Anda di halaman 1dari 3

Kesimpulan

Seorang perencana kota harus memperhatikan upaya – upaya untuk membentuk citra
kota dalam melakukan perencanaan dan penataan kota. Hal ini dikarenakan citra kota
membentuk identitas dan jati diri kota itu sendiri. Selain itu, citra kota memberikan banyak
hal penting bagi kota seperti memberikan kemampuan untuk berorientasi dengan mudah dan
cepat bagi masyarakat, memperkuat keselarasan bagian – bagian wilayah kota, serta menjadi
salah satu faktor penentu yang mempengaruhi eksistensi suatu kota.
Sebelumnya, Pemerintah Kota Medan telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda)
Kota Medan Nomor 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan
Tahun 2011-2031. Peraturan ini dibentuk sebagai respon dari Undang-undang nomor 26
tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Perda ini bertujuan untuk mengarahkan pembangunan
di Medan dengan memanfaatkan ruang wilayah secara serasi, selaras, seimbang, berdaya
guna, berhasil guna, berbudaya dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat yang berkeadilan dan memelihara ketahanan nasional.
Perda ini mengatur mengenai Ruang Terbuka Hijau yang menjadi bagian dari
kawasan lindung. Kawasan RTH kota meliputi RTH kawasan wisata, RTH hutan kota, RTH
Taman Kota, RTH Tempat Pemakaman Umum, RTH Jalur Hijau Jalan, RTH Jalur Pejalan
Kaki, RTH Atap Bangunan, dan lapangan olah raga. Namun, tidak semua kawasan ini
berfungsi sebagaimana Ruang Terbuka Hijau. Sebagai contoh jalur hijau pejalan kaki atau
disebut sebagai trotoar. Trotoar yang semula diperuntukkan untuk pejalan kaki
dialihfungsikan menjadi tempat berdirinya papan iklan, tempat parkir liar, tempat berjualan,
tempat para pemilik toko untuk meletakkan barang dagangannya, bahkan penggendara
sepeda motor juga kerap melintas di trotoar untuk menghindari kemacetan. Contohnya yakni
trotoar di sepanjang jalan dr Mansyur yang selalu dipadati oleh pedagang sehingga kerap
menimbulkan kemaBerdasarkan hasil pengamatan citra satelit, Ruang Terbuka Hijau (RTH)
di Kota Medan mencapai 48,85% dengan kondisi sebagai berikut:
Berdasarkan hasil pengamatan citra satelit, Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota
Medan mencapai 48,85% dengan kondisi sebagai berikut:

Sumber: Bappeda Kota Medan (2012)


Berkaitan dengan ruang terbuka hijau ini, secara umum masyarakat di Kota Medan
memiliki persepsi bahwa masyarakat memiliki peran dalam pembangunan hutan kota. Peran-
peran tersebut terdiri dari penyediaan lahan, penyandang dana, pemberi masukan dalam
penentuan lokasi, identifikasi potensi, kerjasama dalam penelitian dan pengembangan,
pemberian informasi dan saran, pemanfaatan hutan kota, bantuan pelaksanaan pembangunan
dan keahlian dalam penyelenggaraan hutan kota, bantuan dalam perumusan rencana
pembangunan dan pengelolaan serta menjaga, memelihara dan meningkatkan fungsi hutan
kota.
Pembangunan hutan kota di kota-kota besar akan membutuhkan biaya yang sangat
mahal akibat harga jual tanah yang sangat tinggi. Kota Medan termasuk kota yang harga jual
tanahnya sangat tinggi. Pembangunan RTH/ hutan kota di Kota Medan dapat ditingkatkan
untuk memenuhi amanah undang-undang dan peraturan-peraturan yang berlaku dapat
dilakukan dengan menggalang partisipasi masyarakat lewat penggalangan dana. Persepsi
masyarakat medan dalam pembangunan hutan kota dengan peran penyandang dana adalah
sangat setuju/setuju. Hal ini tentunya menjadi suatu peluang bagi Pemerintah Kota Medan
untuk meningkatkan luasan RTH/hutan kota di Kota Medan. Kebutuhan sumber dana untuk
memperluas RTH di Kota Medan dapat dilakukan dari APBD, APBN, Pajak dan dana CSR
dari perusahaan besar dan perbankan nasional dan multi nasional yang berkantor pusat di
Kota Medan serta lembaga donor internasional yang peduli lingkungan (Subarudi dan
Samsoedin, 2012). Penggalangan dana dari masyarakat dapat juga dilakukan dengan
mencantumkan iuran untuk perluasan RTH/hutan kota seperti iuran sampah di kota-kota
besar.
Kota Medan telah memiliki rencana tata ruang yang lengkap. Namun dalam
prakteknya tujuan tersebut tidak selalau tercapai karena perencanaan yang jauh dari sempurna
oleh sesuatu daerah, organisasi tidak efisien, kurangnya informasi mengenai potensi daerah
dan berbagai faktor lain. Sebagai akibat banyaknya kekurangan dalam merumuskan dan
melaksanakan penyebaran proyek-proyek ke berbagai daerah, pemerintah daerah dengan
bantuan badan perencana daerah yang bersangkutan haruslah secara aktif membantu
perumusan rencana pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat.
Terlepas dari hal tersebut, pembangunan fisik baik yang meliputi sarana, prasarana,
maupun ruang terbuka hijau di Kota Medan yang cenderung lebih banyak dilaksanakan di
kawasan perkotaan menyebabkan kawasan perkotaan lebih cepat mengalami perkembangan
dibandingkan dengan kawasan pinggiran kota. Sumber daya utama yang diperlukan dalam
pembangunan adalah lahan yang bersifat statis, di mana kebutuhan akan lahan selalu
meningkat seiring dengan pembangunan yang dinamis.Untuk itu diperlukan pengelolaan
dalam penggunaan lahan dengan baik, sehingga akan dapat mengurangi konflik kepentingan
dalam penggunaan lahan. Salah satu upaya yang bias dilakukan untuk mengurangi konflik
penggunaan lahan adalah merencanakan penggunaan lahan suatu wilayah untuk periode yang
akan datang.Kondisi itu lazim dikenal dengan cara menyusun suatu rencana tata ruang pada
wilayah yang cenderung lebih cepat perkembangannya. Hal ini seperti yang terjadi di Kota
Medan Provinsi Sumatera Utara.
Pembangunan di Kota Medan mengalami perkembangan yang cukup signifikan,
dalam implementasinya dibutuhkan penyelerasan dengan keadaan yang sudah ada. Untuk itu
dibutuhkan suatu perencanaan yang berbasis data wilayah secara menyeluruh dengan
mengacu pada rencana pengembangan diwilayah tersebut. Dengan menggunakan sistem
informasi geografis, hal tersebut dapat dilakukan dengan mudah. Penataan kembali suatu
wilayah dengan sistem zonasi pada peta, akan mempermudah para pengambil keputusan
dalam mengembangkan investasi diwilayah tersebut. Hal ini dimungkinkan karena peta
tersebut mengacu pada data lapangan secara real. Dengan sistem zonasi yang terstruktur,
analis dapat melakukan perencanaan pengembangan suatu wilayah dengan memperhatikan
pada faktor tata ruang yang direncanakan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah
dengan adanya penerapan SIG ( Sistem Informasi Geografis) yang memadai di Kota Medan
sehingga untuk kedepannya dapat terlaksana sesuai rencana.
Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa penggunaan lahan Kota Medan tidak
sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota Medan yang ada dikarena kondisi eksisting
tanah yang tidak memadai. Jika dilihat dari sektor lainnya seperti keadaan transportasi,
persampahan, serta pemanfaatan lahan di Kota Medan telah berjalan dengan cukup baik.
Akan tetapi, untuk wilayah – wilayah yang berada dipinggiran kota maupun kawasan –
kawasan kumuh yang ada harus serta merta diperhatikan. Alasannya adalah dalam kawasan
tersebut sudah terdapat interaksi sosial yang kental antar masing – masing kelompok
masyarakatnya sehingga dapat dijadikan potensi utama Kota Medan. Berkaitan dengan ruang
terbuka hijau yang ada di Kota Medan, model hutan kota yang diperlukan di Kota Medan/
model hutan yang cocok di Kota Medan adalah model tipe permukiman karena Kota medan
sebagai salah satu pusat perekonomian, administrasi, pendidikan, kedatangan penduduk dari
luar Kota Medan (urbanisasi) sehingga kualitas lingkungan perlu ditingkatkan dengan adanya
hutan kota sebagai paru – paru kota.

Anda mungkin juga menyukai