Anda di halaman 1dari 6

ISSN 2622-9439; E-ISSN 2622-9447

Volume 1, September 2018


Halaman: 109-113

Tafsir Ilmi: Studi Metode Penafsiran Berbasis Ilmu Pengetahuan


Pada Tafsir Kemenag
Putri Maydi Arofatun Anhar1, Imron Sadewo2,*, M. Khoirul Hadi Al-Asy Ari2
1
Program Studi Muamalah; 2Hukum Tata Usaha Negara, Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Jember
Jl. Mataram No.1, Karang Miuwo, Mangli, Kaliwates, Jember, Jawa Timur 68136 - Indonesia
Email: imronsadewo467@gmail.com*

Abstrak. Perkembangan sains dan teknologi telah menyebabkan munculnya pola interpretasi ilmiah sebagai modal penafsiran baru
pada Al-Qur’an. Pola ilmiah ini sejalan dengan perkembangan metode penafsiran yang lebih rasional (tafsir bi al-rayi). Adanya pola
ilmiah sangat penting untuk bisa mengukur hubungan erat antara Islam dan perkembangan sains. Begitu juga yang terjadi jika
melihat tafsir ilmi Kemenag dalam metode penafsiran berbasis ilmu pengetahuan. Studi penelitian ini adalah penelitian berbasis
kepustakaan (library research), sedangkan untuk analisa data yang digunakan ialah metode pendekatan historis dan deskriptif-
kualitatif dengan content analysis. Sehingga, dari hasil penelitian ini diketahui bahwa: pertama, memahai metode yang digunakan
tafsir ilmi dalam tafsir Kemenag. Kedua, mengetahui corak penafsiran tafsir ilmi dalam tafsir Kemenag. Ketiga, mengetahui adanya
relevansi antara tafsir ilmi dengan perkembangan tafsir di Indonesia. Sehingga upaya mendiskusikannya pada ruang-ruang akademis,
tempat bertemunya ilmu agama dan pengetahuan sains akan sangat baik dilakukan guna mencapai pemahaman yang komprehensif,
yang digunakan oleh para ilmuwan modern dalam menggali konsep-konsep tersebut.

Kata Kunci: Sains modern, Tafsir ilmi, Tafsir kemenag

PENDAHULUAN rasul yang bersifat universal sehingga dikatakan pula


bahwa Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar yang pernah
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi ilmu, Islam ada.
juga menempatkan ilmu sebagai suatu hal yang tidak Sebagai mukjizat terbesar dan pedoman hidup, Al-
boleh ditinggalkan. Terdapat banyak ayat dalam Al- Qur’an harus dimengerti maknanya dan setelah itu bisa
Qur’an yang menempatkan ilmu dan ahli ilmu pada diaplikasikan isinya dalam kehidupan sehari-hari sesuai
tempat yang mulia dan agung. Baginda Rasulullah SAW dengan fungsi dan keistimewaannya. Karena Al-Qur’an
sendiri menganjurkan umatnya untuk menuntut ilmu diturunkan dengan bahasa yang tidak begitu mudah
dimanapun bahkan sampai ke negeri Cina. Ilmu berguna dipahami, maka kemudian sebagai mahkluk yang
sebagai motor penggerak pemikiran dan aktivitas berpikir (Homo sapiens), manusia berusaha memahami
manusia. Semua aktivitas manusia pastilah dengan mendayagunakan potensi akal. Salah satu
membutuhkan ilmu pengetahuan. Bagaimanakah bila pendekatan yang digunakan di dalam memahami Al-
manusia tanpa ilmu, maka dapat di pastikan manusia Qur’an, adalah pendekatan sains (saintific approach).
tidak akan dapat bertahan lama di muka bumi. Segala Pendekatan sains adalah pendekatan yang digunakan
bentuk aktivitas manusia baik aktivitas duniawi ataupun untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an melalui
ukhrawi pasti membutuhkan ilmu pengetahuan agar perspektif sains atau ilmu pengetahuan. Implikasi dari
dapat berjalan maksimal dan sesuai dengan ketetapan. pendekatan ini akan melahirkan tafsir-tafsir yang
Al-Qur’an sebagai kitab penyempurna tidak hanya mengandung muatan sains atau ilmu pengetahuan,
mengandung ayat-ayat yang berdimensi aqidah, syari'ah biasanya tafsir yang menggunakan pendekatan sains
dan akhlak semata, akan tetapi juga memberikan masuk dalam kategori tafsir ilmi.
perhatian yang sangat besar bagi perkembangan ilmu Terlepas dari kontroversi mengenai pendapat
pengetahuan (sains). Al-Qur’an selalu mengajak kepada ulama mengenai tafsir ilmi, sejarah telah membuktikan
manusia untuk bersikap ilmiah dengan melihat, bahwa terdapat banyak mufassir yang menafsirkan Al-
membaca, memperhatikan, memikirkan, mengkaji serta Qur’an dengan pendekatan sains atau ilmu pengetahuan,
memahami dari setiap fenomena yang ada terlebih lagi menggunakan pendekatan sains modern, menunjukkan
terhadap beberapa fenomena alam semesta yang perlu bahwa Al-Qur’an sebenarnya selaras dengan ilmu
mendapatkan perhatian khusus karena darinya bisa pengetahuan bahkan Al-Qur’an merupakan sumber ilmu
dikembangkan sains dan teknologi untuk perkembangan pengetahuan, maka tidaklah mengherankan bila Al-
umat manusia dan dengan itu pula akan didapatkan Qur’an sebagai sumber ajaran Islam, menempati posisi
pemahaman yang utuh dan lengkap. Dan karena sentral, bukan saja dalam perkembangan dan
kapasitasnya sebagai penyempurna dari kitab-kitab pengembangan ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga
samawi yang telah diturunkan oleh-Nya kepada para
110 1: 109-113, 2018

merupakan inspirator dan pemandu gerakan-gerakan Selain itu, Fahd Abdhul Rahman mendefinisikan
umat Islam. bahwa al-tafsir al-‘ilmy adalah ijtihad atau usaha keras
Pandangan yang menganggap Al-Qur’an sebagai mufassir untuk mengungkap hubungan ayat-ayat
sumber pengetahuan bukanlah hal yang baru, menarik kawniyyah di dalam Al-Qur’an dengan penemuan-
untuk memperhatikan pandangan Al-Ghazali dalam penemuan ilmiah yang bertujuan untuk memperlihatan
Ihya ‘Ulum al-Din dengan mengutip pandangan ibn kemukjizatan Al-Qur’an. Dari ketiga pengertian di atas,
Mas’ud dikatakannya bahwa “Jika seseorang dapat disimpulkan bahwa al-tafsir al-‘ilmy adalah
menginginkan pengetahuan masa lampau dan penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an dalam hubungannya
pengetahuan modern, selayaknya dia merenungkan Al- dengan ilmu pengetahuan. Ayat-ayat Al-Qur’an yang
Qur’an” Tidak ada batasan-batasan dan Al-Qur’an ditafsirkan dengan menggunakan corak ini adalah ayat-
memiliki indikasi pertemuannya tentang ilmu ayat kauniyyah (ayat-ayat yang berkenaan dengan
pengetahuan (Gulsyani, 1998). (kejadian) alam). Dalam penafsiran ayat-ayat tersebut,
Tulisan ini berfokus pada metode penafsiran ilmu mufassir melengkapi dirinya dengan teori-teori sains
pengetahuan pada tafsir Kementerian Agama Republik (ilmu pengetahuan). Upaya penafsiran dengan cara
Indonesia. Untuk itu, secara teknis ada beberapa tersebut bagi para mufassirnya bertujuan untk
pertanyaan mendasar yang ingin dijawab dalam karya mengungkap dan memperlihatkan kemukjizatan ilmiah
tulis ini, diantaranya: pertama, bagaimana metode yang Al-Qur’an di samping kemukjizatan dari segi-segi
digunakan tafsir ilmi dalam tafsir Kemenag. Kedua, apa lainnya (Abd al-Salam al-Muhtasib, Abd al-Majid,
corak penafsiran tafsir ilmi dalam tafsir Kemenang, dan 1973).
ketiga, bagaimana relevansi antara tafsir ilmi dengan Dalam Tafsir al-‘ilmy berprinsip bahwa Al-Qur’an
perkembangan tafsir di Indonesia. mendahului ilmu pengetahuan modern, sehingga
mustahil bahwa Al-Qur’an bertentangan dengan sains
modern. Dari pandangan tersebut, maka alasan yang
PEMBAHASAN mendorong para mufassir menulis tafsirnya ini adalah
disamping banyaknya ayat-ayat Al-Qur’an yang secara
Tafsir Ilmy: Penafsiran ilmu pengetahuan oleh para eksplisit maupun implisit memerintah untuk menggali
Ilmuwan Islam modern ilmu pengetahuan, juga ingin mengetahui dimensi
Penafsiran Al-Qur’an berbasis sains modern yang kemukjizatan bahwa Al-Qur’an dalam bidang ilmu
disebut dengan istilah al-tafsir al-‘ilmy adalah salah satu pengetahuan modern.
bentuk atau corak penafsiran Al-Qur’an. Dari segi Dari beberapa pengertian tersebut dapat
bahasa (etimologis), al-tafsiral-‘ilmy berasal dari dua dikategorikan dalam dua model penafsiran ayat-ayat
kata: “al-tafsir” dan “al-‘ilmy” (Al-Bustani, Fuad Ifram, kauniyyah: pertama, memahami ayat-ayat kauniyyah
1986) dinisbatkan kepada kata ‘ilm (ilmu) yang berarti dengan menggunakan pendekatan teori atau penemuan
yang ilmiah atau bersifat ilmiah. Jadi, secara bahasa al- ilmiah dan perangkat ilmu pengetahuan modern, yang
tafsir al-‘ilmy berarti tafsir ilmiah atau penafsiran mana dalam penemuan-penemuannya tersebut hanya
ilmiah. sebagai perangkat untuk menjelaskan makna yang
Sedangkan menurut istilah (terminologi), terkandung dalam Al-Qur’an. Kedua, berusaha mencari
pengertian al-tafsir al-ilmy dapat kita pahami dari kesesuaian ayat-ayat kauniyyah dengan teori-teori atau
beberapa yang dikemukakan para ahli. Muhammad ilmiah sehingga ada kesan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an
husayn Al-Dzahaby dalam kitabnya Al-Tafsir wa al- dicocok-cocokkan dengan teori-teori ilmiah tersebut.
Mufassirun, misalnya mengemukakan bahwa yang Corak penafsiran ilmiah (al-tasir al-‘ilmy) ini dapat
dimaksud dengan al-tafsir al-‘ilmya adalah penafsiran dikategorikan dalam metode al-Tafsir al-Tahlily (tafsir
yang dilakukan dengan mengangkat (menggunakan analisis). Hal ini jika dilihat dari cara yang dilakukan
pendekatan) teori-teori ilmiah dalam mengungkapkan penafsiran dengan cara memilih ayat-ayat yang akan
kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dan berusaha dengan ditafsirkan, dicari arti kosa kata (mufradat), kemudian
sungguh-sungguh untuk menggali berbagai disiplin ilmu menganalisisnya untuk mencari makna yang dimaksud.
pengetahuan dan pandangan-pandangan filsafat dari Namun, penafsiran ini tidak menyeluruh karena hanya
ayat-ayat tersebut. Sedangkan Abd Al-Majid Al-Salam menafsirkan ayat-ayat tersebut secara parsial, tidak
Al-Muhtasib dalam kitabnya, Iittihajat al-Tafsir fi al- harus melihat hubungan dengan ayat-ayat sebelum atau
Ashr al-Hadits, mengatakan bahwa al-tafsir al-‘ilmy sesudahnya.
adalah penafsiran yang dilakukan oleh para Dengan munculnya berbagai ilmu pengetahuan
musafassirnya untuk mencari adanya kesesuaian dan semakin meningkatnya ilmu pengetahuan tersebut,
ungkapan-ungkapan dalam ayat-ayat Al-Qur’an baik ilmu kealaman maupun ilmu sosial menuntut kita
terhadap teori-teori ilmiah (penemuan ilmiah) dan agar memahami dan menafsirkan Al-Qur’an tidak
berusaha untuk menggali berbagai masalah keilmuan hanya secara harfiah saja, tetapi haruslah dengan cara
dan pemikiran-pemikiran filsafat (Abd al-Salam al- pendekatan teoritis. Penafsiran Al-Qur’an hendaknya
Muhtasib, Abd al-Majid, 1973). merupakan usaha bersama yang mengkolaborasikan
berbagai ahli dalam berbagai bidang. Kita merasa
ANHAR et al. – Tafsir ilmi: Studi metode penafsiran berbasis ilmu pengetahuan pada tafsir Kemenag 111

terdorong dan menganggap penting untuk melihat tercantum dalam mushaf (Shadr, tt). Tafsir dengan
betapa urgennya penafsiran Al-Qur’an secara ilmiah dan metode tahlili (Metode tahlili ialah metode dalam
relevansinya dengan perkembangan ilmu pengetahuan. menjelaskan Al-Qur’an dengan memaparkan segala
aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang
Corak dan metode dalam tafsir ‘ilmi ditafsirkan itu, serta menerangkan makna-makna yang
Tafsir bercorak ilmi adalah kecenderungan menafsirkan tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan
Al-Qur’an dengan memfokuskan penafsiran pada kajian kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat
bidang ilmu pengetahuan, yakni untuk menjelaskan tersebut) tersebut menguraikan berbagai aspek yang
ayat-ayat yang berkaitan dengan Ilmu dalam Al-Qur’an terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan, seperti
(Kholid, 2003) Menurut Abd Al-Majid Abd As-Salam pengertian kosa kata, konotasi kalimatnya, latar
Al-Mahrasi tafsir, Ilmi, yaitu: tafsir yang mufasirnya belakang turunnya ayat, keterkaitan dengan ayat lain
mencoba menyingkap ibarat-ibarat dalam Al-Qur’an (munasabah), dan pendapat-pendapat yang telah ada
yaitu mengenai beberapa pandangan ilmiah dan berkenaan dengan penafsiran ayat-ayat tersebut, baik
istilahnya serta mengerahkan segala kemampuan dalam yang disampaikan oleh Nabi, sahabat, tabi’in, maupun
menggali berbagai problem ilmu pengetahuan ahli tafsir lainnya (Baidan, 1998). Sistematika
(Khaeruman, 2004). penulisannya menuruti susunan ayat-ayat dan surat-
Kajian tafsir ini adalah untuk memperkuat teori- surat di dalam mushaf.
teori ilmiah dan bukan sebaliknya. Alasan yang Dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan
melahirkan penafsiran ilmi adalah karena seruan Al- menggunakan metode ini, mufassir menguraikan hal-hal
Qur’an pada dasarnya adalah sebuah seruan ilmiah, sebagai berikut; arti kosa kata, asbabun nuzul,
yaitu seruan yang didasarkan pada kebebasan akal dari munasabah, konotasi kalimatnya, pendapat-pendapat
keragu-raguan dan prasangka buruk, bahkan Al-Qur’an yang telah diberikan berkenaan dengan tafsiran ayat-
mengajak untuk merenungkan fenomena alam semesta, ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi,
atau seperti juga banyak kita jumpai ayat-ayat Al- sahabat, tabiin, maupun ahli tafsir lainnya (Baidan,
Qur’an ditutup dengan ungkapan-ungkapan, antara lain: 1998). Prosedur ini dilakukan dengan mengikuti
“Telah kami terangkan ayat-ayat ini bagi mereka yang susunan mushaf, ayat per ayat dan surat per surat.
miliki ilmu”, atau dengan ungkapan: “bagi kaum yang Kelebihan dari metode ini, pertama, mempunyai
memiliki pemahaman”, atau dengan ungkpan: “Bagi ruang lingkup yang luas, artinya dapat dikembangkan
kaum yang berfikir”. Apa yang dicakup oleh ayat-ayat dalam berbagai corak penafsiran sesuai dengan keahlian
kauniyah dengan makna-makna yang mendalam akan masing-masing mufassir. Kedua, memuat berbagai ide,
menunjukkan pada sebuah pandangan bagi pemerhati di mana mufassir diberi kesempatan yang luas untuk
kajian dan pemikiran khususnya, bahwa merekalah yang mencurahkan ide-ide dan gagasannya dalam
dimaksudkan dalam perintah untuk mengungkap tabir menafsirkan Al-Qur’an. Artinya pola penafsiran metode
pengetahuannya melalui perangkat ilmiah. ini dapat menampung berbagai ide yang terpendam di
Pada abad ke-20 perkembangan tafsir, ilmi dalam benak mufassir, bahkan ide-ide jahat dan ekstrim
semakin meluas dan semakin diminati oleh berbagai pun dapat ditampungnya.
kalangan. Banyak orang yang mencoba menafsirkan Adapun kelemahan dari metode ini, pertama,
beberapa ayat Al-Qur’an melalui pendekatan ilmu menjadikan petunjuk Al-Qur’an parsial atau terpecah-
pengetahuan modern. Tujuan utamanya adalah untuk pecah, sehingga terasa seakan-akan Al-Qur’an
membuktikan mukjizat Al-Qur’an dalam ranah memberikan pedoman secara tidak utuh dan tidak
keilmuwan sekaligus untuk meyakinkan orang-orang konsisten, karena penafsiran yang diberikan pada suatu
nonmuslim akan keagungan dan keunikan Al-Qur’an ayat berbeda dari penafsiran yang diberikan pada ayat-
(Muhammad, 2004). ayat yang lain yang sama dengannya. Kedua,
Meluasnya minat terhadap corak tafsir bi al-Ilmi melahirkan subjektif, di mana metode ini memberikan
dikarenakan umat Islam merasa tertinggal dari pada peluang yang luas sekali kepada mufassir untuk
Barat dalam hal ilmu pengetahuannya. Umat Islam juga mengemukakan ide-ide dan pemikirannya, sehingga
takut penyakit pertentangan antara agama dan ilmu kadang-kadang ia tidak sadar bahwa dia telah
pengetahuan yang pernah dialami Barat akan timbul di menafsirkan Al-Qur’an secara subjektif, dan tidak
dunia mereka. Karenanya, umat Islam pun bangkit dan mustahil pula di antara mereka yang menafsirkan Al-
mulai melakukan berbagai eksperimen ilmiah dengan Qur’an sesuai dengan kemauan hawa nafsunya, tanpa
mencari kesesuaiannya dalam Al-Qur’an (Shihab, mengindahkan kaidah-kaidah yang berlaku. Ketiga,
1994). masuknya pemikiran israiliyat (Baidan, 1998)
Metode pertama yakni metode tahlily (analitis), Seperti dikatakan Baqir Shadr, bahwa kelemahan
dimana Baqir Shadr, menyebutkannya dengan metode dari metode ini adalah mufassir menggunakan semua
tajzi’iy, yaitu suatu metode tafsir dimana mufassirnya sarana yang ada hanya untuk menemukan makna
berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an harfiah dari suatu ayat, atau hanya menghasilkan suatu
dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan mengkoordinasikan informasi dari ayat-ayat Al-Qur’an
ayat-ayat dan surat-surat Al-Qur’an sebagaimana yang serta tidak mampu menyuguhkan pandangan Al-Qur’an
112 1: 109-113, 2018

berkenaan dengan berbagai persoalan kehidupan (Shadr, sebagai aspek penting didalamnya (Tim Penyusun
tt). Tafsir Ilmi, 2011).
Penafsiran yang mengikuti metode ini dapat Kesadaran yang sangat urgen dalam perspektif tim
mengambil bentuk ma’tsur (riwayat) (Di antara kitab penyusun karya ini, menarik untuk dilihat adalah
tafsir tahlili yang mengambil bentuk al-ma’tsur adalah: tentang pandangan Zulglul al-Najjar (pakar Geologi
kitab tafsir Jami’ al-Bayan’an Ta’wil Ayi Al-Qur’an Muslim) yang disampaikan oleh kepala Badan Litbang
karangan Ibn Jarir al-Thabari [w.310H], 2) Ma’alim al- dan Diklat kementerian Agama RI dalam sambutan.
Tazil karangan al-Baghawi [w.516 H], 3) Tafsir Al- Ditegaskan Bahwa di dalam Al-Qur’an terdapat kurang
Qur’an al-‘Azhim [terkenal dengan tafsir Ibn Katsir] lebih 750 hingga 1000 ayat yang mengandung isyarat-
karangan Ibn Katsir [w.774 H] 4) al-Durr al-Mantsur fi isyarat ilmiah yang menunjukkan kekuasaan dan
al-tafsir bi al-Ma’tsur karangan al-Suyuthi [w.911H]) kebesaran Allah SWT, sedang ayat-ayat hukum hanya
atau ra’iy (pemikiran) (Tafsir tahlili yang mengambil sekitar 200 hingga 250. Berangkat dari ini, Kepala
bentuk al-Ra’iy banyak sekali, antara lain: 1) Tafsir Lintang Kementerian Agama menilai kekurangan karya-
Lubāb al-ta’wīl fī ma„ānī al-tanzīl karya Imam al- karya yang berbicara tentang ilmu pengetahuan jika
Khāzin (w.741 H) 2) Anwar al-Tanzil wa Asrar al- dibandingkan dengan warisan ribuan buku-buku fiqih
Ta’wil karangan al-Baydhawi [w.691H] 3) al-Kasysyaf Islam (Tim Penyusun Tafsir Ilmi, 2011).
karangan al-Zamakhsyari [w.538H] 4) ‟Arais al-Bayan Dari pandangan ini, dapat kita ambil simpulan
fi Haqaia Al-Qur’an karangan al-Syirazi [w.606H], dan bahwa kementerian Agama RI, menginginkan adanya
lain-lain.) Memanfaatkan ilmu pengetahuan manusia hubungan akademis ilmu pengetahuan dengan tafsir Al-
dengan tujuan untuk menguatkan kandungan ayat-ayat Qur’an. Kesan utama yang ingin disampaikan dalam
Al-Qur’an adalah salah satu contoh dari usaha pandangan ini adalah bahwa tafsir ilmu merupakan
pengejawantahan metode tafsir saintis. Dalam metode isyarat-isyarat Allah yang memberikan petunjuk-
penafsiran ini, terdapat beberapa kriteria: petunjuk tentang kekuasaannya dalam alam raya. Objek
1. Lebih menekankan pada penemuan-penemuan sains pengamatan yang sama bisa tampak berbeda, karena
dan menjadikannya sebagai tolok ukur memahami perbedaan cara penglihatan atau perbedaan pendekatan
ayat-ayat Al-Qur’an. teori yang kita pakai. Hal ini bisa dimengerti sebab teori
2. Penyerupaan. tersebut akan membentuk realitas yang diamati.
3. Tidak menghiraukan kriteria-kriteria teologis dan Demikian halnya ketika kita memahami dan
kondisi yang ada pada saat ayat turun. menafsirkan Al-Qur’an yang dianggap sebagai realitas,
4. Mempersiapkan kemunculan aliran pemikiran sebagai wujud ketentuan-ketentuan Tuhan yang pasti
eklektis dan penafsiran material terhadap ayat-ayat dan jelas tertulis.
Al-Qur’an. Mukjizat ilmiah yang dimiliki, merupakan
kesadaran pengetahuan yang terus berlanjut,
Hanya saja, dua kriteria terakhir ini hanya pemberitaan tentang mukjizat ilmiah ini belum
mendominasi mayoritas metode penafsiran saintis ini, sepenuhnya dapat diungkapkan pada masa Nabi, wajar
bukan seluruhnya (Rohimin, 2007). Beberapa contoh karena keterbatasan sasaran dan belum berkembangnya
karya tafsir al-ilmi ini adalah: 1) Tafsir al-Kabir/Mafatih ilmu pengetahuan serta objek masyarakat yang masih
Al-Ghaib (Fakhruddin Al-Razi), 2) Al-Jawahir fi Tafsir berpikir secara sederhana. Dalam rangka menjaga
Al-Qur’an Al-Karim (Thanthawi Jauhari), 3) Tafsir al- mukjizat ilmiah itulah kementerian agama merasa
Ayat al-Kauniyah (Abdullah Syahatah). penting untuk membuat sebuah karya tafsir ilmy dengan
melakukan penelitian, eksprimen tanpa henti sehingga
Esensi tafsir ilmy pada tafsir Kementerian Agama di ayat-ayat Al-Qur’an yang menunjukkan bukti-bukti
Indonesia ilmiah di dalam Al-Qur’an dapat dijelaskan secara
Dalam penyusunan tafsir ilmy kementerian agama empiris dan terbukti kebenarannya. Selanjutnya tafsir
memiliki pandangan tersendiri terhadap teks Al-Qur’an, ilmiah ini merupakan upaya untuk mengemukakan
khususnya relasi teks sains dan teknologi, pemahaman terhadap arti ayat-ayat Al-Qur’an yang
kecenderungan menggunakan tafsir ilmy sebagai sebuah ditinjau validitasnya dari ilmu pengetahuan yang bisa
landasan dalam penyusunan karya ini diawali dengan disaksikan kebenarannya oleh manusia (Tim Penyusun
memosisikan Al-Qur’an sebagai mitra dialog dengan Tafsir Ilmi, 2011). Dari sambutan-sambutan yang
zaman yang terus berubah. Dengan kondisi ini tim disampaikan, hal yang jelas ingin ditunjukkan
penyusun sebenarnya hendak mengatakan bahwa tafsir penulisnya melalui karya ini adalah tafsir sebagai
Al-Qur’an itu memiliki fase-fasenya tersendiri dalam sesuatu yang dinamis.
perkembangan seperti yang ditujukan oleh ulama-ulama Selain itu, mengingat bahwa Departemen Agama
terdahulu dengan beragam karakteristik yang Republik Indonesia merupakan lembaga keagamaan
dimilikinya, al-Tha’labi dan al-khazim misalnya dari pemerintah yang secara resmi memberi naungan
memiliki kesan mendalam pada aspek kisah-kisah di sebagian masyarakat muslim, khususnya di Indonesia.
dalamnya, lalu tafsir al-Qurttubi dengan karakter hukum Penting disadari bahwa produk penafsiran Departemen
Agama Republik Indonesia adalah bentuk pengabdian
ANHAR et al. – Tafsir ilmi: Studi metode penafsiran berbasis ilmu pengetahuan pada tafsir Kemenag 113

nyata kepada masyarakat luas. Al-Qur’an dan tafsirnya DAFTAR PUSTAKA


merupakan sebuah persembahan untuk umat Islam di
seluruh tanah air dan diharapkan darinya terdapat Abd al-Salam al-Muhtasib, Abd al-Majid. 1973. Ittijahat al-
banyak manfaat yang bisa diambil demi kemajuan umat. Tafsir fi al-‘Ashr al-Hadits Jilid 1. Beirut: Dar al-Fikr.
Sehingga, sejatinya masyarakat mulai berkesadaran Al-Bustani, Fuad Ifran. 1986. Munjid al-Thullab. Beirut: Dar
untuk melakukan kajian lebih lanjut terhadap metode al-Masyriq.
dalam penafsiran Al-Qur’an. Baidan, Nashiruddin. 1998. Metodologi Penafsiran Al-Quran.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baidan, Nashiruddin. 2000. Metodologi Penafsiran Al-Quran,
KESIMPULAN cet. II. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ghulsyani. Mahdi. 1998. Filsafat-Sains Menurut Al-Qur’an.
Tafsir ‘ilmi adalah tafsir yang menggunakan istilah- Terj: Agus Effendi. Bandung: Mizan
istilah ilmiah dalam mendeskripsikan Al-Qur’an dan Khaeruman, Badri. 2004. Sejarah Perkembangan Tafsir Al-
berusaha keras untuk mengeluarkan berbagai ilmu Qur’an, Bandung: Pustaka Setia.
pengetahuan dan visi filsafat darinya. Dalam Kholid, Abd. 2003. Kuliah Madzahib al-Tafsir. IAIN Sunan
menanggapi tafsir ‘ilmi ini, para ulama ada dua Ampel Surabaya: Fakultas Ushuluddin.
kelompok yakni menolak dan mendukung. Bahkan Muhammad, A Mufakhir. 2004. TafsirIlmi. Banda Aceh:
banyak ulama-ulama kontemporer yang bersikap lebih Yayasan Pena.
moderat. Upaya penafsiran secara ilmiah akan Putra, Nusa. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Pendidikan.
berdampak pada ketampakan fungsi Al-Qur’an sebagai Jakarta: Raja Grafindo Persada.
petunjuk dan pemisah antara yang hak dan yang bathil,
Rohimin. 2007. Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model
serta akan menunjukkan sifat fleksibilitas Al-Qur’an Penafsiran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
yang dipandang pantas, cocok dan sesuai untuk
Shadr, Muhammad Baqir. Al-Tafsir al-Maudlu’i wa al-tafsir
dipedomani umat manusia dalam segala waktu dan al-Takziiy fi Alquran al Karim, Dar al-Taaruf li al-
tempat. Kita tidak bisa mengklaim kebenaran bahwa Mathbu’ah,Beirut
teori-teori ilmiah ini adalah sebagai bentuk final dari
Shihab, M Quraish. 1994. Membumikan Alquran: Fungsi dan
penafsiran ayat, dalam artian Al-Qur’an adalah bukan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung:
kitab ilmu pengetahuan melainkan kitab yang menjadi Mizan.
petunjuk dan rahmat bagi kehidupan manusia baik
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan
spiritual maupun material yang bisa dikembangkan R&D. Bandung: Alfabeta.
melalui ilmu pengetahuan. Kementerian Agama RI,
Tim Penyusun Tafsir Ilmi. 2011. Tafsir Ilmi: Tumbuhan
menginginkan adanya hubungan akademis ilmu dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains. Jakarta: Lajnah
pengetahuan dengan tafsir Al-Qur’an. Kesan utama Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.
yang ingin disampaikan dalam pandangan ini adalah
bahwa tafsir ilmu merupakan isyarat-isyarat Allah yang
memberikan petunjuk-petunjuk tentang kekuasaannya
dalam alam raya.
THIS PAGE INTENTIONALLY LEFT BLANK

Anda mungkin juga menyukai