Anda di halaman 1dari 11

Pendekatan-Pendekatan Kurikulum

Para ahli kurikulum selama ini telah mendapatkan sejumlah pendekatan umum dalam
pengembangan kurikulum masing-masing berdasarkan fokus utama tertentu. Cara
pengelompokan oleh para ahli itu agak berlainan, namun apa yang dikemukakan disini boleh
dikatakan telah mencakup kebanyakan dari pendekatan utama dewasa ini. Beberapa Pendekatan
tersebut ialah:
1. Pendekatan bidang studi (pendekatan subjek atau disiplin ilmu)
Pada pendekatan subjek akademik menggunakan bidang studi atau mata pelajaran
sebagai dasar organisasi kurikulum, misalnya matematika, sains, sejarah, geografi, atau IPA, IPS,
dan sebagainya seperti yang lazim didapati dalam system pendidikan sekarang ini disemua
sekolah dan perguruan tinggi. Yang diutamakan dalam pendekatan ini adalah penguasaan bahan
dan proses dalam disiplin ilmu tertentu. Karena setiap ilmu pengetahuan memiliki sistematisasi
tertentu dan berbeda dengan sistematisasi ilmu lainnya. Pengembagan kurikulum subyek
akademik dilakukan dengan cara menetapkan terlebih dahulu mata pelajaran apa yang harus
dipelajari peserta didik, yang diperlukan untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu.
Dari pendekatan subjek akademik ini diharapkan agar peserta didik dapat menguasai
semua pengetahuan yang ada di kurikulum tersebut. Karena kurikulum sangat mengutamakan
pengetahuan maka pendidikan lebih bersifat intelektual. Kurikulum subjek akademik tidak
berarti hanya menekankan pada materi yang disampaikan, dalam perkembangannya secara
berangsur-angsur memperhatikan proses belajar yang dilakukan siswa. Proses belajar yang
dipilih sangat bergantung pada hal apa yang terpenting dalam materi tersebut.
Sekurang-kurang ada tiga pendekatan dalam perkembangan Kurikulum Subjek
Akademis:[2]
- Pendekatan pertama, melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan. Murid-murid belajar
bagaimana memperoleh dan menguji fakta-fakta dan bukan sekadar mengingat-ingatnya.
- Pendekatan kedua, adalah studi yang bersifat integrative. Pendekatan ini merupakan
respons terhadap perkembangan masyarakat yang menuntut model-model pengetahuan
yang lebih komprehensif-terpadu. Pelajaran tersusun atas satuan-satuan pelajaran, dalam
satuan-satuan pelajaran tersebut batas-batas ilmu menjadi hilang. Pengorganisasian tema-
tema pengajaran didasarkan atas fenomena-fenomena alam, proses kerja ilmiah dan
problema-problema yang ada.
- Pendekatan ketiga, adalah pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah
fundamentalis. Mereka tetap mengajar berdasarkan mata-mata pelajaran dengan
menekankan membaca, menulis, dan memecahkan masalah-masalah matematis.
Pelajaran-pelajaran lain seperti ilmu kealaman, ilmu sosial, dan lain-lain dipelajari tanpa
dihubungkan dengan kebutuhan praktis pemecehan masalah dalam kehidupan.

Dalam pendekatan pengembangan kurikulum ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:[3]


a. Tujuan
Tujuan kurikulum subjek akademik adalah pemberian pengetahuan yang solid serta
melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses “penelitian”. Para siswa harus belajar
mengunakan pemikiran dan dapat mengontrol dorongan-dorongannya, sehingga diharapkan
siswa mempunyai konsep dan cara yang terus dapat dikembangkan di masyarakat yang lebih
luas.
b. Metode
Metode yang banyak digunakan dalam pendekata subjek akademik adalah pendekatan
metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide diberikan guru kemudian dielaborasi (dilaksanakan)
siswa sampai mereka kuasai.Dalam materi disiplin ilmu yang diperoleh, dicari berbagai
masalah penting, kemudian dirumuskan dan dicari cara pemecahannya.
c. Organisasi isi
Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subyek akademik. Pola-
pola organisasi yang terpenting di antaranya:
1) Correlated curriculum, adalah pola organisasi materi atau konsep yang dipelajari dalam
suatu pelajari dalam suatu pelajaran dikorelasikan dengan pelajaran lainnya.
2) Unified atau Concentrated, adalah pola organisasi bahan pelajaran tersusun dalam tema-
tema pelajaran tertentu, yang mencakup materi dari berbagai pelajaran disiplin ilmu.
3) Intregrated curriculum, kalau dalam unified masih tampak warna displin ilmunya, maka
dalam pola yang integrated warna disiplin ilmu tersebut sudah tidak kelihatan lagi. Bahan
ajar diintegrasikan dalam suatu persoalan, kegiatan atau segi kehidupan tertentu.
4) Problem Solving curriculum, adalah pola organisasi isi yang beriisi topic pemecahan
masalah social yang dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan pengetahuan dan
ketrampilan yang diperoleh dari berbagai mata pelajaran atau disiplin ilmu.
5) Evaluasi
Kurikulum subjek akademik menggunakan bentuk evaluasi yang bervariasi disesuaikan
dengan tujuan dan sifat mata pelajaran. Dalam bidang studi humaniora lebih banyak digunakan
bentuk uraian (essay test) dari tes objektif. Karena bidang studi ini membutuhkan jawaban yang
merefleksikan logika, koherensi, dan integrasi secara menyeluruh.
2. Pendekatan Interdisipliner
Berikut beberapa pendekatan interdisipliner dalam pengembangan kurikulum.
a. Pendekatan broad-field
Pendekatan ini berusaha menginteregasikan beberapa disiplin atau matapelajaran yang
saling berkaitan agar siswa siswa memahami ilmu pengetahuan tidak berada dalam
vakum atau kehampaan akan tetapi merupakan bagian dari kehidupan manusia.
b. Pendekatan Kurikulum Inti (Core Curriculum)
Kurikulum ini banyak persamaannya dengan broad-field, karena juga menggabungkan
berbagai disiplin ilmu. Kurikulum diberikan berdasarkan suatu masalah social atau
personal. Kurikulum ini berusaha menghilangkan tembok pemisah yang tak wajar antara
berbagai disiplin ilmu agar siswa dapat menerapkan secara fungsional pengetahuan dan
keterampilan yang diperolehnya dari berbagai disiplin ilmu guna memecahkan masalah
social personal masa kini.
c. Pendekatan Kurikulum Inti di Perguruan Tinggi
Istilah inti (core) juga digunakan dalam kurikulum Perguruan Tinggi. Dengan “core”
dimaksud dari semua disiplin ilmu yang dianggap layak dimiliki oleh tiap orang terdidik
dan terpelajar.
d. Pendekatan Kurikulum Fusi
Kurikulum ini men-fusi-kan atau menyatukan dua (atau lebih) disiplin tradisional
menjadi bidang studi baru.
Semua pendekatan interdisipliner ini mempunyai tujuan yang sama, yakni agar mengajar-
belajar lebih relevan dan bermakna serta lebih mudah dipahami dalam konteks kehidupan kita.
3. Pendekatan Humanistik
Pada pendekatan humanistik berpusat pada siswa, jadi student centered, dan
mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari
proses belajar. Menurut Somantrie dalam Abdullah Idi, bahwa pada pendekatan humanistik
prioritasnya adalah pengalaman belajar yang diarahkan terhadap tanggapan minat, kebutuhan
dan kemampuan anak.
Permasalahan yang perlu disadari adalah bahwa materi bukanlah tujuan. Dengan
demikian, keberhasilan pendidikan tidak semata-mata diukur dengan lancarnya proses transmisi
nilai-nilai (dalam hal ini materi pelajaran yang terformat dalam kurikulum), melainkan lebih dari
sekadar hal itu. Pendidikan humanistik menganggap materi pendidikan lebih merupakan sarana,
yakni sarana untuk membentuk pematangan humanisasi peserta didik, jasmani dan ruhani secara
gradual.Jadi dari hal tersebut dapatlah kita pahami bahwa pada pendekatan humanistik tujuan
dari pendidikan itu bukan hanya pada nilai-nilai yang dapat dicapai pesera didik tapi lebih
kepada pembentukan perubahan pada peserta didik, baik secara jasmani maupun ruhani.
Selanjutnya siswa hendaknya diturut sertakan dalam penyelenggaraan kelas dan keputusan
instruksional. Dan siswa hendaknya turut serta dalam pembuatan, pelaksanaan, dan pengawasan
peraturan sekolah. Siswa hendaknya diperbolehkan memilih kegiatan belajar, dan siswa boleh
membuktikan hasil belajarnya melalui berbagai macam karya atau kegiatan.
Pendidikan yang humanistik memandang manusia sebagai manusia, yakni makhluk hidup
ciptaan Allah dengan fitrah-fitrah tertentu. Sebagai makhluk hidup, ia harus melangsungkan,
mempertahankan, dan mengembangkan hidupnya. Sebagai pribadi, manusia juga sebagai
makhluk social yang memilki hak-hak sosial dan harus menunaikan kewajiban-kewajiban
sosialnya.
Dalam kurikulum humanistik, guru diharapkan dapat membangun hubungan emosional
yang baik dengan peserta didiknya, untuk perkembangan individu peserta didik itu selanjutnya.
Oleh karena itu, peran guru yang diharapkan adalah sebagai berikut:
1. Mendengar pandangan realitas peserta didik secara komprehensif
2. Menghormati individu peserta didik, dan
3. Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat.
Tugas guru dalam kurikulum humanistik adalah menciptakan situasi yang permisif dan
mendorong peserta didik untuk mencari dan mengembangkan pemecahan sendiri. Dan tujuan
pengajaran adalah memperluas kesadaran diri sendiri dan mengurangi kerenggangan dan
keterasingan dari lingkungan. Dari sini jelaslah bahwa pendekatan pengembangan kurikulum
humanistik ini mengaharapkan perkembangan diri siswa sehingga dapat menemukan
kepribadiannya yang hidup ditengah-tengah masyarakat.
Pendekatan pengembangan kurkulum ini mempunyai beberapa ciri-ciri, yakni:
a. Tujuan
Tujuan pendidikannya adalah oroses perkembangan pribadi yang dinamis yang
diarahkan pada pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadiaan, sikap yang sehat
terhadap diri sendiri, orang lain, dan belajar. Semuanya itu merupakan bagian dan cita-cita
perkembangan manusia yang teraktualisasi (self actualizing person). Seseorang yang telah
mampu mengaktualisasikan diri adalah orang yang telah mencapai keseimbangan (harmoni)
perkembangan seluruh aspek pribadinya baik aspek kognitif, estetika, maupun moral.
b. Metode
Pengembangan kurikulum humanistik menuntut hubungan emosional yang baik
antara guru dan siswa. Karenanya, menuntut kemampuan guru untuk memilih metode
pembelajaran yang dapat menciptakan hubungan yang hangat antara guru dengan murid,
antara murid dengan murid, dapat memberikan dorongan agar saling percaya. Dalam
kegiatan pembelajaran guru tidak boleh memaksakan sesuatu yang tidak disenangi oleh
peserta didik.
c. Organisasi Isi
Kurikulum humanistik harus mampu memberikan pengalaman yang menyeluruh,
bukan pengalaman yang terpenggal-penggal. Karenanya peran guru yang diharapkan adalah
sebagai berikut:
1. Mendengarkan pandangan realitas peserta didik secara komprehensif
2. Menghormati individu peserta didik, dan
3. Tampil alamiah, otentik, tidak dibuat-buat.
4. Evaluasi
Evaluasi kurikulum humanistik berbeda dengan evaluasi pada umumnya, yang lebih
ditekankan pada hasil akhir atau produk. Sebaliknya, evaluasi kurikulum humanistik lebih
menekankan pada proses yang dilakukan. Kurikulum ini melihat kegiatan sebagai sebuah
manfaat untuk peserta didik masa depan. Kelas yang baik akan menyediakan berbagai
pengalaman untuk mambantu peserta didik menyadari potensi mereka dan orang lain, serta dapat
mengembangkannya.
Pada kurikulum ini, guru diharapkan mengetahui respon peserta didik terhadap kegiatan
mengajar. Guru juga diharapkan mengamati apa yang sudah dilakukannya, untuk melihat umpan
balik setelah kegiatan belajar dilakukan.
Sebagai suatu hal yang alamiah, kurikulum humanistik memilki beberapa kelemahan, seperti:
1) Keterlibatan emosional tidak selamanya berdampak positif bagi perkembangan individual
peserta didik
2) Meskipun kurikulum ini sangat menekankan individu peserta didik, pada kenyataannya di
setiap program terdapat keseragaman peserta didik
3) Kurikulum ini kurang memerhatikan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan, dan
4) Dalam kurikulum ini, prinsip-prinsip psikologis yang ada kurang terhubungkan.
4. Pendekatan Teknologis
Salah satu ciri gloalisasi adalah pesatnya arus informasi melalui berbagai alat teknologi
seperti telepon, radio, televisi, teleconference sampai dengan satelit, dan internet. Kehadiran
teknologi perlu di manfaatkan oleh dunia pendidikan dalam upaya pemerataan kesempatan,
peningkatan mutu, relevansi dan efesiensi pendidikan.
Perspektif teknologi sebagai kurikulum ditekankan pada efektifitas program metode dan
material untuk mencapai suatu manfaat dan keberhasilan. Teknologi memengaruhi kurikulum
dalam dua cara, yaitu aplikasi dan teori. Aplikasi teknologi merupakan suatu rencana
penggunaan beragam alat dan media, atau tahapan basis instruksi. Sebagai teori, teknologi
digunakan dalam pengembangan dan evaluasi material kurikulum dan instruksional.
Pandangan pertama menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi lebih diarahkan pada
bagaimana mengajarnya, bukan apa yang diajarkan. Sementara pandangan kedua menyatakan
bahwa teknologi diarahkan pada penerapan tahapan instruksional. Penerapan teknologi dalam
bidang pendidikan khususnya kurikulum adalah dalam dua bentuk, yaitu bentuk perangkat lunak
(software) dan perangkat keras (hardware). Penerapan teknologi perangkat keras dalam
pendidikan dikenal sebagai teknologi alat (tools technology), sedangkan penerapan teknologi
perangkat lunak disebut juga teknologi sistem (system technology).
Teknologi pendidikan dalam arti teknologi alat, lebih menekankan kepada penggunaan
alat-alat teknologi untuk menunjang efisiensi dan efektifitas pendidikan. Kurikulumnya berisikan
rencana-rencana penggunaan berbagai alat dan media, juga model-model pengajaran yang
banyak melibatkan penggunaan alat. Contoh-contoh model pengajaran tersebut adalah:
pengajaran dengan bantuan film dan video, pengajaran berprogram, mesin pengajaran,
pengajaran modul. Pengajaran dengan bantuan komputer, dan lain-lain.
Kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologi pendidikan memiliki beberapa ciri khusus,
yaitu:
a. Tujuan
Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk
perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan
khusus, yang disebut objektif atau tujuan instruksional. Objektif ini menggambarkan
perilaku, perbuatan atau kecakapan-ketrampilan yang dapat diamati.
b. Metode
Metode merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang sebagai proses mereaksi
terhadap perangsang-perangsang yang diberikan dan apabila terjadi respons yang diharapkan
maka respons tersebut diperkuat.
c. Organisasi bahan ajar
Bahan ajar dan isi kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu
sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan sesuatu kompetensi. Bahan ajar atau
kompetensi yang luas/besar dirinci menjadi bagian-bagian atau subkompetensi yang lebih
kecil, yang menggambarkan objektif. Urutan dari objektif-objektif ini pada dasarnya menjadi
inti organisasi bahan.
d. Evaluasi
Kegiatan evaluasi dilakukan pada setiap saat, pada akhir suatu pelajaran, suatu unit
atau semester. Fungsi evaluasi ini bermacam-macam, sebagai umpan balik bagi siswa dalam
penyempurnaan penguasaan suatu satuan pelajaran (evaluasi formatif), umpan balik bagi
siswa pada akhir suatu program atau semester (evaluasi sumatif). Juga dapat menjadi umpan
balik bagi guru dan pengembang kurikulum untuk penyempurnaan kurikulum. Tes evaluasi
yang biasa dilakukan adalah tes objektif.
5. Pendekatan Rekonstruksionisme
Pendekatan ini disebut Rekonstuksi sosial. Kurikulum rekonstruksi sosial sangat
memperhatikan hubungan kurikulum dengan sosial masyarakat dan politik perkembangan
ekonomi. Banyak prinsip kelompok ini yang konsisten dengan cita-cita tertinggi, contohnya
masalah hak asasi kaum minoritas, keyakinan dalam intelektual masyarakat umumnya, dan
kemampuan menentukan nasib sendiri sesuai arahan yang mereka inginkan.
Pengajaran kurikulum rekonstruksi sosial banyak dilaksanakan di daerah-daerah yang
tergolong belum maju dan tingkat ekonominya juga belum tinggi. Pelaksanaan pengajaran ini
diarahkan untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka. Sesuai dengan potensi yang ada
dalam masyarakat, sekolah mempelajari potensi-potensi tersebut, dengan bantuan biaya dari
pemerintah sekolah berusaha mengembangna potensi tersebut. Di daerah pertanian misalnya
maka sekolah harus mengembangkan bidang pertanian, sementara kalau daerah industry maka
yang harus dikembangkan oleh sekolah adalah bidang industri. Sehingga kurikulum tersebut
dapat memenuhi kebutuhan masyarakatdaerah tersebut.
Kurikulum rekonstruksi sosial bertujuan untuk menghadapka peserta didik pada berbagai
permasalahan manusia dan kemanusian. Para pendukung kurikulum ini yakin, bahwa
permasalahan yang muncul tidak harus diperhatikan oleh “pengetahuan sosial” saja, tetapi oleh
setiap disiplin ilmu.
Kegiatan yang dilakukan dalam kurikulum rekonstruksi sosial antara lain melibatkan:
1. Survei kritis terhadap suatu masyarakat
2. Studi yang melibatkan hubungan antara ekonomi lokal dengan ekonomi nasional atau
internasional
3. Studi pengaruh sejarah dan kencenderungan situasi ekonomi lokal
4. Uji coba kaitan praktik politik dengan perekonomian
5. Berbagai pertimbangan perubahan politik, dan
6. Pembatasan kebutuhan masyarakat pada umumnya.
Dari pemikiran diatas, maka penyusunan dan pengembangan kurikulum harus bertitik tolak dari
problem yang dihadapi dalam masyarakat. Pendekatan kurikulum rekonstrksi sosial ini selain
menekan pada isi pembelajaran, sekaligus juga menekankan pada proses pendidikan dari
pengalaman belajar. Ini dikarenakan, pendekatan rekonstruksi sosial berasumsi bahwa, manusia
adalah makhluk sosial yang sepanjang kehidupannya membutuhkan orang lain, selalu bersama,
berinteraksi dan bekerjasama.
Dari pendekatan kurikulum rekonstruksi sosial ini, nantinya diharapkan peserta didik
mempunyai tanggung jawab dalam masyarakatnya guna membantu pemerintah dalam perbaikan-
perbaikan dalam masyarakatnya yang lebih baik lagi kedepannya.
Adapun pendekatan kurikulum rekonstruksi sosial ini mempunyai ciri-ciri berkenaan dengan:
a. Tujuan
Tujuan utama kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan para peserta didik
pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi
manusia. Karena itu, tujuan program pendidikan setiap tahun berubah. Tantangan-tantangan
tersebut merupakan bidang garapan selain bidang studi agama, juga perlu didekati dari
bidang-bidang lain seperti ekonomi, sosiologi, ilmu pengetahuan alam, estetika, matematika
dan lain-lain.
b. Metode
Tugas guru dalam kegiatan pembelajaran dalam kurikulum rekonstruksi sosial, yaitu:
berusaha mencari keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengan tujuan peserta didik.
Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran guru harus dapat membantu para peserta didik
untuk menemukan minat dan kebutuhannya.
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan dalam
persoalan-persoalan tersebut di atas dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode
antara lain: (1) mengadakan survei kritis kepada masyarakat; (2) mengadakan studi banding
ekonomi lokal dan nasional; (3) mengevaluasi semua rencana dengan criteria, apakah telah
memenuhi kepentingan sebagian besar orang.
c. Organisasi Isi
Pola organisasi isi kurikulum rekonstruksi sosial disusun seperti roda. Ditengah-
tengahnya sebagai poros dipilih sesuatu masalah yang menjadi tema utama dan dibahas
secara pleno. Tema-tema tersebut dijabarkan ke dalam sejumlah topik yang dibahas dalam
diskusi kelompok, latihan-latihan, kunjungan dan lain-lain. Topik-topik dengan berbagai
kelompok ini merupakan jari-jari. Semua kegiatan jari-jari tersebut dirangkum menjadi satu
kesatuan sebagai bingkai atau velk.
d. Evaluasi
Dalam kegiatan evaluasi para peserta didik dilibatkan. Keterlibatan para peserta didik
terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan. Soal-soal yang
akan diujikan terlebih dahulu diuji untuk menilai ketepatan maupun keluasan isinya. Selain
itu juga untuk menilai keampuhannya dalam menilai pencapaian tujuan-tujuan pembangunan
kehidupan keberagaman masyarakat yang sifatnya kualitatif.
6. Pendekatan Accountability (The Accountability Approach)
Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidikan tentang pelaksanaan
tugasnya kepada masyarakat, akhir-akhir ini tampil sebagai pengaruh yang penting dalam dunia
pendidikan. Namun, menurut banyak pengamat pendidikan accountability ini telah mendesak
pendidikan dalam arti yang sebenarnya menjadi latihan belaka.
Accountability yang sistimatis yang pertama kalinya diperkenalkan Frederick Taylor dalam
bidang industri pada permulaan abad ini. Pendekatannya, yang kelak dikenal sebagai “scientific
management” atau manajemen ilmiah, menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus diselesaikan
pekerja dalam waktu tertentu.
7. Pendekatan Pembangunan Nasional (National Development Approach)
Pendekatan ini mengandung tiga unsur : 
a. Pendidikan kewarganegaraan
Dalam masyarakat demokratis, warganegara dapat dimasukkan dalam tiga kategori:
 Warganegara yang apatis
 Warganegara yang pasif
 Warganegara yang aktif
b. Pendidikan sebagai alat pembangunan nasional
Tujuan pendidikan ini adalah mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pembangunan. Para pengembang kurikulum bertugas untuk mendisain
program yang sesuai dengan analisis jabatan yang akan diduduki.
c. Pendidikan keterampilan praktis bagi kehidupan sehari-hari
Keterampilan yang diperlukan bagi kehidupan sehari- hari dapat dibagi dalam beberapa
kategori yang tidak hanya bercorak keterampilan akan tetapi juga mengandung aspek
pengetahuan dan sikap, yaitu:
1) Keterampilan untuk mencari nafkah dalam rangka sistim ekonomi suatu negara.
2) Keterampilan untuk mengembangkan masyarakat.
3) Keterampilan untuk menyumbang kepada kesejahteraan umum.
4) Keterampilan sebagai warganegara yang baik
Dari beberapa pendekatan pengembangan kurikulum ini, maka penyusunan kurikulum
harus dapat melihat kepada ilmu pengetahuan itu sendiri yang dapat dikaitkan dengan
kepentingan peserta didik sebagai manusia/individu, dan kurikulum juga harus dapat
menyesuaikan dengan perkemgangan teknologi sekarang ini, dan yang tidak kala pentingnya
adalah kurikulum dibuat dengan memperhatikan kepentingan masyarakat tiap-tiap daerah.

Daftar pustaka
- S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 43.
- Nana Syaodih sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 83-84.
- Ibid, h. 84-85.
- Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik ( Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2011), h. 225.
- Baharuddin & Makin, Pendidikan Humanistik:Konsep, Teori, dan Aplikasi Praktis dalam
Dunia Pendidikan (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), h. 192.
- Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2008), h. 144.
-  Ibid., hlm. 144
-  Ibid., hlm. 145
- Ibid, h. 148
- Nana Syaodih sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 97-98
- Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya), 2008, h. 146.
-  S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hlm. 50
-  Ibid., hlm. 43.

Anda mungkin juga menyukai