nilai dan larangan menipu merupakan suatu
norma. Demikian pula halnya dengan kebersihan yang merupakan suatu nilai dan larangan
membuang sampah di sembarang tempat merupakan suatu norma.
Adapun moral dalam pengertian sikap, tingkah laku, atau perbuatan yang baik yang dilakukan
oleh seseorang adalah merupakan perwujudan dari suatu norma dan nilai yang dijunjung tinggi
oleh orang tersebut. Perlu dikemukakan kembali bahwa moral juga dapat dipahami dalam tataran
nilai, sehingga disebut nilai moral, serta dapat pula dipahami dalam tataran norma, sehingga
disebut norma moral. Sebagai contoh, orang yang senantiasa menunjukkan sikap dan perbuatan
yang jujur dapat disimpulkan bahwa ia mematuhi norma-norma kejujuran, baik yang ada dalam
norma agama, norma kesusilaan, maupun norma hukum. Lebih dari yang bersifat normatif, ia juga
mengapresiasi dan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujujuran. Dengan demikian secara hirakhis dapat
dikemukakan bahwa nilai merupakan landasan dari norma, selanjutnya norma menjadi dasar
penuntun dari moralitas manusia, yakni sikap dan perbuatan yang baik.

8
HAND OUT : 05 & 07

Strategi, metoda dan media pembelajaran PKn


berdasarkan karakteristik peserta didik

Pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi yang ditandai adanya keseimbangan peran
antara pendidik dengan kedaulatan peserta didik, sedangkan hakekat belajar-mengajar adalah
peristiwa belajar yang terjadi apabila subjek didik secara aktif berinteraksi dengan lingkungan belajar
yang di tata guru melalui pola komunikasi yang diterapkannya.
Untuk melaksanakan tugas mulianya guru harus memiliki 4 (empat) kompetensi dasar, yaitu (1)
kompetensi kepribadian, (2) kompetensi pedagogik, (3) kompetensi profesional, dan (4) kompetensi
sosial. Salah satu indikator dari kompetensi pedagogik yang harus dikuasai guru adalah mampu
menerapkan teori belajar dan pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang
ingin dicapai, dan materi ajar. Konsep yang berkaitan dengan indikator ini adalah pendekatan, strategi,
dan model pembelajaran.

Tiga konsep serupa: pendekatan, strategi, dan model


Pendekatan (approach) dapat dipandang sebagai suatu rangkaian tindakan yang terpola atau
terorganisir berdasarkan prinsip-prinsip tertentu (misalnya dasar filosofis, prinsip psikologis, prinsip
didaktis, atau prinsip ekologis), yang terarah secara sistematis pada tujuan-tujuan yang hendak
dicapai. Dengan demikian pola tindakan tersebut dibangun di atas prinsip-prinsip yang telah terbukti
kebenarannya sehingga tindakan-tindakan yang diorganisir dapat berjalan secara konsisten ke arah
tercapainya tujuan atau teratasinya suatu masalah.
Berdasarkan pengertian di atas, pendekatan mengandung sejumlah komponen atau unsur,
yaitu tujuan, pola tindakan, metode atau teknik, sumber-sumber yang digunakan, dan prinsip-prinsip.
Sementara itu, strategi adalah suatu istilah yang diadopsi dari bidang kemiliteran ke dalam
bidang industri kemudian ke dalam bidang pendidikan. Strategi dapat didefinisikan sebagai perpaduan
secara keseluruhan dan pengorganisasian secara kronologis dari metode-metode dan bahan-bahan
yang dipilih untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu (UNESCO, 1981). Pendapat lainnya mengenai
strategi dikemukakan oleh Phillips and Owens (1986). Mereka menyatakan bahwa strategi adalah
serangkaian tindakan yang bertalian secara konsisten dan tindakan-tindakan tersebut secara
konseptual terpadu dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Kedua pendapat tersebut
memperlihatkan bahwa strategi sama atau hampir sama dengan approach (pendekatan). Yang
membedakannya hanyalah prinsip-prinsip yang melandasinya. Di samping itu, penggunaan kedua
istilah tersebut dalam kawasan pembelajaran seringkali diartikan sama dan kadang-kadang
disilihgantikan. Hal ini akan terlihat dalam uraian berikut.
Istilah terakhir yang perlu dibahas yaitu istilah “model.” Model dapat diartikan sebagai suatu
bentuk tiruan (replika) dari benda yang sesungguhnya (misalnya model kerangka manusia, model
jembatan layang), sehingga memiliki bentuk atau konstruksi dan sifat-sifat lain yang sama atau mirip
dengan benda yang dibuatkan tiruannya atau contohnya. Model juga dapat ditafsirkan sebagai suatu
contoh konseptual atau prosedural dari suatu program, sistem, atau proses yang dapat dijadikan acuan
atau pedoman dalam rangka memecahkan suatu masalah atau mencapai suatu tujuan, sebagai
contoh: model satuan pembelajaran, model persiapan mengajar, model-model pengajaran atau
pembelajaran, model pengembangan profesional ( professional development), dan model-model
pembangunan yang digunakan di suatu negara.

9
Pengertian Pendekatan, Strategi, dan Model Pembelajaran
Raka Joni (1980) berpendapat bahwa strategi adalah pola umum perbuatan guru-siswa di
dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar. Hal ini mengandung arti bahwa interaksi belajar
mengajar berlangsung dalam suatu pola yang digunakan bersama oleh guru dan siswa. Dalam pola
tersebut tentu terkandung bentuk-bentuk rangkaian perbuatan atau kegiatan guru dan siswa yang
mengarah pada tercapainya tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pendapat lain mengenai istilah tersebut dikemukakan oleh Gerlach dan Ely (1980). Mereka
mengungkapkan bahwa strategi instruksional adalah pendekatan yang digunakan guru dalam
menggunakan informasi, memilih sumber-sumber, dan mendefinisikan peranan siswa-siswa. Mereka
juga menyatakan bahwa strategi instruksional tersebut mencakup praktik-praktik khusus yang
digunakan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Dalam konteks pendekatan sistem
pembelajaran, strategi berkaitan dengan cara penyajian materi dalam lingkungan pembelajaran yang
meliputi sifat, ruang lingkup, dan urutan peristiwa yang memberikan pengalaman-pengalaman
pendidikan. Strategi instruksional tersebut tersusun atas metode-metode dan teknik-teknik (atau
prosedur-prosedur) yang akan memungkinkan pembelajar untuk mencapai tujuan-tujuan belajar.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut, strategi pembelajaran dapat dirumuskan sebagai suatu
pola umum pembelajaran subyek didik atau pembelajar yang tersusun secara sistematis berdasarkan
prinsip-prinsip pendidikan, psikologi, didaktik, dan komunikasi dengan mengintegrasikan struktur
(urutan kegiatan/ langkah) pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga,
pengelolaan kelas, evaluasi, dan waktu yang diperlukan agar subyek didik/pembelajar dapat mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
Sementara itu model pembelajaran yang dimaksudkan dalam tuisan ini yaitu contoh pola atau
struktur pembelajaran siswa yang didesain, diterapkan dan dievaluasi secara sistematis dalam rangka
mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Model pembelajaran yang satu
dengan yang lainmempunyai karakteristik yang berbeda-beda, yang dapat mempengaruhi kualitas
proses dan hasil belajar siswa.

Komponen-komponen Strategi Pembelajaran


Strategi pembelajaran bermacam-macam, yang tentunya memiliki karakteristik yang berbeda-
beda. Akan tetapi, apabila dianalisis secara cermat, semuanya memiliki sejumlah komponen atau
elemen. Komponen-komponen tersebut sebenarnya telah terlihat pada pengertian-pengertian strategi
pembelajaran di atas. Namun demikian, bahwa dalam hal ini ada beberapa orang ahli yang telah
mengidentifikasi komponen-komponen strategi pembelajaran. Dick and Carey (1976) misalnya,
mengemukakan bahwa komponen-komponen strategi pembelajaran adalah sebagai berikut.
a. Kegiatan pre-instruksional (pendahuluan)
b. Penyampaian informasi
c. Partisipasi siswa
d. Tes
e. Kegiatan tindak lanjut

Kelima komponen strategi pembelajaran tersebut berbeda dari apa yang dikemukakan oleh
ahli lainnya. Sebagai contoh, Atwi Suparman berpendapat bahwa strategi instruksional meliputi
komponen-komponen:

10
 Urutan kegiatan instruksional, yaitu urutan kegiatan guru dan siswa dalam proses pembelajaran
aktual yang terentang dari tahap Pendahuluan ke tahap Penyajian/ Kegiatan Inti, terus sampai
dengan tahap Penutup.
 Metode instruksional, yaitu cara-cara guru mengorganisir dan menyajikan isi pelajaran dan cara
guru mengorganisir siswa atau kelas, dan penggunaan media instruksional pada setiap tahap
pembelajaran.
 Media instruksional, yaitu peralatan dan bahan instruksional yang digunakan guru dan siswa pada
setiap tahap kegiatan pembelajaran.
 Waktu, yakni alokasi waktu yang digunakan bersama oleh guru dan siswa dalam menyelesaikan
kegiatan pada setiap tahap pembelajaran.

Ragam Strategi Pembelajaran


Strategi pembelajaran bermacam-macam dan di antara strategi itu tidak ada satupun yang
paling efektif untuk mencapai semua ragam tujuan pembelajaran. Terlepas dari sifatnya yang demikian
ini, beberapa orang ahli telah membuat klasifikasi strategi pembelajaran. Akan tetapi, dalam tuisan ini
strategi-strategi tersebut tidak akan diuraikan secara rinci.
Sehubungan dengan itu Gerlach dan Ely (1980) mengungkapkan adanya dua jenis strategi
pembelajaran, yaitu Expository Approach (Pendekatan Ekspositori) dan Inquiry Approach (Pendekatan
Inkuiri). Strategi Ekspositori biasanya digunakan guru untuk menyajikan materi pelajaran dengan
maksud menyampaikan informasi kepada para siswa melalui penjelasan atau melalui demonstrasi.
Setelah itu guru mengecek penerimaan, ingatan, dan pemahaman siswa-siswa mengenai informasi
yang telah diterimanya. Guru dapat mengulangi penjelasannya, bahkan dapat memberikan
kesempatan kepada siswa untuk praktik penerapan konsep atau prinsip yang telah dijelaskannya pada
serangkaian contoh. Metode yang paling sering digunakan pada strategi ini adalah Metode Ceramah,
yang didukung dengan Tanya Jawab dan Demonstrasi.
Sebaliknya, melalui Strategi Inkuiri siswa-siswa didorong dan diberi kesempatan untuk mencari
dan menemukan serta merumuskan konsep sendiri. Oleh sebab itu, metode-metode Eksperimen,
Diskusi Kelompok Kecil, Pemecahan Masalah, dan Tanya Jawab sangat populer penggunannya dalam
strategi ini.
Sementara itu, Raka Joni mengelompokkan Strategi Belajar Mengajar (B-M) sebagai berikut.
a. Strategi B-M dilihat dari segi pengalaman guru. Dari segi ini ada dua macam strategi, yaitu
Strategi Terbuka dan Strategi Tertutup. Strategi Terbuka biasanya digunakan oleh guru
yang telah berpengalaman. Guru yang berpengalaman akan berani melakukan
penyesuaian-penyesuaian pada saat ia sedang mengajar sesuai dengan situasi yang
berkembang di kelas pada waktu itu. Sebaliknya seorang guru baru akan merasa takut
untuk melakukannya. Ia akan berpegang teguh pada apa yang telah ia programkan pada
persiapan mengajarnya.
b. Strategi B-M dilihat dari pengorganisasian guru dalam pelaksanaan pembelajaran. Ditinjau
dari segi ini ada pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru dan ada pula yang
dilaksanakan oleh sebuah tim guru ( Team Teaching).
c. Strategi B-M dilihat dari segi pengorganisasian siswa. Dalam hal ini ada tiga jenis
pembelajaran yakni pembelajaran klasikal, pembelajaran kelompok kecil, dan
pembelajaran perorangan.
d. Strategi B-M dilihat dari segi pola penyajian materi. Sehubungan dengan ini ada 2 jenis
strategi yakni Strategi Ekspositori dan Strategi Heuristik. Strategi Heuristik terdiri
Pendekatan Inkuiri dan Pendekatan Penemuan (Discovery Approach).
11
e. Strategi B-M dilihat dari segi proses pengolahan pesan. Dalam kategori ini terdapat 2
strategi B-M yaitu Strategi Deduktif dan Strategi Induktif. Pembelajaran yang bersifat
deduktif bertolak dari penyajian hal-hal yang umum seperti konsep, prinsip, atau hukum
menuju ke hal-hal yang khusus, yakni fakta-fakta. Proses pengolahan pesan dari yang
umum ke yang khusus dapat dilakukan secara ekspositif atau melalui pembuktian-
pembuktian secara verifikatif. Sebaliknya, dalam pembelajaran yang bersifat induktif, siswa
belajar dengan bertitik tolak dari hal-hal atau fakta-fakta khusus ke hal-hal umum. Dengan
demikian para pembelajar didorong untuk menemukan dan merumuskan konsep atau
prinsip sendiri.

Media Pembelajaran
Proses Belajar Mengajar pada hakekatnya merupakan proses komunikasi, yaitu proses
penyampaian materi pelajaran baik yang berupa fakta, data, konsep, generalisasi, teori atau dalil yang
dilakukan pendidik kepada peserta didiknya. Pesan-pesan komunikasi yang dituangkan pendidik
melalui simbol-simbol komunikasi ,baik yang berbentuk verbal, non verbal atau visual dinamakan
encoding, sedangkan proses penafsiran pesan-pesan komunikasi yang dilakukan peserta didik
dinamakan decoding.
Dalam proses komunikasi pada peristiwa belajar mengajar di kelas tidak jarang dijumpai
kegagalan-kegagalan, hal ini dikarenakan materi yang disampaikan pendidik kepada peserta didik tidak
dapat sepenuhnya diteri dengan baik, bahkan mungkin saja tidak ada seorang peserta didikpun yang
dapat menerima materi pelajaran tersebut. Oleh karena itu agar pola komunikasi yang dilakukan
pendidik dapat berhasil dengan baik dan efektif, salah satu jalannya adalah dibantu dengan media
pembelajaran.
Model-model pola komunikasi dalam proses bel;ajar mengajar di kelas, bisa berbentuk 1 arah,
di mana pendidik amat dominan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas. Bentuk kedua
adalah model komunikasi 2 arah, di mana pendidik melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses
belajar mengajar di kelas, dan pola ketiga adalah multy komunikasi, di mana pendidik bukan hanya
sekedar memberikan kesempatan untuk memberikan pertanyaan, pernyataan, ataupun sanggahan
kepada peserta didiknya, akan tetapi juga dalam menjawab pertanyaan, sanggahan dan juga
pendapat-pendapat peserta didik lainnya dilemparkan ke kelas untuk ditanggapi bersama-sama.
Dalam pengajaran PKN yang berupaya mengembangkan potensi kognitif, afektif dan perilaku
siswa diperlukan pola komunikasi yang bersifat multy, dalam arti pola komunikasi yang sesuai untuk
kepentingan pengajaran PKN di SD adalah multy komunikasi. Oleh karena itulah untuk terciptanya
kondisi yang demikian diperlukan pendidik yang mempunyai syarat fleksibel, terbuka, peka dan
humanis dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas.
Pada hakekatnya media pelajaran adalah merupakan alat bantu yang dipergunakan pendidik
untuk menyampaikan pesan-pesan lewat simbol-simbil komunikasi baik secara verbal , non verbal
ataupun visual dengan tujuan untuk lebih mempermudah dan meningkatkan penerimaan materi
pelajaran bagi peserta didik, selain itu juga untuk mengindari terjadinya kejenuhan. Dengan
menggunakan media ,pelajaran akan jauh lebih menarik, karena : dapat menumbuhkan motivasi
belajar peserta didik; bahan pelajaran akan lebih jelas dan kongkrit; metoda yang dikembangkan akan
lebih bervariasi dan peserta didik akan lebih banyak kesempatan melakukan analisis melalui berbagai
aktivitas.
Model adalah tiruan atau jiplakan yang dirancang dan dibuat sedemikian rupa sehingga
menyerupai bentuk aslinya atau paling tidak mendekati kepada bentuk aslinya. Model dikembangkan
dengan ukuran yang sama besarnya dengan aslinya, atau bisa juga lebih besar atau bahkan bisa lebih
kecil. Namun harus dijelaskan kepada peserta didik bagaimana ukuran benda sebenarnya yang
dijadikan model tersebut. Untuk mengembangkan suatu model, pertama-tama harus dilakukan analisis
terhadap pesan nilai moral apa yang ada dalam Pokok Bahasan tersebut, kemudian alat-alat bantu apa

12
yang diperlukan untuk mengembangkan model itu, kemudian wujudkan dalam bentuk model apakah
ukurannya mau sama, lebih besar atau lebih kecil.
Dalam pengajaran PKN di SD, maka yang dapat dijadikan model media adalah : Buku Wajib
dan sumber formal lainnya; Kaset lagu-lagu nasional dan daerah, bila perlu lagu-lagu nasional negara
tetangga; Bendera Pusaka merah Putih dan bendera negara-negara tetangga (ASEAN); Lambang
Negara ; Baju-baju kebesaran daerah; Bagan-bagan, Foto-foto, gambar guntingan yang diperlukan
dalam PB/SPB dan Himpunan model-model , seperti contoh kasus, ceritera untuk media PVCT.
Kerucut Pengalaman yang dikemukakan oleh Edgar Dale dalam kaitannya dengan model-
model media dapat dirinci sebagai berikut : simbol-simbol verbal; simbol-simbol visual; Radio dan Tape;
Still Picture; Motion Picture; Educational Television; Exhibition; Demonstration; Dramatized
Experiences; Contrived Experiences dan Direct Purposeful. Dari kesemuanya tersebut, maka
pengalaman melalui kehidupan riil secara langsung adalah yang mempunyai nilai tertinggi, sementara
simbol-simbol verbal dan visual mempunyai nilai yang paling rendah.

13
HAND OUT : 09 & 11

Model-model Pembelajaran PKn di SD

Model – model Pembelajaran


Banyak model pembelajaran yang telah dikembangkan oleh para ahli. Bahkan beberapa orang
guru telah mencoba mengembangkannya dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran di
sekolah.
Ahli-ahli yang telah mengembangkan model-model pembelajaran antara lain Joyce dan Weil.
Mereka mengklasifikasikan model-model pembelajaran tersebut sebagai berikut.
a. Social Interaction Models (Model-model Interaksi Sosial)
b. Information Processing Models (Model-model Pemprosesan Informasi)
c. Personal Models (Model-model Pribadi)
d. Behavior Modification Models (Model-model Modifikasi Tingkah Laku)
Sementara itu Adrianne Bank, Marlene Henerson dan Laurel Eu (1981) mengungkapkan 5
(lima) Model Pembelajaran dalam konteks perencanaan program. Model-model pembelajaran
dimaksud sebagai berikut.
a. Concept Analysis Model (Model Analisis Konsep)
Model ini digunakan untuk membelajarkan siswa mengenai bagaimana memproses
informasi yang berkaitan dengan pelajaran. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa siswa-siswa
harus mempelajari semua konsep dasar yang terkandung dalam suatu mata pelajaran dan
mereka harus diberi kesempatan praktik yang terarah mengenai klasifikasi dan
diskriminasi. Semua ini diperlukan agar mereka mempunyai landasan yang kokoh bagi
belajar selanjutnya.
Agar guru-guru dapat menggunakan model ini dengan berhasil, mereka harus mampu:
1) memilih konsep-konsep yang berkaitan dengan mata pelajaran yang bersangkutan,
yang sesuai dengan tingkat perkembangan atau kemampuan siswa-siswa mereka;
2) menganalisis konsep-konsep tersebut untuk menentukan kadar dan jenis kesulitannya;
3) memantau pemahaman siswa-siswa mengenai masing-masing konsep; dan
4) mengatur waktu pembelajaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip belajar dan teori
perkembangan yang telah diterima.
Adapun langkah-langkah pokok penggunaan model ini, yaitu:
1) memilih dan menelaah konsep-konsep yang akan diajarkan;
2) mengembangkan dan menggunakan strategi-strategi yang tepat dan materi-materi
yang berhubungan; dan
3) mengembangkan dan menggunakan prosedur penilaian yang tepat.
Akhirnya perlu diketahui bahwa model ini menekankan pada isi mata pelajaran dan
pemprosesan informasi. Model ini paling cocok untuk mata pelajaran IPS, Matematika, dan
14
IPA, tetapi pada dasarnya dapat digunakan untuk sebagian besar pelajaran yang ada
dalam kurikulum. Model ini juga dapat digunakan untuk pembelajaran anak-anak di TK
hingga siswa-siswa SLTP.

b. Creative Thinking Model (Model Berpikir Kreatif)


Model ini dirancang untuk meningkatkan kefasihan, fleksibilitas, dan orisinilitas yang
digunakan siswa-siswa untuk mendekati benda-benda, peristiwa-peristiwa, konsep-
konsep, dan perasaan-perasaan. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa siswa-siswa dapat
dan harus mempelajari teknik-teknik yang menstimulasi kreativitas mereka. Suasana kelas
harus kondusif bagi adanya respons-respons yang berbeda agar respons yang berbeda-
beda tersebut dihargai dan diberi imbalan ( reward). Siswa-siswa yang mempelajari teknik-
teknik kreatif diharapkan akan dapat memanfaatkannya secara efektif untuk mengatasi
masalah-masalah yang dihadapinya dalam mata pelajaran tertentu.
Agar guru-guru berhasil dalam menggunakan model ini, maka mereka harus mampu:
1) membangun suasana yang memungkinkan bagi diterimanya semua ide atau
pendapat, yang tidak hanya karena bermanfaat untuk saat itu saja, tetapi juga karena
keaslian ide-ide dari siswa-siswa serta potensi mereka untuk menuju ke ide-ide dan
arah baru;
2) membantu siswa-siswa agar menyadari kekurangan-kekurangan dan kesenjangan-
kesenjangan pada penjelasan-penjelasan dan keyakinan-keyakinan yang biasa terjadi;
3) membantu siswa-siswa agar menjadi lebih terbuka dan lebih peka terhadap lingkungan
mereka;
4) menjamin tiadanya suasana yang formal atau seperti sedang dites, yang biasanya
dapat mengganggu kreativitas dan berpikir orisinil siswa; dan
5) memberikan stimuli (rangsang) yang akan menawarkan praktik untuk berpikir yang
jernih.
Langkah-langkah pokok dalam menggunakan model ini sebagai berikut.
1) membangun suatu suasana yang dapat membina berpikir kreatif;
2) mengajar siswa-siswa untuk menggunakan teknik-teknik yang menuju ke arah ide-ide
dan produk-produk baru; dan
3) mengevaluasi dan mengetes ide-ide yang telah ditawarkan.
Selanjutnya perlu dicatat bahwa model ini menitikberatkan pada pemprosesan informasi
dan keterampilan-keterampilan pertumbuhan pribadi. Model ini paling sesuai untuk IPA,
IPS, dan Seni Bahasa, akan tetapi dapat diterapkan pula untuk mata pelajaran lainnya.
Model ini paling cocok untuk siswa-siswa kelas III SD hingga SLTP.
c. Experiential Learning Model (Model Belajar melalui Pengalaman)
Model ini memberikan kesempatan kepada siswa-siswa untuk memperlakukan lingkungan
mereka dengan keterampilan-keterampilan berpikir yang tidak berhubungan dengan suatu
bidang studi atau mata pelajaran khusus. Model ini didasarkan pada temuan-temuan
Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi ketika anak-anak berinteraksi dengan aspek-
aspek lingkungan mereka yang membingungkan atau nampak bertentangan. Oleh sebab
itu, apabila model ini digunakan, waktu belajar harus diisi dengan kegiatan-kegiatan yang
dapat menumbuhkembangkan rasa ingin tahu siswa-siswa, dan yang mampu menyedot
seluruh perhatian mereka. Hal ini misalnya berupa kegiatan bermain dengan atau
15
melakukan suatu terhadap benda-benda konkrit atau bahan-bahan yang memungkinkan
mereka melihat apa yang terjadi pada benda atau bahan tersebut.

Sementara itu agar guru dapat menggunakan model ini secara efektif, ia harus mampu:
1) menyediakan benda-benda atau bahan-bahan konkrit untuk digunakan, ditelaah, atau
diteliti oleh siswa-siswa;
2) menyediakan serangkaian kegiatan yang cukup luas sehingga menjamin pemenuhan
minat siswa dan menumbuhkan rasa keterlibatan mereka;
3) mengatur kegiatan-kegiatan sehingga siswa-siswa yang berbeda tingkat
perkembangan kognitifnya akan belajar satu sama lain;
4) mengembangkan teknik-teknik bertanya untuk mengungkap alasan-alasan siswa yang
mendasari respons-respons mereka; dan
5) menciptakan lingkungan kelas yang dapat meningkatkan perkembangan proses-
proses kognitif.

d. Group Inquiry Model (Model Kelompok Inkuiri)


Model ini mengajar anak-anak untuk bekerja dalam kelompok untuk mengivestigasi topik-
topik yang kompleks. Model ini beranggapan bahwa kemampuan untuk mengikuti dan
menyelesaikan tugas-tugas dalam lingkungan kelompok adalah penting baik dalam situasi
dalam kelas maupun yang bukan di ruangan kelas. Anak-anak yang dapat berpartisipasi
dalam kegiatan-kegiatan pemecahan masalah dalam kelompok demikian ini akan memiliki
keterampilan-keterampilan sosial yang diperlukan untuk mendekati berbagai mata
pelajaran dengan cara yang produktif.
Mengingat model ini menekankan pada keterampilan-keterampilan interaksi sosial yang
berorientasi pada tugas, maka model ini paling sesuai dengan mata pelajaran IPA dan IPS
bagi siswa-siswa SD kelas IV hingga SLTP.
Apabila guru-guru ingin menggunakan model ini secara efektif, maka mereka harus
mampu:
1) membantu siswa-siswa merumuskan situasi-situasi yang menarik atau mengandung
teka-teki, yang dapat diterima untuk penelitian atau yang layak untuk diteliti;
2) mengajarkan keterampilan-keterampilan untuk melakukan penelitian dan evaluasi
tingkat dasar yang diperlukan bagi inkuiri yang berhasil;
3) membantu siswa-siswa mempelajari keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk
kerja kelompok yang berhasil; dan
4) memberi kesempatan kepada siswa-siswa untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan
kelompok dan mengambil keputusan-keputusan kelompok mereka sendiri.
Langkah-langkah yang perlu ditempuh guru dalam menggunakan Model Kelompok Inkuiri
ini sebagai berikut.
1) menyajikan situasi dan merumuskan pertanyaan-pertanyaan inkuiri
2) merencanakan investigasi (penelitian)
3) melaksanakan investigasi
4) menyajikan temuan-temuan
16
5) mengevaluasi investigasi

e. The Role-Playing Model (Model Bermain Peran)


Model ini memberikan kesempatan kepada siswa-siswa untuk praktik menempatkan diri
mereka di dalam peran-peran dan situasi-situasi yang akan meningkatkan kesadaran
mereka terhadap nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan mereka sendiri dan orang lain.
Bermain peran dapat membantu mereka untuk memahami, mengapa mereka dan orang
lain berpikir dan bertindak sebagaimana yang mereka lakukan. Dalam proses
“mencobakan” peran orang-orang yang berbeda dari mereka sendiri, siswa-siswa dapat
mempelajari baik perbedaan maupun persamaan tingkah laku manusia dan dapat
menerapkan hasil belajar ini dalam situasi-situasi kehidupan yang nyata.
Agar guru-guru dapat menggunakan model ini secara efektif, mereka harus mampu:
1) menyajikan atau membantu siswa-siswa memilih situasi-situasi bermain peran yang
tepat;
2) membangun suasana yang mendukung, yang mendorong siswa-siswa untuk bertindak
“seolah-olah” tanpa perasaan malu;
3) mengelola situasi-situasi bermain peranan dengan cara yang sebaik-baiknya untuk
mendorong timbulnya spontanitas dan belajar; dan
4) mengajarkan keterampilan-keterampilan mengobservasi dan mendengarkan sehingga
siswa-siswa dapat mengobservasi dan mendengarkan satu sama lain secara efektif
dan kemudian menafsirkan dengan tepat apa yang mereka lihat dan dengarkan.
Adapun langkah-langkah pokok dalam penggunaan model ini sebagai berikut.
1) memilih situasi bermain peran
2) mempersiapkan kegiatan bermain peran
3) memilih peserta/pemain peran
4) mempersiapkan penonton
5) memainkan peran (melaksanakan kegiatan bermain peran)
6) mendiskusikan dan mengevaluasi kegiatan bermain peran

Demikianlah 5 (lima) model pembelajaran yang dikemukakan oleh ketiga ahli tersebut di atas.
Model-model tersebut hanya diuraikan secara sekilas dalam tuisan ini, sekedar untuk
memperluas wawasan Pembaca mengenai pembelajaran. Erat hubungannya dengan hal ini,
ada satu lagi model pembelajaran yang relatif baru yaitu Quantum Teaching.
Quantum berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Dengan demikian, Quantum
Teaching berarti suatu orkestrasi dari berbagai macam interaksi yang terjadi di dalam dan di
sekitar momen atau peristiwa belajar. Interaksi-interaksi ini membangun landasan dan
kerangka untuk belajar yang dapat mengubah kemampuan dan bakat siswa menjadi cahaya
yang bermanfaat bagi mereka sendiri dan orang lain. Quantum Teaching ini juga menerapkan
percepatan belajar dengan menyingkirkan hambatan-hambatan yang menghalangi proses
belajar alamiah dengan menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun
bahan pengajaran yang sesuai, cara penyajian yang efektif, dan keterlibatan siswa secara aktif
dalam proses belajar. Di samping itu, Quantum Teaching juga memudahkan segala hal untuk
menyingkirkan hambatan belajar dan mengembalikan proses belajar ke keadaannya yang
mudah dan alami.

Quantum Teaching memiliki asas utama yang dijadikan landasan yaitu “ Bawalah Dunia
Mereka ke Dunia Kita,
17
dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka .”

Di samping itu, ada beberapa prinsip yang dijadikan pedoman baginya, yaitu sebagai berikut.
a. Segalanya berbicara
Maksudnya, bahwa segala sesuatu yang ada di lingkungan kelas mengandung dan
menyampaikan pesan tentang belajar.
b. Segalanya bertujuan
Hal ini mengandung arti bahwa semua kreasi Anda terutama mengenai belajar mempunyai
tujuan yang terukur.
c. Pengalaman sebelum pemberian nama
Prinsip ini menghendaki agar siswa belajar dengan mengalami sesuatu yang terkait
dengan informasi yang sedang dipelajarinya sebelum mereka memperoleh nama tentang
apa yang mereka pelajari atau dengan perkataan lain, sebelum mereka menemukan dan
merumuskan konsep atau prinsip.
d. Akui setiap usaha
Belajar merupakan suatu rangkaian usaha siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar,
dan usaha itu sendiri mengandung risiko. Oleh sebab itu, siswa-siswa patut memperoleh
pengakuan terutama dari guru atas usaha, kerja keras, kecakapan, dan kepercayaan diri
mereka.
e. Jika layak dipelajari, maka layak pula untuk dirayakan
“Perayaan” ini dimaksudkan sebagai ungkapan pengakuan atas partisipasi, penyelesaian
tugas, dan prestasi siswa-siswa.

Dengan demikian, proses belajar yang digubah melalui Quantum Teaching akan melahirkan
suasana yang meriah dan menyenangkan (joyful). Dengan demikian, yang akan terjadi adalah
sebuah momen Quantum Learning yang dipraktikkan di kelas melalui Quantum Teaching.

Pengembangkan model pembelajaran berbasis portofolio untuk pembelajaran PKn. Model ini
secara adaptif menerapkan konsep dan prinsip pedagogis Problem Solving dan Project (Dewey: 1920)
Inquiry-oriented citizenship transmission (Barr, Barth, dan Shermis:1978), social involvement
(Newmann:1977), yang bersifat fasilitatif, empirik dan simulatif.

a. Kompetensi Nilai yang dikembangkan

Peserta didik mampu melaksanakan nilai-nilai nilai-nilai yang terkandung atau melekat dalam
hak, kewajiban dan tanggung jawab sebagai anggota masyarakat, seperti peka, tanggap,
terbuka, demokratis, kooperatif, kompetetif untuk kebaikan, empatik, argumentatif dan
prospektif dalam konteks kehidupan bermasyarakat atas dasar keyakinan yang didukung oleh
pemahaman dan pengenalannya secara utuh, dalam praksis kehidupan sehari-hari di
lingkungannya.

b. Sintaksmatik

18
Model ini mempunyai urutan langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut.

Langkah 1. Pendahuluan

Pada langkah ini guru membuka pelajaran dan memberi ilustrasi mengenai nilai-nilai yang
terkandung sebagai hak, kewajiban dan tanggung jawab sebagai anggota masyarakat, seperti
peka, tanggap, terbuka, demokratis, kooperatif, kompetetif untuk kebaikan, empatik,
argumentatif dan prospektif dalam konteks kehidupan bermasyarakat dengan memberi ilustrasi
empirik mengenai berbagai isu dan trend dalam kehidupan masyarakat saat ini, khsusunya
dalam proses pembangunan masyarakat. Sebagai triger kegiatan lebih lanjut, selanjutnya guru
mengajak siswa untuk merenungkan sebuang pertanyaan ”Bagaimana seharusnya kita
sebagai anggota masyarakat memahami dan menjalankan nilai, konsep dan prinsip kehidupan
bermasyarakat yang baik dalam konteks pembangunan masyarakat Indonesia?”

Langkah 2. Kegiatan Inti


Strategi instruksional lebih lanjut yang digunakan dalam model ini, pada dasarnya bertolak dari
strategi “inquiry learning, discovery learning, problem solving learning, research-oriented
learning” yang dikemas dalam model “Project” ala John Dewey. Dalam hal ini ditetapkan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi Masalah Kebijakan Publik dalam Masyarakat
2. Memilih suatu Masalah untuk dikaji oleh kelas
3. Mengumpulkan Informasi yang terkait pada Masalah itu
4. Mengembangkan Portofolio kelas
5. Menyajikan Portofolio
6. Melakukan Refleksi Pengalaman Belajar

Pada keseluruhan Langkah ini guru mengorganisasikan kelas ke dalam sejumlah kelompok
kecil 3-5 dan 2 kelompok besar sekitar 20 orang yang masing-masing terdiri atas 4
subkelompok yang masing-masing sekitar 5 orang. Setiap kelompok ditugasi untuk mencari
jawaban atas pertanyaan tersebut dengan cara mempelajari sumber kepustakaan yang ada,
mengamati masyarakat sekitar, bertanya kepada nara sumber. Informasi yang diperoleh dari
semua sumber didiskusikan dalam kelompok kecil itu. Kesimpulan diskusi kelompok kecil
dituliskan dalam buku kerja siswa masing-masing dan selembar kertas koran atau manila
karton siap dipajang di depan kelas pada saat pertemuan tatap muka untuk diskusi kelas
stelah masing-masing kelompok kecil menyelesaikan tugasnya dan siap memasuki diskusi
kelas.

Di dalam setiap langkah siswa belajar secara mandiri dalam kelompok kecil dengan fasilitasi
dari guru dan menggunakan aneka ragam sumber belajar di sekolah dan di luar sekolah
(masyarakat, bahan tertulis, bahan terrekam, bahan tersiar, alam sekitar, artifak, situs sejarah,
dll). Di situlah berbagai keterampilan dikembangkan seperti: membaca, mendengar pendapat
orang lain, mencatat, bertanya, menjelaskan, memilih, merumuskan, menimbang, mengkaji,
merancang perwajahan, menyepakati, memilih pimpinan, membagi tugas, menarik perhatian,
berargumentasi, dll.

Portofolio adalah tampilan visual yang disusun secara sistimatis yang melukiskan proses
berfikir yang didukung oleh seluruh data yang relevan, yang secara utuh melukiskan
“integrated learning experiences” atau pengalaman belajar yang terpadu yang dialami oleh
siswa dalam kelas sebagai suatu kesaatuan.

Portofolio terbagi dalam dua bagian yakni “Portofolio tampilan”, dan “Portofolio dokumentasi”

19
Portofolio Tampilan berbentuk papan empat muka berlipat yang secara berurutan menyajikan:
1. Rangkuman Permasalahan yang dikaji
2. Berbagai alternatif Kebijakan Pemecahan Masalah
3. Usulan Kebijakan untuk Memecahkan Masalah
4. Pengembangan Rencana Kerja/Tindakan

Sedangkan Portofolio Dokumentasi dikemas dalam Map Ordner atau sejenisnya yang disusun
secara sistematis mengikuti urutan Portofolio Tampilan.

Portofolio tampilan dan Dokumentasi selanjutnya disajikan dalam suatu simulasi “Public
Hearing” atau dengar pendapat yang menghadirkan pejabat setempat yang terkait dengan
masalah portofolio tersebut. Acara dengar pendapat dapat dilakukan di masing-masing kelas
atau dalam suatu acara “Show Case” atau “Gelar Kemampuan” bersama dalam suatu acara
sekolah, misalnya di akhir semester. Bila dikehendaki arena “Show case” tersebut dapat pula
dijadikan arena “contest” atau kompetisi untuk memilih kelas portofolio terbaik untuk
selanjutnya dikirim ke dalam “Show case and Contest” antar sekolah dalam lingkungan
Kabupaten/Kota atau malah untuk acara regional propinsi atau nasional. Tujuan semua itu
antara lain untuk saling berbagi ide dan pengalam belajar antar “young citizens” yang secara
psiko-sosial dan sosial-kultural pada gilirannya akan dapat menumbuhkembangkan “ethos”
demokrasi dalam konteks “harmony in diversity”.

Setelah acara dengan pendapat, dengan fasilitasi guru diadakan kegiatan “refleksi” yang
bertujuan untuk secara individual dan bersama merenungkan dan mengendapkan dampak
perjalanan panjang proses belajar bagi perkembangan pribadi siswa sebagai warganegara.
Ajaklah siswa untuk menjawab pertanyaan Apa yang kalian peroleh dari keterlibatan dalam
keselutuhan proses pembelajaran itu? Topik Inti yang dapat dikembangkan dalam model
tersebut adalah “Kebijakan Publik” sebagai suatu konsep politik yang bersifat “generik” yang
didalamnya “embedded” sejumlah nilai, konsep, dan prinsip demokrasi.

Langkah 3. Penutup

Sepuluh menit dari pertemuan tatap muka kedua digunakan oleh guru untuk memberi
debriefing atau penegasan dan penguatan terhadap nilai yang implisit melekat dalam
pertanyaan triger, yakni nilai-nilai yang terkandung dalam hak, kewajiban dan tanggung jawab
sebagai anggota masyarakat, seperti peka, tanggap, terbuka, demokratis, kooperatif,
kompetetif untuk kebaikan, empatik, argumentatif dan prospektif dalam konteks kehidupan
bermasyarakat atas dasar keyakinan yang didukung oleh pemahaman dan pengenalannya
secara utuh, dalam praksis kehidupan sehari-hari di lingkungannya.

Model Tematik
Di lihat dari perkembangan psikologisnya seperti diteorikan oleh Piaget peserta didik SD/MI
dengan rentang usia 6 s.d 12 tahun berada pada tingkat operasi konkrit (concrete operation) dan awal
dari operasi formal (formal operation) yang ditandai dengan mulai berkembangnya abstraksi dalam
pemikiran. Dilihat dari lingkungan kehidupannya seperti dikonsepsikan oleh Paul R. Hanna dalam
model lingkup kehidupan semakin meluas (expanding environment), peserta didik di SD/MI berada
dalam lingkup komunitas dan sosial budaya, rumah, sekolah dan lingkungan sekitar (lingkungan desa
sampai dengan lingkungan negara).
Dengan mempertimbangkan perkembangan psikologis dan lingkup interaksi sosial budaya
peserta didik telah ditetapkan bahwa pelaksanaan kegiatan kurikuler di SD/MI dibagi dalam 2
20
penggalan. Penggalan pertama terdiri atas kelas-kelas rendah (I, II dan III), dan penggal kedua terdiri
atas kelas-kelas yang lebih tinggi (IV, V dan VI). Untuk kelas-kelas rendah kegiatan kurikuler
diorganisasikan dalam bentuk pembelajaran tematis, sedangkan untuk kelas-kelas yang lebih tinggi
diorganisasikan dalam bentuk pembelajaran berbasis mata pelajaran.
Pembelajaran tematik adalah model pembelajaran yang menggunakan tema tertentu sebagai titik
sentral pembelajaran yang mengakomodasikan berbagai kompetensi dasar yang harus dicapai dari
satu mata pelajaran atau beberapa mata pelajaran. Sedangkan pembelajaran terpadu adalah proses
pembelajaran yang mengkaitkan atau menghubungkan tema atau topik yang berkaitan dalam satu
mata pelajaran atau antarmata pelajaran pada suatu kurikulum sekolah.
Karakteristik model pembelajaran terpadu adalah holistik, bermakna, otentik, dan aktif. Oleh
karena itu, pembelajaran terpadu sangat diperlukan terutama untuk Sekolah Dasar, karena pada
jenjang ini siswa dalam menghayati pengalamannya masih secara totalitas serta masih sulit
menghadapi pemilahan yang artificial
Pemaduan dalam pembelajaran terpadu didasarkan pada pertimbangan rasional antara lain: 1)
kebanyakan masalah dan pengalaman termasuk di dalamnya pengalaman belajar bersifat
interdisipliner; 2) untuk memahami, mempelajari, dan memecahkannya diperlukan multiskill; 3) adanya
tuntutan interaksi kolaboratif yang tinggi dalam pemecahan masalah; 4) memudahkan siswa membuat
hubungan antarskematika dan transfer pemahaman antarkonteks; 5) demi efisiensi; 6) adanya tuntutan
keterlibatan siswa yang lebih tinggi dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran tematis adalah bentuk pengorganisasian pembelajaran terpadu. Dalam
pembelajaran bentuk ini peserta didik belajar melalui pemahaman dan pembiasaan perilaku yang
terkait pada kehidupannya. Peserta didik belum secara formal diperkenalkan pada mata pelajaran.
Tujuan akhir dari pembelajaran tematik adalah berkembangnya potensi peserta didik secara alami
sesuai dengan usia dan lingkungannya. Dalam pembelajaran berbasis mata pelajaran peserta didik
sudah secara formal diperkenalkan kepada mata pelajaran yang ada dalam kurikulum SD/MI.
Dalam pembelajaran tematik terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian yaitu:
1) pembelajaran tematik dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan pembelajaran menjadi lebih
bermakna dan utuh;
2) dalam pelaksanaan pembelajaran tematik perlu mempertimbangkan antara lain alokasi waktu
setiap tema, memperhitungkan banyak dan sedikitnya bahan yang ada di lingkungan;
3) usahakan pilihan tema yang terdekat dengan anak;
4) lebih mengutamakan kompetensi dasar yang akan dicapai daripada tema (Ahman, Dkk, 2004).
Pembelajaran tematik memiliki kekuatan/keunggulan antara lain:
1) pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan
siswa;
2) menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan siswa;
3) hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih berkesan dan bermakna;
4) mengembangkan keterampilan berpikir siswa dengan permasalahannya yang dihadapi;
5) menumbuhkan keterampilan sosial dalam bekerja sama, toleransi, komunikasi dan tanggap
terhadap gagasan porang lain.
Secara umum langkah-langkah menyusun pembelajaran tematik antarmata pelajaran sebagai
berikut.
a. mempelajari kompetensi dasar pada kelas dan semester yang sama dari setiap mata
pelajaran;
b. membuat/memilih tema yang dapat mempersatukan kompetensi-kompetensi tersebut
untuk setiap kelas dan semester;
c. membuat matrik atau bagan hubungan kompetensi dasar dengan tema/topik;
d. membuat pemetaan pembelajaran tematik dalam bentuk matrik atau jaringan tema;
e. menyusun silabus berdasarkan matrik/jaringan tema pembelajaran tematik;
f. menyusun rencana pembelajaran tematik

21
Matrik 1. Contoh Jaringan Indikator

Bahasa Indonesia:
PKn
 menceritakan peristiwa
 mencintai kekayaan alam
alam yang pernah
Indonesia
dilihat,dialami, di dengar
 bangga memiliki alam
 Menjelaskan isi gambar
Indonesia
seri tentang peristiwa alam
 bangga sebagai anak Indonesia
Matematika:
Memecahkan masalah BANGGA
BERTANAH Kertakes:
sehari-hari yang melibatkan
 menyanyikan lagu-lagu
pen-jumlahan dan AIR
kecintaan pada tanah air
INDONESIA dengan benar
Pengetahuan Alam:  membuat kolase dari berbagai
membedakan lingkungan objek dan bahan dari alam
sehat dan tidak sehat
 mengidentifikasi
penyebab pencemaran Mata pelajaran lainnya
lingkungan
menjelaskan pengaruh

Gambar/ matrik di atas menunjukkan contoh hubungan tema dari mata pelajaran PKn dengan
indikator-indikator mata pelajaran bahasa Indonesia, matematika, IPA, Kertakes, dan PKn. Setelah
membuat jaringan Indikator, kemudian buatlah pemetaan pembelajaran tematik dalam bentuk jaringan
tema model jaring laba-laba (webbed) sesuai dengan jaringan indikator tersebut di atas.

menyimakkk
membuat Sikap

Cerita Perilaku
Dst A pendek
Cinta tanah
E air Dst
Peristiwa
alam

Bangga melukis
alam
Menjumlah/ Bertanah air
B
Mengurang Indonesia
Karya seni
rupa lagu
D
Gunung, Dst
pantai wisata
Pulau Dst membuat
kolase
C Pence-
maran
Dst
Penyebab
22
Dampak

Matrik 2
Jaringan Laba-laba tema Bangga bertanah air Indonesia
(Kelas III SD)

Matrik di atas menggambarkan jaringan tema Bangga bertanah air Indonesia dengan
sub tema (anak tema) mata pelajaran lain. Kode ”A” yaitu cerita pendek tentang alam atau
peristiwa alam Indonesia merupakan anak tema yang diambil dari mata pelajaran bahasa
Indonesia. Anak tema tersebut dibagi menjadi beberapa anak tema diantaranya menyimak
dan membuat cerita pendek tentang peristiwa alam yang pernah terjadi di daerahnya.
Kode ”B” yaitu menjumlah merupakan anak tema yang diambil dari mata pelajaran
matematika yang kemudian dapat dibagi menjadi beberapa anak tema diantaranya menjumlah
peristiwa alam di daerahnya seperti longsor atau gunung meletus yang pembelajarannya
diarahkan kepada kesadaran menjaga kelestarian lingkungan.
Kode ”C” yaitu pencemaran merupakan anak tema yang diambil dari mata pelajaran
IPA, yang kemudian memiliki anak tema faktor penyebab dan dampak pencemaran
lingkungan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi manusia dan lingkungan alam sekitar.
Dalam hal ini target hasil belajarnya adalah kesadaran untuk mencintai lingkungan alam di
daerahnya seperti tidak membuang sampah sembarangan, tidak mencemari hutan, dan
sebagainya.
Kode” D” yaitu karya seni rupa merupakan anak tema mata pelajaran kerajinan
tangan dan kesenian, yang memiliki anak tema diantaranya membuat lukisan keindahan alam
Indonesia dan membuat kolase yang dikembangkan dari obyek dan bahan di alam sekitar.
Terakhir kode ”E” yaitu cinta tanah air merupakan anak tema yang diambil dari mata
pelajaran PKn dengan harapan siswa memiliki sikap dan perilaku cinta dan bangga terhadap
kekayaan dan keindahan alam Indonesia.
Dalam mengimplementasikan model pembelajaran tematik ini ada beberapa tahapan
kegiatan yang mesti dilakukan guru yaitu tahap perencanaan, Pelaksanaan, dan Penilaian.
Tahap perencanaan meliputi langkah-langkah perencanaan pembelajaran terpadu
sebagaimana telah diuraikan di atas atau kegiatan belajar 1 yaitu: menetapkan pembelajaran
yang akan dipadukan, mempelajari kompetensi dasar setiap mata pelajaran;
membuat/memilih tema; membuat matrik atau bagan hubungan kompetensi dasar dengan
tema/topik; membuat pemetaan pembelajaran tematik dalam bentuk matrik atau jaringan
tema; menyusun silabus, dan menyusun rencana pembelajaran tematik.
Tahap pelaksanaan merupakan kegiatan guru dalam membelajarkan siswa dengan
menggunakan pendekatan, metode, dan pola pembelajaran tertentu yang dapat dipilah
menjadi kegiatan persiapan, pembukaan, kegiatan inti, dan penutup. Tahap penilaian
merupakan kegiatan guru untuk menilai proses dan hasil belajar siswa yang meliputi
prosedur, jenis, bentuk, dan alat penilaian.
Kegiatan guru dalam tahap pelaksanaan dan penilaian biasanya sudah dirumuskan
secara rinci dalam Rencana Pembelajaran. Oleh karena itu, untuk mengetahui kegiatan-
kegiatan guru dalam pembelajaran tematis dapat Anda lihat dalam rencana pembelajaran
yang akan ditampilkan pada uraian berikut.

23
HAND OUT 13 DAN 14

Pengembangankan silabus dan RPP Pendidikan Kewarganegaraan

Pengembangan Silabus dan RPP


A. Pengertian Silabus
Silabus disusun berdasarkan Standar Isi, yang di dalamnya berisi Identitas Mata Pelajaran,
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), Materi Pokok/Pembelajaran, Kegiatan
Pembelajaran, Indikator, Penilaian, Alokasi Waktu, dan Sumber Belajar. Dengan demikian, silabus
pada dasarnya menjawab permasalahan-permasalahan sebagai berikut.
1. Kompetensi apa saja yang harus dicapai siswa sesuai dengan yang dirumuskan oleh Standar
Isi (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar).
2. Materi Pokok/Pembelajaran apa saja yang perlu dibahas dan dipelajari peserta didik untuk
mencapai Standar Isi.
3. Kegiatan Pembelajaran apa yang seharusnya diskenariokan oleh guru sehingga peserta didik
mampu berinteraksi dengan sumber-sumber belajar.
4. Indikator apa saja yang harus dirumuskan untuk mengetahui ketercapaian KD dan SK.
5. Bagaimanakah cara mengetahui ketercapaian kompetensi berdasarkan Indikator sebagai
acuan dalam menentukan jenis dan aspek yang akan dinilai.
6. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai Standar Isi tertentu.
7. Sumber Belajar apa yang dapat diberdayakan untuk mencapai Standar Isi tertentu.

B. Pengembang Silabus
Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam
sebuah sekolah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP),
dan Dinas Pendidikan.

1. Sekolah dan Komite Sekolah


Pengembang silabus adalah sekolah bersama komite sekolah. Untuk menghasilkan silabus
yang bermutu, sekolah bersama komite sekolah dapat meminta bantuan/bimbingan teknis dari
perguruan tinggi, LPMP, P3G, dan lembaga terkait seperti Balitbang Depdiknas.

2. Kelompok Sekolah
Apabila guru kelas atau guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan
pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah dapat mengusahakan untuk
membentuk kelompok guru kelas atau guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus
yang akan dipergunakan oleh sekolah tersebut

3. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)


Beberapa sekolah atau sekolah-sekolah dalam sebuah yayasan dapat bergabung untuk
menyusun silabus. Hal ini dimungkinkan karena sekolah dan komite sekolah karena sesuatu
hal belum dapat melaksanakan penyusunan silabus. Kelompok sekolah ini juga dapat meminta
bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LPMP, P3G, dan lembaga terkait seperti Balitbang
Depdiknas dalam menyusun silabus.

4 Dinas Pendidikan
24
Dinas Pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk
sebuah tim yang terdiri atas para guru berpengalaman di bidangnya masing-masing. Bila
dirasakan perlu ada nara sumber, diharapkan dapat berkoordinasi dengan pihak-pihak lain
yang relevan dan peduli dengan upaya peningkatan kualitas pendidikan.

Dalam pengembangan silabus, sekolah, kelompok kerja guru, atau dinas pendidikan dapat
meminta bantuan/bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LPMP, atau lembaga terkait yang ada,
baik di dalam maupun di luar Departemen Pendidikan Nasional

C. Prinsip Pengembangan Silabus


1. Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat
dipertangungjawabkan secara keilmuan/akademik.

2. Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai
dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.

3. Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional (korelasi) dalam
mencapai kompetensi.

4. Konsisten
Ada hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian. Untuk
memudahkan melihat konsistensi, silabus dapat ditampilkan dalam suatu matriks.

5. Memadai
Cakupan indikator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan
sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapain kompetensi dasar.

6. Aktual dan Kontekstual


Cakupan indikator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan sistem penilaian
memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir/kontemporer dalam
kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.

7. Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi variasi peserta didik, pendidikan, serta
dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat. Sementara itu, materi
ajar ditentukan berdasarkan dan atau memperhatikan kultur daerah masing-masing. Hal ini
dimaksudkan agar kehidupan peserta didik tidak asing atau tidak jauh dari lingkungannya.

8. Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).

D. Tahap-tahap Pengembangan Silabus


1. Perencanaan: Tim yang ditugaskan untuk menyusun silabus terlebih dahulu
perlu mengumpulkan informasi dan mempersiapkan kepustakaan atau referensi yang sesuai
untuk mengembangkan silabus. Pencarian informasi dapat dilakukan dengan memanfaatkan
perangkat teknologi dan informasi seperti multi media dan internet.
25
2. Pelaksanaan: Dalam melaksanakan penyusunan silabus, penyusun silabus
perlu memahami semua perangkat yang berhubungan dengan penyusunan silabus, seperti
Standar Isi yang berhubungan dengan mata pelajaran yang bersangkutan dan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan.
3. Perbaikan: Buram silabus perlu dikaji ulang sebelum digunakan dalam
kegiatan pembelajaran. Pengkajian dapat melibatkan para spesialis kurikulum, ahli mata
pelajaran, ahli didaktik-metodik, ahli penilaian, psikolog, guru/instruktur, kepala sekolah,
pengawas, staf profesional dinas pendidikan, perwakilan orang tua siswa, dan siswa itu sendiri.
4. Pemantapan: Masukan dari pengkajian ulang dapat dijadikan bahan
pertimbangan untuk memperbaiki buram awal. Apabila telah memenuhi kriteria rancangan
silabus dapat segera disampaikan kepada Kepala Dinas Pendidikan dan pihak-pihak yang
berkepentingan lainnya.
5. Penilaian silabus: Penilaian pelaksanaan silabus perlu dilakukan secara
berkala dengan mengunakaan model-model penilaian kurikulum.

III. KOMPONEN DAN LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN


SILABUS

A. Komponen silabus
Silabus memuat sekurang-kurangnya komponen-komponen berikut ini.
1. Identitas Silabus
2. Standar Kompentensi
3. Kompetensi Dasar
4. Materi Pokok/Pembelajaran
5. Kegiatan Pembelajaran
6. Indikator
7. Penilaian
8. Alokasi Waktu
9. Sumber Belajar

Komponen-komponen silabus di atas, selanjutnya dapat disajikan dalam contoh format silabus,
baik secara horisontal atau vertikal sebagai berikut.

SILABUS

Nama Sekolah :....................................


Mata Pelajaran :....................................
Kelas/Semester :....................................

1. Standar Kompetensi : .......................


2. Kompetensi Dasar : .......................
3.Materi Pokok/Pembelajaran : .......................
4. Kegiatan Pembelajaran : .......................
5. Indikator : .......................
6. Penilaian : .......................
7. Alokasi Waktu : .......................
8. Sumber Belajar : .......................

Catatan:
* Kegiatan Pembelajaran: kegiatan-kegiatan yang spesifik yang dilakukan siswa untuk mencapai
SK dan KD
26
* Alokasi waktu: termasuk alokasi penilaian yang terintegrasi dengan pembelajaran (n x 40
menit)
* Sumber belajar: buku teks, alat, bahan, nara sumber, dan atau lainnya.

B. Langkah-langkah Pengembangan Silabus

1. Mengisi identitas Silabus


Identitas terdiri atas nama sekolah, mata pelajaran, kelas, dan semester. Identitas silabus
ditulis di atas matriks silabus.

2. Menuliskan Standar Kompetensi


Standar Kompetensi adalah kualifikasi kemampuan peserta didik yang menggambarkan
penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada mata
pelajaran tertentu. Standar Kompetensi diambil dari Standar Isi (Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar) Mata Pelajaran.
Sebelum menuliskan Standar Kompetensi, penyusun terlebih dahulu mengkaji Standar Isi mata
pelajaran dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau SK dan KD;
b. keterkaitan antar standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam
mata pelajaran;
c. keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata pelajaran.
Standar Kompetensi dituliskan di atas matrik silabus di bawah tulisan semester.

3. Menuliskan Kompetensi Dasar


Kompetensi Dasar merupakan sejumlah kemampuan minimal yang harus dimiliki peserta didik
dalam rangka menguasai SK mata pelajaran tertentu. Kompetensi dasar dipilih dari yang
tercantum dalam Standar Isi.
Sebelum menentukan atau memilih Kompetensi Dasar, penyusun terlebih dahulu mengkaji
standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a. urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan Kompetensi
Dasar;
b. keterkaitan antar Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam mata pelajaran;
dan
c. keterkaitan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar antar mata pelajaran.

4. Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran


Dalam mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran harus dipertimbangkan:
a. relevansi materi pokok dengan SK dan KD;
b. tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta didik;
c. kebermanfaatan bagi peserta didik;
d. struktur keilmuan;
e. kedalaman dan keluasan materi;
f. relevansi dengan kebutuhan peseta didik dan tuntutan lingkungan;
g. alokasi waktu.

Selain itu, juga harus diperhatikan:


a. kesahihan (validity): materi memang benar-benar teruji kebenaran dan kesahihannya;
b. tingkat kepentingan (significance): materi yang diajarkan memang benar-benar diperlukan
oleh siswa;

27
c. kebermanfaatan (utility): materi tersebut memberikan dasar-dasar pengetahuan dan
keterampilan pada jenjang berikutnya;
d. layak dipelajari (learnability): materi layak dipelajari baik dari aspek tingkat kesulitan
maupun aspek pemanfaatan bahan ajar dan kondisi setempat;
e. menarik minat (interest): materinya menarik minat siswa dan memotivasinya untuk
mempelajari lebih lanjut.

5. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran


Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan
proses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan guru,
lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Kegiatan
pembelajaran yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran
yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Kegiatan pembelajaran memuat kecakapan
hidup yang perlu dikuasai peserta didik.

Kriteria dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran sebagai berikut.


a. Kegiatan pembelajaran disusun bertujuan untuk memberikan bantuan kepada para
pendidik, khususnya guru, agar mereka dapat bekerja dan melaksanakan proses
pembelajaran secara profesional sesuai dengan tuntutan kurikulum.
b. Kegiatan pembelajaran disusun berdasarkan tuntutan kompetensi dasar secara utuh.
c. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa
secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.
d. Kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa ( student-centered). Guru harus selalu berpikir
kegiatan apa yang bisa dilakukan agar siswa memiliki kompetensi yang telah ditetapkan.
e. Materi kegiatan pembelajaran dapat berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
f. Perumusan kegiatan pembelajaran harus jelas memuat materi yang harus dikuasai untuk
mencapai Kompetensi Dasar.
g. Penentuan urutan langkah pembelajaran sangat penting artinya bagi KD-KD yang
memerlukan prasyarat tertentu.
h. Pembelajaran bersifat spiral (terjadi pengulangan-pengulangan pembelajaran materi
tertentu).
i. Rumusan pernyataan dalam Kegiatan Pembelajaran minimal mengandung dua unsur
penciri yang mencerminkan pengelolaan kegiatan pembeljaran siswa, yaitu kegiatan dan
objek belajar.

Pemilihan kegiatan pembelajaran mempertimbangkan hal-hal sebagai erikut:


a. memberikan peluang bagi siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan sendiri
pengetahuan, di bawah bimbingan guru;
b. mencerminkan ciri khas dalam pegembangan kemapuan mata pelajaran;
c. disesuaikan dengan kemampuan siswa, sumber belajar dan sarana yang tersedia;
d. bervariasi dengan mengombinasikan kegiatan individu/perorangan, berpasangan,
kelompok, dan klasikal; dan
e. memperhatikan pelayanan terhadap perbedaan individual siswa seperti: bakat, minat,
kemampuan, latar belakang keluarga, sosial-ekomomi, dan budaya, serta masalah khusus
yang dihadapi siswa yang bersangkutan.

6. Merumuskan Indikator
Untuk mengembangkan instrumen penilaian, terlebih dahulu diperhatikan indikator. Oleh
karena itu, di dalam penentuan indikator diperlukan kriteria-kriteria berikut ini.
Kriteria indikator adalah sebagai berikut.
a. Sesuai tingkat perkembangan berpikir siswa.
28
b. Berkaitan dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
c. Memperhatikan aspek manfaat dalam kehidupan sehari-hari (life skills).
d. Harus dapat menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa secara utuh (kognitif,
afektif, dan psikomotor).
e. Memperhatikan sumber-sumber belajar yang relevan.
f. Dapat diukur/dapat dikuantifikasikan/dapat diamati.
g. Menggunakan kata kerja operasional.
7. Penilaian
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Di
dalam kegiatan penilaian ini terdapat tiga komponen penting, yang meliputi: (a) teknik
penilaian, (b) bentuk instrumen, dan (c) contoh instrumen.

a. Teknik Penilaian
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis dan
menafsirkan proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan
keputusan pendidikan untuk menentukan tingkat keberhasilan pencapaian kompetensi
yang telah ditentukan. Adapun yang dimaksud dengan teknik penilaian adalah cara-cara
pengukuran yang ditempuh untuk memperoleh informasi mengenai proses dan produk
yang dihasilkan pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik.

Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam rangka pengukuran, yang secara garis
besar dapat dikategorikan sebagai teknik tes dan teknik nontes.Teknik tes merupakan cara
untuk memperoleh informasi melalui serangkaian pertanyaan dan penugasan yang
memerlukan jawaban. Alat yang digunakan dalam pengukuran tes dapat berupa soal dan
atau tugas. Sedangkan teknik pengukuran nontes merupakan suatu cara untuk
memperoleh data/informasi melalui pedoman observasi.

Dalam melaksanakan penilaian, kiranya perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini.


1) Pemilihan jenis penilaian harus disertai dengan aspek-aspek yang akan dinilai
sehingga memudahkan dalam penyusunan soal.
2) Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian indikator.
3) Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan
siswa setelah siswa mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan
posisi seseorang terhadap kelompoknya.
4) Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan
dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan
kompetensi dasar yang telah dikuasai dan yang belum, serta untuk mengetahui
kesulitan siswa.
5) Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindakan perbaikan, berupa program
remedi. Apabila siswa belum menguasai suatu kompetensi dasar, ia harus mengikuti
proses pembelajaran lagi, dan bila telah menguasai kompetensi dasar, ia diberi tugas
pengayaan.
6) Siswa yang telah menguasai semua atau hampir semua kompetensi dasar dapat diberi
tugas untuk mempelajari kompetensi dasar berikutnya.
7) Dalam sistem penilaian berkelanjutan, guru harus membuat kisi-kisi penilaian dan
rancangan penilaian secara menyeluruh untuk satu semester dengan menggunakan
teknik penilaian yang tepat.
8) Penilaian dilakukan untuk menyeimbangkan berbagai aspek pembelajaran: kognitif,
afektif, dan psikomotor dengan menggunakan berbagai model penilaian, baik formal
maupun nonformal secara berkesinambungan.
29
9) Penilaian merupakan suatu proses pengumpulan dan penggunaan informasi tentang
hasil belajar siswa dengan menerapkan prinsip berkelanjutan, bukti-bukti outentik,
akurat, dan konsisten sebagai akuntabilitas publik.
10) Penilaian merupakan proses identifikasi pencapaian kompetensi dan hasil belajar yang
dikemukakan melalui pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah
dicapai disertai dengan peta kemajuan hasil belajar siswa.
11) Penilaian berorientasi pada Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator.
Dengan demikian, hasilnya akan memberikan gambaran mengenai perkembangan
pencapaian kompetensi.
12) Penilaian dilakukan secara berkelanjutan (direncanakan dan dilakukan terus menerus)
guna mendapatkan gambaran yang utuh mengenai perkembangan penguasaan
kompetensi siswa, baik sebagai efek langsung (main effect) maupun efek pengiring
(nurturant effect) dari proses pembelajaran.
13) Sistem penilaian harus disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran yang ditempuh
dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan
tugas observasi lapangan, penilaian harus diberikan baik pada proses (keterampilan
proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk/hasil dengan melakukan
observasi lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.

b. Bentuk Alat/Instrumen
Bentuk instrumen yang dipilih harus disesuaikan dengan teknik penilaiannya. Oleh karena
itu, bentuk instrumen yang dikembangkan dapat berupa tehnik :
1)Tes tulis, dapat berupa tes esai/uraian, pilihan ganda, isian, menjodohkan dsb
2)Tes lisan, yaitu berbentuk daftar pertanyaan.
3)Tes unjuk kerja, dapat berupa tes identifikasi, tes simulasi, dan uji petik kerja produk, uji
petik kerja prosedur, atau uji petik kerja prosedur dan produk.
4)Penugasan, seperti tugas proyek atau tugas rumah.
5)Observasi yaitu dengan menggunakan lembar observasi.
6)Wawancara yaitu dengan menggunakan pedoman wawancara
7)Portofolio dengan menggunakan dokumen pekerjaan, karya, dan atau prestasi siswa.
8)Penilaian diri dengan menggunakan lembar penilaian diri

Sesudah penentuan instrumen tes dipandang tepat, selanjutnya instrumen itu dituliskan di
dalam kolom matriks silabus yang tersedia. Berikut ini disajikan contoh ragam teknik
penilaian beserta bentuk instrumen yang dapat digunakan.

Tabel 1. Ragam Teknik Penilaian beserta Ragam Bentuk Instrumennya

Teknik Bentuk Instrumen


 Tes tulis  Tes isian
 Tes uraian
 Tes pilihan ganda
 Tes menjodohkan
 Tes lisan  Daftar garis-garis besar pertanyaan
 Tes unjuk  Tes identifikasi
kerja  Tes simulasi
 Uji petik kerja produk
 Uji petik kerja prosedur
 Uji petik kerja prosedur dan produk

30
 Penugasan  Tugas proyek
 Tugas rumah
 Observasi  Lembar observasi
 Wawancara  Pedoman wawancara
 Portofolio  Dokumen pekerjaan, karya, dan/atau
prestasi siswa
 Penilaian  Lembar penilaian diri
diri

c. Contoh Instrumen
Setelah ditetapkan bentuk instrumennya, selanjutnya dibuat contohnya. Contoh instrumen
dapat dituliskan di dalam kolom matriks silabus yang tersedia. Namun, apabila dipandang
hal itu menyulitkan karena kolom yang tersedia tidak mencukupi, contoh instrumen
penilaian dapat diletakkan pada lampiran.

7. Menentukan Alokasi Waktu


Alokasi waktu merupakan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk ketercapaian suatu Kompetensi
Dasar tertentu, dengan memperhatikan:
a. minggu efektif per semester,
b. alokasi waktu mata pelajaran, dan
c. jumlah kompetensi per semester.

8. Menentukan Sumber Belajar


Sumber belajar merupakan segala sesuatu yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran.
Sumber belajar dapat berupa: buku teks, media cetak, media elektronika, nara sumber dan
tokoh, lingkungan alam dan sosial-budaya sekitar, dan sebagainya.

Pengembangan RPP
PANDUAN PENGEMBANGAN
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

I. Pendahuluan
Dalam rangka mengimplementasikan pogram pembelajaran yang sudah dituangkan di dalam
silabus, guru harus menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP merupakan
pegangan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium, dan/atau
lapangan untuk setiap Kompetensi dasar. Oleh karena itu, apa yang tertuang di dalam RPP
memuat hal-hal yang langsung berkait dengan aktivitas pembelajaran dalam upaya
pencapaian penguasaan suatu Kompetensi Dasar.

Dalam menyusun RPP guru harus mencantumkan Standar Kompetensi yang memayungi
Kompetensi Dasar yang akan disusun dalam RPP-nya. Di dalam RPP secara rinci harus
dimuat Tujuan Pembelajaran,Materi Pembelajaran, Metode Pembelajaran, Langkah-langkah
Kegiatan pembelajaran, Sumber Belajar, dan Penilaian

II. Langkah-langkah Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

A. Mencantumkan identitas
 Nama sekolah
31
 Mata Pelajaran
 Kelas/Semester
 Standar Kompetensi
 Kompetensi Dasar
 Indikator
 Alokasi Waktu

Catatan:
 RPP disusun untuk satu Kompetensi Dasar.
 Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator dikutip dari silabus yang
disusun oleh satuan pendidikan
 Alokasi waktu diperhitungkan untuk pencapaian satu kompetensi dasar yang
bersangkutan, yang dinyatakan dalam jam pelajaran dan banyaknya pertemuan. Oleh
karena itu, waktu untuk mencapai suatu kompetensi dasar dapat diperhitungkan dalam
satu atau beberapa kali pertemuan bergantung pada karakteristik kompetensi dasarnya.

B. Mencantumkan Tujuan Pembelajaran

Tujuan Pembelajaran berisi penguasaan kompetensi yang operasional yang


ditargetkan/dicapai dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Tujuan pembelajaran
dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang operasional dari kompetensi dasar. Apabila
rumusan kompetensi dasar sudah operasional, rumusan tersebutlah yang dijadikan dasar
dalam merumuskan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran dapat terdiri atas sebuah
tujuan atau beberapa tujuan.

C. Mencantumkan Materi Pembelajaran


Materi pembelajaran adalah materi yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Materi pembelajaran dikembangkan dengan mengacu pada materi pokok yang ada dalam
silabus.

D. Mencantumkan Metode Pembelajaran


Metode dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi dapat pula diartikan sebagai model
atau pendekatan pembelajaran, bergantung pada karakteristik pendekatan dan/atau strategi
yang dipilih.

E. Mencantumkan Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran


Untuk mencapai suatu kompetensi dasar harus dicantumkan langkah-langkah kegiatan setiap
pertemuan. Pada dasarnya, langkah-langkah kegiatan memuat unsur kegiatan
pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Akan tetapi, dimungkinkan dalam
seluruh rangkaian kegiatan, sesuai dengan karakteristik model yang dipilih, menggunakan
urutan sintaks sesuai dengan modelnya. Oleh karena itu, kegiatan pendahuluan/pembuka,
kegiatan inti, dan kegiatan penutup tidak harus ada dalam setiap pertemuan.

F. Mencantumkan Sumber Belajar


Pemilihan sumber belajar mengacu pada perumusan yang ada dalam silabus yang
dikembangkan oleh satuan pendidikan. Sumber belajar mencakup sumber rujukan,
lingkungan, media, narasumber, alat, dan bahan. Sumber belajar dituliskan secara lebih
operasional. Misalnya, sumber belajar dalam silabus dituliskan buku referens, dalam RPP
harus dicantumkan judul buku teks tersebut, pengarang, dan halaman yang diacu.
32
G. Mencantumkan Penilaian
Penilaian dijabarkan atas teknik penilaian, bentuk instrumen, dan instrumen yang dipakai untuk
mengumpulkan data. Dalam sajiannya dapat ituangkan dalam bentuk matrik horisontal atau
vertikal. Apabila penilaian menggunakan teknik tes tertulis uraian, tes unjuk kerja, dan tugas
rumah yang berupa proyek harus disertai rubrik penilaian.

III. Format Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


(RPP)

SMP/MTs. : ...................................
Mata Pelajaran : ...................................
Kelas/Semester : ...................................
Standar Kompetensi: ...................................
Kompetensi Dasar : ...................................
Indikator : ...................................
Alokasi Waktu : ..... x 40 menit (… pertemuan)

A. Tujuan Pembelajaran
B. Materi Pembelajaran
C. Metode Pembelajaran
D. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Pertemuan 1
Pertemuan 2
dst
E. Sumber Belajar
F. Penilaian

33
HAND OUT 15 DAN 16

Konsep Dasar Penilaian Pendidikan Kewarganegaraan


1. Pengertian
Penilaian sering disamartikan dengan evaluasi. Sebenarnya istilah penilaian adalah
alih-bahasa dari istilah assessment, bukan alih-bahasa dari istilah evaluation (evaluasi). Kedua
istilah ini (penilaian/assessment dan evaluasi/ evaluation) sebenarnya memiliki kesamaan dan
perbedaan. Persamaannya adalah keduanya mempunyai pengertian menilai, atau menentukan
nilai sesuatu. Adapun perbedaanya terletak pada konteks penggunaannya. Penilaian
(assessment) digunakan dalam konteks yang lebih sempit dan biasanya dilaksanakan secara
internal, yakni oleh orang-orang yang menjadi bagian atau terlibat dalam sistem yang
bersangkutan, seperti guru menilai hasil belajar murid, atau Supervisor menilai guru. Baik guru
maupun supervisor adalah orang-orang yang menjadi bagian dari sistem pendidikan. Adapun
evaluasi digunakan dalam konteks yang lebih luas dan biasanya dilaksanakan secara
eksternal, seperti konsultan yang disewa untuk mengevaluasi suatu program baik pada level
terbatas maupun pada level yang luas.
Istilah penilaian diartikan sebagai kegiatan menentukan nilai suatu objek, seperti
baik-buruk, efektif-tidak efektif, berhasil-tidak berhasil, dan semacamnya, sesuai dengan
kriteria atau tolok ukur yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam penilaian ada empat unsur
pokok yaitu; (a) objek yang akan dinikai, (b) kriteria sebagai tolok ukur (c) data tentang objek
yang dinilai, dan (d) pertimbangan keputusan ( judgement). Dengan demikian proses penilaian
meliputi menentukan objek yang akan dinilai, membuat/menentukan kriteria ukuran,
mengumpulkan data baik melalui tes maupun non-tes, dan membuat keputusan.
Ada tiga hal yang saling berkaitan dalam kegiatan evaluasi, yaitu penilaian,
pengukuran dan tes. Ketiga istilah itu sering disalah artikan sehingga tidak jelas makna dan
kedudukannya. Gronlund (1985) mengemukakan bahwa penilaian adalah suatu proses yang
sistematis dari pengumpulan, analisis dan intrepretasi informasi/data untuk menentukan sejauh
mana siswa telah mencapai tujuan pembelajaran. Pengukuran adalah suatu proses yang
menghasilkan gambaran berupa angka-angka mengenai tingkatan ciri-ciri khusus yang dimiliki
oleh individu (siswa). Penilaian adalah pemeriksaan secara terus menerus untuk mendapatkan
informasi yang meliputi siswa, guru, program pendidikan dan proses belajar mengajar untuk
mengetahui tingkat perubahan siswa dan ketepatan keputusan tentang gambaran siswa dan
efektivitas program. Sementara itu, pengukuran adalah suatu proses yang menghasilkan
gambaran berupa angka-angka berdasarkan hasil pengamatan mengenai beberapa ciri
(atribute) tentang suatu obyek, orang atau peristiwa (Hopkins & Antes, 1990).
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian lebih bersifat
komprehensif yang meliputi pengukuran, dan tes merupakan salah satu alat atau bentuk dari
pengukuran. Pengukuran lebih membatasi kepada gambaran yang bersifat kuantitatif (berupa
angka-angka) tentang kemajuan belajar siswa ( learning progress) sedangkan penilaian atau
penilaian bersifat kualitatif. Di samping itu, penilaian pada hakikatnya merupakan suatu
proses membuat keputusan tentang nilai suatu objek. Keputusan penilaian ( value judgement)
34
tidak hanya didasarkan kepada hasil pengukuran ( quantitative description), melainkan dapat
pula didasarkan kepada hasil pengamatan ( qualitative description). Keduanya pada akhirnya
menghasilkan keputusan tentang suatu objek yang dinilai.
Hasil dari usaha belajar nampak dalam bentuk perubahan tingkah laku, baik secara
subtantif yaitu terkait langsung dengan mata-mata pelajaran, maupun secara komprehensip
yaitu perubahan prilaku yang menyeluruh. Perubahan itu ada yang dapat diamanati secara
langsung ada pula yang tidak dapat diamati secara langsung. Perubahan itu juga ada yang
terjadi dalam jangka pendek ada pula yang terjadi dalam jangka panjang. Namun demikian,
bagaimanapun baiknya alat penilaian yang digunakan hanya mungkin dapat mengungkap
sebagian tingkah laku dari keseluruhan hasil belajar yang sebenarnya. Penilaian yang baik
harus menilai hasil-hasil yang autentik dan hal ini dilakukan dengan mengetes hingga
manakah hal itu dapat ditransferkan. Penilaian harus dilakukan dengan tepat, teliti dan objektif
terhadap hasil belajar sehingga dapat menjadi alat untuk mengecek kemampuan siswa dalam
belajarnya dan mempertinggi prestasi belajarnya. Di samping itu penilaian dapat menjadi alat
pengontrol bagi cara mengajar guru, serta dapat membimbing murid untuk memahami dirinya
(keunggulan dan kelemahannya).

2. Penilaian Berbasis Kelas


a. Pengertian
Penilaian berbasis kelas merupakan suatu proses pengumpulan,pelaporan dan
penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa dengan menerapkan prinsip-prinsip
penilaian, pelaksanaan berkelanjutan, bukti-bukti otentik, akurat dan konsisten sebagai
akuntabitas publik. Penilaian berbasis kelas mengidentifikasi pencapaian kompetensi dan hasil
belajar yang dikemukakan melalui pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah
dicapai disertai dengan peta kemajuan belajar siswa dan pelaporan.
Penilaian berbasis kelas menggunakan arti penilaian sebagai assessment yaitu
kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh dan mengefektifkan informasi tentang hasil belajar
siswa pada tingkat kelas selama dan setelah kegiatan belajar mengajar (KBM). Data atau
informasi selama dari penilaian berbasis kelas merupakan salah satu bukti yang dapat
digunkana untuk mengukur keberhasilan suatu program pendidikan.
Pengumpulan informasi dapat dilakukan dalam suasana resmi maupun tidak
resmi, di dalam atau di luar kelas, menggunakan waktu khusus untuk penilaian aspek
sikap/nilai dengan tes atau nontes atau terintegrasi dalam seluruh kegiatan belajar mengajar
(di awal, tengah dan akhir). Bila informasi tentang hasil belajar siswa telah terkumpul dalam
jumlah yang memadai, maka guru perlu membuat keputusan terhadap prestasi siswa:
a. Apakah siswa telah mencapai tujuan pembelajaran seperti yang telah ditetapkan?
b. Apakah siswa telah memenuhi syarat untuk maju ke tinkat lebih lanjut?
c. Apakah siswa harus mengulang bagian-bagian tertentu?
d. Apakah siswa perlu memperoleh cara lain sebagai pendalaman?
e. Apakah siswa perlu menerima pengayaan serta pengayaan apa yang perlu diberikan?
f. Apakah perbaikan dan pendalaman program atau kegiatan pembelajaran, pemilihan
bahan atau buku ajar, danpenyusunan silabus telah memadai?

b. Tujuan Penilaian berbasis Kelas


Secara umum penilaian berbasis kelas bertujuan untuk memberikan penghargaan
terhadap pencapaian belajar siswa serta memperbaiki program dan kegiatan pembelajaran.
Oleh karena itu penilaian berbasis kelas menekankan pencapaian hasil belajar siswa sekaligus
mencakup seluruh proses mengajar dan balajar yang menilai karakteristik siswa, metode
mengajar dan belajar, pencapaian kurikulum, alat dan bahan belajar, dan administrasi sekolah.
Secara rinci tujuan penilaian berbasis kelas adalah untuk memberikan:

35
a) Informasi tentang kemajuan hasil belajar siswa secara individual dalam
mencapai tujuan belajar sesuai dengan kegiatan belajar yang dilakukannya.
b) Informasi yang dapat digunakan untuk membina kegaitan belajar lebih
lanjut, baik terhadap masing-masing siswa maupupn terhadap siswa seluruh kelas.
c) Informasi yang dapat digunakan oleh guru dan siswa untuk mengetahui
tinkat kemampuan siswa, menetapkan tingkat kesulitan/kemudahan untuk melaksanakan
kegiatan remedial, pendalaman atau pengayaan.
d) Motivasi belajar siswa dengan cara memberikan informasi tentang
kemajuannya dan merangsangnya untuk melakukan usaha pemantapan atau perbaikan.
e) Informasi semua aspek kemajuan setiap siswa dan pada gilirannya guru
dapat membantu pertumbuhannya secara efektif untuk menjadi anggota masyarakat dan
pribadi yang utuh.
f) Bimbingan yang tepat untuk memilih sekolah atau jabatan yang sesuai
dengan keterampilan, minat, dan kemampuannya.

3. Fungsi Penilaian Berbasis Kelas


Fungsi penilaian berbasis kelas bagi siswa dan guru adalah untuk membantu:
a. siswa dalam mewujudkan dirinya dengan mengubah atau mengembangkan perilakunya ke
arah yang lebih baik dan maju.
b. Siswa mendapat kepuasan atas apa yang telah dikerjakannya.
c. Guru untuk menetapkan apakah metode mengajar yang digunakan telah memadai.
d. Guru membuat pertimbangan dan keputusan administrasi.

4. Prinsip-prinsip
Sebagaimana penilaian pada umumnya, secara umum prinsip-prinsip penilaian berbasis
kelas adalah sebagai berikut:
a. Valid; penilaian berbasis kelas harus mengukur apa yang seharusnya diukur dengan
menggunakan alat yang dapat dipercaya, tepat atau sahih. Sebagai contoh apabila dalam
pelaksanaan kurikulum digunakan pendekatan salah satu obyek yang dinilai. Ketika
merencanakan penilaian, guru memerlukan jaminan bahwa semua kegiatan telah berorientasi
pada usaha untuk menyediakan informasi yang relevan dengan kompetensi dasar..
b. Mendidik; penilaian harus memberik sumbangan positif terhadap pencapaian hasil belajar
siswa. Oleh karena itu penilaian harus dinyatakan dan dapat dirasakan sebagai penghargaan
yang memotivasi bagi siswa yang berhasil dan sebagai pemicu semangat untuk meningkatkan
hasil belajar bagi yang kurang berhasil.
c. Berorientasi pada kompetensi; penalaian harus menilai pencapaian kompetensi dasar yang
dimaksud dalam kurikulum.
d. Adil dan obyektif; penilaian harus adil terhadap semua siswa dan tidak membeda-bedakan
latar belakang siswa yang tidak berkaitan dengan pencapaian hasil belajar. Obyektivitas
penilaian tergantung dan dipengaruhi oleh faktor-faktor pelaksana, kriteria untuk skoring dan
pembuatan keputusan pencapaian hasil belajar. Suatu tugas harus adil dan obyektif untuk laki-
laki dan perempuan, siswa dengan atar belakang budaya yang berbeda, menggunakan
bahasa yang dapat dipahami serta mempunyai kriteria yang jelas dalam mebuat keputusan
atau menerapkan angka atau nilai.
e. Terbuka; kriteria penilaian hendaknya terbuka bagi berbagai kalangan sehingga keputusan
tentang keberhasilan siswa jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
f. Berkesinambungan; penilaian dilakukan secara berencana, bertahap, teratur, terus menerus,
dan berkesinambungan untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan kemajuan
belajar siswa. Hasil penilaian perlu dianalisis dan ditindaklanjuti. Penilaian hendaknya
merupakan bagian integral dari proses pembelajaran.

36
g. Menyeluruh; oenilaian terhadap hasil belajar siswa harus dilaksanakan menyeluruh, utuh, dan
tuntas yang mencakkup aspek kognitif, psikomotor, dan afektif serta berdasarkan pada
berbagai teknik dan prosedur penilaian dengan berbagai bukti hasil belajar siswa. Penilaian
terhadap hasil belajar siswa meliputi aspek penegtahuan, sikap dan nilai danketerampilan,
serta materi secara representatif sehingga hasilnya dapat diintegrasikan sengan baik.
h. Bermakna; penilaian hendaknya mudah dipahami dan dapat ditindaklanjuti oleh pihak-pihak
yang berkepentingan. Hasil penilaian mencerminkan gambaran yang utuh tentang prestasi
siswa yang mengandung informasi keunggulan dankelemahan, minat, dan tingkat penguasaan
siswa dalam pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
Secara khusus dalam pelaksanaan penilaian berbasis kelas senantiasa harus
memegang prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Apapun jenis penilaiannya harus memungkinkan adanya kesempatan yang terbaik bagi siswa
untuk menunjukkan apa yang mereka ketahui danpahami, serta mendemonstrasikan
kemampuannya. Implikasi dari prinsip ini adalah sebagai berikut:
1) pelaksanaan penilaian berbasis kelas hendaknya dalam suasana yang bersahabat dan
tidak mengancam
2) semua siswa mempunyai kesempatan dan perlakuan yang sama dalam menerima
program pembelajaran sebelumnya yang sama dalam menerima program pembelajaran
sebelumnya dan selama proses penilaian
3) siswa memahami secara jelas apa yang dimaksud dalam penilaian berbasis kelas
4) kriteria untuk membuat keputusan atas hasil [enilaian berbasis kelas hendaknya
disepakati dengan siswa dan orang tua/wali.
b. Setiap guru harus mampu melaksanakan prosedur penilaian berbasis kelas dan pencatatan
secara tepat. Implikasi dari prinsip ini adalah:
1)prosedur penilaian berbasis kelas harus dapat diterima oleh guru dan dipahami secara jelas
2)prosedur penilaian berbasis kelas dan catatan haria hasil belajar siswa hendaknya mudah
dilaksanakan sebagai bagian dari kegiatan belajar mengajar dan tidak harus mengambil
waktu yang berlebihan
3)catatan harian harus mudah dibuat, jelas, mudah dipahami, dan bermanfaat untuk
perencanaan pembelajaran
4)informasi yang diperoleh untuk menilai semua pencapaian belajar siswa dengan berbagai
cara harus digunakan sebagaimana mestinya
5)penilaian pencapaian belajar siswa yang bersifat positif untuk pembelajaran selanjtunya
perlu direncanakan oleh guru dan sisw
6)klasifikasi dan kesulitan belajar harus ditentukan sehingga siswa mendapatkan bimbingan
dan bantuan belajar yang sewajarnya
7)hasil penilaian hendaknya menunjukkan kemajuan dan keberlanjutan pencapaian belajar
siswa
8)penilaian semua aspek yang berkaitan dengan pembelajaran misalnya efektifitas kegiatan
belajar mengajar dan kurikulum perlu dilaksanakan
9)peningkatan keahlian guru sebagai konsekuensi dari diskusi pengalaman dan
membandingkan metode dan hasil penilaian perlu dipertimbangkan
10) pelaporan penampilan siswa kepada orang tua/wali dan atasannya (kepala sekolah, kepala
dinas, dan instansi lain yang terkait) harus dlaksanakan.

Sedangkan prinsip khusus dalam pelaksanaan penilaian PKn meliputi :


1) Penilaian PKn lebih banyak untuk kepentingan siswa, dibandingkan untuk
kepentingan guru.
Maksud pernyataan ini adalah, bahwa dalam pelaksanaan penilaian di kelas,
perhatian dan tekanan harus ditujukan untuk kepentingan siswa. Oleh karena itu
pembuatan soal harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa, termasuk bahasa
37
yang digunakan harus mempunyai keterbacaan, dalam arti bias dimengerti oleh siswa dan
yang lebih penting pelaksaan penilaian harus dijadikan motivator oleh siswa untuk
meningkatkan kualitas belajarnya.

2) Hasil penilaian PKn bukan merupakan sesuatu yang final, akan tetapi hanya
bersifat sementara
Sebagaimana lajimnya dalam suatu pelaksanaan penilaian ada siswa yang telah siap
benar-benar untuk melaksanakan penilaian, namun ada kalanya ada siswa yang karena
sesuatu hal tidak siap, sehingga dapat dipastikan hasil yang diperolehnya tidak akan
memuaskan. Oleh karena itu jangan sekali-kali setelah selesai melaksanakan
pemeriksaan terhadap hasil penilaian, kemudian kita mendapatkan siswa yang nilanya
kurang bagus, kemudian kita simpulkan, bahwa siswa tersebut anak bodoh.

5. Penilaian Otentik (Authentic Assessment)


Penilaian otentik merupakan implikasi dari pemberlakuan kurikulum berbasis kompetensi
terhadap pola penilaian hasil pembelajaran di persekolahan. Sekolah dalam hal ini guru dan kepala
sekolah menjadi menjadi pengambil keputusan ( decision making) dalam perencanaan dan
pelaksanaan kurikulum dan proses pembelajaran. Sekolah menyusun silabus yang menjamin
terlaksananya proses pembelajaran yang terarah. Selain itu, sekolah melakukan continous-
authentic assessment yang menjamin ketuntasan belajar dan pencapaian kompetensi oleh siswa
Penilaian otentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang
perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai
teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan
pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai.
Tujuan Penilaian otentik itu sendiri adalah untuk: (1) Menilai Kemampuan Individual
melalui tugas tertentu; (2) Menentukan kebutuhan pembelajaran; (3) Membantu dan mendorong
siswa; (4) Membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih baik; (5) Menentukan
strategi pembelajaran; (6) Akuntabilitas lembaga; dan (7) Meningkatkan kualitas pendidikan.

Prinsip dari penilaian otentik adalah sebagai berikut:


a. Keeping track, yaitu harus mampu menelusuri dan melacak kemajuan siswa
sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah ditetapkan.
b. Checking Up, yaitu harus mampu mengecek ketercapaian kemampuan peserta
didik dalam proses pembelajaran.
c. Finding Out, yaitu penilaian harus mampu mencari dan menemukan dan
mendeteksi kesalahan-kesalahan yang menyebabkan terjadinya kelemahan dalam proses
pembelajaran.
d. Summing Up, yaitu penilaian harus mampu menyimpulkan apakah peserta didik
telah mencapai kompetensi yang ditetapkan atau belum.
Beberapa karakteristik penilaian otentik adalah sebagai berikut:
1. Penilaian merupakan bagian dari proses pembelajaran, bukan terpisah dari proses
pembelajaran
2. Penilain mencerminkan hasil proses belajar pada kehidupan nyata, tidak berdasarkan pada
kondisi yang ada di sekolah
3. Menggunakan bermacam-macam instrumen, pengukuran dan metode yang sesuai dengan
karakteristik dan esensi pengalaaman belajar
4. Penilaian harus bersifat komprehensif dan holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan
pembelajaran (multi dominan).
Pada pelaksanaannya penilaian otentik ini dapat menggunakan berbagai jenis penilaian di
antaranya adalah: (1) Tes Standar Prestasi; (2) Tes Buatan Guru; (3) Catatan Kegiatan; (4)
Catatan Anekdot; (5) Skala Sikap; (6) Catatan Tindakan; (7) Koleksi Pekerjaan; (8) Tugas individu;
38
(9) Tugas kelompok atau kelas; (10) Diskusi; (11) Wawancara; (12) Catatan Pengamatan; (13)
Peta Perilaku; (14) Portofolio; (15) Kuesioner; dan (16) Pengukuran Sosiometri.

6. Manfaat Penilaian
Penilaian merupakan suatu pernyataan berdasarkan sejumlah fakta unuk menjelaskan
karakteristik seseorang atau sesuatu. Dalam kerangka penilaian berbasis kelas merupakan suatu
proses pengumpulan, pelaporan dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa dengan
menerapkan prinsip-prinsip penilaian, pelaksanaan berkelanjutan, bukti-bukti otentik, akurat dan
konsisten sebagai akuntabilitas publik. Lalu apa manfaat dari penilaian tersebut?
a. Umpan balik bagi siswa dalam mengetahui kemampuan dan kekurangan sehingga
menimbulkan motivasi untuk memperbaiki hasil belajarnya.
b. Memantau kemajuan dan mendiagnosis kemampuan belajar siswa sehingga memungkinkan
dilakukannya pengayaan dan remediasi untuk memenuhi kebutuhan siswa sesuai dengan
kemajuan dan kemampuannya.
c. Memberikan masukan kepada guru untuk memperbaiki program pembelajarannya di kelas.
d. Memungkinkan siswa mencapai kompetensi yang telah ditentukan walaupun dengan
kecepatan belajar yang berbeda-beda.
e. Memberikan informasi yang lebih komunikatif kepada masyarakat tentang efektivitas
pendidikan sehingga mereka dapat meningkatkan partisipasinya di bidang pendidikan.
Lebih jauh lagi penilaian bermanfaat untuk:
a. Diagnosis hasil belajar siswa; siswa yang membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan
dengan siswa normal dalam mencapai kemampuan dasar yang telah ditetapkan
dalamkurikulum harus diberi bantuan untuk mencapai kemampuan dasar tersebut. Penilaian
berguna untuk mendeteksi kebutuhan siswa yang membutuhkan bantuan remediasi atau pun
pengayaan.
b. Prediksi masa depan siswa; penilaian dapat dimanfaatkan guru untuk mengetahui aspek-
aspek mana siswa menonjol, berbakat, dengan melihat indikator keunggulannya. Kemajuan
hasil belajar siswa dari guru mata pelajaran dikirim ke guru bimbingan dan penyuluhan untuk
dianalisis leih lanjut bakat dan minatnya yang dapat dijadikan dasar untuk pengembngan siswa
dalam meilih jenjang profesi/karir di masa depan.
c. Seleksi dan sertifikasi; penilaian berguna sebagai dasar untuk penentuan promosi (kenaikan
kelas) dan sertifikasi bagi siswa yang menamatkan pendidikannya. Penentuan promosi
(kenaikan kelas) didasarkan pada kriteria kenaikan kelas. Komponen kreteria kenaikan kelas
berdasarkan aspek ketercapaian kompetensi dasar mata pelajaran yang telah ditetapkan
dalam kurikulum. Siswa yang dinyatakan naik kelas adalah siswa yang memiliki pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memadai pada tingkatan kelas itu yang direfleksikan
dalamkebiasaan berpikir dan bertindak setelah menyelesaikan aspek atau subaspek mata-
mata pelajaran pada tingkatan kelas tertentu.
d. Umpan balik kegiatan belajar mengajar dan kurikulum sekolah; penilaian berupa catatan
kemajuan belajar siswa secara keseluruha dapat digunakan sebagai umpan balik bagi para
guru untuk mengevaluasi program-program pembelajaran yang telah disusun dan direvisi
untuk keperluan pembelajaran yang akan datang. Bagi sekolah atau penanggung jawab
kurikulum, catatan kemajuan dapat dijadikan dasar untuk mengevaluasi kurikulum sekolah
yang telah dilaksanakan dan menyempurnakannya agar lebih sesuai dengan kurikulum
nasional dan aspirasi masyarakatnya.

7. Fungsi Penilaian
A. Azis Wahab ( 1989 : 43-44 ) menyatakan, bahwa penilaian dalam PKn mempunyai
fungsi sebagai berikut :

39
a. Sebagai tolok ukur untuk mengetahui keberhasilan atau kekurangan siswa, guru ataupun
program pengajaran yang telah disampaikan dengan melalui kegiatan proses belajar
mengajar.
Mengacu kepada fungsi penilaian sebagaimana diuraikan tersebut jelas, bahwa
pelaksanaan penilaian pertama-tama berfungsi sebagai tolok ukur untuk mengukur
keberhasilan proses pembelajaran tersebut. Sudah barang tentu yang dijadikan indicator
disini bukan hanya keberhasilan atau kegagalan siswa dilihat dari nilai yang diperolehnya.
Tetapi juga sekaligus keberhasilan atau kegagalan guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran di kelas, apakah materi yang disampaikan bias dimengerti dan difahami
oleh siswa atau sebaliknya, apakah penentuan metode, media dan pola evaluasi sudah
tepat dengan misi dan tujuan bahan pelajaran yang disajikannya. Kesemuanya itu
merupakan suatu sistem yang satu sama lain dsaling menunjang.
b. Sebagai media klarifikasi, identifikasi serta penalaran diri, nilai, moral dan masalah.
Penilaian juga berfungsi sebagai media klarifikasi, identifikasi serta penalaran diri,
nilai, moral dan masalah. Jadi melalui pelaksanaan evaluasi PPKn, guru dapat
mengklarifikasi dan mengidentifikasi berbagai nilai moral yang menjadi pesan pokok
bahasan tersebut.
c. Sebagai media edukasi ( re-edukasi ) nilai-nilai moral
Fungsi ketiga dari pelaksanaan penilaian adalah sebagai media reedukasi nilai-
nilai moral, dalam arti guru dapat melakukan penanaman kembali nilai moral apa yang
belum difahami oleh siswa.

8. Bentuk dan Jenis Penilaian Berbasis Kelas


Dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, rangkaian penilaian ini
seyogiayanya dilakukan oleh seorang guru. Hal ini disebabkan setiap jenis atau bentuk penilaian
tersebut memiliki beberapa kelemahan selain keunggulan. Jika kita hanya menggunakan salah
satu bentuk saja, maka dikhawatirkan tidak memperoleh informasi yang komprehensif mengenai
pencapaian kompetensi. Dengan demikian, semakin banyak teknik pengumpulan informasi dan
pengukuran yang dilakukan oleh seorang guru, maka diharapkan akan semakin obyektif dalam
melaksanakan penilaian pencapaian kompetensi dasar siswa. Secara ringkas dapat dilihat pada
gambar berikut.

PENILAIAN

Non-Tes Tes

 Skala
Sikap Tes Lisan Tes Tertulis Tes Perbuatan
 Cek Lis
 Kuesion
er
 Studi

40
Tes Tertulis Tes Tertulis
Uraian: Obyektif:
 Terbatas  Pilihan
/ tertutup/ Ganda
terstruktur  Benar-
 Bebas/te Salah
rbuka  Mnjodo
hkan

Gambar 1. Ikhtisar Teknik Pengumpulan Informasi (Puskur Balitbang, 2002)


Pendekatan Sistem Penilaian
1. Pengertian dan Tujuan
Penilaian merupakan suatu proses membandingkan antara skor yang diperoleh siswa
dengan acuan yang digunakan yang hasil berupa nilai dengan skala 0-10, 1-4, 1-5, dan
seterusnya. Proses inilah yang kita kenal dengan penilaian atau pemberian nilai. Proses
pemberian nilai akan tergantung pada jumlah skor yang diperoleh pada tes. Dengan
menggunakan beberapa acuan yang telah ditetapkan, skor yang diperoleh siswa selanjutnya
akan berubah menjadi suatu nilai yang dapat dijadikan acuan dalam keputusan apakah siswa
tersebut telah mencapai kompetensi dasar yang ditetapkan atau tidak.
Apakah yang digunakan sebagai bahan pembanding? Acuan yang digunakan dalam
penilaian berbasis kelas dapat menggunakan dua kriteria yaitu kriteria mutlak atau Penilaian
Acuan Patokan (PAP) dan kriteria relatif atau Penilaian Acuan Norma (PAN). Penilaian acuan
patokan sangat bermanfaat dalam upaya meningkatkan kualitas hasil belajar, sebab siswa
diusahakan untuk mencapai standar yang telah ditentukan. Dalam hal ini siswa diusahakan
untuk mencapai standar yang telah ditentukan dan hasil belajar siswa dapat diketahui derajat
pencapaiannya. Pada penilaian acuan norma keberhasilan siswa ditentukan oleh kelompoknya.

a. Penilaian Acuan Patokan (PAP)


Dalam PAP menetapan patokan ditetapkan berdasarkan tingkat penguasaan
minimum. Siswa yang telah melampaui kriteria dapat dinyatakan lulus atau memenuhi
syarat. Dalam hal ini patokan ditetapkan sejak proses pembelajaran tersebut direncanakan,
dengan kata lain penguasaan kompetensi harus ditetapkan kriterianya. Oleh karena PAP
pada umumnya digunakan untuk menguji tingkat penguasaan, maka biasanya sejak awal
standar penampilan untuk suatu pencapaian kompetensi diberikan secara spesifik.
Kompetensi yang diukuran itu dapat saja dalam kecepatan memecahkan (menjawab 10
pertanyaan dalam waktu 10 menit), kecermatan penampilan (mengukur jarak pada peta
dengan tepat), atau persentase jawaban yang benar (mengidentifikasi 80% ciri-ciri
pembangunan berkelanjutan). Walaupun penetapan kompetensi standar tersebut tidak
mutlak sifatnya, namun ukuran tersebut merupakan dasar yang penting dalam menentukan
keberhasilan pencapaian kompetensi dasar.
Penentuan nilai berdasarkan pedoman Penilaian Acuan Patokan (PAP) atau standar
mutlak berarti ada patokan tertentu yang ditetapkan untuk keperluan konversi skor mentah
menjadi skor standar.
Pada pelaksanaannya sistem penilaian dengan acuan PAP tidak memerlukan
perhitungan statistik, melainkan hanya tingkat tingkat penguasaan kompetensi yang
minimum.

Contoh:
Tabel 8. Penilaian Acuan Patokan
Tingkat Penguasaan (%) Nilai

41
90 - 100 A
80 – 89 B
65 - 79 C
55 - 64 D
<55 E

b. Penilaian Acuan Normatif (PAN)


Penentuan nilai berdasarkan pedoman Penilaian Acuan Norma (PAN) atau
standard relative berarti prestasi belajar seseorang siswa dibandingkan dengan prestasi
siswa lain pada kelas (kelompok) di sekolah itu. Seorang siswa yang memperoleh nilai “A
(baik sekali)” pada kelompoknya mungkin memperoleh nilai lain bila prestasi siswa tersebut
dibandingkan pada kelompok lain. Hal penting yang perlu diperhatikan bahwa penggunaan
PAN berdasarkan asumsi bahwa setiap populasi heterogen sehingga asumsi normalitas
menjadi penting untuk diperhatikan. Jadi pemberian skor kepada siswa didasarkan atas
pencapaian siswa terhadap tujuan yang ditetapkan dengan memperhatikan sebaran skor
pada kelompok (kelas), dilakukan melalui kegiatan menghitung skor rata-rata dan standar
deviasi, membuat tabel konversi kemudian sajikan skor yang diperoleh siswa pada saat tes,
dan akhirnya ditetapkan nilai yang diperoleh seseorang siswa.

Oleh karena PAN direncanakan untuk menunjukkan perbandingan hasil seseorang


dengan hasil yang dicapai orang lain dalam kelompoknya, maka penafsiran tes ditujukan
untuk menentukan kedudukan relatif setiap siswa dalam suatu kelompok yang telah
diketahui kemampuannya. Hal ini berarti kita membendingkan seorang siswa dengan
teman-teman kelasnya. Secara statistik, pembanding yang digunakan dalam acuan ini
adalah rata-rata dan simpangan baku. PAN menggunakan prinsip-prinsip yang berlaku
pada kurva normal. Hasil perhitungannya dipakai sebagai acuan penilaian yang memiliki
sifat relatif sesuai dengan nilai rata-rata dan simpangan baku. Dalam penerapannya, sistem
PAN mengharuskan ditetapkannya duan hal pokok, yaitu: (1) banyaknya siswa yang akan
dinyatakan kelulusannya dan (2) penetapan batas lulus.

Contoh:
Tabel 9. Penilaian Acuan Normatif dengan Rentang Nilai 1-10

Rentangan Norma Nilai 1-10 Nilai Huruf


M + 2,25 S 10 A
M + 1,75 S 9 A
M + 1,25 S 8 B
M + 0,75 S 7 B
M + 0,25 S 6 C
M – 0,25 S 5 D
M – 0,75 S 4 D
M – 1,25 S 3 E
M - 1,75 S 2 E
M - 2,25 S 1 E

42

Anda mungkin juga menyukai