Notariat merupakan lembaga kemasyarakatan yang tumbuh karena kebutuhan masyarakat
akan alat bukti dalam hubungan hukum yang terjadi antara mereka, baik karena keinginan sendiri maupun ditentukan oleh UU. Para pengabdinya disebut dengan notaris.
Notaris berasal dari kata “notarius”. Nama “notarius” menandakan suatu golongan orang- orang yang melakukan suatu bentuk pekerjaan tulis-menulis tertentu. Pada abad ke 11-12 di daerah Italia Utara ada lembaga yang merupakan asal-muasal notariat, yaitu “Latijnse notariaat”. Tanda-tandanya tercermin dalam diri notaris tersebut yang diangkat oleh penguasa umum untuk kepentingan masyarakat umum dan menerima uang jasanya (honorarium) dari masyarakat umum.
Pada tahun 1888 diadakan peringatan delapan abad pendirian sekolah hukum Bologna, yang merupakan universitas tertua di dunia yang didirikan oleh Irnerius. Karya pertamanya adalah mengenai notariat, dengan judul “Formularium Tabellionum”. Seratus tahun kemudian, Rantero di Perugia menulis karya berjudul “Summa Artis Notariae”. Karya lainnya yang dihasilkan oleh Rolandinus Passegeri berjudul “Summa Artis Notariae”.
Pada abad ke-2 dan 3 Masehi dikenal “notarii”, yaitu orang-orang yang memiliki keahlian untuk mempergunakan suatu tulisan cepat (dalam masa sekarang lebih dikenal dengan “stenografi”). Notarii ini mendapatkan namanya dari perkataan “nota literaria”, yaitu tanda tulisan atau karakter yang mereka pergunakan untuk menuliskan atau menggambarkan perkataan-perkataan. Pada abad ke-5 dan 6 Masehi, kedudukan notarii diberikan secara khusus kepada para penulis pribadi dari Kaisar. Pekerjaan mereka adalah menuliskan apa yang dibicarakan dalam rapat-rapat Kaisar.
Pada abad ke-3 juga dikenal “tabeliones”, yaitu orang-orang yang ditugaskan bagi kepentingan masyarakat umum untuk membuat akta-akta dan lain-lain surat, walaupun jabatan atau kedudukan mereka itu tidak mempunyai sifat kepegawaian dan juga tidak ditunjuk atau diangkat oleh kekuasaan umum untuk melakukan suatu formalitas yang ditentukan oleh UU. Tabeliones pada jaman itu lebih tepat dipersamakan dengan zaakwaarnemer daripada notaris jaman sekarang. Akta-akta yang dibuat oleh tabeliones sifatnya di bawah tangan saja.
Selain itu dikenal pula “tabularii” yang memberikan bantuan pada masyarakat dalam pembuatan akta-akta dan surat-surat. Tabularii adalah pegawai negeri yang bertugas mengadakan dan memelihara pembukan keuangan kota-kota dan melakukan pengawasan atas arsip dari magisrat kota-kota di mana resort mereka berada. Lama-kelamaan tabellionaat dan notariat bergabung dan menyatukan diri dalam suatu badan yang dinamakan “kolegium”, dan berwenang untuk membuat akta-akta baik di dalam maupun luar pengadilan.
Lembaga notariat dibawa dari Italia ke Perancis. Dari Perancis inilah, pada permulaan abad ke-19 lembaga notariat mulai meluas dan dibawa ke negara-negara lain, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri, lembaga notariat hadir pada zaman penjajahan Belanda. Berdasarkan asas konkordansi, peraturan tentang kenotariatan di negeri Belanda berlaku pula di Indonesia. Notaris pertama di Indonesia adalah Melchior Kerchem, yang diangkat oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda. (Catatan : Notaris di Belanda diangkat oleh Ratu Belanda)
Secara historis seharusnya notaris Indonesia diangkat oleh Presiden sebagai penguasa tertinggi negara. Akan tetapi di Indonesia, notaris diangkat oleh menteri yang membawahi hukum (Menteri Hukum dan HAM). Kewenangannya sendiri tidak diberikan oleh Menkumham, tetapi oleh undang-undang secara atributif. Kewenangan notaris diberikan oleh negara, sehingga ia boleh menggunakan lambang garuda. Dalam PP Nomor 43 Tahun 1958 diatur mengenai siapa saja pejabat yang boleh memakai lambang negara, dan notaris termasuk salah satu di antaranya.