Anda di halaman 1dari 22

ARTIKEL KEISLAMAN:

1. KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM


2. SAINS&TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
3. GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS
4. PENGERTIAN SALAF (REFERENSI HADITS)
5. ISLAM, AJARAN TENTANG BERBAGI SERTA KEADILAN PENEGAKAN
HUKUM

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : Royan Alfian Firdaus


NIM : G1D020059
Fakultas/Prodi : MIPA / MATEMATIKA
Semester : 1 (satu)

PROGRAM STUDI MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya berupa nikmat iman dan kesehatan sehingga penulis bisa
menyelesaikan tugas ini yang berupa artikel keislaman yang dapat diselesaikan tepat
pada waktunya.

Sholawat dan Salam semoga ALLAH limpahkan kepada Rasulullah Muhammad


SAW atas risalahnya yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang
terang benderang yakni addinul islam.

Terima kasih penulis sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani,
S.Th.I., M.Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan.

Besar harapan penulis tugas ini akan memberi manfaat kepada diri penulis
khususnya dan para pembaca pada umumnya. Saya menyadari bahwa artikel yang
penulis buat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan untuk sempurnanya artikel ini.

Waasalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Penyusun, Mataram, 20 Oktober 2020

Royan Alfian Firdaus


G1D020059

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
I. Keistimewaan dan Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam 1
II. Sains dan Teknologi dan Al-Qur’an dan Al-Hadits 3
III. Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits 7
IV. Pengertian Salaf Menurut Al-Hadits 11
V. Islam: Ajaran Tentang Berbagi serta Keadilan Penegakan Hukum 13
DAFTAR PUSTAKA 18
LAMPIRAN 19

iii
I. KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM
Istilah Tuhan dalam sebutan Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu
setiap yang menjadi penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan
dipatuhi oleh manusia. Orang yang mematuhinya disebut abdun (hamba).
Kata ilaah (tuhan) di dalam Al-Quran konotasinya ada dua kemungkinan,
yaitu  Allah, dan selain Allah. Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi ilah
(tuhan). Benda-benda seperti : patung, pohon, binatang, dan lain-lain dapat
pula berperan sebagai ilah. Demikianlah seperti dikemukakan pada surat Al-
Baqarah (2) : 165, sebagai berikut:

ً ‫ُون هَّللا ِ أَ ْن‬


ِ ‫دَادا ُي ِحبُّو َن ُه ْم َكحُبِّ هَّللا‬ ِ ‫اس َمنْ َي َّتخ ُِذ مِنْ د‬
ِ ‫َوم َِن ال َّن‬
 Diantara manusia ada yang bertuhan kepada selain Allah, sebagai tandingan
terhadap Allah. Mereka mencintai tuhannya itu sebagaimana mencintai Allah.
Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut
konseptauhid (monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui
dari ungkapan-ungkapan yang mereka cetuskan, baik dalam do’a maupun
acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika memberikan khutbah nikah Nabi
Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun sebelum turunya Al-Quran) ia
mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat Al-Wasith,hal 29). Adanya
nama Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai di kalangan masyarakat
Arab sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan akan adanya Allah, kemaha
besaran Allah, kekuasaan Allah dan lain-lain, telah mantap. Dari kenyataan
tersebut timbul pertanyaan apakah konsep ketuhanan yang dibawakan Nabi
Muhammad? Pertanyaan ini muncul karena Nabi Muhammad dalam
mendakwahkan konsep ilahiyah mendapat tantangan keras dari kalangan
masyarakat. Jika konsep ketuhanan yang dibawa Muhammad sama dengan
konsep ketuhanan yang mereka yakini tentu tidak demikian kejadiannya.
Pengakuan mereka bahwa Allah sebagai pencipta semesta alam
dikemukakan dalam Al-Quran surat Al-Ankabut (29) ayat 61 sebagai berikut;
َ ‫مْس َو ْال َق َم َر لَ َيقُولُنَّ هَّللا ُ َفأ َ َّنى ي ُْؤ َف ُك‬
‫ون‬ َ ْ‫ت َواأْل َر‬
َ ‫ض َو َس َّخ َر ال َّش‬ ِ ‫َولَئِنْ َسأ َ ْل َت ُه ْم َمنْ َخلَقَ ال َّس َم َوا‬
Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi,
dan menundukkan matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah.
 Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum
tentu berarti orang itu beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru
layak dinyatakan bertuhan kepada Allah jika ia telah memenuhi segala yang
dimaui oleh Allah. Atas dasar itu inti konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam

1
Islam adalah memerankan ajaran Allah yaitu Al-Quran dalam kehidupan
sehari-hari. Tuhan berperan bukan sekedar Pencipta, melainkan juga
pengatur alam semesta.
Pernyataan lugas dan sederhana cermin manusia bertuhan Allah
sebagaimana dinyatakan dalam surat Al-Ikhlas. Kalimat syahadat adalah
pernyataan lain sebagai jawaban atas perintah yang disampaikan
pada surat Al-Ikhlas tersebut. Ringkasnya jika Allah yang harus terbayang
dalam kesadaran manusia yang bertuhan Allah adalah disamping Allah
sebagai Zat, juga Al-Quran sebagai ajaran serta Rasullullah sebagai Uswah
hasanah.
Walaupun manusia telah mengahayati wujud Allah melalui ciptaan-
Nya, pengalaman batin atau fitrah manusia sendiri, namun dia masih juga
meginginkan pembuktian secara langsung bertemu muka. Bahkan Nabi Musa
as. sekalipun beliau adalah utusan Allah pernah memohon kepada Allah agar
dia menampakkan diri kepadanya, seperti dijelaskan al-Qur’an dalam surat al-
A’raf/7: 143.
(“ Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu
yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya,
berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar
aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak
sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya
(sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya
menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh
dan Musapun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata:
"Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang
pertama-tama beriman".)
Oleh karena itu segala usaha manusia dalam pembuktian wujud Allah
itu tetap nisbi dan terbatas, maka pembuktian perlu dicari hanya dari satu-
satunya sumber yaitu al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Cara pembuktian lain
hanya relevan bilamana ditujukan untuk memperkuat pembuktian dalam al-
Qur’an dan al-Sunnah al-Qur’an sendiri menyatakan dalam surat al-
Mulk/67:10
“(Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau
memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-
penghuni neraka yang menyala-nyala".)

2
Dalam rangka mengembangkan keimanan kepada Allah, Ibn Rusyd
memakai cara falsafi yang sesuai denga syari’at Islam, yaitu menggunakan
dalil nidham ( kerapian susunan alam) yag disebut dalil inayah wal ikhtira
(pemeliharaan dan penciptaan).

II. SAINS DAN TEKNOLOGI DALAM AL-QUR’AN DAN AL-HADITS


A. Sains dan Teknologi dalam Al-Qur’an
Kata sains dan teknologi ibarat dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan
satu sama lain. Sains, menurut Baiquni, adalah himpunan pengetahuan
manusia tentang alam yang diperoleh sebagai konsensus para pakar,
melalui penyimpulan secara rasional mengenai hasil-hasil analisis yang
kritis terhadap data pengukuran yang diperoleh dari observasi pada
gejala-gejala alam. Sedangkan teknologi adalah himpunan
pengetahuan manusia tentang proses-proses pemanfaatan alam
yang diperoleh dari penerapan sains, dalam kerangka kegiatan yang produktif
ekonomis (Baiquni, 1995: 58-60).
Al-Qur'an adalah kitab suci yang diturunkan bagi seluruh umat manusia
yang mau menggunakan akal pikirannya dalam memahami penciptaan alam
semesta. Apabila diperhatikan dengan cermat ayat-ayat Al-Qur'an banyak
sekali yang menyinggung masalah ilmu pengetahuan, sehingga Al-Qur'an
sering kali disebut sebagai sumber segala ilmu pengetahuan.
Al-Qur’an, sebagai kalam Allah, diturunkan bukan untuk tujuan-
tujuan yang bersifat praktis. Oleh sebab itu, secara obyektif, al-
Qur’an bukanlah ensiklopedi sains dan teknologi apalagi al-Qur’an
tidak menyatakan hal itu secara gamblang. Akan tetapi, dalam
kapasitasnya sebagai huda li al-nas, al-Qur’an memberikan informasi
stimulan mengenai fenomena alam dalam porsi yang cukup banyak,
sekitar tujuh ratus lima puluh ayat(Ghulsyani, 1993: 78). Bahkan, pesan
(wahyu) paling awal yang diterima Nabi SAW mengandung indikasi
pentingnya proses investigasi (penyelidikan). Informasi al-Qur’an
tentang fenomena alam ini, menurut Ghulsyani, dimaksudkan untuk
menarik perhatian manusia kepada Pencipta alam Yang Maha Mulia
dan Maha Bijaksana dengan mempertanyakan dan merenungkan wujud-
wujud alam serta mendorong manusia agar berjuang mendekat

3
kepada-Nya (Ghulsyani, 1993).Dalam visi al-Qur’an, fenomena alam adalah
tanda-tandakekuasaan Allah. Oleh sebab itu, pemahaman terhadap
alam itu akan membawa manusia lebih dekat kepada Tuhannya.
Pandangan al-Qur’an tentang sains dan teknologi dapat ditelusuri dari
pandangan al-Qur’an tentang ilmu. Al-Qur’an telah meletakkan posisi ilmu
pada tingkatan yang hampir sama dengan iman seperti tercermin dalam
surat al-Mujadalah ayat 11:
“... niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat.”
Ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan manusia mencari ilmu
atau menjadi ilmuwan begitu banyak. Al-Qur’an menggunakan berbagai
istilah yang berkaitan dengan hal ini. Misalnya, mengajak melihat,
memperhatikan, dan mengamati kejadian-kejadian (Fathir: 27; al-Hajj:
5; Luqman: 20; al-Ghasyiyah: 17-20; Yunus: 101; al-Anbiya’: 30),
membaca (al-‘Alaq: 1-5) supaya mengetahui suatu kejadian (al-An’am:
97; Yunus: 5), supaya mendapat jalan (al-Nahl: 15), menjadi yang
berpikir atau yang menalar berbagai fenomena (al-Nahl: 11; Yunus: 101;
al-Ra’d: 4; al-Baqarah: 164; al-Rum: 24; al-Jatsiyah: 5, 13), menjadi ulu al-
albab(Ali ‘Imran: 7; 190-191; al-Zumar: 18),danmengambil pelajaran (Yunus:
3).
Sedangkan pandangan al-Qur’an tentang sains dan teknologi, dapat
diketahui dari wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad saw.:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah
Yang Maha Pemurah. Yang Mengajar (manusia) dengan perantaraan
kalam (tulis baca). Dia Mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya.” (QS al-‘Alaq: 1-5)

B. Sains dan Teknologi dalam Al-Hadist


Jika kita mencoba untuk menulusuri Hadits-Hadits Nabi SAW, maka kita
akan temukan sangat banyak dari Hadits-Hadits tersebut yang memiliki
keterkaitan secara langsung dengan ilmu pengetahuan, baik itu yang
berkaitan dengan ilmu kesehatan dan kedokteran, atau hasil-hasil riset ilmiyah

4
yang sangat berkembang pada teknologi, ataupun juga pada prediksi masa
depan yang sudah terbukti secara ilmiah oleh para ilmuan hari ini.
Berikut ini beberapa contoh Hadits Nabi yang memiliki korelasi dengan ilmu
pengetahuan dan sains modern:
1) Hadits tentang bersin dan menguap
Artinya: Dari Abu Hurairah Radhiallahu `anhu, dari Rasulullah
Shallallahu `alaihi wasallam, Beliau bersabda: sesungguhnya Allah
SWT menyukai bersin dan membenci menguap, maka apabila
seseorang bersin lalu ia memuji Allah SWT maka menjadi satu
keharusan bagi saudaranya yang mendengarkannya untuk
menjawab bersinnya, dan adapun menguap maka sesungguhnya ia
datang dari syaitan, maka hendaklah seseorang berupaya
menghindarinya sebisanya, dan apabila ia berkata Haa (saat
menguap) maka syaitan menertawakannya” (HR. Al-Bukhari).
2) Hadits tentang jumlah persendian yang ada pada tubuh
manusia
Artinya: “Dari Abdullah Bin Buraidah ia berkata: saya mendengar
bapak saya Buraidah berkata bahwa beliau mendengar Rasulullah
SAW berkata: di dalam tubuh manusia terdapat tiga ratus enam
puluh persendian, maka manusia itu harus mensedekahkan untuk
setiap persendiannya itu, para sahabat bertanya, siapakah yang
sanggup untuk melakukan itu ya Rasulallah? Lalu Rasul berkata:
membenamkan ludah yang ada di dalam masjid atau menyingkirkan
sesuatu yang menghalang di jalan, jika kamu tidak sanggup
melakukan itu maka shalat dhuha dua rakaat yang kamu lakukan
cukup untuk itu” (HR. Imam Ahmad Hadits nomor 23700)
3) Hadits tentang perbedaan pipis bayi laki-laki dengan bayi
perempuan
Artinya: Dari Ummu Qais Binti Mihshan sesungguhnya dia pernah
membawa bayi laki-lakinya yang belum pernah memakan apapun
selain air susu kepada Rasulullah SAW lalu bayinya itu pipis di
pakaian Rasulullah SAW, kemudian Nabi meminta air untuk
dipercikkan ke pakaiannya itu dan beliau tidak mencucinya” (HR.
AL-Bukhari dan Muslim).
4) Hadist tentang DNA

5
Artinya: Dari Abu Hurairah (ra) berkata: seseorang dari bani fazarah
datang kepada Nabi SAW lalu ia berkata: sesungguhnya isteri saya
melahirkan bayi yang berwarna hitam, lalu Nabi berkata kepada
lakilaki tersebt: apakah punya onta? Ia menjawab: iya, lalu Nabi
bertanya lagi: apa warnanya? Laki-laki itu menjawab: merah, lalu
nabi bertanya lagi: apakah ada di antara anak-anaknya yang
berwarna coklat? Laki-laki itu menjawab: ya ada, lalu Nabi bertanya
lagi: kira-kira warna yan berbeda itu datangnya dari mana? Laki-laki
itu menjawab: barangkali datang dari keturunannya yang dulu, lalu
Nabi berkata: barangkali anak kamu ini juga disebabkan oleh sifat-
sifat turunannya” (HR. Al-Bukhari dalam kitab shohehnya, 6847 dan
Muslim hadits ke 3839).
5) Hadits tentang khasiat Habbat Assauda (jintan hitan)
Artinya: “Berkata Rasulullah SAW: pada Habbatussauda` itu ada
obat untuk semu penayakit kecuali kematian” dalam riwayat lain juga
dukatakan: tidak ada satu penyakitpun kecuali obatnya ada pada
Habbatussauda, ia adalah biji yang penuh berkah
6) Hadist tentang rahasia sayap lalat
Artinya: Berkata Rasulullah SAW: apabila terjatuh seekor lalat dalam
minuman kalian maka hendaklah membenamkan lalat tersbut
kemudian baru membuannya, sebab pada salah satu sayapnya ada
racun sementara pada sayatpnya yang satunya lagi ada
penawarnya. (HR. Al-bukhari, Al-Jami` Ashoheh, 3320)
7) Hadits tentang larangan makan dan minum sambil berdiri
Artinya: dari Abu Said Al-Khudri (ra) sesungguhnya Nabi SAW
melarang untuk minum dalam keadaan berdiri” (HR. Muslim). Dan
dari Anas dan Qatadah (ra) dari Nabi SAW sesungguhnya Beliau
melarang untuk minum dalam keadaan berdiri, Qatadah berkata:
bagaimana dengan makan? Ia menjawab: itu lebih buruk lagi” (HR.
Imam Muslim dalam kitab shohehnya, 5359).

III. GENERASI TERBAIK MENURUT AL-HADITS


Dari Imran bin Hushain radliallahu ‘anhuma berkata; Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang hidup pada

6
zamanku (generasiku) kemudian orang-orang yang datang setelah mereka
kemudian orang-orang yang datang setelah mereka”. (HR. Bukhari, Muslim,
at-Tirmidzi, an-Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad).
Berdasarkan hadis Nabi diatas, generasi terbaik dari ummat Islam secara
umum ada 3 generasi. Pertama ; generasi para sahabat yang hidup sezaman
dengan Nabi dalam keadaan beriman dan wafat juga dalam keadaan beriman,
kedua ; generasi tabi’in mereka yang bertemu dengan para sahabat dalam
keadaan beriman dan meninggal dalam keadaan beriman juga, ketiga ;
generasi tābiu at-tābi’īn, yang pernah bertemu dengan tābi’īn dan hidup
sezaman dengan mereka dalam keadaan beriman.
a. Sahabat
Sahabat adalah orang yang berjumpa dengan Nabi shallallahu’alaihi wa
sallam dalam keadaan muslim, meninggal dalam keadaan Islam, meskipun
sebelum mati dia pernah murtad seperti Al Asy’ats bin Qais. Sedangkan yang
dimaksud dengan berjumpa dalam pengertian ini lebih luas daripada sekedar
duduk di hadapannya, berjalan bersama, terjadi pertemuan walau tanpa
bicara, dan termasuk dalam pengertian ini pula apabila salah satunya (Nabi
atau orang tersebut) pernah melihat yang lainnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Oleh karena itu Abdullah bin Ummi Maktum
radhiyallahu’anhu yang buta matanya tetap disebut sahabat (lihat Taisir
Mushthalah Hadits, hal. 198, An Nukat, hal. 149-151). “Belum pernah ada,
dan tidak akan pernah ada suatu kaum yang serupa dengan mereka”.
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Barangsiapa hendak
mengambil teladan maka teladanilah orang-orang yang telah meninggal.
Mereka itu adalah para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mereka adalah orang-orang yang paling baik hatinya di kalangan umat ini.
Ilmu mereka paling dalam serta paling tidak suka membeban-bebani diri.
Mereka adalah suatu kaum yang telah dipilih oleh Allah guna menemani Nabi-
Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan untuk menyampaikan ajaran agama-
Nya. Oleh karena itu tirulah akhlak mereka dan tempuhlah jalan-jalan mereka,
karena sesungguhnya mereka berada di atas jalan yang lurus.” (Al Wajiz fi
‘Aqidati Salafish shalih, hal. 198)
1) Sikap Ahlus Sunnah terhadap para Sahabat
Syaikh Abu Musa Abdurrazzaq Al Jaza’iri hafizhahullah berkata,
“Ahlus Sunnah wal Jama’ah As Salafiyun senantiasa mencintai mereka

7
(para sahabat) dan sering menyebutkan berbagai kebaikan mereka.
Mereka juga mendo’akan rahmat kepada para sahabat, memintakan
ampunan untuk mereka demi melaksanakan firman Allah ta’ala (yang
artinya), “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka mengatakan ;
Wahai Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang
telah mendahului kami dengan keimanan. Dan janganlah Kau jadikan
ada rasa dengki di dalam hati kami kepada orang-orang yang beriman,
sesungguhnya Engkau Maha Lembut lagi Maha Penyayang.” (QS. Al
Hasyr : 10) Dan termasuk salah satu prinsip yang diyakini oleh Ahlus
Sunnah As Salafiyun adalah menahan diri untuk tidak menyebut-
nyebutkan kejelekan mereka serta bersikap diam (tidak mencela
mereka, red) dalam menanggapi perselisihan yang terjadi di antara
mereka. Karena mereka itu adalah pilar penopang agama, panglima
Islam, pembantu-pembantu Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
penolong beliau, pendamping beliau serta pengikut setia beliau.
Perbedaan yang terjadi di antara mereka adalah perbedaan dalam hal
ijtihad. Mereka adalah para mujtahid yang apabila benar mendapatkan
pahala dan apabila salah pun tetap mendapatkan pahala. “Itulah umat
yang telah berlalu. Bagi mereka balasan atas apa yang telah mereka
perbuat. Dan bagi kalian apa yang kalian perbuat. Kalian tidak akan
ditanya tentang apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Baqarah :
141). Barangsiapa yang mendiskreditkan para sahabat maka
sesungguhnya dia telah menentang dalil Al Kitab, As Sunnah, Ijma’ dan
akal.” (Al Is’aad fii Syarhi Lum’atil I’tiqaad, hal. 77)
2) Dalil-dalil Al-Kitab tentang keutamaan para Sahabat
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Muhammad adalah utusan
Allah beserta orang-orang yang bersamanya adalah bersikap keras
kepada orang-orang kafir dan saling menyayangi sesama mereka.
Engkau lihat mereka itu ruku’ dan sujud senantiasa mengharapkan
karunia dari Allah dan keridhaan-Nya.” (QS. Al Fath)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Bagi orang-orang fakir dari
kalangan Muhajirin yang diusir dari negeri-negeri mereka dan
meninggalkan harta-harta mereka karena mengharapkan keutamaan
dari Allah dan keridhaan-Nya demi menolong agama Allah dan Rasul-
Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Sedangkan orang-orang

8
yang tinggal di negeri tersebut (Anshar) dan beriman sebelum mereka
juga mencintai orang-orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin)
dan di dalam hati mereka tidak ada rasa butuh terhadap apa yang
mereka berikan dan mereka lebih mengutamakan saudaranya daripada
diri mereka sendiri walaupun mereka juga sedang berada dalam
kesulitan.” (QS. Al Hasyr : 8-9)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh Allah telah ridha
kepada orang-orang yang beriman (para sahabat Nabi) ketika mereka
berjanji setia kepadamu di bawah pohon (Bai’atu Ridwan). Allah
mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka. Kemudian Allah
menurunkan ketenangan kepada mereka dan membalas mereka
dengan kemenangan yang dekat.” (QS. Al Fath : 18)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang
terlebih dulu (berjasa kepada Islam) dari kalangan Muhajirin dan
Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, maka
Allah telah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha mepada Allah.
dan Allah telah mempersiapkan bagi mereka surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Itulah kemenangan yang sangat besar.” (QS. At
Taubah : 100)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Pada hari dimana Allah
tidak akan menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman
bersamanya. Cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah
kanan mereka.” (QS. At Tahrim :) (lihat Al Is’aad, hal. 77-78)
3) Dalil-dalil dari As Sunnah tentang keutamaan para Sahabat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah
kalian mencela seorang pun di antara para sahabatku. Karena
sesungguhnya apabila seandainya ada salah satu di antara kalian yang
bisa berinfak emas sebesar Gunung Uhud maka itu tidak akan bisa
menyaingi infak salah seorang di antara mereka; yang hanya sebesar
genggaman tangan atau bahkan setengahnya saja.” (Muttafaq ‘alaih)
Beliau juga bersabda, “Sebaik-baik umat manusia adalah
generasiku (sahabat), kemudian orang-orang yang mengikuti mereka
(tabi’in) dan kemudian orang-orang yang mengikuti mereka lagi (tabi’ut
tabi’in).” (Muttafaq ‘alaih)

9
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bintang-bintang
itu adalah amanat bagi langit. Apabila bintang-bintang itu telah musnah
maka tibalah kiamat yang dijanjikan akan menimpa langit. Sedangkan
aku adalah amanat bagi para sahabatku. Apabila aku telah pergi maka
tibalah apa yang dijanjikan Allah akan terjadi kepada para sahabatku.
Sedangkan para sahabatku adalah amanat bagi umatku. Sehingga
apabila para sahabatku telah pergi maka akan datanglah sesuatu
(perselisihan dan perpecahan, red) yang sudah dijanjikan Allah akan
terjadi kepada umatku ini.” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
yang mencela para sahabatku maka dia berhak mendapatkan laknat
dari Allah, laknat para malaikat dan laknat dari seluruh umat manusia.”
(Ash Shahihah : 234)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Apabila
disebutkan tentang para sahabatku maka diamlah.” (Ash Shahihah :
24) (lihat Al Is’aad, hal. 78)
b. Tabi’in
Tabi’in adalah orang-orang beriman yang hidup pada masa Rasulullah
atau setelah beliau wafat tetapi tidak bertemu dengan Rasulullah dan bertemu
serta melihat para sahabat. Tabi’in merupakan orang-orang yang belajar dan
mewariskan ilmu dari para sahabat Rasulullah. Salah seorang terbaik dari
generasi Tabi’in adalah Uwais Al Qarn, yang pernah mendatangi rumah
Rasulullah untuk mendapatkan kemuliaan menjadi sahabat, tetapi tidak
berhasil bertemu dengan beliau. Uwais Al Qarn, pernah disebutkan secara
langsung melalui lisan Rasulullah sebagai orang yang asing di bumi tapi
terkenal di langit. Bahkan Rasulullah memerintahkan sahabatnya, Umar dan
Ali, untuk mencari Uwais dan meminta untuk di doakan, karena ia merupakan
orang yang memiliki doa yang diijabah oleh Allah. Adapun diantara orang-
orang yang tergolong generasi tabi’in lainnya yakni Umar bin Abdul Aziz,
Urwah bin Zubair, Ali Zainal Abidin bin Al Husein, Muhammad bin Al
Hanafiyah, Hasan Al Bashri dan yang lainnya.
c. Tabi’ut Tabi’in
Tabi’ut tabi’in adalah orang beriman yang hidup pada masa sahabat atau
setelah mereka wafat tetapi tidak bertemu dengan sahabat dan bertemu
dengan generasi tabi’in. tabi’ut tabi’in merupakan orang-orang yang belajar

10
dan mewariskan ilmu dari para tabi’in. Diantara orang-orang yang termasuk
dalam generasi ini adalah Imam Malik bin Anas, Sufyan bin Uyainah, Sufyan
Ats-Tsauri, Al Auza’i, Al Laits bin Saad dan yang lainnya. Merekalah generasi
terbaik umat ini, maka selayaknya kita sebagai umat muslim yang datang
belakangan untuk mencontoh dan mengambil ilmu dari kitab-kitab yang telah
mereka tuliskan. Semoga kita bisa mengikuti para generasi terbaik umat ini.

IV. PENGERTIAN SALAF MENURUT AL-HADIST


Istilah Salafi atau Salafiyah menurut bahasa adalah telah lalu. Kata
Salaf juga bermakna seseorang yang telah mendahului (terdahulu) dalam
ilmu, iman, keutamaan dan kebaikan. Ibnu Manzhur mengatakan bahwa salaf
berarti orang yang mendahului anda, baik dari bapak maupun orang-orang
terdekat (kerabat) yang lebih tua umurnya dan lebih utama. (Yazid bin Abdul
Qodir jawas 2009 : 14). Seorang pakar bahasa Arab Ibnu Manzhur
mengatakan, “Kata salaf juga berarti orang yang mendahului kamu, yaitu
nenek moyangmu, sanak kerabatmu yang berada di atasmu dari sisi umur
dan keutamaan. Oleh karenanya maka generasi awal yang mengikuti para
sahabat disebut dengan salafush shalih (pendahulu yang baik).” (Lisanul
‘Arab, 9/159, dinukil dari Limadza, hal. 30). Makna semacam ini serupa
dengan kata salaf yang terdapat di dalam ayat Allah yang artinya, “Maka
tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka lalu Kami
tenggelamkan mereka semuanya di laut dan Kami jadikan mereka sebagai
salaf (pelajaran) dan contoh bagi orang-orang kemudian.” (QS. Az Zukhruf:
55-56). Artinya adalah: Kami menjadikan mereka sebagai pelajaran
pendahulu bagi orang yang melakukan perbuatan sebagaimana perbuatan
mereka supaya orang sesudah mereka mau mengambil pelajaran dan
mengambil nasihat darinya. (lihat Al Wajiz fi ‘Aqidati Salafish Shalih, hal. 20).
Adapun salaf menurut istilah adalah sifat yang khusus dimutlakkan
kepada para sahabat. Ketika disebutkan salaf, maka yang maksud pertama
kali adalah para sahabat. Adapun selain mereka itu ikut serta dalam makna
salaf ini, yaitu orang–orang yang mengikuti mereka. Artinya bila mereka
mengikuti para sahabat, maka disebut Salafiyyun (orang- orang yang
mengikuti salafush shalih) (Yazid : 15). Allah berfirman dalam al-Qur’an surat
al-Taubah ayat 100 yang maksudnya bahwa: "Orang-orang yang terdahulu
lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar

11
dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada
mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi
mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-
lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.”
Dari segi zaman, kata salaf digunakan untuk menunjukkan kepada
sebaik-baik kurun, dan yang lebih patut dicontoh dan diikuti yaitu tiga kurun
yang pertama (dalam Islam) yang diutamakan, yang disaksikan dan disifati
dengan kebaikan melalui lisan sebaik-baik manusia, yaitu Rasulullah. (Yazid :
18)
Apakah pembatasan dari segi zaman ini cukup untuk membatasi
pengertian salaf, sehingga setiap orang yang hidup pada tiga generasi awal
adalah termasuk dalam kriteria salaf. Tentu saja tidak demikian,
sesungguhnya sudah banyak golongan dan kelompok muncul pada masa-
masa tersebut. Terdahulu berdasarkan masa, tidak cukup untuk menentukan
itu salaf atau tidak. Harus ditambahkan syarat dalam hal ini yaitu kesesuaian
dengan al-Qur’an dan Sunnah, sehingga siapapun yang akalnya menyelisihi
kedua sumber tersebut bukanlah salafi, meskipun dia hidup ditengah-tengah
para sahabat dan tabi’in. (Abdussalam bin Salim al-Suhaimi 1429 H : 56).
Penisbatan kata Salaf atau as-Salafiyyuun bukanlah termasuk perkara
bid’ah, akan tetapi penisbatan ini adalah penisbatan yang syar’i karena
menisbatkan diri kepada generasi pertama dari ummat ini, yaitu para Sahabat,
Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.
Ahlus Sunnah wal Jama’ah dikatakan juga as-Salafiyyuun karena
mereka mengikuti manhaj Salafush Shalih dari Sahabat dan Tabi’ut Tabi’in.
Kemudian setiap orang yang mengikuti jejak mereka serta berjalan
berdasarkan manhaj mereka -di sepanjang masa-, mereka ini disebut Salafi,
karena dinisbatkan kepada Salaf. Salaf bukan kelompok atau golongan
seperti yang difahami oleh sebagian orang, tetapi merupakan manhaj (sistem
hidup dalam ber-‘aqidah, beribadah, berhukum, berakhlak dan yang lainnya)
yang wajib diikuti oleh setiap Muslim. Jadi, pengertian Salaf dinisbatkan
kepada orang yang menjaga keselamatan ‘aqidah dan manhaj menurut apa
yang dilaksanakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabat
Radhiyallahu anhum sebelum terjadinya perselisihan dan perpecahan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (wafat th. 728 H)[7]
berkata: “Bukanlah merupakan aib bagi orang yang menampakkan manhaj

12
Salaf dan menisbatkan dirinya kepada Salaf, bahkan wajib menerima yang
demikian itu karena manhaj Salaf tidak lain kecuali kebenaran.”

V. ISLAM: AJARAN TENTANG BERBAGI SERTA KEADILAN PENEGAKAN


HUKUM
a. Ajaran tentang Berbagi
Allah SWT berfirman:
‫ب‬ِ ‫ب َو ٰلـكِنَّ ْال ِبرَّ َمنْ ٰا َم َن ِباهّٰلل ِ َو ْال َي ْو ِم ااْل ٰ خ ِِر َو ْال َم ٰ ٓل ِئکَ ِة َو ْالك ِٰت‬
ِ ‫ْس ْال ِبرَّ اَنْ ُت َولُّ ْوا وُ ج ُْو َه ُك ْم قِ َب َل ْال َم ْش ِر ِق َو ْال َم ْغ ِر‬ َ ‫لَي‬
‫ب ۚ َواَ َقا َم‬ ِ ‫َوال َّن ِب ٖ ّي َن ۚ َو ٰا َتى ْال َما َل َع ٰلى ُحبِّهٖ َذ ِوى ْالقُرْ ٰبى َو ْال َي ٰت ٰمى َو ْال َم ٰس ِكي َْن َواب َْن الس َِّبي ِْل ۙ َوالسَّآ ِئلِي َْن َوفِى الرِّ َقا‬
ٓ ٰ ُ ‫صبريْن فِى ْالبأْسآء والضَّرَّ آء و ِحيْن ْالبأْس ۗ ا‬ َّ ‫الص َّٰلو َة َو ٰا َتى‬
‫ك الَّ ِذي َْن‬
َ ‫ول ِئ‬ ِ َ َ َ ِ َ ِ َ َ َ ِ ِ ّ ٰ ‫الز ٰکو َة ۚ َو ْالم ُْوفُ ْو َن ِب َع ْه ِد ِه ْم ا َِذا ٰع َهد ُْوا ۚ َوال‬
‫ِك ُه ُم ْال ُم َّتقُ ْو َن‬ ٓ ٰ ُ ‫صدَ قُ ْوا ۗ وا‬
َ ‫ولئ‬ َ َ
"Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke
barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah,
hari Akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi, dan memberikan
harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin,
orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk
memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan sholat dan menunaikan
zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar
dalam kemelaratan, penderitaan, dan pada masa peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa." (QS.
Al-Baqarah 2: Ayat 177)
Islam manganjurkan kita untuk selalu berbagi. Berbagi merupakan
kebaikan, merupakan sikap yang terpuji.Maka, dalam hidup hendaknya kita
saling berbagi dan peduli terhadap orang lain. Berbagi tidak dapat dilepaskan
dari peduli. Ya, Berbagi merupakan kebaikan dan orang yang berbuat
kebaikan akan dicintai oleh Allah Swt.

ِ ‫الَّ ِذي َْن ُي ْنفِقُ ْو َن فِى السَّرَّ آ ِء َوالضَّرَّ آ ِء َو ْال ٰكظِ ِمي َْن ْالغَ ْي َظ َو ْال َعافِي َْن َع ِن ال َّن‬
‫اس ۗ َوهّٰللا ُ ُيحِبُّ ْالمُحْ سِ ِني َْن‬
"(yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang
lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan." (QS. Ali 'Imran 3:
Ayat 134

Allah SWT berfirman dalam ayat lainnya:

13
‫ت ُث َّم ا َّت َقوا وَّ ٰا َم ُن ْوا ُث َّم‬ ّ ٰ ‫ت ُج َنا ٌح فِ ْي َما َط ِعم ۤ ُْوا ا َِذا َما ا َّت َقوا َّو ٰا َم ُن ْوا َو َعمِلُوا ال‬
ِ ‫صل ِٰح‬ ِ ‫صل ِٰح‬ ّ ٰ ‫ْس َعلَى الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْوا َو َعمِلُوا ال‬
َ ‫لَـي‬
‫ا َّت َقوا َّواَحْ َس ُن ْوا ۗ َوهّٰللا ُ ُيحِبُّ ْالمُحْ سِ ِني َْن‬

"Tidak berdosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan


tentang apa yang mereka makan (dahulu), apabila mereka bertakwa dan
beriman, serta mengerjakan kebajikan, kemudian mereka tetap bertakwa dan
beriman, selanjutnya mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan.
Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS. Al-Ma'idah 5:
Ayat 93)
Berbagi mengindikasikan pengorbanan dan kerelaan untuk memberi.
Semakin banyak memberi, semakin tidak akan merasa kekurangan. Ketika
yang dikorbankan adalah harga diri sendiri untuk meningkatkan harga diri
orang lain. Disinilah keindahan berbagi daripada sekedar menerima.
Ketika telah meraih kesuksesan, kadang seseorang lupa daratan. Ketika
bisnis di puncak kejayaan, manusia pun lupa akan kewajiban dari harta yang
mesti dikeluarkan dan lupa untuk saling berbagi.
b. Keadilan Penegakan Hukum
1. Keadilan
Pengertian keadilan dapat ditinjau dari dua segi yakni
keadilan hukum dan keadilan sosial. Adapun keadilan mengandung asas
kesamaan hukum artinya setiap orang harus diperlakukan sama
dihadapan hukum. Dengan kata lain hukum harus diterapkan secara adil.
Keadilan hukum ternyata sangat erat kaitannya dengan implementasi
hukum ditengah masyarakat. Untuk mencapai penerapan dan
pelaksanaan hukum secara adil diperlukan kesadaran hukum bagi para
penegak hukum. Dengan demikian guna mencapai keadilan hukum
itu,maka faktor manusia sangat penting. Keadilan hukum sangat didambakan
oleh siapa saja termasuk penjahat (pembunuh, pemerkosa, dan
koruptor).Jika dalam suatu negara ada yang cenderung bertindak tidak
adil secara hukum, termasuk hakim,maka pemerintah harus bertindak
mencegahnya. Pemerintah harus menegakkan keadilan hukum, bukan
malah berlaku zalim terhadap rakyatnya. Keadilan sosial terdapat
dalam kehidupan masyarakat, terdapat saling tolong-menolong sesamanya
dalam berbuat kebaikan. Terdapat naluri saling ketergantungan satu
dengan yang lain dalam kehidupan sosial (interdependensi).Keadilan

14
sosial itu diwujudkan dalam bentuk upah yang seimbang, untuk
mencegah diskriminasi ekonomi. Keadilan sosial adalah persamaan
kemanusiaan, suatu penyesuaian semua nilai, nilai-nilai yang termasuk
dalam pengertian keadilan. Kepemilikan atas harta seharusnya M. Rais
Ahmad147–Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor tidak
bersifat mutlak. Perlu dilakukan pemerataan, distribusi
kekayaananggota masyarakat. Bagaimana pemilik harta seharusnya
menggunakan hartanya. Penimbunan atau konsentrasi
kekayaan,sehingga tidak dimanfaatkan dalam sirkulasi dan distribusi
akan merugikan kepentingan umum. Sebaiknya harta kekayaan itu
digunakan sebaik mungkin dan memberikan manfaat bagi pemiliknya
maupun bagi masyarakat.
2. Penegakan Hukum
Terdapat beberapa faktor yang dapat mendukung tegaknya hukum di
suatu Negara antara lain: Kaidah hukum, Penegak hukum, Fasilitas dan
Kesadaran hukum warga Negara. Dalam pelaksanaannya masih
tergantung pada sistem politik Negara yang bersangkutan. Jika sistem politik
Negara itu otoriter maka sangat tergantung penguasa bagaimana
kaidah hukum, penegak hukum dan fasilitas yang ada. Adapun warga
Negara ikut saja kehendak penguasa (lihat synopsis).Pada sistem politik
demokratis juga tidak semulus yang kita bayangkan. Meski warga Negara
berdaulat, jika sistem pemerintahannya masih berat pada eksekutif
(Executive heavy) dan birokrasi pemerintahan belum direformasi,
birokratnya masih “kegemukan” dan bermental mumpung,maka
penegakanhukum masih mengalami kepincangan dan kelambanan (kasus
“hotel bintang” di Lapas).
Belum lagi kaidah hukum dalam hal perundang-undangan
yang simpang siur penerapannya (kasus Prita). Agar suatu kaidah
hukum berfungsi maka bila kaidah itu berlaku secara yuridis, maka
kemungkinan besar kaidah tersebut merupakan kaidah mati (dode
regel), kalau secara sosiologis (teori kekuasaan),maka kaidah tersebut
menjadi aturan pemaksa (dwang maat regel).Jika berlaku secara
filosofi,maka kemungkinannya hanya hukum yang dicita-citakan yaitu ius
constituendum. Kaidah hukum atau peraturan itu sendiri, apakah cukup
sistematis, cukup sinkron, secara kualitatif dan kuantitatif apakah sudah

15
cukup mengatur bidang kehidupan tertentu.Dalam hal penegakanhukum
mungkin sekali para petugas itu menghadapi masalah seperti sejauh mana
dia terikat oleh peraturan yang ada, sebatas mana petugas diperkenankan
memberi kebijaksanaan. Kemudian teladan macam apa yang diberikan
petugas kepada masyarakat. Selainselalu timbul masalah jika peraturannya
baik tetapi petugasnya malah kurang baik. Demikian pula jika peraturannya
buruk, maka kualitas petugas baik. Fasilitas merupakan sarana dalam
proses penegakan hukum. Jika sarana tidak cukup memadai,maka
penegakanhukum pun jauh dari optimal. Mengenai warga negara atau warga
masyarakat dalam hal ini tentang derajat kepatuhan kepada peraturan.
Indikator berfungsinya hukum adalah kepatuhan warga. Jika derajat
kepatuhan rendah, hal itu lebih disebabkan oleh keteladanan dari petugas
hukum.
3. Hukum dan Keadilan Dalam Islam
Menurut M. Natsir (demokrasi dibawah hukum cet.III, 2002)
adalah suatu penegasan, ada undang-undang yang disebut Sunnatullah
yang nyata-nyata berlaku dalam kehidupan manusia pada umumnya.
Perikehidupan manusia hanya dapat berkembang maju dalam berjama’ah
(Society).
Man is born as a social being. Hidup perorangan dan hidup
bermasyarakat berjalin, yang satu bergantung pada yang lain. Kita
mahluk sosial harusberhadapan dengan berbagai macam persoalan
hidup, dari persoalan rumah tangga, hidup bermasyarakat, berbangsa,
bernegara, berantara negara, berantar agama dan sebagainya, semuanya
problematika hidup duniawi yang bidangnya amat luas. Maka risalah
Muhammad Saw, meletakkan beberapa kaidah yang memberi ketentuan-
ketentuan pokok guna memecahkan persoalan-persoalan.
Kestabilan Hidup bermasyarakat memerlukan tegaknya keadilan
lanjut M. Natsir. Tiap-tiap sesuatu yang melukai rasa keadilan terhadap
sebagian masyarakat,maka bisa merusak kestabilan secara
keseluruhan. Menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat dan
bangsa diawali dengan kedaulatan hukum yang ditegakkan. Semua
anggota masyarakat berkedudukan sama dihadapan hukum. Jadi
dihadapan hukum semuanya sama, mulai dari masyarakat yang paling
lemah sampai pimpinan tertinggi dalam Negara.

16
“Dan janganlah rasa benci kamu kepada suatu golongan
menyebabkan kamu tidak berlaku adil. Berlaku adilah, karena itu lebih
dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah karena sesungguhnya
Allah amat mengetahui apa yang kamu kerjakan”(QS.5:8).
“Dengarlah dan taatilah sekalipun andaikata yang menjalankan
hukum atasmu seseorang budak Habsyi yang kepalanya seperti
kismis selama dijalankannya hukum Allah Swt”. (H.R.Buchori dari Anas)

17
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad M. Rais. 2013. Penegakan Hukum Atas Keadilan Dalam Pandangan Islam.
Jurnal Ilmu Syariah,FAI Universitas Ibn Khaldun (UIKA) BOGOR Vol. 1No. 2,
pp. 143-148

Baiquni, Achmad . 1995. Al-Qur’an, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Yogyakarta:


Dana Bhakti Wakaf.

Basri Helmi. 2018. Relevansi antara hadits dan sains Kaedah dan aplikasinya dalam
bingkai i`jaz ilmi. Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 17, No. 1: halaman 130 –146
https://binbaz.or.id/defini-salaf/

https://core.ac.uk/download/pdf/297921818.pdf

https://islamicsqh.wordpress.com/2018/07/10/generasi-terbaik-kaum-muslimin/

https://muslim.or.id/430-mari-mengenal-manhaj-salaf.html

https://muslim.or.id/2406-inilah-generasi-terbaik-dalam-sejarah.html

https://sites.google.com/site/ujppai/materi-kuliah/materi-03

https://umma.id/article/share/id/1002/272772

https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwjJjp-
An8DsAhVDQH0KHTT9CDAQFjAGegQICxAC&url=http%3A%2F%2Focw.usu.ac.id
%2Fcourse%2Fdownload%2F111-Basic-Biology-of-Clasic
%2Fbbc_slide_konsep_ketuhanan_dalam_islam.pdf&usg=AOvVaw03EZ4FpQZT2ISjN
q2Ngiwb

https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwifvMSe48D
sAhWqlEsFHQ4AClQQFjACegQIARAC&url=https%3A%2F%2Fmedia.neliti.com
%2Fmedia%2Fpublications%2F99519-ID-manhaj-
salafiyah.pdf&usg=AOvVaw1KtCuAEv9kglblJlUVgtxX

https://www.wattpad.com/620475266-motivasi-dan-materi-tentang-islam-indahnya-
berbagi

18
LAMPIRAN

Lampiran 1 : Cover

Lampiran 2 : Kata Pengantar

Lampiran 3 : Daftar Isi

Lampiran 4 : Keistimewaan dan Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam

Lampiran 5 : Sains dan Teknologi dan Al-Qur’an dan Al-Hadits

Lampiran 6 : Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits

Lampiran 7 : Pengertian Salaf Menurut Al-Hadits

Lampiran 8 : Islam: Ajaran Tentang Berbagi serta Keadilan Penegakan Hukum

Lampiran 9 : Daftar Pustaka

19

Anda mungkin juga menyukai